7
BAB 2 IHWAL SOSIOLINGUISTIK, KEDWIBAHASAAN, DAN CAMPUR KODE
2.1 Sosilinguistik Sosiolinguistik merupakan sebuah gabungan dua cabang ilmu yaitu ilmu Sosiologi yang pada dasarnya mempelajari hubungan sosial kemasyarakatan dan ilmu Linguistik yang mempelajari masalah sistem bahasa. Sosiolinguistik bertujuan untuk mempelajari hubungan antara manusia dengan bahasa yang digunakannya. Para pakar sosiolinguistik mendefinisikan istilah ini dengan definisi yang berbeda-beda. Bram dan Dicky (dalam Ohoiwutun, 2007: 9) menyatakan bahwa sosiolinguistik berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturanaturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi. Chaer (2004: 2) menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat. Sementara itu, Jendra (2007: 9) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai ilmu yang mempelajari fungsi dan variasi bahasa, hubungan di antara perbedaan bahasa, dan tingkah laku masyarakat mengenai penggunaan dan perubahan bahasa. Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpukan bahwa sosiolinguistik pada intinya mempelajari bahasa dan Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
8
masyarakat penuturnya. Dengan adanya interaksi antara masyarakat, beberapa masyarakat berkembang menjadi masyarakat dwibahasa (bilingual) atau bahkan berbahasa banyak (multilingual). Sebagai contoh, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat tutur yang memiliki beragam sistem bahasa (mutilingual), tetapi dalam interaksi sosial sehari-hari masyarakat Indonesia cenderung untuk menggunakan bahasa-bahasa tertentu. Seperti yang dikemukakan Chaer (1994: 61) bahwa masyarakat Indonesia dapat dikatakan sebagai masyarakat dwibahasa yang biasa menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dalam berinteraksi satu sama lain.
2.2 Kedwibahasaan Istilah kedwibahasaan atau biligualism erat hubungannya dengan individu atau masyarakat dengan dua bahasa; bagaimana kedua bahasa tersebut digunakan dan bagaimana kedua bahasa tersebut dipelajari. Individu atau orang yang berkaitan dengan ini disebut dwibahasawan atau bilingual. Seorang ahli Linguistik, Adler (1977) menekankan definisi kedwibahasaan pada kemampuan berbahasa penutur terhadap paling tidak dua bahasa. Tarigan (2009: 2) mengemukakan bahwa kedwibahasaan adalah perihal pemakaian dua bahasa, seperti bahasa daerah di samping bahasa nasional. Dari definisi tersebut dapat terlihat bahwa kedwibahasaan hanya ditekankan pada penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang individu dalam kehidupan sehariharinya.
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
9
Macnamara
(dalam
Tarigan,
2009:
3)
mendefinisikan
bahwa
dwibahasawan adalah seseorang yang memiliki paling sedikit satu keterampilan berbahasa dalam bahasa kedua (B2) sampai taraf minimal. Lebih lanjut, ahli linguistik tersebut juga menekankan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, seorang dwibahasawan adalah seseorang yang dapat berbicara, membaca, atau mengerti dua bahasa dengan sama baiknya, tetapi pada umumnya seorang dwibahasawan hanya dapat membaca atau menulis dalam satu bahasa saja, menggunakan setiap bahasa dalam kesempatan yang berbeda, atau menggunakan bahasa yang berbeda untuk tujuan komunikasi yang berbeda pula. Dwibahasawan didefinisikan oleh Chaer (2004: 84) sebagai orang yang dapat menggunakan dua bahasa. Dari definisi yang telah penulis kemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah situasi dimana terdapat sekurangkurangnya dua bahasa yang digunakan oleh individu atau masyarakat tertentu. Sedangkan dwibahasawan adalah orang yang mengerti dan menggunakan dua bahasa, sedangkan tingkat penguasaan dan kemampuannya dinyatakan secara berbeda. Umumnya kemampuan terhadap dua bahasa tersebut sama baiknya, tetapi menurut beberapa ahli linguistik, salah satu bahasa lebih dikuasai daripada bahasa lainnya. Dalam masyarakat dwibahasa, pertukaran tutur bahasa terjadi dengan sangat dinamis. Oleh karena itu, kajian teori Sosiolinguistik bergerak dengan dinamis pula. Salah satu fenomena yang terjadi dalam masyarakat dwibahasa adalah campur kode.
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
10
2.2.1
Jenis-jenis Kedwibahasawan Berdasarkan perkembangan dan penguasaan konteks, Weinreich (dalam
Tarigan, 2009: 9) membedakan tiga tipe kedwibahasaan sebagai berikut: 1) Pure bilingualism atau Coordinate bilingualism (kedwibahasaan murni atau koordinat) Individu dapat menggunakan dan mengerti bahasa kedua tanpa mengalami kesulitan. Dalam berbicara, individu tersebut tidak akan terpengaruh oleh bahasa kesatu, dan penggunaan bahasa kedua bukan merupakan penerjemahan bahasa kesatu. Individu mengetahui dua padanan kata dari sebuah referensi, misalnya book (bahasa Inggris) = buku (bahasa Indonesia). 2) Mixed bilingualism atau Compound bilingualism (kedwibahasaan majemuk) Individu mengetahui dua bahasa sebagai dua tanda yang terpisah, namun mengalami kesulitan dalam mempergunakan dan menangkap makna bahasa kedua, karena ia masih dipengaruhi bahasa pertama, dan peraturannya dalam bahasa kedua merupakan penerjemahan bahasa kedua. 3) Subordinate bilingualism (kedwibahasaan subordinat) Individu mempelajari bahasa kedua sebagai penerjemah langsung dari bahasa kesatu. Individu masih mencampuradukan konsep-konsep bahasa pertama dan bahasa kedua, hal ini mengakibatkan terjadinya interfensi. Ferguson (dalam Chaer, 2004: 92) mempergunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa. Hal ini didasarkan pada penelitian bahwa tiap bahasa mempunyai fungsi tertentu dan dipakai dalam situasi tertentu, dan dua bahasa dapat hidup Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
11
berdampingan dalam suatu masyarakat, dimana setiap bahasa mempunyai aturanaturan tertentu dalam pemakaiannya. Hal ini mengakibatkan dalam prakteknya, ada penyesuaian frekuensi, penggunaanya pun dikaitkan dengan situasi yang dihadapi penutur. Penutur membedakan antara bahasa tinggi (high) dan bahasa rendah (low). Bahasa tinggi dipergunakan dalam lingkungan resmi, tidak akrab, dan dianggap lebih bergengsi. Sedangkan bahasa rendah dipergunakan dalam lingkungan rumah, akrab, dan kurang bergengsi.
2.3 Kode dan Campur Kode Ihwal kode, campur kode, proses terjadinya campur kode dan penyebab terjadinya campur kode akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut. 2.3.1
Kode Berbicara merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang setiap hari. Pada
saat berbicara penutur mengirimkan kode-kode kepada lawan tuturnya. Pengkodean itu melalui proses yang terjadi kepada pembicara maupun mitra bicara. Kode-kode yang dihasilkan oleh tuturan tersebut harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Poedjosoedarmo (dalam Rahardi, 2010: 25) mendefinisikan kode sebagai varian bahasa yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa. Suwito (dalam Rahardi, 2010: 25) juga mengemukakan batasan yang tidak terlalu jauh dengan yang disampaikan Poedjosoedarmo, yakni bahwa kode adalah salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan yang dipakai dalam komunikasi. Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
12
Berdasarkan definisi tersebut dapat terlihat bahwa bahasa merupakan kode tertentu dan dilakukan oleh anggota masyarakat bahasa. Kode merupakan kerangka penuturan, strategi penggunaan bahasa. Kode yang dipakai penutur disesuaikan dengan peran yang dimainkannya dalam masyarakat. Jadi, hubungan antara kode dan peran sangat erat. Selain itu,
kode juga berfungsi untuk
menyampaikan sebuah pesan.
2.3.2
Campur Kode Pembicaraan mengenai campur kode tidak pernah lepas dari alih kode.
Bahkan menurut Hill dan Hill (dalam Chaer 2004: 114) dalam sebuah penelitian mengenai masyarakat Spanyol dan Nahuali di kelompok Indian Meksiko bahwa penggunaan alih kode dan campur kode pada masyarakat tutur tersebut tidak dapat dibedakan. Baik alih kode maupun campur kode memiliki kesamaan menggunakan dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Campur kode merupakan salah satu model komunikasi kedwibahasawan yang sering terjadi selain alih kode. Berbeda dengan alih kode, dimana pengalihan bahasa terjadi dalam bentuk kalimat dalam sebuah ujaran atau paragraf, campur kode hanya menyisipkan beberapa kata-kata bahasa kedua dalam sebuah kalimat. Dengan kata lain, dalam alih kode terjadi pengalihan bahasa secara utuh dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya, termasuk perubahan secara morfologis maupun fonologis. Sebagai contoh, jika seorang penutur dari suku Sunda sedang bercakap-cakap dengan penutur lain dari suku Sunda atau Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
13
mengerti bahasa Sunda dalam suasana informal, penutur menggunakan bahasa Sunda, tetapi ketika penutur berada dalam suatu forum formal dimana pendengarnya tidak hanya berasa dari suku Sunda, penutur tersebut menggunakan bahasa Indonesia agar informasi yang penutur sampaikan dapat diterima oleh semua pendengar. Sementara dalam campur kode hanya terjadi perubahan bentuk leksem dan gramatikal dari dua bahasa. Penggunaan kalimat-kalimat seperti “So what gitu lho!” atau “Yah, gw sih up to you aja” yang menggunakan dua bahasa dalam satu struktur kalimat adalah sebuah contoh kasus campur kode. Melalui penjelasan di atas dapat dikatakan dengan jelas bahwa campur kode berbeda dengan alih kode. Penulis menemukan beberapa definisi mengenai campur kode menurut beberapa ahli linguistik sebagai berikut. 1) Penggunaan satuan bahasa satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dsb (Kridalaksana dalam Suwandi, 2008: 87). 2) Campur kode mengacu pada suatu peristiwa penutur mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu (Nababan dalam Suwandi, 2008: 87). 3) Campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab (Subyakto dalam Suwandi, 2008: 87).
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
14
4) Conversational code mixing involves the deliberate mixing of two languages without an associated topic or situation change (Percakapan campur kode melibatkan pencampuran dua bahasa tanpa adanya topik yang berhubungan atau perubahan situasi) (Pfaff dalam Jendra, 2010: 79). Baik pada alih kode atau campur kode, biasanya dilakukan secara tidak sadar atau tanpa perencanaan terlebih dahulu, dan seringkali penutur tidak mempedulikan perubahan yang terjadi, karena perhatian utama penutur meyakini bahwa pendengar akan mengerti maksud atau pesan yang akan disampaikan baik bila penutur menggunakan bahasa pertama, bahasa kedua, atau campuran bahasa keduanya. Campur kode juga berbeda dengan peminjaman leksem (lexical borrowing). Hal ini disebabkan dalam kasus peminjaman leksem, kata-kata asing tersebut telah diadaptasi menjadi bahasa pertama yang digunakan oleh masyarakat tutur. Beberapa contoh kasus peminjaman leksem antara lain pengadaptasian kata “besuk” dalam bahasa Indonesia yang berasal dari kata “bezoekt” dalam bahasa Belanda.
2.3.2.1 Proses Terjadinya Campur Kode Musyken (2000: 3) menyatakan bahwa campur kode terjadi berdasarkan tiga proses sebagai berikut. 1) Insertion of material (lexical items or entire constituents) from one language into a stucture of the other language.
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
15
Proses campur kode ini pada dasarnya hanya menyisipkan beberapa leksem, kata, atau frase dari bahasa kedua ke bahasa pertama dengan menggunakan struktur kalimat bahasa pertama. a. “Well, nilainya bagus?” (Indonesia/Inggris; Suwandi, 2008: 94) b. “Mas happy, mas free, you know, pero si yo estoy con mucha ...” (Spanyol/Inggris; Labov dalam Chaer, 2004:115) 2) Alternation between structure from languages. Proses campur kode ini tidak lagi menyisipkan leksem, kata, atau frase tetapi bagian kalimat yang lebih kompleks, yaitu klausa dan digunakan bergantian terus-menerus dalam satu ujaran. “Mai to kuhungaa ki yah one the best novels of the year is” (Hindi/Inggris; Fasold dalam Chaer, 2004: 116) 3) Congruent lexicalization of material from different lexical inventories into a shared grammatical structure. Proses campur kode ini lebih rumit daripada dua proses sebelumnya. Pada proses pembentukan ini yang membedakan adalah struktur kalimat yang digunakan merupakan pola kalimat yang sama antara dua bahasa tersebut, seperti yang terjadi pada beberapa kasusu bahasa Malaysia-Inggris atau Spanyol-Inggris. “Why make Carol sentarse atras pa’que everybody has to move pa’que se salga? (Spanyol/Inggris; Deuchar, 2005: 610) Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
16
Sementara itu, Chaer (2004: 116) menyatakan bahwa campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. 2.3.2.2
Penyebab Terjadinya Campur Kode Ohoiwutun (2007: 71) membedakan penyebab terjadinya campur kode
menjadi dua, yaitu: 1) Pemenuhan kebutuhan mendesak. Pemenuhan kebutuhan yang mendesak dikarenakan suatu paksaan, seperti keterpaksaan teknologis. Konsep-konsep asing dipungut dari bahasa asal teknologi penerbangan, yang bila dipadankan ke dalam bahasa Indonesia dapat menjadi frasa atau kalimat yang panjang, kurang jelas, dan mungkin bermakna ganda. 2) Motif prestise Motif prestise umumnya terjadi pada situasi berbahasa yang tidak resmi dan cenderung dimotivasi oleh usaha para penuturnya menunjukan status keterpelajarannya. Sementara itu, Hoffman, Saville-Troike menyatakan faktor penyebab terjadinya campur kode, yaitu: 1) Berbicara tentang topik tertentu Pada saat penutur berbicara tentang topik tertentu, penutur akan merasa bebas dan lebih nyaman untuk mengungkapkan perasaan emosionalnya dalam bahasa yang bukan bahasa sehari-hari. 2) Mengutip pembicaraan orang lain Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
17
Penutur mengutip perkataan dari beberapa tokoh terkenal. Unsur-unsur bahasa asing disisipkan oleh penutur untuk mengutip pembicaraan orang lain. Pada penyisipan unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing, unsur-unsur ini pada umumnya sudah sering digunakan oleh masyarakat dan biasanya digunakan oleh kalangan intelektual dan terpelajar. 3) Mempertegas sesuatu Biasanya penutur yang sedang berbicara menggunakan bahasa yang bukan bahasa asli, tiba-tiba ingin mempertegas sesuatu, baik disengaja atau tidak disengaja akan beralih dari bahasa kedua ke bahasa pertamanya, atau di sisi lain ada beberapa kasus di mana penutur akan merasa lebih nyaman untuk menegaskan dalam bahasa kedua penutur, bukan dalam bahasa pertama. 4) Pengisi dan penyambung kalimat Penyisipan unsur-unsur bahasa asing hanya sebagai pengisi dan penyambung kalimat. 5) Pengulangan digunakan untuk klarifikasi Ketika penutur menginginkan untuk mengklarifikasi pembicaraannya agar lebih dipahami oleh lawan tutur, penutur akan menggunakan kedua bahasa yang dikuasai untuk mengatakan ucapan yang sama (ucapan dikatakan berulang kali). 6) Bermaksud untuk mengklarifikasi isi pembicaraan kepada lawan tutur Penutur
ingin
menjelaskan
maksud
dari
pembicaraannya
dengan
menggunakan unsur-unsur bahasa asing. Penggunaan bahasa asing tersebut akan memperjelas dan tidak membingungkan lawan tutur. Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
18
7) Menunjukan identitas suatu kelompok Cara berkomunikasi orang yang terpelajar berbeda dengan orang yang tidak terpelajar. Cara berkomunikasi dari satu komunitas berbeda dengan orangorang yang berada di luar komunitas. 8) Memperhalus atau mempertegas permintaan atau perintah Campur kode dapat memperkuat permintaan atau perintah karena penutur dapat merasa lebih “kuat” daripada lawan tutur karena penutur dapat menggunakan bahasa yang tidak semua orang bisa. 9) Kebutuhan leksikal Hal ini terjadi karena dalam bahasa Indonesia tidak ada padanan arti yang sesuai untuk menerjemahkan bahasa asing. Penutur lebih memilih untuk menggunakan bahasa asli karena sulit atau terlalu panjang untuk diinterpretasikan ke dalam bahasa Indonesia. 10) Keefisienan suatu pembicaraan. Penutur berkomunikasi hanya kepada komunitas penutur yang berbahasa sama untuk menghindari orang lain mengganggu komunikasi mereka. Penutur berkomunikasi dengan bahasa yang tidak semua orang tahu. Pada dasarnya campur kode digunakan oleh penutur untuk mempermudah masyarakat bahasa, khususnya masyarakat dwibahasa, dalam bertukar informasi (berkomunikasi). Para ahli linguistik berpendapat bahwa pengalihan antar bahasa, dalam hal ini campur kode, dapat muncul karena berbagai tujuan, antara lain: 1. “Sucs conversational code-mixing is often used by bilinguals, primarily as a solidarity marker” (Campur kode yang biasa dilakukan oleh dwibahasawan Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
19
bertujuan sebagai penanda solidaritas terhadap kelompok masyarakat tertentu) (Wardaugh, 1986: 104). Baik campur kode maupun alih kode dapat terjadi ketika penutur bermaksud untuk menekankan keanggotaan terhadap suatu kelompok sosial tertentu. Hal ini dilakukan untuk menunjukan solidaritas dan keakraban di antara penutur dari kelompok sosial atau etnis yang sama. Pada abad ke-19, masyarakat bangsawan atau kelas atas di Inggris menggunakan penggalan-penggalan bahasa Perancis ketika mereka berkomunikasi satu sama lain untuk menunjukan kelas sosial mereka yang pada saat itu selain ditentukan dengan harta juga ditentukan dengan tingkat pendidikan. 2. “Penggunaan campur kode dalam situasi formal dikarenakan ketiadaan ungkapan yang harus digunakan dalam bahasa yang sedang digunakan” (Chaer, 1994: 69). Pengalihan bahasa dilakukan karena penutur tidak menemukan atau kesulitan dalam mencari padanan kata atau ekspresi yang tepat ketika penutur berinteraksi. Pada saat itu lah, seorang penutur akan menggunakan pengalihan bahasa untuk memudahkan komunikasi di antara mereka. Hal ini berkaitan dengan bahasa yang dominan, memori, dan spontanitas penutur. Sebagai contoh, seorang penutur bahasa Indonesia yang tidak terbiasa dengan kata “pemindai” tentu akan lebih memilih menggunakan kata “scanner”. Dalam hal ini, kata “pemindai” sendiri sebenarnya merupakan bahasa Indonesia, tetapi karena penggunaan kata “scanner” lebih sering digunakan maka penutur bahasa Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari padanan kata tersebut Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
20
dan terbiasa menggunakan bahasa asing. Kasus-kasus seperti ini seringkali diartikan sebagai kesalahan ucap (slip of tongue) yang biasanya dibenarkan pada kalimat berikutnya atau hanya dianggap sebagai tanda bahwa penutur tidak biasa dengan gaya yang dipakai. 3. “The functions of code mixing is the expression of modernisation.” (Fungsi campur kode adalah sebagai simbol modernisasi) (Kamwangamalu dalam Ayeomoni, 2006: 91). Bahasa bisa di anggap sebagai suatu simbol peradaban dalam suatu masyarakat bahasa. Sebagai contoh, dalam masyarakat Hong Kong, kedudukan bahasa Inggris lebih tinggi daripada bahasa Kanton murni, hal ini dikarenakan penggunaan bahasa Inggris adalah orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi.
Bagi
generasi muda Hong Kong
berkomunikasi satu sama lain hanya dengan menggunakan bahasa Kanton murni akan dianggap kuno karena yang menggunakan bahasa Kanton murni hanya generasi tua. 4. “Code mixing is perceived to result in alienation from the group one whishes to belong to” (Ho, 2007: 5). Peralihan ini dilakukan karena penutur tidak ingin orang lain mengetahui apa yang diucapkan oleh mereka. Peralihan ini dapat berakibat buruk dan memalukan penutur. Sebagai contoh, bila terdapat dua orang penutur, katakan A dan B, yang sedang menggunakan peralihan bahasa antara bahasa Y dan Z dengan asumsi penutur C tidak akan mengerti apa yang mereka bicarakan. Tetapi pada kenyataanya ternyata penutur C mengerti kedua bahasa yang Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
21
digunakan dengan sama baiknya. Hal ini dapat mempermalukan penutur A dan B serta menimbulkan suasana negatif dalam percakapan tersebut. Sebagai contoh, dalam masyarakat Hong Kong, bahasa Inggris merupakan bahasa yang memiliki nilai sosial yang tinggi karena bahasa Inggris hanya digunakan oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi. Penggunaan campur kode Kanton-Inggris yang dilakukan oleh generasi muda dapat diasosiasikan sebagai sifat sombong karena sebagian besar generasi tua Hong Kong masih menggunakan bahasa Kanton murni dan tidak begitu memahami bahasa Inggris. 5. “Code mixing can be used as a special register, facilitates easy communication among group members” (Ho, 2007: 5). Pengalihan bahasa terjadi karena penutur sedang berada dalam sebuah pembicaraan dengan topik-topik tertentu seperti politik, bisnis, militer, atau teknologi yang memang memiliki beberapa kelompok kata tersendiri. Meskipun terkadang kelompok-kelompok kata tersebut sudah memiliki padanan kata teteapi penggunaan istilah asli tetap dipergunakan untuk mempermudah komunikasi, seperti kecenderungan penutur untuk tetap menggunakan kata “software” daripada “perangkat lunak” atau “public company” daripada “perusahaan umum”. Contoh kasus lain adalah penggunaan campur kode antara bahasa Kanton dan Inggris yang digunakan oleh para pelajar di Hong Kong. Mereka menggunakan camour kode untuk mempermudah berkomunikasi satu sama lain dan menghindari kesalahan berbicara. Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
22
2.4 Komponen Tutur Para ahli linguistik mempunyai berbagai pendapat mengenai komponen tutur, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Hymes (dalam Rahardi, 2010: 33) yang menunjukan adanya delapan komponen yang dianggapnya berpengaruh terhadap pemilihan kode dalam bertutur, yang bila huruf-huruf pertama komponen tutur dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING: 1)
Setting and scene Setting dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu dari terjadinya sebuah tuturan. Secara umum faktor ini menunjuk kepada keadaan dan lingkungan fisik tempat tuturan itu terjadi, suasana tutur berkaitan erat dengan faktor psikologis sebuah tuturan. Sedangkan Scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
2)
Participants Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan.
3)
Ends
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
23
Ends menunjuk pada maksud dan tujuan pertuturan, seperti menghibur penutur, mengajari nilai-nilai tertentu atau sekedar menghormati seseorang yang sedang dibicarakan. 4)
Act sequence Act sequence menunjuk pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
5)
Key Key menunjuk kepada cara penyampaian sebuah ujaran. Seperti seorang ibu yang membesarkan suaranya untuk menggambarkan serigala jahat atau menggunakan gerakan-gerakan tubuh tertentu ketika sedang mendongeng kepada anaknya.
6)
Instrumentalities Instrumentalities menunjuk pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telefon.
Instrumentalities ini juga
mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register. 7)
Norm of Interaction and Interpretation Norm of Interaction and Interpretation menunjuk pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
8)
Genre
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
24
Genre menunjuk pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya. Namun lebih lanjut, Hymes menerangkan bahwa dalam sebuah percakapan yang terjadi melalui tulisan, tidak semua unsur dalam pola tersebut akan muncul. Berbeda dengan Hymes, Poedjosoedarmo (dalam Rahardi, 2010: 40) mengemukakan bahwa paling tidak terdapat tiga belas komponen yang ada dalam sebuah tuturan. Ketiga belas komponen tutur tersebut merupakan pengembangan dari konsep Hymes, yaitu: 1) Pribadi si penutur atau orang pertama (O1) Berkenaan dengan hal ini, terdapat dua hal penting yang perlu disebutkan, pertama adalah identitas orang pertama dan yang kedua adalah dari manakah asal-usul penutur tersebut. 2) Anggapan penutur terhadap kedudukan sosial dan relasinya dengan orang yang diajak bicara (O2) Relasi antara penutur dan mitra tutur lebih bersifat sebagai penentu faktor yang objektif sosial. Sebagai contoh, saat berkomunikasi dengan mitra tutur yang jauh lebih tua, tetapi penutur tidak menggunakan ragam yang demikian akrab dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh relasi penutur dengan mitra tutur yang lebih tua sudah demikian baik dan akrab. 3) Kehadiran orang ketiga (O3) Kehadiran orang ketiga dapat dipakai sebagai penentu berubahnya kode yang dipakai seseorang dalam berkomunikasi. Pengubahan bentuk tuturan tersebut dilakukan dengan maksud tertentu. Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
25
4) Maksud dan kehendak si penutur Maksud dan kehendak si penutur berpengaruh terhadap kode bahasa yang dipilih oleh seseorang dalam bertutur. 5) Warna emosi si penutur Penutur yang dalam keadaan gugup akan menimbukan tuturan yang tidak jelas ditangkap oleh mitra tutur. Ketidakjelasan itu disebabkan oleh banyaknya frasa yang terpenggal, banyaknya tuturan yang tidak lengkap, banyaknya pengulangan tuturan yang bahkan membingungkan, dan sebagainya. Namun sebaliknya, penutur dalam keadaan marah akan menjadi lebih jelas dalam bertutur karena dalam keadaan emosi dapat dipastikan penutur kesulitan dalam mengontrol tuturannya. 6) Nada suasana bicara Nada suasana bicara dapat berpengaruh terhadap perasaan dan emosi penutur dan lawan tutur, sehingga akhirnya akan berpengaruh terhadap tuturan. 7) Pokok pembicaraan Masalah atau hal yang dibicarakan dalam berkomunikasi akan menentukan lontaran tuturan para pelibat tutur. 8) Urutan bicara Kode tutur yang dipakai seseorang dipengaruhi oleh kode tutur yang dipakai oleh penutur sebelumnya dalam tuturan yang sama. 9) Bentuk wacana Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
26
Bentuk wacana mempengaruhi tuturan dalam berkomunikasi.
10) Sarana tutur Sarana tutur yang menunjuk kepada saluran dan media disampaikannya tuturan itu kepada lawan tutur, juga menentukan tuturan yang muncul dari seseorang. 11) Adegan tutur Komponen adegan tutur menunjuk pada aspek tempat, waktu, dan peristiwa tutur juga banyak berpengaruh terhadap tuturan. 12) Lingkungan tutur Lingkungan tempat tutur menentukan tuturan seseorang. 13) Norma kebahasaan Norma kebahasaan masyarakat menentukan ujaran anggota masyarakatnya.
Anisya Hauriyah, 2011
Penggunaan Campur Kode... Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu