BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Data dan Literatur Data dan informasi yang digunakan sebagai bahan referensi pendukung projek ini diperoleh melalui : A. Website i.
Website resmi pemerintah kabupaten Banyumas www.banyumaskab.go.id
ii.
Suara Merdeka Perekat Komunitas Jawa Tengah online
iii.
Sinar Harapan online
iv.
www.liputan6.com/daerah/?id=62802
v.
www.abimanyubatik.com
vi.
www.expat.or.id
vii.
www.batikguild.org.uk
viii.
www.batiklaksmi.com
ix.
www.roemahbatik.com
x.
www.discover-indo.tierranet.com
xi.
www.iwantirtabatik.com
xii.
http://map-bms.wikipedia.org/wiki/Seni lan Budaya Banyumas
B. Buku-buku Sumber i.
”Batik Design” Karya : Pepin van Roojen Jumlah halaman : 192 halaman 3
4 Harga : Rp 248.000,Penerbit : The Pepin Press Tahun : 1993 Membahas mengenai golongan motif batik secara garis besar, aplikasi dan pembuatan batik, perkembangan batik klasik dan batik pesisir serta pengaruh ajaran Hndu-Buddha pada batik nusantara. ii.
Indonesia Indah buku ke-8 ”Batik” Jumlah halaman : 252 halaman Penerbit : Yayasan Harapan Kita- BP3 Taman Mini Indonesia Indah Membahas mengenai teknik pembuatan batik nusantara, pengaruh budaya asing pada batik nusantara, dan penemuan batik cap.
iii.
Jurnal Wastra edisi 10 Juni 2007 Penerbit : Himpunan Wastraprema Jumlah halaman : 40 halaman Membahas batik Banyumas secara garis besar saja.
iv.
“Batik Belanda 1840-1940” Karya : Harmen C Veldhuisen Jumlah Halaman : 156 halaman Harga : Rp 225.000,Penerbit : PT. Gaya Favorit Press Tahun : 1993 Membahas mengenai awal mula hingga kemunduran usaha batik Belanda di nusantara. Termasuk salah satunya, pengaruh batik Belanda bagi perkembangan batik Banyumas.
5 v.
“Kumpulan Motif Batik 1983-1984” Diterbitkan oleh departemen perindustrian R.I. Harga : Rp 150.000,Tahun : 1985 Berisi motif-motif batik dari tahun 1983 sampai 1984.
vi.
“Batik dan Mitra” Karya : Nian S. Djoemena Penerbit : Djambatan Tahun : 1990 Membahas batik-batik nusantara dan pengaruh Solo bagi batik Banyumas.
vii.
“Seni Kerajinan Batik Indonesia” Karya : S.K. Sewan Susanto Penerbit : Balai Penelitian Batik dan Kerajinan Tahun : 1973
viii.
“Sekaring Jagad Ngayogyakarta Hadiningrat” Penerbit : Wastraprema Membahas sejarah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan alat-alat membatik seperti canting, bandul, gawangan, tepas, dan lain sebagainya.
Dari daftar buku-buku di atas, mayoritas hanya membahas batik-batik daerah Yogya, Solo, Pekalongan, Cirebon, Lasem, dan lain sebagainya. Pembahasan mengenai batik Banyumas hanya berupa bahasan singkat saja dan tidak mendalam. Belum adanya buku yang khusus membahas mengenai batik Banyumas menjadi alasan khusus diambilnya topik ini.
6 C. Wawancara − Ibu Kwee Hoe Loei pemilik Batik Hadipriyanto Jl. Mruyung no. 46, Banyumas Banyumas dulu merupakan kasultanan oleh karena itu masih memiliki pengaruh Yogya dan Solo. Yang menjadi kekhasan batik Banyumas adalah penggunaan warna sogan (merah kecoklatam atau coklat tua), wedel (hitam atau warna gelap), dan kuning gading. Saat pendudukan Belanda di Indonesia, ada seorang nyonya yang bernama Nyonya Matheron yang membuka usaha batik di Banyumas. Pekerjaannya dibantu oleh orang-orang pribumi. Hasil karya batiknya dikenal dengan nama batik “Matheros” atau “Mantelon” (sesuai dengan lidah orang Banyumas). Setelah Belanda pergi dari Indonesia, usaha batik di Banyumas mayoritas dipegang oleh keturunan tionghoa, antara lain oleh Ibu Kwee Hoe Loei, Kho Siang Kie, Lian Kheng, dan lain sebagainya. Selain batik Mantelon, motif yang terrenal di Banyumas adalah motif Jonasan. Motif Jonasan adalah kelompok motif non-geometris yang didominasi oleh warna dasar kecoklatan dan hitam. Motif yang paling terrenal adalah motif Sidomukti yaitu motif yang digunakan oleh kedua mempelai pengantin dengan adat Jawa. − Ibu Kris dari studio batik di Museum Batik Batik ada dua kelompok besar berdasarkan daerah pembatikannya yaitu batik pedalaman atau lebih dikenal sebagai batik klasik/keraton dan batik pesisir. Batik pedalaman yaitu batik yang diproduksi di daerah Yogya dan Solo yang berada di
7 dalam tembok keraton. Sedangkan batik pesisir adalah batik yang dihasilkan di daerah-daerah di luar tembok keraton. − Ibu Indra Tjahyani (LIPI) Batik pedalaman seperti juga dibagi lagi menjadi dua yaitu njero (dalam) dan njobo (luar) yang mana di daerah “njobo” sudah mulai ada modifikasi-modifikasi motif ari daerah “njero”. − Ibu Sugito pemilik Batik “R” Jl. Kebutuh RT 2/4 Sokaraja Kulon, Banyumas Proses pembuatan batik dimulai dengan pemilihan kain yang baik yaitu kain mori sen, primisima, dan sutra. Kain-kain tersebut dicuci sampai bersih lalu dikanji. Setelah dibatik/dicap dan diwarna, kain dicuci dan dikanji lagi. Beberapa motif asli daerah Banyumas yaitu motif pring sedapur, ayam puger, dan lumbon. Motif-motif ini sering menjadi incaran para kolektor batik nusantara dan internasional. Motif-motif tersebut di atas adalah motif-motif yang dibuat berdasarkan kehidupan sehari-hari masyarakat Banyumas saat itu. Seperti motif ayam puger yang memiliki ilustrasi ayam dan bangunan seperti lumbung. Sampai saat ini masyarakat Banyumas rata-rata masih memiliki ayam jago sebagai peliharaan mereka. Dalam motif pring sedapur kita dapat melihat kehidupan masyarakat Banyumas zaman dulu, yaitu membangun rumah di bawah pohon pring atau bambu. Sedangkan motif lumbon atau daun lumbu memperlihatkan kebiasaan masyarakat Banyumas yang sering makan buntil.
8 − Ibu Haji Rasmini pemilik usaha batik tulis Banyumas. Batik Banyumas adalah hasil seni budaya yang menggambarkan kebiasaan masyarakat Banyumas. Beberapa motif batik tulis yang tekenal yaitu babon angrem, pring sedapur, lumbon, gajah nguling, sekarjagad, dan buketan yang merupakan hasil akulutrasi dengan budaya batik Belanda. Dalam selembar batik Banyumas kita dapat mengetahui nilai filosofi daerah Banyumas yang “cablaka” yaitu apa yang tampak di depan harus seperti yang tampak di belakang. Oleh karena itu, motif batik Banyumas sangat tajam dan presisi antara halaman depan dan belakangnya karena kedua sisi dibatik dengan perasaan keduanya sama-sama penting.
2.2 Hasil Study Kepustakaan Banyumas, sebuah daerah terpencil yang dulunya merupakan bagian dari Karesidenan Kedu, ternyata menyimpan seni warisan budaya Indonesia yang unik dan menarik. Beberapa contoh dari seni budaya itu adalah lenggeran, calung Banyumas, ebeg, wayang, dalang jemblung, peang penjol, campursari, sintren, salawatan Jawa, barongan, penthul cepet, gamelan bendhe, dan batik Banyumas. Lenggeran merupakan seni darama tradisional Banyumas tanpa dialog. Drama ini diiringi musik calung Banyumas yang dibuat dari bambu yang memiliki bentuk serupa dengan gamelan Jawa. Selain lenggeran juga terdapat seni drama dalang jemblung. Yang membedakan keduanya adalah dalam seni drama dalang jemblung tidak digunakan alat musik sebagai pengiring musik, melainkan menggunakan suara manusia yang berperan sebagai pelaku peran dalam drama tersebut. Para pemeran selain bernyanyi juga sering menirukan suara alat musik gamelan.
9 Sedangkan ebeg merupakan tari tradisional Banyumas yang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda pada saat penjajahan. Seni tari ini biasanya dibarengi atraksi barongan dan penthul cepet dan diiringi alunan musik gamelan bendhe. Ada juga sintren yang merupakan seni tari tradisional Banyumas. Seni tari sintren dilakukan seorang penari saja dengan diiringi gamelan Jawa. Seni warisan budaya Banyumas yang telah disebut di atas merupakan warisan budaya nusantara yang harus terus dipertahankan dan dikembangkan, salah satunya adalah seni batik Bayumas. Pada dasarnya seni membatik sama dengan seni lukis, hanya berbeda alatnya saja. Dalam kegiatan seni melukis, alat yang digunakan adalah kuas, sedangkan dalam membatik, alat yang digunakan yaitu canting. Batik berasal dari kata “tik” yang berarti titik. Kata batik sendiri baru dikenal sekitar tahun 1705 dalam laporan tentang daerah-daerah jajahan yang ditulis oleh Chastelein, seorang anggota dewan Raad van Indie (Dewan Hindia). Berdasarkan daerah pembatikannya, batik dibagi menjadi dua yaitu batik klasik atau pedalaman dan batik pesisiran. Batik klasik dibuat di wilayah Yogyakarta dan Solo (Surakarta). Sedangkan wilayah pesisiran terdiri dari wilayah Banten, Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Madura, Sumatra, dan daerah lainnya di luar Yogya dan Solo. Batik klasik memiliki ciri khas yaitu: a. ragam hias bersifat simbolis berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa b. warnanya soga (coklat), indigo (biru), wedel (hitam), serta putih. Lain halnya dengan batik pesisir yang memiliki ciri khas: a. ragam hias bersifat naturalis
10 b. pengaruh berbagai kebudayaan asing terlihat kuat serta memiliki beraneka ragam warna. Berdasarkan ciri-ciri di atas maka batik Banyumas termasuk dalam kategori batik pesisir. Walaupun demikian, batik Banyumas memiliki pengaruh yang kuat dari batik klasik Yogyakarta dan Solo. Hal ini terlihat dari persamaan motif dan warna yang digunakan.
2.2.1 Asal Mula Batik Banyumas Letak daerah Banyumas di ujung barat daya propinsi Jawa Tengah secara geografis dekat dengan Pasundan. Naskah “Babad Banyumas” yang ditulis sekitar 1898 dalam bahasa Jawa mengisahkan tentang silsilah bangsawan Banyumas yang dimulai dari Kerajaan Majapahit. Tidak ada keterangan mengenai asal mula batik Banyumas. Asal mula batik Banyumas menurut Nian S. Djoemena dalam bukunya yang berjudul “Batik dan Mitra” (terbitan Djambatan, 1990) dibawa oleh pengungsi-pengungsi dari daerah Solo ketika di kerajaan Mataram terjadi perang saudara akibat siasat pemecah belah Belanda sekitar tahun 1680. H. Santosa Doellah dalam bukunya “Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan” (terbitan Danar Hadi, 2002) menulis bahwa pengaruh Keraton Solo dan Yogya pada batik Banyumas berawal dari kedatangan pengungsi Mataram saat pecahnya perang Diponegoro (1825-1830). Pada awal abad ke-20 sampai lebih kurang 1980, warna batik Banyumas adalah biru tua (indigo), coklat (soga) dan putih kekuningan. Warna putih kekuningan ini yang menjadi ciri khas dan berasal dari proses pembatikan sendiri. Pada proses pembatikan, kain “dilorod” dua kali: setelah celupan pertama dalam
11 warna biru tua, lilin batik dihilangkan dengan cara dilelehkan di air mendidih atatu “dilorod”. Kemudian kain dibatik lagi untuk menutupi bagian yang tidak boleh terkena warna soga. Setelah disoga, dilorod untuk kedua kalinya. Pada tahun lebih kurang 1980 daerah Banyumas memiliki banyak perusahaan batik yang cukup besar. Salah satunya adalah batik Kho Siang Kie yang merupakan perusahaan batik yang terkenal sebagai produsen batik cap dan tulis di Banyumas. Banyaknya usaha batik Banyumas yang tutup akibat tidak ada generasi yang berminat untuk meneruskan usaha ini. Selain itu banyak pembatik wanita (pengobeng) yang lebih memilih menjadi tenaga kerja wanita (TKW) dengan alasan gaji yang lebih besar. Sampai saat ini hanya tinggal beberapa pengusaha batik Banyumas yang masih bertahan. Salah satunya adalah Batik Hadipriyanto yang telah dimulai sejak 1957.
2.2.2 Bahan dan Alat Membatik Proses membatik dimulai dengan mempersiapkan bahan dan alat yang terdiri atas kain mori, canting, malam atau lilin batik, wajan dan anglo. Biasanya pengrajin batik di Jawa juga menggunakan bandul, taplak, serta canting yang beraneka ukuran. a. Kain Kain yang dapat digunakan untuk membatik bermacam-macam jenisnya tergantung dari kualitas yang diinginkan dan kreatifitas seni sang pembatik. Ada kain primisima dan sutra yang kualitasnya paling baik.
12 Namun kain mori sen dan kain bahan dobi juga dapat digunakan dan tak kalah kualitasnya. b. Canting Canting yang dipakai untuk batik tulis dinamakan canting tulis. Alat ini dibuat dari plat tembaga yang dibentuk seperti kepala burung sedangkan gagangnya dari bambu dengan prinsip kerja bejana berhubungan. Bentuk ukuran atau besar kecilnya cucuk canting tergantung pemakaiannya. Cucuk kecil digunakan untuk membuat isen cecek atau titik-titik, cucuk sedang untuk membuat garis klowong, dan untuk nembok atau menutup area yang besar digunakan cucuk besar. Canting setelah digunakan untuk mengambil lilin cair akan ditiup oleh sang pembatik dengan tujuan agar ujung saluran cucuk canting bila tertutup oleh lilin yang mulai membeku menjadi terbuka sehingga lilin cair dapat ke luar dengan lancar. Arah tarikan canting dari arah bawah ke atas agar terjadi bekas garis-garis atau cecek-cecek lilin. c. Malam/lilin batik Digunakan untuk melukis kain dan sebagai perintang warna atau menutup daerah yang tidak ingin kena warna pada kain. Malam terbuat dari sarang lebah. Penghasil malam yang paling baik adalah Sumbawa. Malam ada bermacam-macam jenis, antara lain gondorukem yang berasal dari getah pohon pinus merkusi, damar mata kucing dari pohon Shorea Spec, dan parafin dari minyak bumi. Proses pencampuran dilakukan dengan mencairkan bahan-bahan tersebut kemudian dibekukan kembali.
13 Perbandingan campuran tidak dapat diprediksi, karena masing-masing pembatik memiliki ukuran sendiri-sendiri berdasarkan selera dan pengalaman mereka. Bahan malam lainnya, seperti malam klowongan tulis digunakan untuk membuat garis-garis klowongan atau garis-garis pola. Malam tembokan tulis digunakan untuk menutupi bidang-bidang pada pola (nemboki) setelah diwarnai biru (mbironi) karena berdaya lekat kuat dan mudah mencair serta mengering. Malam carikan digunakan untuk membatik klowongan dan memberi isen-isen corak karena sifatnya yang ulet dan berdaya lekat kuat pada kain. Proses pemalaman adalah proses penggambaran corak di atas permukaan kain menggunakan malam cair sebagai bahan dan canting tulis atau cap sebagai alatnya. d. Gawangan Penyangga yang terbuat dari kayu atau bambu yang berbentuk seperti gawang dalam permainan sepak bola namun lebih kecil. e. Bandul Terbuat dari timah, kayu atau batu yang digantungkan. Bertujuan untuk menahan kain yang dibatik agar tidak mudah tergeser akibat tiupan angin atau tarikan si pembatik. f. Wajan Wadah dari baja atau tanah liat untuk mencairkan malam. Wajan memiliki tangkai agar mudah diangkat dan diturunkan dari perapian.
14 g. Anglo Atau kompor kecil yang berfungsi sebagai pemanas malam. Apabila tidak memiliki anglo, maka dapat diganti dengan drum yang dipotong sesuai dengan ketinggian yang diinginkan dan didalamnya diletakkan kompor kecil. h. Taplak Sebagai kain penutup yang diletakkan di paha pembatik agar tidak tertetesi malam saat canting ditiup. Namun saat ini dapat digantikan dengan apron. i. Dingklik, berupa bangku kecil yang digunakan oleh pembatik.
2.2.3 Cara Pembuatan Batik Banyumas Membuat batik meliputi pekerjaan: a. Menulis atau mengecap dengan lilin batik b. Memberi warna pada kain dengan cara mencelup atau coletan c. Menghilangkan lilin batik dari kain dengan mengerok atau melorod
2.2.3.1 Persiapan Yaitu macam-macam pekerjaan pada mori sehingga menjadi kain yang siap untuk dibatik. Tahapan ini meliputi: a. Nggirah (mencuci) atau Ngetel b. Nganji (mengkanji)
15 c. Ngemplong (setrika)
2.2.3.2 Membuat Batik Yaitu macam-macam pekerjaan dalam pembuatan batik yang meliputi: a. Pembuatan pola batik yang dikehendaki b. Pelekatan lilin pada kain yang telah di pola sebelumnya. Proses ini dapat dilakukan dengan canting tulis atau canting cap. Fungsi lilin adalah untuk menolak warna yang akan diberikan pada kain pada pengerjaan selanjutnya. c. Pewarnaan batik yang dapat dikerjakan dengan mencelup kain pada warna atau secara coletan. Pewarnaan coletan adalah memberi warna pada kain dengan cara dikuaskan ke area yang ingin diwarna yang mana area itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga tidak mengenai area lainnya. d. Menghilangkan lilin dari kain atau melorod. Proses ini dapat berupa penghilangan lilin pada tempat-tempat tertentu (ngerik) atau keseluruhan (nglorod/ngebyok/mbabar). Kain batik yang sudah siap dibatik dilukis atau ditulis dengan pensil. Proses ini dinamakan mola atau memberi pola. Lalu motif yang telah dibuat dengan pensil tadi diulang dengan menggunakan canting yang berisi malam. Jika sudah selesai mengerjakan sisi depan atau luar, saatnya membalik kain dan mengulangnya lagi di sisi belakang. Hal ini dimaksudkan agar kualitas batik bagus dan indah dikedua sisi sehingga bisa dipakai walaupun terbalik. Setelah selesai tahap ini, kain batik dapat dicelupkan pada warna yang diinginkan lalu
16 dimasak agar lilin yang menempel terlepas dari kain atau melorod. Lalu dijemur hingga kering.
2.2.4 Warna Batik Zaman dulu dalam proses pewarnaan batik digunakan pewarna alami. Contoh bahan pewarna alami yaitu: a. Secang dan Biksa untuk warna orange atau merah kecoklatan b. Tingi dan Jambal untuk warna coklat (diambil dari kayunya) c. Srigading menghasilkan warna hijau muda dan jika digabung dengan kayu Tujung jadi abu-abu. d. Indigofera (daun nila) menghasilkan warna biru e. Tegeran menghasilkan warna kuning f. Mengkudu diambil kulit akarnya untuk menghasilkan warna merah. Warna yang menjadi kekhasan batik Banyumas adalah warna hitam (wedel), coklat (soga), dan kuning gading. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan permintaan pasar, tidak jarang ditemui batik Banyumas dengan latar hijau, merah, dan lain sebagainya.
2.2.5 Aplikasi Batik 2.2.5.1 Dodot Memiliki ukuran panjang tujuh hingga delapan kacu dan lebar dua kacu. Dibuat dengan cara menjahit dua lembar kain batik secara bersamaan. Dodot dikenakan sebagai hak istimewa keluarga kerajaan karena hanya
17 dipakai oleh Sultan, pengantin pria atau wanita (mereka berdua adalah raja dan ratu dalam pesta pernikahan mereka), penari keraton, dan mutunya tidak tertandingi. Dodot dikenakan, dihiasi, dan dilipat layaknya gaun panjang. Kadangkadang dengan rentean atau ekor dari serat yang menggantung pada salah satu sisinya. Dodot disertai dengan celana panjang sutra yang digunakan di sebelah dalam dengan penonjolan corak pada celana panjang. Motif yang biasa terdapat pada dodot adalah motif alas-alasan yang berarti hutan sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran.
2.2.5.2 Kain Panjang atau kain Panjangnya 2.5 sampai 3 meter (250 cm) lebarnya 40 inci (107 cm). Seluruh permukaannya dihiasi motif batik. Ada yang diberi pinggir ,ada yang tidak. Dapat dipakai oleh pria maupun wanita. Wanita memakainya dengan melipatkan di badan dari arah kiri ke kanan, sedangkan pria dari kanan ke kiri.
2.2.5.3 Selendang Merupakan kain panjang tipis yang digunakan untuk keperluan khusus oleh wanita. Kain ini dikenakan pada bahu dan dapat pula digunakan untuk menggendong bayi atau membawa keperluan ke pasar.
18 2.2.5.4 Kemben Sebagai penutup tubuh bagian dada. Merupakan kain batik tipis yang cara penggunaannya dililitkan mengelilingi tubuh bagian atas badan. Kemben digunakan
untuk
‘mengamankan’
kain
atau
sarung
agar
tidak
melorot/kedodoran. Kadang-kadang digunakan bersama kebaya atau di bagian bawah kebaya.
2.2.5.5 Sarung Panjangnya dua kacu, lebarnya sama dengan kain panjang. Namun ukuran umum sarung saat ini antara satu hingga dua meter. Terdiri dari beberapa bagian yaitu kepala, papan, badan, pinggir. Pada bagian kepala/tumpal dihiasi motif tumpal atau segitiga yang saling berhadapan. Bentuk ini diambil dari bentuk deretan gigi guaya untuk menakuti setan atau menjauhkan bahaya. Menurut Rens Heringa (seorang peneliti dari Belanda) di Kerak dekat Tuban, motif tumpal dibuat berdasarkan keadaan alam daerah itu dan ladang padi. Menurutnya badan menggambarkan ladang padi yang luas, pinggir menggambarkan pinggiran tanah ladang padi yang dibuat sedemikian rupa mengelilingi ladang dan digunakan untuk jalan. Papan yang dihiasi titik-titk kecil sebagai dekorasinya menggambarkan padi muda, dan tumpal menggambarkan pegunungan yang menjulang dari utara hingga selatan wilayah Kerak. Pada tumpal terdapat dekorasi pohon kecil yang menggambarkan pohon palem yang tumbuh untuk melindungi ladang padi. panjang 3¼ dari panjang sarung.
Badan memiliki
19
2.2.5.6 Iket kepala Ukurannya satu kacu. Hanya dipakai oleh kaum pria. Berbentuk bujur sangkar yang cara pemakaiannya diikatkan secara luwes pada kepala seperti sorban. Ragam hiasnya tersebar keseluruh permukaan kain, tetapi bagian tengah biasanya tidak beragam hias yang dinamakan tengahan. Seringkali batas pinggiran dihiasi dengan cemukiran atau corak pinggir.
2.2.5.7 Kain Pagi-Sore Kain ini memiliki dua motif yang terbagi secara diagonal dan memiliki warna yang berbeda antara motif yang satu dengan motif lainnya sehingga dapat dipakai untuk dua acara yang berbeda. Selain itu, pinggirannya pun berbeda antara sisi atas dengan sisi bawah. Jika sisi yang satu berupa kembang atau bunga, sisi yang lainnya akan berupa garis. Sisi-sisi tersebut dipakai tergantung dari keinginan si pemakai.
2.2.6 Motif Batik Banyumas Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Di Banyumas, pelukisan motif atau ragam hias dilakukan di kedua sisi sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Banyumas yang beriskap cablaka atau jujur apa adanya. Artinya apa yang tampak di muka sama dengan yang tampak di belakang. Motif atau ragam hias batik Banyumas digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu:
20 A. Motif-motif golongan geometris Yang termasuk dalam golongan geometris yaitu motif kawung, ceplok, garis miring, dan banji. B. Motif-motif golongan non-geometris Yang termasuk golongan ini yaitu motif semen dan motif tumbuhan serta hewan. Motif semen adalah motif batik yang di dalamnya terdapat susunan motif-motif utama non-geometris seperti hewan, lidah api, meru, dan bangunan yang dilengkapi isen. Akibat pengaruh dari Cina, batik Banyumas sering menggunakan motif burung hong atau phoenix, naga, dan singa dalam batiknya. Biasanya batik-batik dengan motif tersebut merupakan ragam hias tok wi atau taplak altar untuk sembahyang warga tiong hoa.
Motif dan desain batik Banyumas beraneka ragam karena mendapat banyak pengaruh dari saat masa penjajahan dan dari luar daerah Banyumas. Penggunaan motif flora dan fauna dalam setiap kain batiknya merupakan kekhususan dari batik Banyumas. Menurut Nian S. Djoemena dalam bukunya “Batik dan Mitra” terbitan Djambatan menyebutkan bahwa motif, warna dan gaya mirip batik Solo. Menurut Nian hal ini dapat terjadi akibat strategi Belanda, devide et impera, pelarian dari Solo membawa keterampilan membatik ke Banyumas. Sedangkan menurut Veldhuisen dalam buku “Batik Belanda 18401940” terbitan PT Gaya Favorit Press, bahwa batik Banyumas banyak mendapat pengaruh dari Yogyakarta. Pengaruh Belanda nampak pada batik “Materos” yang masih diproduksi sampai saat ini di Banyumas. Batik Materos adalah batik
21 yang dihasilkan oleh seorang Belanda yang bernama nyonya Matheron yang menggunakan warna biru-hitam-krem dan seringkali menambahkan pinggiran bunga-bunga berwarna merah. Nyonya Matheron adalah keponakan dari janda Van Oosterom yang tinggal di Banyumas untuk melakukan misi membaca ayatayat Alkitab kepada perempuan-perempuan yang bekerja di studio batiknya. Sebelumnya ia memproduksi batik sambil berdakwah di Semarang. Lalu setelah pindah ke Banyumas, ia membawa warna-warna dari gaya batiknya bangbiru ungon (merah-biru-ungu) dan mencampurnya dengan warna coklat lokal. Setelah meninggal, bisnis batiknya diserahkan kepada Nyonya Matheron dan Nona Willemse. Gaya batik “Materos” ditiru dan dikembangkan di Banyumas sehingga tercipta gaya batik Banyumas yang dikenal saat ini. Motif asli dari daerah Banyumas antara lain : Ayam Puger
Gambar 2.1 dengan motif utama ayam dan bangunan kecil yang kemungkinan besar adalah kandang ayam atau lumbung; Parang Plonto
Gambar 2.2
22 Berupa pola garis miring yang terdiri atas Parang Klitik (parang rusak ukuran kecil) diselingi bulatan-bulatan dengan alas galaran; Jahe Serimpang
Gambar 2.3 Motif ini menggambarkan bentuk-bentuk serupa irisan akar tunjang jahe dan kadangkala diselingi motif lain seperti Lar; Godong Lumbu (lumbon)
Gambar 2.4 Memiliki corak seperti daun talas. Motif ini adalah motif khas yang lumrah sesuai dengan kebiasaan masyarakat Banyumas yang senang membuat dan makan buntil; Babon Angrem
Gambar 2.5
23 Babon Angrem berarti ayam yang sedang mengerami telurnya. Ayam adalah binatang peliharaan utama warga Banyumas sampai sekarang. Seekor ayam yang sedang mengerami telurnya akan menjadi sangat agresif dan waspada. Hal ini menjadi nasihat bagi wanita yang sedang hamil agar hati-hati menjaga kandungannya yang berisi penerus ras manusia; Pring Sedapur
Gambar 2.6 Pring berarti bambu dan sedapur berarti satu kelompok. Motif ini dibuat berdasarkan kehidupan masyarakat Banyumas zaman dahulu yang membuat rumah di bawah pohon bambu; Sidumukti
Gambar 2.7 Pola dasar corak ini adalah bentuk ketupat yang masing-masing berisi aneka macam hiasan seperti sayap, kupu, burung, tetumbuhan, bunga, dan bangunan. sido berarti terus menerus menjadi dan mukti berarti hidup dalam kecukupan dan kebahagiaan. Jadi dapat disimpulkan ragam hias ini melambangkan harapan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan yang kekal untuk kedua mempelai;
24 Kantil Contong
Gambar 2.8 Atau bunga pisang yang belum mekar. Kantil merupakan lambang kabupaten Banyumas. Parang Gandasubrata
Gambar 2.9 Merupakan kombinasi dari motif Parang Gandasuli (bunga putih yang harum) dengan motif Madu Broto yang melambangkan kasih sayang. Pola Parang Gandasubrata merupakan ciptaan Pangeran Aria Gandasubrata, yaitu seorang Bupati Banyumas pada tahun 1913-1933. Motif ini merupakan modifikasi dari motif parang rusak.
Gambar 2.10
25 Parang Gandasuli
Gambar 2.11 Sekar Jagad
Gambar 2.12 Merupakan batik yang di dalamnya terdapat bermacam-macam motif batik. Rujak Senthe
Gambar 2.13 Pisang Bali
Gambar 2.14
26 Teratai
Gambar 2.15 Parang Curiga
Gambar 2.16 Buketan latar galaran
Gambar 2.17 Tidak semua ragam hias memiliki nama dan arti, terutama di daerah pesisir. Seringkali sehelai batik diberi nama sesuai dengan pembuatnya atau pemilik usaha batik tersebut, seperti batik “Materos” dan lain sebagainya.
27 Sejak zaman penjajahan Belanda pengelompokan batik dibagi jadi dua kelompok besar berdasarkan daerah pembatikan yaitu: 1. Batik Vorstenlanden Adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta. Ciri khasnya adalah ragam hias bersifat simbolis berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa dan warnanya soga (coklat), indigo (biru), wedel (hitam), serta putih. 2. Batik pesisir Adalah semua batik yang pembuatannya dilakukan di luar daerah Solo dan Yogyakarta. Ciri khasnya adalah ragam hias bersifat naturalis dan pengaruh berbagai kebudayaan asing terlihat kuat serta memiliki beraneka ragam warna. 2.2.7 Isen-isen Adalah ragam hias pengisi. Bentuk-bentuk isen yang sering dijumpai pada kain batik yaitu: a. Cecek-cecekÆ titik-titik b. Cecek-pituÆ titik-tujuh c. Sisik Æ seperti sisik ikan d. Sisik-melikÆ sisik bertitik e. Cecek-sawutÆ garis-garis dan titik f. UkelÆ garis lengkung kecil g. UdarÆ garis lengkung besar h. HeranganÆ gambaran pecahan yang berserakan i. SawutÆ bunga berjalur j. GalaranÆ garis miring
28 k. GringsingÆ penutupan l. Rambutan atau rawanÆ garis meliuk seperti rambut atau air rawa m. Cacah goriÆ seperti gori/nangka dicacah
2.3 Konten Buku Buku Batik Banyumas merupakan buku literatur yang nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai buku sumber. Konten dalam buku : Daftar Isi Kata Pengantar Pendahuluan Bab 1 : Asal Mula Batik Banyumas Bab 2 : Alat dan Bahan Canting Malam Gawangan Bandul Kain Wajan Anglo Tepas Dingklik Taplak Bab 3 : Teknik Proses Pembuatan Batik
29 Bab 4 : Jenis Batik secara Umum Batik Klasik Batik Pesisir Bab 5 : Pemanfaatan Batik dalam Keseharian Dodot Kain panjang Kemben Selendang Sarung Iket Kepala Kain Pagi-Sore Bab 6 : Motif Batik Banyumas Golongan motif geometris Golongan motif non-geometris Golongan pengisi motif/isen Bab 7 : Pengaruh Asing pada Batik Banyumas Daftar Istilah Daftar Gambar Daftar Pustaka
2.4 Spesifikasi Buku Ukuran
: 21 x 29,7 cm (A4)
Tebal Media : 1.25 cm
30 Cover
: hardcover dengan dilapisi kain beludru hitam dengan judul
dibordir di atasnya dan kain batik sebagai “kuping” cover buku. Isi
: matte paper 150 g
2.5 Sasaran Sasaran khalayak yang ingin dicapai melalui perancangan publikasi Batik Banyumas adalah masyarakat sekitar yang tinggal di Banyumas pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Target Audience Demografi: Usia: 20-50 tahun Jenis kelamin: unisex Strata sosial: khususnya A dan B Geografi: Domisili: Jakarta yang merupakan pusat migrasi masyarakat dari daerah. Psikografi: − Masyarakat urban yang mulai meninggalkan tradisi budaya terutama batik. − Masyarakat yang ingin melestarikan budaya batik. − Mereka yang senang melakukan tamasya budaya. − Berpendidikan
31 2.5.2 Target Market •
Masyarakat Umum
•
Kolektor Batik
•
Kolektor Buku
•
Instansi tertentu seperti sekolah dan universitas
2.6 Analisa SWOT Strength
:
− Batik sebagai bagian budaya nasional Indonesia yang harus dilestarikan − Informasi dalam buku batik Banyumas ini bersifat valid dan dapat dipertanggungjawabkan karena informasi dalam buku ini didapat dari wawancara dengan pembatik-pembatik di daerah Banyumas dan Sokaraja, museum, serta buku-buku referensi. − Dapat meningkatkan nasionalisme dan kecintaan akan produk dalam negeri. − Adanya masyarakat yang masih peduli akan budaya batik. Weakness
:
− Kecenderungan masyarakat membeli buku cenderung menurun terutama untuk kelengkapan perpustakaan pribadi. − Perlunya penataan layout yang simple namun tetap menampilkan nilainilai tradisional. − Penggunaan kata-kata baku yang formal. − Mahalnya biaya produksi.
32 Opportunity : − Adanya UUD bab XIII pasal 32 mengenai pelestarian budaya. − Belum adanya buku yang khusus mengangkat tema batik Banyumas. − Tersedianya buku-buku sumber yang dapat digunakan sebagai referensi. − Rasa cinta pada batik Banyumas masih melekat di hati pemerhatinya. − Menambah daftar pustaka mengenai batik yang masih minim diproduksi “orang lokal” alias masyarakat Indonesia. − Batik sebagai sumber yang memperkaya keunikan pariwisata Indonesia. Threat : − Adanya anggapan batik itu kuno. − Banyaknya usaha batik Banyumas yang tutup akibat tidak ada generasi yang berminat untuk meneruskan usaha ini. − Kurangnya promosi dan sosialisasi mengenai seni tradisional daerah terutama batik. − Banyaknya pengaruh budaya asing sehingga budaya batik mulai ditinggalkan. − Minimnya pengetahuan generasi muda mengenai batik. − Lifestyle yang semakin modern dan praktis.
33