BAB 2 Dasar Teori 2.1
Landslides
Landslides / longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut mass wasting. Mass wasting yang sering juga disebut mass movement, merupakan perpindahan massa batuan, regolit dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Sungai biasanya membawa material tersebut ke laut dan tempat yang rendah lainnya untuk diendapkan, sehingga terbentuklah bentang alam bumi perlahan-lahan.
Gambar 2.1 Contoh landslide (Sadarviana, 2006) Definisi longsor yang dibuat oleh Cruden dan Varnes (1992) yaitu longsor dinyatakan sebagai suatu pergerakan massa tanah ke bawah lereng yang terjadi di atas suatu bidang gelincir atau relatif terhadap zona regangan geser (shear strain) intensif (Abramson dkk, 1996). Meskipun gravitasi merupakan faktor utama terjadinya perpindahan massa, ada beberapa faktor lain yang berpengaruh juga terhadap terjadinya proses tersebut. Air merupakan salah satu dari faktor-faktor tersebut. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi antar material akan semakin lemah sehingga memungkinkan partikel-partikel tersebut dengan mudah untuk bergeser. Sebagai contoh, pasir akan menggumpal dengan baik pada kondisi yang lembab, tetapi bila kedalam pasir tersebut ditambahkan air, maka air akan membuka dan mengisi rongga diantara partikel pasir, dan butir pasir akan mengembang kesegala arah. Kejenuhan air dalam tanah akan mengurangi tahanan dalam material, sehingga akan dengan mudah digerakkan oleh gaya gravitasi. Selain itu air juga akan menambah berat masa material, sehingga dengan demikian cukup untuk menyebabkan material untuk meluncur ke bawah. 8
Kemiringan lereng yang terjal juga merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya pergerakan tanah. Pada kondisi dimana partikel yang lepas dan tidak terganggu membentuk kemiringan yang stabil, sudut kemiringannya maksimum dimana material penyusunnya tetap stabil disebut “angle of repose”. Besar “angle of repose” bergantung pada ukuran dan bentuk partikel penyusunnya, besar sudut lereng bervariasi dari 25o sampai 40o. Semakin besar dan menyudut partikelnya, semakin besar pula sudut kemiringan stabilnya. Jika kemiringan bertambah, rombakan batuan akan menstabilkan kedudukannya dengan meluncur ke bawah. Banyak kondisi di alam yang menyebabkan keadaan tersebut, antara lain sungai yang menggerus dinding lembahnya, dan ombak yang mengikis bagian dasar dari tebing pantai. Kegiatan manusia juga dapat menyebabkan kemiringan lereng menjadi semakin besar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan massa. Longsoran adalah salah satu bencana kebumian yang cukup sering terjadi di Indonesia, terutama selama musim hujan di kawasan perbukitan dan pegunungan. Bencana ini tidak hanya menghancurkan lingkungan hidup serta sarana dan prasarana, tapi umumnya juga menimbulkan korban jiwa. Menurut catatan yang ada rata-rata sekitar 75 kejadian bencana tanah longsor terjadi di Pulau Jawa - Madura per tahun, yang memakan banyak korban baik jiwa maupun material. Oleh karena itu proses pemantauan bahaya dan mitigasi bencana longsor ini adalah sangat penting untuk dilaksanakan secara baik dan berkesinambungan.
Gambar 2.2 Dampak longsoran (id.wikipedia.org) Kegiatan pemantauan longsoran untuk upaya meminimumkan dampak buruk yang dapat terjadi akibat fenomena bencana alam tanah longsor telah banyak dilakukan antara lain dengan cara penyelidikan langsung di lapangan baik secara periodik maupun setelah terjadi bencana, dalam rangka mencari faktor penyebab bencana, dan untuk mengantisipasi kemungkinan bencana serupa yang mungkin terjadi di waktu yang akan datang. 9
Peta-peta daerah rawan tanah longsor skala nasional, dan skala wilayah/daerah telah mulai dibuat. Peta data kelongsoran yang tersedia dan data kemiringan lereng dari peta topografi dapat dijadikan sebagai panduan bagi pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi keterjadian tanah longsor di suatu wilayah. Penggunaan teknologi juga mulai banyak dilakukan, diantaranya dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS), InSar, dan teknologi lainnya. Kecepatan pergerakan landslide/longsoran bervariasi mulai dari pergerakan yang sangat lambat pada hitungan millimeter per tahun sampai pada pergerakan ekstrim yang sangat cepat pada hitungan meter per detik. Kejadian longsoran yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba merupakan yang paling berbahaya karena tidak adanya peringatan dini dan kecepatan tinggi dari material longsoran akan memberikan kerusakan yang tinggi saat bertabrakan dengan objek lain. Cruden dan Varnes tahun 1992 membagi tipe pergerakan massa pada lereng menjadi lima kelompok besar, yaitu jatuhan/falls, gulingan/topples, longsoran/slides, pancaran/spreads dan aliran/flows (Abramson dkk, 1996), dapat dilihat pada gambar 2.3
Debris Slide
Debris Slide- Debris Avalanche
Slump
Slump – Debris Avalanche
Gambar 2.3 Tipe pergerakan massa pada lereng (Tubbs, 1975) 10
2.1.1
Pemantauan Longsoran Dengan Pengukuran Terestris
Pada zona longsoran di Ciloto, Direktorat Geologi telah melakukan pengukuran terestris/geodetik, yaitu pengukuran jarak mendatar, azimuth dan kemiringan lereng. Pengukuran dilakukan terhadap 18 (delapan belas) buah patok yang dipasang pada area rawan bergerak dan dua patok tetap yang dipasang di area yang stabil (GD1 dan GD2), dapat dilihat pada gambar III.1. Alat yang digunakan adalah EDM (Electronic Distance Measurement) dan Theodolit. Cara pengukuran dilakukan dengan ilustrasi seperti pada gambar III.2 sehingga diperoleh perpindahan posisi secara horisontal (gambar III.2a) dan perpindahan posisi secara vertikal (gambar III.2b).
Gambar 2.4 Titik pantau yang diukur dengan cara terestris (Sadarviana, 2006)
11
Gambar 2.5 Pengukuran perpindahan posisi horizontal dan vertikal
Rumus perpindahan horisontal yang digunakan adalah : J (d ' SinAz 'dSinAz ) 2 (d ' CosAz 'dCosAz ) 2 …….………………(2.1)
(d ' SinAz 'dSinAz ) ………………………………….....(2.2) (d ' CosAz 'dCosAz )
ArcTan
H d ' Tan 'dTan ……………………………………………...........(2.3)
Dimana J adalah jarak perpindahan titik pemantauan, adalah arah perpindahan titik pemantauan terhadap arah utara,
M adalah posisi titik pemantauan sebelum
bergerak, M adalah posisi titik pemantauan setelah bergerak, d adalah jarak datar dari titik tetap ke titik pemantauan sebelum bergerak, d adalah jarak datar dari titik tetap ke titik pemantauan setelah bergerak, Az adalah azimuth dari titik tetap ke titik pemantauan sebelum bergerak, Az adalah azimuth dari titik tetap ke titik pemantauan setelah bergerak, H adalah jarak perpindahan vertikal titik pemantauan, adalah 12
sudut miring dari titik tetap ke titik pemantauan sebelum bergerak, adalah sudut miring dari titik tetap ke titik pemantauan setelah bergerak. 2.1.2
Pemantauan Longsoran Dengan GPS
Setelah teknologi GPS banyak digunakan, salah satu penggunaannya adalah untuk pemantauan daerah longsoran. GPS adalah sistem navigasi dan penentuan posisi berbasiskan satelit. Awalnya teknologi GPS dikembangkan oleh pihak militer Amerika Serikat untuk kepentingan militer negara tersebut. Pada saat ini GPS tidak hanya digunakan pada bidang militer tapi sudah digunakan diberbagai bidang selain keperluan militer. Pemanfaatan GPS ini digunakan untuk aplikasi-aplikasi (Abidin, 1995): militer, survey dan pemetaan, geodesi, geodinamika, dan deformasi, navigasi dan transportasi, studi troposfer dan ionosfer, pendaftaran tanah, pertanian, fotogrametri, dan Remote Sensing, GIS, studi kelautan, aplikasi olahraga dan rekreatif. GPS adalah metode penentuan posisi suatu objek yang memilik tiga segmen, yaitu segmen angkasa, segmen pengontrol dan segmen pengguna.
Penentuan posisi pada GPS berintikan reseksi dengan jarak, dimana jarak antar satelit yang telah diketahui koordinatnya akan diukur. Sinyal yang dikirimkan dari satelit GPS dan diterima oleh receiver untuk digunakan oleh pengguna GPS memberikan informasi tentang posisi satelit, jarak ke satelit, informasi waktu, kesehatan satelit, dan banyak informasi lainnya. Sinyal GPS tersebut terdiri dari 3 komponen, yaitu: kode yang berfungsi menginformasikan jarak yaitu kode-P/Y (digunakan oleh militer AS) dan kode C/A (digunakan oleh sipil), penginformasi posisi satelit (navigation message) dan gelombang pembawa (carrier wave) L1 dan L2. Baik kode maupun gelombang pembawa dapat digunakan untuk menentukan jarak dari pengamat ke satelit GPS. Jarak yang ditentukan dengan kode dinamakan jarak semu (pseudorange), sedangkan jarak yang ditentukan dengan gelombang pembawa dinamakan jarak fase (Abidin, 2007).
Pemantauan daerah longsoran dapat dilakukan secara kontinu yaitu koordinat titiktitik GPS yang dipasang di zona longsoran dan daerah sekitarnya ditentukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. Dengan menganalisis perbedaan koordinat pada setiap periode, maka karakteristik deformasi gunungapi dapat ditentukan dan 13
dianalisis. Dalam survey pemantauan longsoran, penentuan posisi GPS yang dilakukan adalah metode survey secara diferensial, post-processing, dan statik. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan ketelitian posisi yang sangat teliti. 2.2
Longsoran di Ciloto, Jawa Barat
Zona longsor Ciloto memiliki morfologi berupa punggungan perbukitan dengan lembah-lembah anak sungai dari Sungai Cijember yang terletak di bagian selatan. Kemiringan medan berkisar antara 15-25 dan di beberapa bagian mencapai lebih dari 50 bahkan pada pemotongan jalan baru, kemiringan lereng mencapai 80-90. Longsor di zona longsor Ciloto, memiliki kecepatan lambat (5 x 10-5 - 5 x 10-7 mm/detik). Karakteristik arah perpindahan horisontal tidak sama untuk tiap titik pantau. Begitu pula dengan arah perpindahan vertikal, ada yang berupa penurunan permukaan (amblesan) dan ada yang berupa gundukan (tonjolan). Dari penelitian diketahui bahwa zona longsor Ciloto memiliki tipe multiple compound (rotational and translational) debris slide. (Sadarviana, Vera, 2006)
a
d
b
e 1
c
e 2
Gambar 2.6 Gejala adanya Longsor (Sadarviana, 2006)
14
Gambar 2.7 Zona longsor di Ciloto, Jawa Barat
2.3
Konsep dasar Terestrial Laser Scanning
Terrestrial Laser Scanning (TLS)
adalah sebuah teknik dalam mengoperasikan
instrumen laser scanner yang menggunakan cahaya laser untuk mengukur titik-titik dalam sebuah pola secara langsung dalam tiga dimensi dari suatu objek yang ada pada permukaan dari sebuah tempat di permukaan tanah. Instrumen yang didisain untuk keperluan tersebut disebut dengan Terestrial Laser Scanner .Hasil yang didapatkan dari pengukuran TLS ini adalah titik–titik awan (points cloud) yang berkoordinat tiga dimensi terhadap tempat berdiri alat. TLS mempunyai kelebihan dapat mengambil data titik awan yang banyak dan padat secara cepat. Selain kelebihan, kekurangan TLS adalah tidak dapat mengambil warna sesuai dengan warna tampak, warna yang didapatkan hanya warna intensitas dari gelombang pantulan. (Quintero, dkk, 2008) Laser Scanning secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu dynamic laser scanning dan static laser scanning. Laser scanning secara statik mempunyai ketelitian dan kepadatan titik yang lebih baik dari pada laser scanning secara dinamik yang memeiliki keunggulan dari segi kecepatan pengambilan data. Dalam proses dynamic laser scanning dibutuhkan beberapa alat yang mendukung penentuan posisi
15
tiga dimensi tersebut. Alat tersebut seperti IMU dan GPS. peralatan tambahan tersebut membuat biaya dynamic laser scanning meningkat. Laser scanner dapat digunakan diberbagai bidang industri. Contoh bidang yang dapat memakai teknologi laser scanner ini sebagai berikut digambarkan pada Gambar 2.9 1.
Mobile Mapping
7.
Arsitektur
2.
Pemantauan
8.
Peninggalan Budaya
3.
Pemodelan kota
9.
Kepolisian (Forensik)
4.
Tambang
10.
Kesehatan
5.
Rekayasa Sipil
11.
Pemindaian Tubuh
6.
Geologi
12.
Reverse Engineering
Gambar 2.8 Aplikasi dari Terestrial Laser Scanning (Quintero, dkk, 2008) Tujuan dari suatu pengukuran dengan laser scanner biasanya untuk menciptakan awan titik-titik (points cloud) dari permukaan obyek dalam bentuk geometrik yang terdiri
dari jutaan titik.
Titik-titik ini
kemudian bisa
digunakan untuk
mengekstrapolasi bentuk dari subyek (melalui proses yang disebut rekonstruksi). Jika 16
informasi warna dikumpulkan pada masing-masing titik maka warna-warna dari suatu permukaan subyek juga dapat ditentukan. TLS memberikan hasil pengukuran tiga dimensi yang akurat yang memungkinkan bagi pengguna data hasil pengukuran untuk mengeksplorasi objek yang di ukur dalam dunia tiga dimensi dan dengan tingkat keakuratan yang tinggi. Prinsip dasarnya adalah sebuah laser scanner mengukur jutaan titik dari objek yang diukur dengan menggunakan laser sehingga didapatkan posisi titik-titik tersebut dengan akurasi tinggi relatif terhadap alat laser scanner itu sendiri. Laser scanner sangat mirip dangan kamera karena mempunyai suatu medan pandang yang seperti kerucut, dan seperti kamera, laser scanner hanya dapat mengumpulkan informasi tentang permukaan-permukaan yang tidak digelapkan. Sementara suatu kamera mengumpulkan informasi warna tentang permukaan-permukaan di dalam medan pandangnya, laser scanner mengumpulkan informasi jarak dan sudut tentang permukaan-permukaan di dalam medan pandangnya sehingga points cloud yang dihasilkan oleh suatu laser scanner dapat memberikan informasi mengenai posisi masing-masing titik di suatu permukaan itu relatif terhadap scanner.
Gambar 2.9 Ilustrasi grid untuk penentuan posisi dengan laser scanner(Pfeifer, 2007) Pada proses scan, scanner akan mengeluarkan sinar laser sejajar dengan sumbu Z dimana sinar tersebut akan dibelokkan oleh prisma. Titik pembelokan sinar pada prisma merupakan titik 0 untuk sumbu X, Y, dan Z. Prisma akan berputar pada sumbu Y untuk mengarahkan pulsa laser. Selain prisma, scanner juga akan berputar 18
pada sumbu Z sehingga scanner akan memiliki cakupan (field of view) 360o untuk horizontal dan 270o untuk vertikal. Untuk kebanyakan situasi, satu kali scan (pengamatan/pengukuran) tidak akan menghasilkan suatu model yang lengkap dari objek yang diinginkan. Dengan melakukan scanning berkali-kali, bahkan terkadang hingga ratusan kali, dari berbagai arah, barulah dapat diperoleh informasi tentang semua sisi dari objek. Hasil scan yang banyak ini harus dibawa ke dalam suatu sistem referensi umum, suatu proses yang biasa disebut dengan registrasi, dimana common point (titik sekutu) pada sesi scan yang berbeda disatukan sehingga semua points cloud berada dalam satu sistem referensi, yang kemudian digabungkan untuk menciptakan suatu model yang lengkap.
2.4
Spektrum cahaya dan gelombang elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik banyak sekali digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari dewasa ini, mulai dari gelombang microwave hingga gelombang radio, bahkan cahaya yang kita lihat sehari-hari pun merupakan salah satu spectrum gelombang elektromagnetik. Spektrum gelombang elektromagnetik sangat bervariasi mulai dari gelombang sangat panjang seperti gelombang radio sampai gelombang sangat pendek seperti sinar gamma.
Gambar 2.10 Spektrum gelombang elektromagnetik (Quintero, dkk, 2008)
19
Suatu gelombang elektromagnetik dapat dideskripsikan berdasarkan panjang gelombang, frekuensi dan energinya dimana persamaannya adalah:
Kecepatan gelombang(c) = frekuensi(f) x panjang gelombang (λ) dan Energi (E) = konstanta planck(h) x frekuensi(f)
Maka dari itu, suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi tinggi akan memiliki energi yang tinggi dan panjang gelombang yang pendek, begitu pula sebaliknya apabila suatu gelombang elektromagnetik memiliki frekuensi rendah, energi yang dibawa juga rendah dan panjang gelombangnya panjang. 2.5
Laser
Laser (singkatan dari bahasa Inggris yaitu Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation merupakan mekasnisme suatu alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui proses pancaran terstimulasi. Pancaran laser biasanya tunggal dimana laser memancarkan foton dalam pancaran yang bersifat koheren.
Gambar 2.11 Cahaya laser (en.wikipedia.org) Sumber cahaya biasa memancarkan foton ke segala arah dan memiliki spectrum dan panjang gelombang yang luas. Sedangkan pada laser foton dipancarkan secara terfokus, spektrum yang sempit, terpolarisasi dan terdiri dari panjang gelombang 20
tunggal. Karena sifat laser yang demikian itulah, laser dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, salah satunya adalah sebagai alat ukur seperti yang dibahas di dalam tugas akhir ini. 2.6
Prinsip pengukuran dengan cahaya
Laser
scanner,
pada
prinsipnya
mengukur
dengan
menggunakan
cahaya
memanfaatkan sensor optis didalamnya. Dengan perkembangan teknologi komputer dan sensor optis, cahaya dapat digunakan dalam berbagai cara untuk mengukur jarak dan intensitas suatu objek. Secara garis besar teknik pengukuran dengan cahaya dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif dan pasif. Pengukuran pasif hanya mengandalkan cahaya atau gelombang yang terpantul dari objek yang akan diukur tanpa memancarkan cahaya sendiri, contohnya adalah pembuatan model tiga dimensi dengan menggunakan kamera dijital (Close Range Photgrammetry),
kesulitan
pada
teknik
ini
adalah
sulitnya
menemukan
korespondensi antar objek pada citra dua dimensi yang dihasilkan untuk membentuk model tiga dimensi. Pola yang berulang juga mempersulit pengukuran yang dilakukan sehingga metode ini bergantung pada resolusi alat pencitraan dan fiturfitur yang dapat diidentifikasi pada citra. Pada pengukuran aktif, alat akan memancarkan gelombangnya sendiri dan mendeteksi pantulan gelombang tersebut dari objek yang diukur. Gelombang tersebut bisa berupa cahaya, gelombang akustik, atau gelombang infra merah. Kesulitannya terletak pada kompleksifitas alat yang digunakan karena pengukuran ini menuntut alat untuk melakukan perhitungan yang sangat presisi. Sedangkan keuntungannya adalah : 1. Tidak bergantung pada cahaya/gelombang sekitar karena alat memancarkan gelombangnya sendiri. 2. Memberikan hasil pengukuran secara automatis 3. Dapat digunakan pada permukaan yang homogen atau tidak berfitur 4. Kecepatan akuisisi data yang tinggi
21
2.6.1
Pengukuran berdasarkan beda waktu Laser scanner yang beredar di pasaran sekarang ini dibagi menjadi dua
berdasarkan tipe pengukurannya, yaitu Pulse Based (Time-of-Flight) dan Phase Based. Berikut ini akan dijelaskan hanya Pulse Based laser scanner karena alat yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe Pulse based laser scanner. 2.6.1.1 Pulse based scanner Cahaya akan melaju dengan kecepatan yang konstan pada suatu medium. Apabila suatu cahaya dipancarkan dari suatu tempat, memantul, dan kemudian kembali ke tempat semula dan perbedaan waktunya dapat diukur maka kita akan dapat mengukur beda jarak antara sumber cahaya dan objek yang memantulkan cahaya Range finder adalah instrumen di dalam suatu laser scanner yang digunakan untuk mengetahui jarak tempuh pulang pergi dari suatu pulsa cahaya laser. Jarak tempuh tersebut dapat diketahui dengan mengetahui kecepatan pulsa cahaya laser dan waktu tempuh dari cahaya laser tersebut sesuai dengan persamaan 2.1. 1
𝑑 = × 𝑐 × 𝛥𝑡 2
Keterangan : d
… (2.1)
: jarak dari alat ke objek
c
: kecepatan rambat gelombang (meter/second)
Δt
: waktu tempuh (second)
Pulsa cahaya laser tersebut dipancarkan dari sumber laser dan mengenai titik di permukaan objek, kemudian pulsa laser dipantulkan kembali menuju penerima sinyal laser. Laser scanner range finder tersebut hanya mendeteksi satu arah. Bila arah tembakan laser tersebut dirubah, jarak antara objek dengan pemancar sinyalpun akan berubah. Perubahan arah yang mampu dilakukan TLS Leica Scanstation C10 ini adalah 360o secara horizontal dan 270o derajat secara vertikal. Faktor yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap akurasi dari sistem pengukuran posisi dengan pulsa laser adalah: 1.
Kemampuan untuk kembali ke posisi yang sama antara pulsa yang dipancarkan dengan pulsa yang diterima untuk mengukur interval waktunya.
22
2.
Akurasi dari pengukur sudut horizontal dan vertikal prisma yang digunakan untuk mengarahkan pulsa laser.
3.
Akurasi dari alat yang mengukur interval waktu.
Keuntungan menggunakan laser scanner tipe ini adalah tingginya konsentrasi kekuatan sinar laser. Dengan tingginya kekuatan laser tersebut memungkinkan untuk mendapatkan pantulan balik dengan intensitas yang cukup untuk kebutuhan akurasi tinggi dari pengukuran jarak jauh sampai 100 meter. (Quintero, dkk,2008) 2.7
Kesalahan pada pengukuran dengan laser scanner
Perusahaan pembuat alat laser scanner mengeluarkan data akurasi dari alat yang mereka buat untuk mengilustrasikan keuntungan dari alat buatan mereka. Akan tetapi biasanya akurasi dari setiap alat berbeda dan untuk pengukuran yang benar-benar teliti, diperlukan kalibrasi tersendiri untuk mengetahui nilai akurasi yang tepat untuk alat yang kita gunakan. Sudah banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan akurasi laser scanner, dan diketahui bahwa terdapat empat sumber utama dalam kesalahan pada laser scanner yaitu : Kesalahan alat, Kesalahan terkait objek, Lingkungan sekitar, dan metodologi. 2.7.1
Kesalahan alat
Kesalahan alat pada instrumen Laser Scanner dapat berupa kesalahan sitematik ataupun kesalahan acak tergantung dari disain scanner yang digunakan. Kesalahan acak biasanya mempengaruhi presisi pada pengukuran jarak dan sudut pada sistem rangefinder. Sedangkan kesalahan sistematik dapat ditimbulkan oleh ketidaklinearan sistem pengukuran beda waktu atau karena perubahan suhu pada instrumen pengukur waktu pada alat yang mengakibatkan perubahan hasil pada pengukuran jarak. 2.7.1.1 Perambatan sinar laser Sinar laser biasanya dianggap akan melaju lurus dan sejajar sepanjang jalurnya, akan tetapi pada kenyataannya, semakin jauh jarak yang ditempuh oleh suatu pulsa laser, pulsa tersebut akan semakin menyebar (diverged) sehingga hasil pantulan yang diterima oleh scanner tidak memberikan informasi posisi objek yang akurat, selain karena penyebaran pulsa laser, hal ini dapat disebabkan pula oleh pemantulan pulsa laser yang tidak sempurna oleh objek. 23
Gambar 2.12 Pemantulan sempurna, iluminasi sebagian, terhalang sebagian (Quintero,dkk, 2008) Praktisnya, efek dari kesalahan ini berdampak pada posisi titik yang diukur dimana seharusnya titik diukur adalah titik tengah dari pulsa laser yang diterima rangefinder. Akan tetapi karena efek ini, pulsa laser yang kembali tidak berbentuk sama seperti yang dipancarkan, walaupun begitu rangefinder tetap akan mencari titik tengah dari pulsa laser yang kembali sehingga posisi dari titik yang diukur bukanlah posisi yang sebenarnya melainkan sudah bergeser sedikit. Besar ketidakpastian posisi ini diaproksimasi sebesar seperempat dari ukuran pulsa laser (Lichty and Gordon, 2008). 2.7.1.2 Mixed Edge Mixed edge adalah kondisi dimana sebuah pulsa laser mengenai suatu permukaan yang memiliki kedalaman berbeda pada radius ukuran pulsa sinar laser itu sendiri. Ilustrasi dari Mixed Edge adalah sebagai berikut
Gambar 2.13 Ilustrasi mixed edge (Quintero, dkk, 2008)
24
Apabila hal ini terjadi, maka pantulan pulsa laser akan terbagi dua dimana yang satu akan memberikan informasi mengenai bagian yang lebih tinggi dan yang satunya lagi memberikan informasi mengenai bagian yang lebih rendah karena menempuh jarak yang lebih jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka sistem rangefinder akan mennghitung jarak rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan kedua pulsa laser yang datang tadi sebagai koordinat hasil pengukuran sehingga akan memberikan hasil yang salah dan tidak merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Kemungkinan hal ini terjadi akan semakin besar apabila resolusi pengukuran ditingkatkan. Hal ini dapat diatasi dengan ukuran pulsa laser yang lebih kecil, akan tetapi ukuran pulsa laser yang lebih kecil akan mengurangi jarak jangkau maksimal pengukuran. Sehingga ukuran pulsa laser harus dipilih berdasarkan kebutuhan tingkat akurasi dan jarak jangkau maksimal yang diinginkan. 2.7.1.3 Ketidakpastian jarak Ketidakpastian jarak adalah kesalahan yang bergantung pada sistem kerja instrument laser scanner yang digunakan. Untuk Pulse Based (time-of-flight) laser scanner seperti yang digunakan pada tugas akhir ini, ketidakpastian jaraknya bergantung pada kemampuan instrumen untuk mengukur perbedaan waktu, semakin kecil perbedaan waktu yang mampu diukur, semakin kecil pula ketidakpastiannya. Sebagai ilustrasi, apabila cahaya merambat dengan kecepatan 300.000.000 meter / detik, dan terdapat alat yang dapat mendeteksi perbedaan waktu sebesar 1 nanodetik (1x10-9 detik), maka alat tersebut akan dapat mengukur perbedaan jarak menggunakan medium cahaya minimal sebesar 0,3 meter. Dengan demikian ketidakpastian jarak dari alat tersebut sebesar 0,3 meter. Kesalahan ini dapat diminimalisir pada tahap modeling dengan mengaplikasikan hitung perataan pada data ukuran yang biasanya dapat dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak pengolahan data laser scanner atau dengan memilih tipe scanner yang memiliki ketelitian waktu yang lebih baik. 2.7.1.4 Kesalahan angular dan axis Pada umumnya laser scanner termasuk yang digunakan dalam tugas akhir ini menggunakan cermin untuk memantulkan pulsa laser dari satu sumber ke arah target
25
yang diinginkan. Ketelitian sudut yang direkam bergantung pada penempatan cermin pada posisi yang tepat dan instrumen yang digunakan untuk mengukur sudut cermin. Sedikit kesalahan yang terjadi pada pengukuran sudut cermin dapat menimbulkan kesalahan yang besar pada koordinat objek yang diukur dan akan semakin besar pula berbanding lurus dengan jarak pengukuran. Cara untuk mengatasi kesalahan ini hanya dengan melakukan kalibrasi oleh pabrikan pada instrumen yang akan digunakan. 2.7.2
Kesalahan terkait objek
Karena laser scanner mengukur dengan menggunakan pantulan pulsa laser yang merupakan gelombang cahaya, maka sistem pengukuran akan terkait sifat pemantulan cahaya pada objek yang diukur. Menurut hukum kosinus Lambert:
Ii (λ) = Intensitas cahaya sebagai fungsi panjang gelombang (Diserap oleh udara selama perambatan) kd(λ) = Koefisien penyebaran pantulan (fungsi panjang gelombang ) θ
= Sudut antara cahaya datang dan vektor permukaan pemantul
Gambar 2.14 Pemantulan pada permukaan Lambertian (Quintero, dkk, 2008)
26
Formula tersebut menunjukkan bahwa pulsa laser dipengaruhi oleh penyerapan intensitas selama perambatan di udara, intensitas pemantulan oleh material objek, dan sudut pentulan antara pulsa laser dan objek. Hal tersebut mengindikasikan bahwa apabila suatu objek yang sangat gelap (tidak memantulkan banyak cahaya) akan memantulkan sinyal yang sangat lemah sehingga akurasi posisinya akan terganggu oleh noise. Sedangkan objek yang terlalu reflektif akan menyebarkan sinar pantulan dan mungkin akan menabrak permukaan lain yang kemudian akan masuk kembali ke rangefinder. Hasil pemantulan ini akan terlihat sebagai noise pada data points cloud. 2.7.3
Kesalahan terkait lingkungan sekitar
Medium cahaya yang digunakan untuk melakukan pengukuran pada instrumen laser scanner dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal sehingga perlu dilakukan koreksi agar didapatkan data ukuran yang semakin mendekati nilai yang benar. 2.7.3.1 Suhu Suhu udara yang dilewati oleh pulsa laser akan mempengaruhi pengukuran karena perbedaan suhu akan menyebabkan perbedaan massa jenis udara, sedangkan kecepatan rambat cahaya akan berbeda pada massa jenis materi yang dilewatinya. Untuk mengatasi hal ini, saat dilakukan pengukuran dapat dimasukkan koreksi suhu pada pengaturan scan sehingga koreksi dapat langsung dilakukan. Pada Leica Scanstation C10, terdapat sensor suhu udara di dalamnya dan koreksi suhu langsung digunakan pada data ukuran sehingga data mentah yang didapatkan oleh pengguna sudah melelui proses koreksi suhu. Suhu dari objek yang diambil datanya juga penting untuk diperhatikan terutama objek-objek yang dapat menyimpan panas seperti aspal, beton, dan sebagainya karena disini kita mengukur dengan menggunakan cahaya. Apabila suhu objek tersebut terlalu tinggi dibandingkan objek sekitarnya maka akan terjadi pembelokan cahaya seperti pada peristiwa fatamorgana yang akan mempengaruhi ketelitian pengukuran. 2.7.3.2 Atmosfer Laser scanner akan bekerja dengan baik pada suhu dan tekanan tertentu yang sudah diset oleh pabrikannya, walaupun begitu perangkat lunak pengolahan data untuk data 27
laser scanner sudah memiliki koreksi untuk perbedaan suhu dan tekanan pada kondisi pengambilan data yang berbeda. Perlu diperhatikan bahwa biasanya banyak kesalahan yang terjadi karena perbedaan suhu dan tekanan antar sesi pengambilan data yang tidak terkoreksi. Menurut standar ISO dan informasi dari pabrikan, laser scanner bekerja optimum pada suhu 15oC dan tekanan 1013,25 hPa. Perubahan suhu sebesar 10oC dan tekanan sebesar 35 hPa akan memberikan kesalahan sebesar 1mm pada jarak 100m. Apabila tidak terdapat instrumen pengukur suhu dan tekanan pada laser scanner suhu dan tekanan harus dicatat secara manual untuk dimasukkan kedalam koreksi pada saat pengolahan data. Pada alat yang digunakan dalam tugas akhir ini, sudah terdapat sensor suhu dan tekanan sehingga alat akan langsung melakukan koreksi suhu dan tekanan terhadap data ukuran secara otomatis. 2.7.3.3 Radiasi luar Karena laser scanner menggunakan pulsa laser dimana laser adalah gelombang dengan band yang sempit, maka gelombang tersebut sangat rentan terhadap gangguan gelombang lain. Laser scanner sekarang ini biasanya sudah dilengkapi dengan filter optis untuk mengatasi gangguan ini 2.7.3.4 Kesalahan akibat pergerakan alat Dalam pengambilan data dengan laser scanner, terutama pada pengukuran untuk mendapatkan hasil beresolusi tinggi, proses scanning memakan waktu yang cukup lama. Selama rentang waktu pengambilan data, pergerakan sekecil apapun pada posisi alat dapat mempengaruhi hasil pengukuran, misalnya pada saat pengukuran, tripod tempat berdiri alat terkena panas matahari sehingga memuai di satu sisi dan merubah posisi scanner. Akan tetapi laser scanner sekarang ini termasuk yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan dual kompensator untuk mengatasi pergerakan selama proses scan secara otomatis. Dual compensator akan mengkoreksi posisi dari alat apabila terjadi pergerakan selama proses scan berlangsung, namun dual compensator juga memiliki batas toleransi dimana posisi masih bisa diperbaiki. Apabila pergerakan alat diluar toleransi, proses scan akan secara otomatis berhenti. 28
2.7.4
Kesalahan metodologi
Kesalahan metodologi timbul akibat teknik pengambilan data atau registrasi yang salah karena kurangnya pengalaman operator. Misalnya apabila seorang operator mengeset resolusi scan lebih tinggi daripada ketelitian per titik laser scanner itu sendiri, maka akan oversampling dimana titik-titik yang tidak relevan dan noise muncul, selain itu waktu yang diperlukan untuk satu sesi scan menjadi lebih lama. Sebaliknya apabila resolusi scan yang digunakan terlalu rendah, maka ketelitian yang diinginkan tidak bisa didapatkan. 2.8
Spesifikasi alat Leica Scanstation C10
Alat yang akan digunakan pada tugas akhir ini adalah Leica Scanstation C10 dengan spesifikasi alat pada tabel dibawah. Tabel 2.1 Spesifikasi alat Leica Scanstation C10 (Leica Geosystem, 2011) Sistem Laser Pulse Hijau 532 nanometer 3R 300m @ 90%; 134m @ 18% albedo Sampai dengan 50000 titik/detik Resolusi Scanning Ukuran spot 0-50m:4.5mm (FWHH - based) Space antar titik 1mm space minimum Densitas <1mm Field of View Horizontal 360° maksimum Vertikal 270° maksimum Penembak Target Optik kecil, sedang, tinggi Image Digital satu 17°x17° gambar: 1920x1920 pixels (4 mega pixels) @setting tinggi. Performa Dari Sistem Akurasi untuk satu pengukuran Posisi 6mm @100m Jarak 4mm @100m Sudut (horizontal/vertikal) 60µrad/60µrad, 1 sigma Surface Model Presisi/noise 2mm, 1 sigma TargetAkusisi 2mm std deviasi Tipe Warna PanjangGelombang Kelas Laser Jangkauan Kecepatan Scanning
29
Gambar 2.15 Leica Scanstation C10 (Leica Geosystems, 2011) 2.9
Teknik registrasi data
Pengambilan data dengan laser scanner untuk objek tiga dimensi tidak mungkin dapat dilakukan hanya dengan satu kali pengambilan data, sehingga diperlukan teknik untuk menggabungkan data-data per satu kali pengambilan (yang selanjutnya akan disebut scanworld) kedalam satu sistem koordinat yang dikenal dengan nama registrasi. Ada beberapa metode registrasi data points cloud yang biasa digunakan, teknik registrasi yang dipilih akan mempengaruhi teknik survey yang akan dilakukan nantinya sehingga harus dipilih dengan seksama berdasarkan kondisi objek dan area disekitar objek. 1.
Target to target registration.
Metode registrasi target to target adalah metode registrasi yang umum digunakan. Target yang digunakan dalam metode ini adalah target yang mempunyai reflektivitas tinggi dan dapat dikenali oleh alat sebagai target. Target tersebut digunakan sebagai titik ikat dari dua atau lebih tempat berdiri alat. Titik ikat tersebut yang menggabungkan kedua tempat berdiri alat sehingga mempunyai arah orientasi relatif yang sama.
30
Gambar 2.16 Ilustrasi Metode Target to target registration (Pfeifer, 2007) Konsep registrasi ini menggunakan reseksi dan interseksi untuk menentukan tempat berdiri alat lainnya. Untuk mendapatkan ketelitian yang baik, jumlah target yang dibutuhkan minimal sebanyak 3 titik untuk mendefinisikan koordinat 3 dimensi tempat berdiri alat. Semakin banyak target yang digunakan, biasanya ketelitian akan semakin baik dengan syarat penempatan target yang merata dan berada pada posisi yang stabil.
2.
Cloud to cloud registration
Cloud to Cloud registration menggunakan minimal tiga titik sekutu yang dimiliki dari kedua hasil scan. Konsep registrasi ini menggunakan metode Iterative Closest Point( ICP). Maksud dari konsep ini adalah mencari offset atau jarak terdekat secara berulang-ulang dari kedua titik yang terdekat antara kedua kumpulan points cloud. Ilustrasi dari metode ini dapat dilihat pada gambar 2.18
Gambar 2.17 Ilustrasi ICP (cloud to cloud registration) (Pfeifer, 2007) Walaupun titik minimal yang diperlukan berjumlah 3 titik, namun untuk mendapatkan ketelitian yang baik, pertampalan dari points cloud harus diatas 60% sehingga akan menambah beban kerja pada proses pengambilan data.
31
3.
Traversing
Registrasi Traversing menggunakan tempat berdiri alat sebagai titik sekutu dan memerlukan satu titik referensi sebagai titik awal backsight-nya. Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dalam menyelesaikan survey karena waktu untuk persiapan alat dan target tidak terlalu lama. Akan tetapi metode ini biasanya memberikan ketelitian pengukuran yang lebih rendah dibandingkan metode Target to Target.
Gambar 2.18 Ilustrasi metode traversing (Leica Geosystems, 2011) Proses survey dengan traversing: 1. Berdirikan target pada titik yang sudah diketahui (titik referensi) 2. Berdirikan alat untuk memulai scan, scan target di titik referensi dan mulai proses scan untuk n, tandai tempat berdiri alat. 3. Pindahkan alat ke posisi n+1 dan scan target yang berada di n, setelah itu proses scan area dapat dimulai. 4. Ulangi langkah 2-3 sampai membentuk poligon tertutup pada titik referensi.
2.10 Georeferencing Dalam pengukuran dengan laser scanner untuk keperluan pengukuran lahan, diperlukan model yang memiliki koordinat yang telah bergeoreferensi (koordinat yang mengacu pada sistem koordinat bumi), terlebih lagi apabila yang diamati adalah daerah bencana longsor karena melalui data pengamatan yang memiliki koordinat, dapat ditentukan di daerah mana yang merupakan rawan longsor dan dapat dihitung pula kecepatan pergerakan tanah di masing-masing tempat (melalui lebih dari satu data pengamatan di tempat yang sama). Untuk mendapatkan data yang bergeoreferensi, maka diperlukan titik referensi yang memiliki koordinat geodetik 32
dengan ketelitian yang baik. Ketelitian yang baik diperlukan karena ketelitian dari titik referensi akan mempengaruhi ketelitian nilai koordinat dari semua titik yang dihasilkan oleh pengukuran laser scanner. Untuk melakukan georeferencing, terdapat dua cara yang umum digunakan dalam pengukuran dengan laser scanner, yaitu known backsight dan known azimuth. Seperti namanya, pada known backsight, yang diperlukan adalah dua buah titik referensi yang koordinatnya diketahui dimana yang satu berfungsi sebagai titik awal dan yang satu lagi berfungsi sebagai titik backsight. Sedangkan pada known azimuth, yang perlu diketahui hanyalah nilai koordinat titik awal dan nilai azimuth dari titik awal ke arah titik lainnya. Untuk penggunaan kedua metode tersebut di lapangan, kedua titik tersebut harus dapat terlihat satu sama lain. Karena diperlukannya titik referensi dengan ketelitian tinggi, maka untuk penentuan posisi titik referensi pada tugas akhir ini dipilihlah pengukuran Global Positioning System dengan menggunakan GPS tipe geodetik Trimble 4000SSi dan Topcon HiperPro, targetnya adalah titik referensi utama sebanyak dua buah yang memiliki ketelitian dalam satuan millimeter sebagai tempat berdiri alat pertama dan sebagai target backsight. 2.10.1 Sistem Referensi Koordinat Sistem Referensi Koordinat (secara singkat disebut sistem koordinat) adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter/ Datum) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu ruang atau beberapa titik dalam ruang. Kerangka Referensi koordinat adalah realisasi praktis dari Sistem Referensi Koordinat, sehingga sistem ini dapat digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan atau pergerakan titik-titik, baik dipermukaan bumi (kerangka terestris) atau pun di luar bumi (kerangka terestrial atau ekstra-terestris) (Abidin, 2000). Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatanpengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek (seperti bintang dan quasar). Sistem referensi koordinat dapat dikatakan sebagai suatu idealisasi dari sistem koordinat, dan kerangka referensi koordinat adalah realisasi dari sistem koordinat. 33
Selanjutnya kerangka referensi koordinat dalam implementasinya ada yang membagi menjadi dua yaitu kerangka dasar horisontal dan kerangka dasar vertikal, kemudian bentuk fisik realisasi dari sistem koordinat tersebut dibuat suatu kumpulan benchmark/tugu/monumen/peil (lihat Gambar 5) yang tersebar dalam pengaturan jarak tertentu disesuaikan dengan kebutuhan. 2.10.2 Global Positioning System Sistem GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca, bagi banyak orang secara simultan. Saat ini GPS sudah banyak digunakan di seluruh dunia dalam berbagai bidang aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi, kecepatan, percepatan ataupun waktu yang teliti. GPS dapat memberikan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi dari beberapa millimeter (orde nol) sampai dengan puluhan meter. 2.10.2.1 Kemampuan GPS Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah, dimana saja di bumi ini tanpa tergantung cuaca. Hal yang perlu dicatat bahwa GPS adalah satu-satunya sistem navigasi ataupun sistem penentuan posisi dalam beberapa abad ini yang memiliki kemampuan handal seperti itu. Ketelitian dari GPS dapat mencapai beberapa mm untuk ketelitian posisinya, beberapa cm/s untuk ketelitian kecepatannya dan beberapa nanodetik untuk ketelitian waktunya. Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor yaitu metode penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode pengolahan datanya. 2.10.2.2 Produk GPS Secara umum produk dari GPS adalah posisi, kecepatan, dan waktu. Selain itu ada beberapa produk lainnya seperti percepatan, azimuth, parameter attitude, TEC (Total Electron Content), WVC (Water Vapour Content), Polar Motion Parameters, serta beberapa produk yang perlu dikombinasikan dengan informasi eksternal dari sistem lain, produknya antara lain tinggi ortometrik, undulasi geoid, dan defleksi vertikal. 34
2.10.2.3 Segmen Penyusun Sistem GPS Secara umum ada tiga segmen dalam sistem GPS yaitu segmen sistem kontrol, segmen satelit, dan segmen pengguna [Abidin, 2007]. Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio angkasa, yang diperlengkapi dengan antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal–sinyal gelombang. Sinyal-sinyal ini selanjutnya diterima oleh receiver GPS didekat permukaan bumi, dan digunakan untuk menentukan informasi posisi, kecepatan, maupun waktu. Selain itu satelit GPS juga dilengkapi dengan peralatan untuk mengontrol sikap (attitude) satelit. Satelit-satelit GPS dapat dibagi atas beberapa generasi yaitu ; blok I, blok II, blok IIA, blok IIR dan blok IIF. Hingga april 1999 ada 8 satelit blok II, 18 satelit blok II A dan 1 satelit blok II R yang operasional. Secara umum segmen sistem kontrol berfungsi mengontrol dan memantau operasional satelit dan memastikan bahwa satelit berfungsi sebagaimana mestinya. Segmen pengguna terdiri dari para pengguna satelit GPS di manapun berada. Dalam hal ini alat penerima sinyal GPS ( GPS receiver ) diperlukan untuk menerima dan memproses sinyal -sinyal dari satelit GPS untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan dan waktu. Komponen utama dari suatu receiver GPS secara umum adalah antena dengan pre-amplifier, bagian RF dengan pengidentifikasi sinyal dan pemroses sinyal, pemroses mikro untuk pengontrolan receiver, data sampling dan pemroses data (solusi navigasi ), osilator presisi , catu daya, unit perintah dan tampilan, dan memori serta perekam data. 2.10.2.4 Prinsip Penentuan Posisi Dengan GPS Prinsip penentuan posisi dengan GPS yaitu menggunakan metode reseksi jarak, dimana pengukuran jarak dilakukan secara simultan ke beberapa satelit yang telah diketahui koordinatnya. Pada pengukuran GPS, setiap epoknya memiliki empat parameter yang harus ditentukan : yaitu 3 parameter koordinat X,Y,Z atau L,B,h dan satu parameter kesalahan waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan jam di receiver GPS. Oleh karena diperlukan minimal pengukuran jarak ke empat satelit (Abidin, 2007).
35
2.10.2.5 Tipe Alat (receiver) GPS Ada 3 macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan tingkat ketelitian (posisi) yang berbeda-beda. Tipe alat GPS pertama adalah tipe Navigasi (Handheld, Handy GPS). Tipe nagivasi harganya cukup murah, sekitar 1 - 4 juta rupiah, namun ketelitian posisi yang diberikan saat ini baru dapat mencapai 3 sampai 6 meter. Tipe alat yang kedua adalah tipe geodetik single frekuensi (tipe pemetaan), yang biasa digunakan dalam survey dan pemetaan yang membutuhkan ketelitian posisi sekitar sentimeter sampai dengan beberapa desimeter. Tipe terakhir adalah tipe Geodetik dual frekuensi yang dapat memberikan ketelitian posisi hingga mencapai milimeter. Tipe ini biasa digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti pembangunan jaring titik kontrol, survey deformasi, dan geodinamika. Harga receiver tipe geodetik cukup mahal, mencapai ratusan juta rupiah untuk 1 unitnya. 2.10.2.6 Sinyal dan Bias Pada GPS GPS memancarkan dua sinyal yaitu frekuensi L1 (1575.42 MHz) dan L2 (1227.60 MHz). Sinyal L1 dimodulasikan dengan dua sinyal pseudo-random yaitu kode P (Protected) dan kode C/A (coarse/aquisition). Sinyal L2 hanya membawa kode P. Setiap satelit mentransmisikan kode yang unik sehingga penerima (receiver GPS) dapat mengidentifikasi sinyal dari setiap satelit. Pada saat fitur ”Anti-Spoofing” diaktifkan, maka kode P akan dienkripsi dan selanjutnya dikenal sebagai kode P(Y) atau kode Y. Ketika sinyal melalui lapisan atmosfer, maka sinyal tersebut akan terganggu oleh konten dari atmosfer tersebut. Besarnya gangguan di sebut bias. Bias sinyal yang ada utamanya terdiri dari 2 macam yaitu bias ionosfer dan bias troposfer. Bias ini harus diperhitungkan (dimodelkan atau diestimasi atau melakukan teknik differencing untuk metode diferensial dengan jarak baseline yang tidak terlalu panjang) untuk mendapatkan solusi akhir koordinat dengan ketelitian yang baik. Apabila bias diabaikan maka dapat memberikan kesalahan posisi sampai dengan orde meter. 2.10.2.7 Sumber Kesalahan Pada GPS Pada sistem GPS terdapat beberapa kesalahan komponen sistem yang akan mempengaruhi ketelitian hasil posisi yang diperoleh. Kesalahan-kesalahan tersebut 36
contohnya kesalahan orbit satelit, kesalahan jam satelit, kesalahan jam receiver, kesalahan pusat fase antena, dan multipath. Hal-hal lainnya juga ada yang mengiringi kesalahan sistem seperti efek imaging, dan noise. Kesalahan ini dapat dieliminir salah satunya dengan menggunakan teknik differencing data. 2.10.2.8 Metode Penentuan Posisi Dengan GPS Metoda penentuan posisi dengan GPS pertama-tama terbagi dua, yaitu metoda absolut, dan metoda diferensial. Masing-masing metoda kemudian dapat dilakukan dengan cara real time dan atau post-processing. Apabila obyek yang ditentukan posisinya diam maka metodenya disebut Statik. Sebaliknya apabila obyek yang ditentukan posisinya bergerak, maka metodenya disebut kinematik. Selanjutnya lebih detail lagi kita akan menemukan metoda-metoda seperti SPP, DGPS, RTK, Survei GPS, Rapid statik, pseudo kinematik, dan stop and go, serta masih ada beberapa metode lainnya. 2.10.2.9 Ketelitian Posisi Yang Diberikan Oleh Sistem GPS Untuk aplikasi sipil, GPS memberikan nilai ketelitian posisi dalam spektrum yang cukup luas, mulai dari meter sampai dengan milimeter. Sebelum mei 2000 (SA on) ketelitian posisi GPS metode absolut dengan data psedorange mencapai 30 - 100 meter. Kemudian setelah SA off ketelitian membaik menjadi 3 - 6 meter. Sementara itu Teknik DGPS memberikan ketelitian 1-2 meter, dan teknik RTK memberikan ketelitian 1-5 sentimeter. Untuk posisi dengan ketelitian milimeter diberikan oleh teknik survai GPS dengan peralatan GPS tipe geodetik dual frekuensi dan strategi pengolahan data tertentu.
37