BAB 17 PENINGKATAN INVESTASI DAN EKSPOR NONMIGAS Perkembangan investasi dan ekspor nonmigas di tahun 2005 sampai pertengahan 2006 menunjukkan adanya perbaikan. Berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif diarahkan untuk meningkatkan investasi dan mendorong peningkatan ekspor nonmigas dari berbagai sektor yang potensial. Peningkatan investasi dan pertumbuhan ekspor nonmigas yang berkelanjutan diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Berkaitan dengan peningkatan investasi dan ekspor nonmigas, berbagai permasalahan dan hambatan perlu segera diselesaikan secara sistematis dan berkesinambungan.
I.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif menghadapi berbagai permasalahan dan hambatan yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Secara eksternal, permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan investasi, diantaranya adalah: (1) belum pulihnya persepsi investor asing mengenai perekonomian dalam negeri; (2) melambatnya pertumbuhan perekonomian sebagian besar negaranegara di dunia, sebagai akibat dari kenaikan harga minyak dunia
yang mencapai lebih dari US$ 70 per barel; (3) naiknya tingkat suku bunga global, yang didorong oleh kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, sehingga terdapat kecenderungan investor untuk berinvestasi di lembaga keuangan; serta (4) ketatnya persaingan global dalam menarik investasi asing. Hambatan lain yang disebabkan oleh faktor internal adalah: (1) dunia usaha yang masih bersikap menunggu (wait and see) diundangkannya Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUU PM) yang baru; (2) proses penyelesaian perizinan investasi yang masih panjang dan lama; (3) belum memadainya ketersediaan infrastruktur, seperti tenaga listrik dan pelabuhan laut; (4) terbatasnya kemampuan pengusaha lokal baik dari segi permodalan maupun penguasaan teknologi sehingga belum bisa memanfaatkan peluang investasi termasuk kesiapan dalam bermitra usaha dengan perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA); (5) belum optimalnya fasilitasi pembiayaan kegiatan investasi oleh lembaga pembiayaan/perbankan nasional. Sementara itu, berbagai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan peningkatan ekspor nonmigas di antaranya adalah: (1) terbatasnya sarana dan fasilitas perdagangan untuk menunjang kegiatan ekspor nonmigas, seperti kurang efisiennya jalur distribusi barang dan masih kurangnya dukungan pembiayaan untuk ekspor (export financing); (2) masih rendahnya daya saing produk Indonesia di pasar internasional, yang disebabkan oleh kualitas produk yang rendah, jenis produk yang kurang variatif, serta desain produk yang kurang kompetitif; (3) masih terdapatnya berbagai praktek ekonomi biaya tinggi, yang antara lain disebabkan oleh masih banyaknya pungutan; (4) masih tingginya hambatan nontarif terhadap produkproduk Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor, seperti tuduhan dumping, subsidi, safeguard, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Hak Azazi Manusia (HAM), Bioterorism Act, Sanitary and Phytosanitary dan lingkungan hidup; dan (5) adanya pemberlakuan tarif preferensi bagi beberapa negara yang mengakibatkan adanya diskriminasi tarif. Dalam bidang persaingan usaha, permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara lain adalah: (1) kurang tersosialisasikannya Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek 17 - 2
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; (2) masih terdapatnya kebijakan dan peraturan perundangan yang belum selaras dengan kebijakan persaingan usaha, misalnya peraturan daerah yang diskriminatif terhadap produk lokal dan luar daerah; serta (3) belum tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya persaingan usaha. Bidang kepariwisataan pada tahun 2005 mengalami kendala menurunnya citra kepariwisataan yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ancaman terorisme, flu burung, gempa bumi, dan tsunami, serta tragedi bom Jimbaran dan Kuta pada bulan Oktober 2005 yang kesemuanya itu berdampak pada kinerja kepariwisataan nasional. Pencapaian jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia tahun 2005 sebesar 5,0 juta orang, atau menurun 6,0 persen dibandingkan dengan tahun 2004. Sementara itu, perolehan devisa pada tahun 2005 sebesar US$ 4,52 miliar, atau menurun sekitar 5,8 persen dari tahun 2004. Kendala-kendala lain yang mempengaruhi kinerja kepariwisataan adalah: (1) masih terbatasnya kapasitas maskapai penerbangan dalam negeri untuk membawa wisatawan dari pasar luar negeri ke Indonesia; (2) belum optimalnya kesiapan destinasi pariwisata terutama dalam aspek pelayanan; (3) belum dijadikannya pariwisata sebagai sektor penting dalam pembangunan daerah; (4) belum optimalnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi perencanaan pengembangan pariwisata antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat; (5) masih rendahnya minat sektor swasta dalam pengembangan pariwisata; (6) belum memadainya sarana dan prasarana pariwisata yang ada; (7) belum berkembangnya investasi pariwisata di luar Bali; (8) terbatasnya kemampuan dalam melakukan pemasaran dan promosi pariwisata; serta (9) masih terbatasnya sumber daya manusia yang profesional di bidang pariwisata.
II.
LANGKAH-LANGKAH HASIL YANG DICAPAI
KEBIJAKAN
DAN
HASIL-
Dalam upaya untuk meningkatkan investasi di Indonesia pada tahun 2006 ini pemerintah telah mengeluarkan 3 paket kebijakan, yaitu Paket Kebijakan Infrastruktur, Paket Kebijakan Perbaikan Iklim 17 - 3
Investasi, dan Paket Kebijakan Sektor Keuangan. Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi merupakan upaya langsung yang ditujukan untuk memperbaiki iklim investasi, dan dikeluarkan dalam bentuk Instruksi Presiden, yaitu Inpres Nomor 3 tahun 2006 pada tanggal 27 Februari 2006. Paket kebijakan yang terintegrasi ini terdiri dari: (a) kebijakan umum, (b) kebijakan kepabeanan dan cukai, (c) kebijakan perpajakan, (d) kebijakan ketenagakerjaan, serta (e) kebijakan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi. Pelaksanaan dari kebijakan ini dipantau secara berkesinambungan, dan beberapa kegiatan yang telah atau sedang dilaksanakan, antara lain adalah: (a) disampaikannya RUU PM kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 21 Maret 2006, (b) penyusunan Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka Dengan Syarat (Negative List), (c) percepatan perijinan kegiatan usaha dan penanaman modal serta pembentukan usaha, (d) sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah (Perda), (e) telah disusunnya Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) mengenai layanan satu pintu untuk berbagai jenis perijinan termasuk investasi; (f) penyampaian draft perubahan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ke DPR; serta (g) revisi peraturan kepabeanan dan perpajakan, dan evaluasi terhadap sejumlah Perda bermasalah. Selain itu, dilakukan pula langkah-langkah untuk mendorong investasi dari dalam maupun luar negeri, antara lain penyederhanaan prosedur investasi, pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dalam pelayanan investasi baik di tingkat pusat dan daerah, promosi dan pameran investasi yang terintegrasi baik di dalam maupun di luar negeri, kerjasama investasi secara bilateral dan multilateral, pengembangan Sistem Informasi Manajemen Investasi Terpadu, peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kerja dalam rangka meningkatkan pelayanan investasi serta peran Kantor Perwakilan Investasi di luar negeri. Langkah-langkah di atas akan memberi dorongan investasi pada semester II/2006. Dalam semester I tahun 2006, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto relatif sama dengan periode yang sama tahun 2005. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, khususnya investasi 17 - 4
dalam negeri. Realisasi investasi berdasarkan Izin Usaha Tetap (IUT) PMDN pada paruh pertama tahun 2006 sebanyak 96 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp. 11,19 triliun dan IUT PMA sebanyak 487 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 3,51 miliar. Jika dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada tahun 2005, nilai realisasi PMDN meningkat sebesar 42,5 persen, dan nilai realisasi PMA meningkat sebesar 4,6 persen. Minat investor dalam negeri untuk melakukan investasi baru juga terlihat meningkat. Dalam paruh pertama tahun 2006, telah diterbitkan persetujuan PMDN sebanyak 94 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 66,99 triliun. Jika dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada tahun 2005, nilai persetujuan baru PMDN meningkat sebesar 173 persen. Di lain pihak, minat investor luar negeri belum menunjukkan kenaikan yang berarti. Pada kurun waktu yang sama, telah diterbitkan persetujuan PMA sebanyak 864 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 5,98 miliar, atau hampir sama dengan nilai investasi pada paruh pertama tahun 2005. Tabel 17.1 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Berdasarkan Izin Usaha Tetap Tahun 2003 2004 2005 2006
PMDN PMA Jumlah Proyek Nilai (Rp. Miliar) Jumlah Proyek Nilai (US$ Juta) 119 11.890,0 570 5.450,4 129 15.264,7 544 4.601,1 214 30.665,0 909 8.914,6 96 11.185,3 487 3.510,0
Keterangan: Data Tahun 2006 adalah sampai dengan 30 Juni 2006 Sumber : BKPM
17 - 5
Tabel 17.2 Perkembangan Persetujuan Penanaman Modal Tahun 2003 2004 2005 2006
PMDN PMA Jumlah Proyek Nilai (Rp. Miliar) Jumlah Proyek Nilai (US$ Juta) 232 55.120,9 1.240 14.326,7 201 44.472,5 1.232 10.417,7 218 50.577,3 1.648 13.579,2 94 66.988,8 864 5.978,2
Keterangan: Data Tahun 2006 adalah sampai dengan 30 Juni 2006 Sumber : BKPM
Realisasi investasi PMDN pada paruh pertama tahun 2006 terutama pada sektor/bidang usaha industri logam, mesin dan elektronik, industri makanan, jasa lainnya (antara lain jasa penyediaan alat berat dan penyewaan peralatan pertanian), tanaman pangan dan perkebunan, serta transportasi, gudang dan komunikasi. Untuk PMA, bidang usaha yang banyak diminati adalah: industri logam, mesin dan elektronik, industri kertas dan percetakan, industri tekstil, industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain, serta perdagangan dan reparasi senilai. Provinsi yang paling banyak diminati oleh investor PMDN adalah Banten, DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Tengah, dan Lampung. Sedangkan PMA meminati provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten, dan Jawa Tengah. Sedangkan berdasarkan negara asal PMA, surat persetujuan paling banyak dikeluarkan untuk investor dari Singapura, Malaysia, Inggris, Korea Selatan, dan Swiss. Langkah-langkah yang telah dilaksanakan dalam rangka peningkatan ekspor nonmigas, antara lain, adalah: (1) penguatan kelembagaan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang telah didirikan pada tahun 2004 di 6 kota dagang, yaitu di Osaka–Jepang, Los Angeles–Amerika Serikat, Dubai–UAE, Budapest–Hongaria, Johannesburg–Afrika Selatan, dan Sao Paolo-Brazil. Tugas ITPC telah difokuskan pada pelaksanaan penelitian pasar (market intelligence) dan peningkatan pangsa pasar ekspor. Hasil transaksi dagang yang difasilitasi oleh ITPC tahun 2005 bernilai US$ 43,8 juta dan 2.657 permohonan (inquiry); (2) pendirian pusat pemasaran (marketing
17 - 6
point) di lokasi lintas batas seperti Atambua (NTT), Skow (Papua), Bitung (Sulawesi Utara), Tarakan (Kalimantan Timur) dan Entikong (Kalimantan Barat) dengan tujuan untuk mempromosikan produkproduk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan mendorong arus perdagangan di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga; (3) penyelenggaraan promosi ekspor di luar negeri, seperti: Indonesia Solo Exhibition di Sharjah–Uni Emirat Arab dan Beijing–China, serta pengiriman misi dagang sebanyak 5 kali setahun terutama ke kawasan destinasi ekspor di luar Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat (non tradisional). Selain itu, dilaksanakan pula promosi ekspor di dalam negeri, seperti Pameran Produk Ekspor (PPE) yang menghasilkan transaksi dagang sebesar US$ 240 juta di tahun 2005, Jakarta International Houseware Fair (JIHF) dengan transaksi dagang sebesar US$ 1,89 juta di tahun 2005, Bali Fashion Week (BFW) dengan transaksi dagang sebesar US$ 62.000, dan pameran Inacraft dengan transaksi dagang sebesar US$ 11,12 juta; (4) peningkatan standarisasi dalam rangka meningkatkan daya saing di pasar global, seperti penerapan dan perberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, peningkatan pengawasan pelaksanaan standarisasi, dan kerjasama standarisasi baik nasional, regional, maupun internasional; (5) peningkatan kerjasama perdagangan multilateral, antara lain adalah: penandatanganan perjanjian preferensi perdagangan (preferential trade agreement) dengan anggota negara D8 pada bulan Mei 2006, perjanjian kerjasama perdagangan bebas (free trade agreement) antara negara ASEAN dan mitra, dan berbagai kesepakatan ekonomi dengan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC); (6) peningkatan kerjasama perdagangan bilateral untuk memperluas hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia, antara lain dengan Pakistan yang saat ini sedang dalam penyusunan draft preferential trading agreement in goods and rule of origin, dengan Bangladesh yang telah dituangkan dalam Joint Statement on Comprehensive Economic Partnership, dengan Iran yang ditandai dengan adanya Nota Kesepahaman atau MOU on Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP), dan dengan Jepang yang telah dinyatakan dalam Economic Partnership Agreement. Ekspor nonmigas pada tahun 2005 meningkat menjadi US$ 66,4 miliar dari US$ 55,9 miliar pada tahun sebelumnya, atau terjadi peningkatan sebesar 18,78 persen. Sementara itu, dalam kurun waktu 17 - 7
Januari-Juni 2006 nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar US$ 36,5 miliar atau naik sebesar 14,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya untuk kurun waktu yang sama. Tiga negara tujuan ekspor nonmigas utama di tahun 2006 adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura dengan kontribusi masing-masing terhadap total ekspor nonmigas Indonesia sebesar 14,51 persen; 14,27 persen; dan 10,50 persen. Di tahun 2005 dan Semester pertama 2006, nilai ekspor nonmigas Indonesia masih didominasi oleh sektor industri.
Tabel 17.3 Perkembangan Ekspor Nonmigas Indonesia
Uraian Total nonmigas Pertanian Industri Pertambangan dan lainnya
(US$ Juta ) Perubahan 2006-2005
Jan-Jun
Jan-Jun
55.939,3 66.428,4 2.496,2 2.880,2 48.677,3 55.593,6
2005 31.918,0 1.351,1 27.109,5
2006 36.513,7 1.668,7 30.508,5
(%) 14,40 23,51 12,54
4.765,8
3.457,4
4.336,5
25,43
2004
2005
7.954,6
Sumber: BPS
Di bidang persaingan usaha, berbagai langkah telah dilakukan dalam rangka mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan persaingan usaha secara lebih terintegrasi. Langkah-langkah tersebut antara lain adalah: (1) pelaksanaan harmonisasi kebijakan persaingan usaha; (2) pengembangan pranata hukum persaingan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999; (3) pengembangan kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU); (4) pelaksanaan sosialisasi UU No. 5 Tahun 1999 secara intensif di masyarakat dan instansi pemerintah sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai persaingan ke dalam strategi usaha dan kebijakan pemerintah; (5) peningkatan jaringan kerjasama dengan lembaga persaingan usaha internasional dan lembaga internasional
17 - 8
lainnya, seperti: International Competition Network (ICN), World Trade Organization (WTO), dan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). Pelaksanaan kebijakan persaingan usaha telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya persaingan usaha yang sehat semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan: (1) meningkatnya jumlah laporan yang ditangani oleh KPPU. Sejak tahun 2004 sampai dengan bulan Mei 2006, KPPU telah menerima 308 laporan, yang antara lain meliputi dugaan mengenai permasalahan tender, penguasaan pasar, penetapan harga, perjanjian tertutup, monopoli, oligopoli, jual rugi, dan penyalahan posisi dominan; (2) telah ditetapkannya 38 laporan sebagai perkara. Sampai saat ini, KPPU telah mengeluarkan 36 putusan dan 10 penetapan, dan 7 perkara sedang ditangani; (3) terwujudnya kerjasama dengan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung untuk menangani proses litigasi; (4) terselenggaranya dengar pendapat untuk mendapatkan secara langsung informasi dan data mengenai kegiatan usaha tertentu yang diduga melanggar persaingan usaha tidak sehat. Dengar pendapat telah diselenggarakan sebanyak 6 kali di tahun 2005 dan 2 kali di tahun 2006; serta (5) terselenggaranya kegiatan monitoring pelaku usaha yang dilakukan dalam rangka untuk mengetahui pelaku usaha yang berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Sampai saat ini, KPPU telah melaksanakan 35 kali monitoring dengan agenda antara lain: penetapan harga, perjanjian eksklusif, monopoli, monopsoni, kartel, kolusi, dan tindakan anti persaingan lainnya. Dalam upaya peningkatan kinerja di bidang pariwisata, langkah-langkah yang telah ditempuh selama satu tahun terakhir antara lain adalah: (1) Pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) bagi 11 negara; Visa on Arrival (VoA) bagi 52 negara; pengusulan 19 negara baru kepada Departemen Hukum dan HAM agar mendapat fasilitas VoA; dan penambahan pelayanan VoA dan Tempat Pelayanan Imigrasi khususnya jalur darat daerah perbatasan seperti Entikong, Kalimantan Barat; (2) Penetapan Inpres No. 16 Tahun 2006 tentang Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata guna mendukung peningkatan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kebudayaan dan pariwisata antarpelaku dan antarsektor, baik pemerintah maupun swasta; (3) Pemulihan citra
17 - 9
kepariwisataan Indonesia melalui (a) Familiarization trip ke daerah wisata Indonesia yang diikuti oleh tour operator/jurnalis, travel writer, wholesaler, retailer, dan airlines dari kawasan Eropa, USA, Australia, Afrika, China, India, Timur Tengah, Asia, Jepang, dan ASEAN; (b) Partisipasi pada kegiatan promosi di luar negeri, antara lain: Indonesian Night di Pattaya, Thailand; Sales Mission Jeddah di Saudi Arabia; Arabian Travel Mart di Dubai; April Spring Festival di Pyongyang, Korea Utara; ITB Berlin; India International Travel Mart; dan (c) Road show ASEAN; (4) Pendukungan pembangunan pariwisata daerah dalam pengembangan destinasi, promosi dan sumber daya manusia, seperti (a) pemberian kemudahan berinventasi di Kawasan Lombok Tourism Development Center (LTDC); (b) dukungan penyelenggaraan peringatan 600 tahun pelayaran Admiral Cheng Ho di Jawa Tengah dan Solo Exhibition di Beijing dalam rangka menarik wisatawan dari China; (c) Kampanye Sadar Wisata di destinasi unggulan; (5) pencanangan tema (branding) kepariwisataan Nusantara “Kenali Negerimu, Cintai Negerimu”; (6) Peningkatan kerja sama internasional melalui keikutsertaan di dalam ASEAN Tourism Forum, Pameran Cruise Industry terbesar di Miami, USA, East Mediteranian International Travel and Tourism Exhibition (EMITT) ke 9 di Tuyap Turki, Easter Festival 2005, kegiatan keagamaan tahunan di Afrika Selatan yang dilaksanakan di Kampong Makassar Cape South, Africa; (7) Peningkatan mutu SDM kepariwisataan dan kebudayaan melalui (a) pelatihan bagi pengusaha homestay di Jambi dan NTB; (b) ikut serta dalam penyusunan format Mutual Recognition Arrangement (MRA), Common Competency Standard of Tourism Professional di tingkat ASEAN; (c) pemberian bantuan pelatihan pada pelaku seni tradisi yang hampir punah; (d) diklat pembekalan bidang kebudayaan dan pariwisata bagi kaum agamawan; (e) diklat jurnalistik kepariwisataan; (f) diklat pembekalan di lingkungan destinasi pariwisata; (g) diklat pembekalan dalam mendukung progran Sail Indonesia; dan (8) Pelaksanaan penelitian penduduk Indonesia yag ke luar negeri (outbond) dan pengembangan pariwisata budaya; (9) Pembentukan Java Media Tourism Crisis Center pada tanggal 28 Mei 2006, yang berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi di dalam dan luar negeri, sekaligus penghimpunan bantuan dari masyarakat pariwisata untuk dapat disalurkan kepada korban pascabencana alam di provinsi D.I.
17 - 10
Yogyakarta dan Jawa Tengah, bekerjasama dengan pelaku pariwisata di kedua provinsi tersebut. Tabel 17.4 Perkembangan Wisatawan dan Perolehan Devisa Wisman*) Devisa (Juta) (US$ Miliar) 2004 5,32 4,80 2005 5,00 4,52 Jan-Mei 2005 1,68 1,85 Jan-Mei 2006 1,53 1,83 Sumber: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan BPS Tahun
Keterangan:
*) **)
Wisman Wisnus
Wisnus**) (Juta) 202,7 – –
: Wisatawan Mancanegara : Wisatawan Nusantara
Pada tahun 2005 jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia mencapai 5,0 juta orang dengan jumlah devisa yang dihasilkan sebesar US$ 4,52 miliar. Sementara itu, selama bulan Januari sampai dengan bulan Mei tahun 2006, jumlah arus wisman yang berkunjung ke Indonesia sebesar 1,53 juta orang atau turun 8,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2005. Sementara itu, perkiraan jumlah penerimaan devisa secara kumulatif dalam periode bulan Januari sampai dengan Mei 2006 sebesar US$ 1,83 miliar atau mengalami penurunan sebesar 1,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005 sebesar US$ 1,85 miliar. Perkembangan ini tidak terlepas dari dampak negatif dari berbagai faktor global dan domestik terutama dalam aspek keamanan, kesehatan, dan bencana yang akhir-akhir ini melanda Indonesia. III.
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Berbagai upaya tindak lanjut masih diperlukan untuk tetap meneruskan upaya peningkatan investasi adalah sebagai berikut:
17 - 11
1)
Menjaga stabilitas perekonomian dan keamanan melalui koordinasi antar Kementrian/Lembaga untuk mewujudkan iklim investasi yang lebih kondusif.
2)
Memberikan kepastian hukum dalam berusaha melalui pembenahan peraturan perundangan yang terkait dengan investasi termasuk peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Penanaman Modal yang baru, dan diharapkan dapat diundangkan pada tahun 2006.
3)
Adanya insentif yang lebih menarik bagi kegiatan investasi terutama untuk bidang usaha strategis/prioritas pembangunan dan mendorong terjadinya pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah melalui kegiatan investasi.
4)
Mendorong peningkatan ekonomi di daerah dengan membentuk daerah cepat tumbuh melalui Kawasan Ekonomi Khusus Investasi (KEKI).
5)
Mendorong kegiatan investasi di bidang infrastruktur terutama percepatan penyediaan tenaga listrik bagi kebutuhan industri/investasi.
6)
Melakukan promosi investasi yang terintegrasi dan efektif baik di dalam maupun di luar negeri dalam rangka memperbaiki citra Indonesia sebagai daerah tujuan investasi.
7)
Melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan investasi agar lebih efisien dan proses perizinan baik di tingkat pusat maupun daerah dapat dipercepat.
8)
Meningkatkan pengendalian pelaksanaan dan fasilitasi terhadap kegiatan investasi yang telah disetujui Pemerintah, sehingga terjadi peningkatan realisasi baik dalam rangka PMA maupun PMDN.
Upaya tindak lanjut yang diperlukan untuk peningkatan ekspor nonmigas adalah: 1)
Peningkatan efisiensi perdagangan melalui pengembangan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien. Langkah ini diperlukan untuk mewujudkan integrasi pasar secara nasional, menjaga kelancaran distribusi barang, sekaligus memperkecil
17 - 12
disparitas harga antar daerah, mengurangi fluktuasi harga dan menciptakan margin distribusi yang proporsional antara petani/produsen, pedagang dan konsumen, dengan sasaran akhir tersedianya barang sesuai kebutuhan pasar pada tingkat harga yang wajar. 2)
Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (Timnas PEPI) akan segera melakukan promosi terpadu di bidang pariwisata, perdagangan dan investasi sebagai upaya untuk meningkatkan volume ekspor di pasar ekspor tradisional (Amerika, Jepang, dan Singapura) serta untuk membuka peluang ekspor di pasar ekspor nontradisional.
3)
Peningkatan pengamanan pasar dalam negeri dan perlindungan konsumen. Pengamanan pasar dalam negeri dilakukan dengan mengimplementasikan secara konsekuen sistem pengawasan barang beredar dan jasa melalui 6 parameter, yaitu: penerapan SNI, label, klausula baku, cara menjual, periklanan dan fasilitas purna jual. Peningkatan perlindungan konsumen dilakukan melalui: sosialisasi UU Perlindungan Konsumen, pengembangan kelembagaan perlindungan konsumen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta meningkatkan tertib ukur.
4)
Pendirian kantor ITPC baru di 5 (lima) kota dagang dunia akan dilaksanakan di tahun 2006 dan di 9 (sembilan) kota dagang dunia lainnya akan dilaksanakan pada tahun 2007. Pendirian ITPC ini akan dititikberatkan pada terobosan pasar-pasar nontradisional, peningkatan akses pasar, serta hasil-hasil penelitian pasar (market intelligence) yang lebih informatif.
5)
Pengembangan dan penguatan lembaga pengujian mutu barang dan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri melalui penyelenggaraan pameran, baik di tingkat nasional maupun di daerah, dengan menampilkan produk-produk unggulan skala nasional dan daerah, agar masyarakat dapat mengetahui, mencintai dan mengkonsumsi produksi dalam negeri serta mengurangi konsumsi barang impor.
6)
Peningkatan efisiensi sistem perdagangan luar negeri melalui peningkatan transparansi kebijakan, pelayanan publik yang prima, serta penyederhanaan biaya dan prosedur ekspor. 17 - 13
7)
Peningkatan daya saing dan citra produk ekspor Indonesia melalui merek dagang, peningkatan mutu barang, serta variasi produk yang kompetitif.
8)
Optimalisasi manfaat perjanjian/kerjasama perdagangan internasional sebagai sarana untuk mendorong ekspor nonmigas dan menerobos pasar-pasar nontradisional.
Di bidang persaingan usaha, langkah-langkah tindak lanjut masih diperlukan untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha. Tindak lanjut tersebut antara lain adalah: (1) meningkatkan kualitas keahlian penyelidik di KPPU dan penyempurnaan panduan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi penegakan hukum persaingan usaha; (2) melaksanakan pengembangan kebijakan persaingan usaha yang antara lain adalah: finalisasi naskah akademis dalam rangka merevisi UU No. 5 Tahun 1999, kajian penanganan perkara, dan peningkatan upaya harmonisasi kebijakan persaingan; (3) meningkatkan pemahaman dan minat pendalaman publik terhadap nilai-nilai persaingan usaha; (4) mengembangkan sumber daya manusia sebagai upaya untuk memperkuat kelembagaan KPPU; (5) mengembangkan sistem informasi; serta (6) melakukan pengendalian internal KPPU. Dalam rangka meningkatkan kinerja pariwisata, tindak lanjut yang diperlukan terutama adalah (1) Pengembangan pemasaran pariwisata melalui (a) pengembangan sarana dan prasarana promosi pariwisata, (b) peningkatan promosi pariwisata ke luar negeri, (c) peningkatan promosi pariwisata dalam negeri, (d) pengembangan informasi pasar wisatawan, (e) pendukungan pengembangan kebijakan pemasaran dan promosi pariwisata daerah, (f) optimalisasi koordinasi pelaksanaan pemasaran pariwisata, (g) peningkatan kerja sama promosi antar pelaku pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri, (h) peningkatan citra kepariwisataan nasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan (i) peningkatan pemanfaatan media elektronik dan teknologi informasi sebagai media promosi; (2) Pengembangan destinasi pariwisata melalui (a) fasilitasi pengembangan destinasi pariwisata unggulan, (b) pendukungan pengembangan daya tarik pariwisata daerah, (c) perintisan pengembangan destinasi pariwisata, (d) pengembangan usaha dan investasi pariwisata dengan memberikan memberikan kemudahan 17 - 14
investasi di bidang pariwisata, (e) pemberdayaan masyarakat di destinasi pariwisata, (f) pengembangan standardisasi pariwisata, (g) optimalisasi koordinasi pembangunan pariwisata, (h) peningkatan daya saing produk pariwisata terutama wisata bahari dan budaya di KTI dan pengembangan wisata MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions); dan (3) pengembangan kemitraan melalui (a) pengembangan dan peningkatan profesionalisme dan daya saing SDM Pariwisata; (b) peningkatan kualitas hasil penelitian dan pengembangan pariwisata.
17 - 15