1
BAB 1 PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh dan terhindar dari terpaan angin, ombak besar dan badai secara langsung di lautan1, tetapi juga penghubung antara jalur darat (pedalaman) dengan jalur maritim dan menghubungkan antarjalur maritim antara wilayah satu dengan wilayah lain. Begitu juga dengan Pelabuhan Semarang yang menjadi penghubung antarpusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar, serta penghubung antarpelabuhan, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Pelabuhan Semarang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Semarang pada masa Kerajaan Mataram Kuno di abad ke-8 Masehi merupakan bandar utama dari kerajaan tersebut. Akan tetapi, letak pelabuhannya tidak seperti sekarang ini. Pelabuhan tersebut terletak di kaki Bukit Candi yang sekarang dikenal dengan nama Bergota.2 Pelabuhan tersebut mengalami kemunduran karena pengendapan lumpur sehingga perairan pelabuhan menjadi dangkal, yang salah satu sebabnya adalah letusan Gunung Merapi pada tahun 1006 M.3 Pelabuhan Semarang mulai
1
A.B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17, (Depok: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 95-96. 2
Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: PemogokanPemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”, Disertasi, Vrije Universiteit, 2008. 3
Ibid.
2
dikembangkan secara modern oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Pengembangan secara modern tersebut dimaksudkan untuk menopang kegiatan perdagangan internasional di Indonesia sebagai koloni Belanda. Selain itu, juga untuk mengurangi pengaruh pelabuhan Singapura ke wilayah koloni Belanda di Indonesia bagian Timur. 4 Singapura dipandang oleh Belanda sebagai kepanjangan tangan Kerajaan Inggris untuk melakukan ekspansi ekonomi ke wilayah Hindia Belanda.5 Dalam kenyataannya, Singapura bukan hanya basis ekonomi Kerajaan Inggris di Asia Tenggara, namun juga menjadi basis orangorang Tionghoa. Persekutuan antara Inggris dan orang-orang Tionghoa menjadi ancaman bagi kepentingan Belanda di koloninya di wilayah Indonesia.6 Hal tersebut tentu sangat membahayakan koloni Belanda di Indonesia. Secara politis memang Indonesia adalah jajahan dari Belanda namun secara ekonomis batasbatas politis tersebut hampir-hampir kabur. Berbicara mengenai perdagangan internasional, pecahan-pecahan politis dalam bingkai sebuah negara dapat tersatukan lebih luas lagi dalam sebuah bingkai perdagangan. Pada saat itu Singapura tampil sebagai penerus dan ahli
4
Howard Dick, “Perdagangan Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan Timbulnya Suatu Perekonomian Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 410; Lihat juga, Howard Dick, Industri Pelayaran di Indonesia: Kompetisi dan Regulasi. (Jakarta:LP3ES, 1990), hlm. 10. 5
6
Ibid.,hlm, 406.
Wong Lin Ken, “Singapore: Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”, Journal of Southeast Asian Studies, National University of Singapore dan Cambridge University Press, Nomor 1, Maret 1978, hlm. 66.
3
waris dari emporium Malaka,7 sangat memungkinkan untuk menyedot seluruh perdagangan ekspor-impor dari koloni Belanda di Indonesia ke dalam pengaruhnya. Oleh karena itu, Belanda berupaya sekuat mungkin untuk membatasi pengaruh Singapura ke koloninya di Indonesia.8 Salah satu upaya Belanda dalam mengurangi pengaruh Inggris tersebut adalah dengan membuka beberapa pelabuhan-pelabuhan bebas dan terbuka di koloninya di Indonesia.9 Akan tetapi, kekuatan yang dikerahkan oleh Belanda tidak banyak berdaya untuk mengalihkan perdagangan dari Singapura, karena peran Singapura telah mendominasi sirkulasi perdagangan di Asia Tenggara. 10 Penerapan kebijakan Belanda tersebut memang sedikit memperlambat pengalihan perdagangan ke Singapura, namun tetap saja hal tersebut tetap terjadi. Kebijakan Inggris di Singapura dalam menurunkan tarif bea pada tahun 1866 dan mulai berkembangnya pelayaran berjadwal pada tahun 1870 dan 1890, menyebabkan perdagangan di Singapura mengalami kenaikan tiga kali lipat dari 7
Howard Dick, op.cit,.hlm.408
8
Ibid.,hlm, 406
9
Bambang Subiyakto, ”Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara: Tinjauan historis tentang transportasi air abad XIX”, (Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UGM,2000), hlm.166; Lihat juga, Howard Dick “Perdagangan Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan Timbulnya Suatu Perekonomian Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 406. Pelabuhan yang dibuka sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh Belanda yaitu di Riau (1829), Pontianak dan Sambas (1834), Sukadana di Kalimantan Selatan (1837), Makassar (1847), Manado (1848) dan Ambon, Banda serta Ternate (1852) 10
Edward Poelinggomang, Makassar Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan Perdagangan Maritim. (Jakarta: KPG, 2002), hlm. 66.
4
tahun-tahun sebelumnya.11 Hal tersebut mengakibatkan perdagangan dari koloni Belanda di Indonesia bertahan ke Singapura. Penyebab lain adalah karena perhatian Belanda selama ini hanya tertuju pada Pulau Jawa saja, sehingga mengabaikan kepentingan komersialnya terutama di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.12 Pada tahun 1830, pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan penanaman wajib atau Cultuurstelsel di Jawa dan beberapa daerah di Sumatera. Kebijakan tersebut memberikan dampak positif bagi peningkatan neraca perdagangan di pelabuhan Semarang dalam mengekspor hasil komoditi-komoditi agraris dari Jawa Tengah. Pelabuhan Semarang berkembang menjadi pelabuhan utama di Jawa Tengah, terutama saat dibukanya jalur-jalur kereta api yang menghubungkan antara pusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah dengan pelabuhan Semarang.13 Sirkulasi perdagangan antara pedalaman dengan pelabuhan Semarang dan pasar semakin menggeliat. Geliat ekonomi tersebut tidak berbanding lurus dengan jumlah muatan yang dapat diangkut melalui pelabuhan Semarang. Kapal-kapal yang dapat singgah di dermaga pelabuhan Semarang maksimal sebesar 500 ton, sedangkan untuk kapal-kapal yang beratnya diatas 500 ton harus bersandar di laut sejauh 3-4 11
Howard Dick.,op.cit,.hlm, 407; Lihat juga Wong Lin Ken, “Singapore: Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”, Journal of Southeast Asian Studies, National University of Singapore-Cambridge University Press, Nomor 1, Maret 1978, hlm. 66. 12
Howard Dick, Ibid.,hlm, 406.
13
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm, 29.
5
mil dari garis pantai. Pelabuhan Semarang memiliki kedalaman pantai sedalam 2, 8 meter, lebih dangkal daripada Pelabuhan Surabaya yang memiliki rata-rata kedalaman air 8,5-11,5 meter sehingga kapal-kapal besar dengan tonase diatas 500 ton dapat merapat ke dermaga. 14 Hal tersebut diakibatkan oleh endapan lumpur dan pendangkalan perairan pelabuhan yang begitu cepat, sehingga jarak untuk merapat kapal semakin menjauh. Pendangkalan perairan pelabuhan menurut A.B Lapian disebabkan karena endapan lumpur yang dibawa oleh arus sungai dari daerah pegunungan.
15
Akibat ketidakmampuan kapal-kapal diatas 500 Ton merapat ke dermaga di pelabuhan Semarang, bongkar-muat barang harus menggunakan kapal tongkang yang lebih kecil dengan menggunakan jasa kuli tongkang terampil (kelasi).16 Di pelabuhan Semarang pada tahun 1850 hingga 1861, kelasi-kelasi tersebut di bawah penguasaan Kapitan Benggala.17 Jauh sebelum pelabuhan dibuat secara modern oleh pemerintah Hindia Belanda, hubungan dagang antara pelabuhan Semarang dengan wilayah-wilayah lain di Kepulauan Nusantara khususnya Kalimantan, Sulawesi telah terjalin jauh
14
Agustinus Supriyono, Ibid, hlm. 4.
15
A.B. Lapian.,op.cit.,hlm, 96.
16
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 5.
17
Arsip Karesidenan Semarang No.3495, Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
6
sebelum VOC berkuasa.18 Perdagangan memiliki sifat internasionalis yang tidak mengenal batas-batas politik. Meskipun secara politik terpecah-pecah namun, dengan perdagangan dapat disatukan. Dalam hubungan dagang ini, pelabuhan Semarang merupakan jalan ekspor komoditas beras dari Jawa untuk daerah Sulawesi, pada tahun 1720-an sebanyak 9000 pikul beras dari Jawa masuk ke Sulawesi melalui pedagang Tionghoa.19 Hal senada juga dikemukan oleh Burger bahwa beras dapat masuk kedalam lalu lintas perdagangan berkat peranan orangorang Tionghoa didalamnya. 20 Gerrit Knaap menyebutkan pada tahun 1774-1777 jumlah pelayaran di pelabuhan Semarang lebih banyak daripada pelayaran di pelabuhan Jakarta.21 Akan tetapi, seiring perkembangan, keramaian dari pelabuhan Semarang hampirhampir semakin berkurang dibanding pelabuhan Jakarta. Dari data perdagangan ekspor-impor regional Jawa Tengah pada tahun 1931, nilai ekspor Jawa Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah 92 persen, sedangkan nilai impor Jawa Tengah melalui pelabuhan Semarang 18
Jeroen Touwen, Extreme in The Archipelago: Trade and economic development in the Outer Islands of Indonesia, 1900-1942, (Leiden: KITLV Press, 2001). 19
Gerrit Knaap dan Heather Sutherland, Monsoon Traders: Ships, Skippers and Commodities in Eighteenth Century Makassar, (Leiden: KITLV Press, 2004), hlm. 149. 20
D.H Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, (Djakarta: P.N Pradnja Paramita, 1960), hlm. 163. 21
Gerrit Knaap, Shallow Waters, Rising Tide, (Leiden: KITLV Press, 1996), hlm. 45. Jumlah pelayaran di pelabuhan Semarang dari tahun 1774-1777 mencapai 1744 pelayaran, sedangkan di pelabuhan Jakarta hanya 1717 pelayaran.
7
mencapai 65 persen.22 Angka tersebut terpaut tidak begitu jauh dengan Jawa Barat, yang nilai ekspor melalui Pelabuhan Jakarta mencapai 92 persen dan nilai impornya 79 persen dari total rata-rata di kawasan masing-masing.23 Ekspor utama pelabuhan Semarang adalah gula yang berasal dari karesidenankaresidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa pelabuhan Semarang memegang peranan terpenting sebagai penghubung antara pusat produksi dengan pasar atau dengan kata lain menghubungkan antara produsen kepada konsumen. Relasi antara ketiganya bersifat mutualisme dan saling mendukung dan berkaitan erat. Pedalaman di Jawa Tengah merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan perkembangan pelabuhan Semarang. Selain sebagai pusat-pusat produksi, pedalaman juga merupakan pasar bagi komoditi-komoditi impor yang didatangkan melalui pelabuhan Semarang. Pedalaman bertindak seperti dua sisi mata uang, baik sebagai produsen maupun konsumen. Interaksi ekonomi yang terjadi antara elemen-elemen ini menciptakan suatu jejaring perdagangan yang lebih luas, karena tidak hanya menghubungkan antar pusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah tetapi juga antara pusat-pusat produksi dengan pasar, sehingga dari sekian banyak jejaring perdagangan tersebut yang telah berproses,
22
Adrian Clemens, J.Th Lindblad dan Jeroen Touwen, Changing Economy Indonesia Volume 12b Regional Pattern in Foreign Trade 1911-1940, (Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1992), hlm. 24-25 23
Ibid.
24
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 38.
8
menciptakan suatu integrasi ekonomi dalam bingkai sebuah perdagangan. Timbulnya integrasi ekonomi ini dipicu salah satunya oleh saling ketergantungan atas suatu produk. Faktanya bahwa setiap wilayah tidak mampu memenuhi kebutuhan produk konsumsinya, sehingga memerlukan perdagangan sebagai wadah untuk mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut. Pedalaman-pedalaman di Jawa Tengah sebagai pusat produksi merupakan modal utama bagi pelabuhan Semarang dalam memainkan peranannya sebagai jalur ekspor. Begitu juga sebaliknya pelabuhan Semarang memegang peranan penting dalam membuka perdagangan impor dari wilayah lain yang akan didistribusikan ke penjuru pedalaman di Jawa Tengah. Selain itu pelabuhan Semarang juga berfungsi sebagai pelabuhan gudang (Entrepot).25 Berbicara mengenai perdagangan di Indonesia, tentu tidak bisa dilepaskan dari peranan orang-orang Tionghoa dalam membentuk kegiatan ekonomi di Indonesia. Sejak abad ke-15 warga Tionghoa telah ada di Semarang.
26
Hingga
tahun 1672 warga Tionghoa sudah lebih banyak dan bermukim dengan rumahrumah tembok di Semarang.
27
Hampir semua tempat di Indonesia, warga
Tionghoa mengambil tempat di bidang perdagangan.
25
Supriyanto,” Pelayaran dan Perdagangan di Pelabuhan Palembang 18241864”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM , 2001, hlm, 85. 26
Donald Earl Willmott, The Chinese of Semarang: A Changing Minority Community in Indonesia. (Ithaca: Cornel University Press, 1960). 27
hlm. 14.
Liem Thian Joe, Riwayat Semarang, (Jakarta: Hasta Wahana, 2004),
9
Integrasi ekonomi yang dapat menghubungkan antar pusat-pusat produksi di pedalaman dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar dapat terjadi atas peranan pelabuhan. Simpul-simpul ekonomi inilah dapat terhubung melalui pelabuhan Semarang. Dari latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi mengenai peran pelabuhan Semarang dalam mengintegrasikan perekonomian di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP Secara teoritik, hubungan antara hinterland (pedalaman), foreland (seberang) dan market (pasar) dapat terjalin dengan erat karena keberadaan pelabuhan. Interaksi perdagangan disini muncul karena saling membutuhkan. Suatu wilayah tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri, sehingga perlu bertukar (berdagang) dengan wilayah lain. Dari sinilah pelabuhan memainkan peranannya sebagai jalan masuk dan keluar bagi komoditi-komoditi perdagangan. Begitu pula dengan pelabuhan Semarang berperan menghubungkan pusat-pusat produksi dengan pasar. Dengan demikian neraca perdagangan menjadi hal yang sangat penting bagi pertumbuhan pelabuhan Semarang. Neraca perdagangan (ekspor-impor) yang dimaksud adalah neraca perdagangan ke luar negeri. Sejak ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1825, tidak hanya kapal-kapal dari wilayah lain di Kepulauan Indonesia, namun juga kapal-kapal berbendera asing yang banyak singgah di pelabuhan Semarang. Hal tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusankeputusan politis dari pemerintah Hindia Belanda yang sangat menentukan
10
perkembangan pelabuhan Semarang berikutnya, terlebih pelabuhan Semarang berada di kota pemerintahan kedua setelah Jakarta. Persekutuan antara kepentingan politis dan ekonomis tersebut menciptakan sebuah rumusan yang menjadi faktor keberuntungan pelabuhan Semarang. Dengan demikian sejauh manakah dan dalam hal apakah peran pelabuhan Semarang dalam merajut jejaring simpul-simpul ekonomi untuk mendorong integrasi ekonomi nasional? Guna memudahkan dalam pembahasan maka diuraikan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian yakni: Bagaimanakah kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola pelabuhan Semarang? Mengapa pelabuhan Semarang bisa berkembang menjadi salah satu titik integratif ekonomi nasional? Apa saja komoditi-komoditi yang diperdagangkan disini? Dari mana asal komoditikomoditi tersebut? Sejauh manakah relasi antara pelabuhan Semarang dengan pusat produksi dan pasar? Siapakah para pelaku dalam aktivitas perdagangan di pelabuhan Semarang? Seperti apakah rute pelayaran perdagangan eksporimpornya?
Sejauh manakah hubungan antara pelabuhan Semarang dengan
pelabuhan-pelabuhan lain? Cakupan waktu tema ini dimulai pada tahun 1825, yaitu ketika pelabuhan Semarang bersama dengan pelabuhan Jakarta, dan Surabaya pada tahun 1825 dibuka sebagai pelabuhan bebas bagi semua kapal asing. Hal tersebut merupakan reaksi terhadap munculnya pelabuhan bebas di Singapura oleh pemerintah Inggris, sehingga dikhawatirkan perdagangan koloni Belanda di Indonesia tersedot ke
11
Singapura, karena jalur ekspor-impor akan dikuasai oleh pelabuhan Singapura.28 Atas aneksasi ilegal ini pemerintah Hindia Belanda di Jakarta mengumumkan untuk membuka pelabuhan-pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan bebas dan mengumumkan pemberlakuan bebas bea. Akan tetapi, tidak berlaku bagi barang dagangan dari Britania dan kain dari negara asing lain dan mewajiban pajak sebesar 25 persen.29 Pada tahun ini pula meletus perang yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro (Perang Jawa) melawan pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut sangat menguras kas keuangan pemerintah Hindia Belanda, karena sebetulnya pemerintah Hindia Belanda tidak mempunyai kontrol yang baik di daerah-daerah pedalaman Jawa, sehingga uang sangat diperlukan untuk menghadapi pasukan Diponegoro. Di Negeri Belanda sendiri pada tahun ini terjadi kemelut perang kemerdekaan Belgia, yang menyebabkan Belanda kehilangan sebagian penghasilan dari tanah di Belgia. Dengan beberapa faktor tersebut, sepertinya pemerintah Hindia Belanda di Jakarta tidak ingin bertambah kehilangan sumber-sumber ekonomi di koloninya di wilayah akibat ulah pemerintah Inggris di Singapura tersebut. Cakupan akhir tema ini adalah tahun 1939, karena pada tahun ini perekonomian Indonesia terutama dari sektor perdagangan luar negeri mulai menunjukkan perbaikan akibat keguncangan krisis yang melanda dunia pada 28
Indriyanto, “Pelabuhan Rembang 1820-1900 (Profil Pelabuhan Kecil dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah Rembang)”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 1995, hlm. 100. 29
J.S. Furnivall, Hindia Belanda : Studi tentang ekonomi majemuk, (Jakarta: Freedom Institute, 2009), hlm. 111.
12
tahun 1928. Hal ini juga berpengaruh pada pergerakan neraca perdagangan di pelabuhan Semarang. Dari rentang waktu yang panjang tersebut dapat dipaparkan bagaimana
pelabuhan
Semarang
berfungsi
sebagai
integratif
dalam
mengintegrasikan ekonomi nasional. Selain itu selama rentang tersebut telah memperlihatkan sebuah siklus ekonomi. Pelabuhan Semarang dipilih sebagai lokasi dari penulisan penelitian ini karena pelabuhan ini merupakan pelabuhan terbesar di wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan produksi yang tinggi.
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan tema ini adalah menjelaskan mengenai fungsi integratif pelabuhan Semarang sebagai salah satu yang mengintegrasikan ekonomi nasional. Pelabuhan Semarang mempunyai posisi strategis dalam proses integrasi ekonomi nasional. Fungsi tersebut jarang disentuh pada penulisan yang berkaitan dengan pelabuhan dan kebanyakan hanya membahas sebatas perkembangan pelabuhan saja. Selain itu penelitian ini diharapkan akan memperkaya perbendaharaan historiografi Indonesia khususnya yang berkaitan dengan sejarah ekonomi pada era kolonial. Lebih jauh lagi tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk menggambarkan peta jejaring perdagangan dari dan ke pelabuhan Semarang pada periode tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menganalisa struktur dan alur perdagangan di pelabuhan Semarang untuk mengkaji potensi-potensi selanjutnya.
13
D. TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan sangat erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat yang bersangkutan. Semakin kompleks suatu masyarakat maka semakin beragam pula modus dan tata cara perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Suatu perdagangan akan hidup jika memiliki respons dari beberapa arah. Maksudnya adalah interaksi perdagangan yang berlangsung berasal dari lebih dari dua pelaku, sehingga perdagangan tidak hanya termonopoli oleh satu pihak saja. Pola perdagangan disini adalah proses tukar menukar barang antara pedagang dengan pembeli baik itu pribumi lokal, pribumi dari pulau lain, timur asing, dan mancanegara. Dalam bukunya ini Gusti Asnan menggambarkan dengan jelas bagaimana pola perdagangan, hubungan antara daerah pantai dengan pedalaman atapun wilayah lain.30 Hubungan antara daerah pantai sebagai entrepot dengan wilayah pedalaman merupakan hubungan tradisional karena ikatan teritorial, sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sudah terjalin sejak lama. Kegiatan perdagangan maritim di Indonesia
merupakan bagian yang
integral dari sejarah perekonomian Indonesia. Dalam kegiatan ini pembentukan ekonomi nasional dirajut melalui jejaring perdagangan interinsuler dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia, baik oleh pribumi, swasta asing, pemerintah maupun vreemde oosterlingen terutama orang Tionghoa. Kegiatan perdagangan adalah urat nadi bagi keberlangsungan suatu negara. Sistem ekonomi kelautan ini memberi dampak yang luas bagi masyarakat, baik secara ekonomis, sosial dan
30
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 143.
14
politis. Aktivitas perdagangan di pelabuhan menjadi sangat dinamis. Tidak hanya tentang jual-beli namun, kriminalitas, pedagang pendatang, dan kekerasan.
31
Dalam hal tersebut, pelabuhan Semarang juga memiliki peranan didalamnya. Sebelum tahun 1859 hanya Pelabuhan Semarang, Jakarta dan Surabaya yang mampu melayani perdagangan dan pelayaran swasta terkait sarana-prasarana yang ada. Pada tahun 1859 oleh pemerintah dibukalah 19 pelabuhan kecil untuk perdagangan bebas dalam artian pihak swasta turut ambil bagian.
32
Kedua tesis
mengenai pelabuhan-pelabuhan yang ada di sekitar pelabuhan Semarang ini menggambarkan begitu jelas bagaimana peranan mereka dalam aktivitas ekonomi di masing-masing wilayah. Secara substansial kedua tesis ini hampir sama. Berdasarkan buku Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 18301900, sebuah disertasi dari Djoko Suryo di Monash University dijelaskan mengenai sejarah sosial di Semarang yang memaparkan mulai dari kondisi penduduk, politik, ekonomi sampai pelayanan umum di Semarang. 33 Buku ini memang tidak secara jelas menjelaskan tentang pelabuhan, akan tetapi sedikit didalamnya juga disinggung mengenai kegiatan perekonomian di pelabuhan Semarang. Buku ini sangat komprehensif dalam menjelaskan mengenai kondisi 31
Djoko Dwiyanto, “Kota Pelabuhan Jepara Pada Awal Abad XVIII”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2004, hlm. 150. 32
Singgih Tri Sulistiyono, “Perkembangan Pelabuhan Cirebon dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Cirebon 1859-1930” Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 1994, hlm. 92. 33
Djoko Suryo, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 18301900, (Yogyakarta: PAU UGM,1989).
15
masyarakat Semarang pada masa Tanam Paksa sampai akhir masa liberal di Indonesia. Robert van Niel dalam bukunya Java’s Northeast Coast 1740-1840 menggambarkan bagaimana dominasi kolonial dalam aspek politik, sosial dan terlebih lagi masalah ekonomi. Dalam buku ini dipaparkan satu per satu komoditas-komoditas unggulan yang laku dipasaran ekspor dunia. Hal ini merupakan langkah dari kebijakan kolonial menjadikan Jawa sebagai potensi yang menguntungkan bagi pendapatan finansial kolonial.34 Kawasan pantai bukan hanya sebagai pelabuhan kapal-kapal yang hendak melakukan kegiatan eksporimpor namun juga sebagai penghasil komoditas ikan laut. Seperti yang dikemukakan Masyuri dalam bukunya Menyisir Pantai Utara, wilayah ini potensial sebagai penghasil ikan yang laku sebagai komoditas ekspor. 35 Meskipun keduanya tidak secara khusus membahas tentang pelabuhan Semarang namun, apa yang dipaparkan dalam kedua buku ini dapat menggambarkan potensi-potensi yang dimiliki kawasan Pantai Utara Jawa sebagai penghasil komoditas-komoditas perdagangan selain sebagai pintu gerbang perdagangan maritim di Jawa bagian Tengah.
34
Robert van Niel, Java’s Northeast Coast 1740-1840, (Leiden: CNWS Publications, 2005),hlm. 394. 35
Masyuri, Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama dan KITLV, 1996).
16
Buku paling komprehensif mengenai integrasi ekonomi melalui jejaring pelabuhan adalah disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono. 36 Buku ini menguraikan secara detail mengenai proses pengintegrasian ekonomi nasional melalui Jaringan Laut Jawa. Selain itu, integrasi ekonomi keluar dapat dilakukan dengan dukungan pelayaran yang memadai. Dalam disertasinya Campo memaparkan dengan sempurna peranan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij)37, sebuah perusahaan pelayaran kerajaan yang mengintegrasikan seluruh jejaring pelayaran di Indonesia. Akan tetapi, pelabuhan Semarang tidak masuk dalam barisan utama jejaring pelayaran KPM namun demikian, keberadaan KPM telah membuat pelabuhan Semarang ikut berkembang. Secara khusus dalam bab kedua disertasi dari Agustinus Supriyono yang berjudul Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965 membahas tentang posisi pelabuhan Semarang sebagai pelabuhan ekspor bagi komoditas-komoditas agraris dari wilayah pedalaman yang laku di pasaran Eropa.38 Peranannya semakin meningkat pada masa kolonial terlebih setelah pembangunan infrastruktur berupa
36
Singgih Tri Sulistiyono, “ The Java Sea Network: Patterns in the Development of Interregional Shipping and Trade in the Process of National Economic Integration in Indonesia 1870s-1970s”, Disertasi Universiteit Leiden, 2003. 37
J.N.F.M Campo, Engines of Empire: Steamshipping and State Formation in Colonial Indonesia, (Hilversum: Uitgeverij Verloren, 1992). 38
Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: PemogokanPemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”, Disertasi Vrije Universiteit, 2008.
17
jalur kereta api yang menghubungkan dengan wilayah pedalaman di Jawa Bagian Tengah. Penjelasan yang komprehensif mengenai dunia perdagangan dari Jawa Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah artikel dari Theo Stevan. 39 Di dalam artikel ia membahas mengenai pertumbuhan pelabuhan Semarang dan hubungannya dengan wilayah-wilayah pedalaman di Jawa Tengah hingga masalah standar hidup dan gambaran kota Semarang. Selain itu buku yang secara khusus membahas tentang pelabuhan adalah disertasi karya Edward Poelinggomang yang berjudul Makassar Abad XIX: studi tentang kebijakan perdagangan maritim.
Secara komprehensif membahas
bagaimana dinamika sebuah pelabuhan besar seperti Makassar tumbuh dan berkembang sebagai bandar pelabuhan ekpor-impor yang melayani wilayah bagian timur Indonesia .40 Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa karya Susanto Zuhdi juga membahas tentang pelabuhan. Dalam buku ini dijelaskan bagaimana usaha dari pemerintah Hindia Belanda yang hendak menggantikan posisi pelabuhan Semarang yang dinilai tidak begitu menguntungkan, dengan mendirikan pelabuhan di Cilacap.41 Akan tetapi, yang dicitakan pemerintah sepertinya meleset dari perkiraan. Hal ini dikarenakan posisi 39
Theo Stevens, “Semarang, Central Java and The World Market 18701900” dalam Peter J.M Nas, The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning, (Dordrecht: Foris Publications, 1986), hlm. 56-68. 40
Edward Poelinggoemang, Makassar Abad XIX: studi tentang kebijakan perdagangan maritim, (Jakarta: KPG, 2002). 41
Susanto Zuhdi, Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta: KPG, 2008).
18
pelabuhan Cilacap yang berada di Samudera Hindia dengan gelombang laut yang ganas. Aktivitas dari suatu pelabuhan tersebut tergantung dari dukungan daerah pedalamannya. Begitu pula dengan pelabuhan Semarang yang memiliki daerahdaerah pedalaman di Jawa sebagai penghasil komoditas ekspor terutama yang laku di pasaran internasional seperti komoditas tanam paksa. Kegiatan ekpor-impor di dalam sebuah pelabuhan memilki kadar volume perdagangan dan komoditas yang berbeda-beda. Seperti halnya yang ditunjukkan oleh Pelabuhan Semarang. Dalam buku Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, Pieter Creutzberg memaparkan komoditas-komoditas dari Jawa yang laku di pasaran internasional.42 Pemaparannya dalam bentuk statistik memberikan gambaran yang jelas bagaimana fluktuasi dari volume komoditas-komoditas ekspor dari Jawa. Dalam arti luas memberikan gambaran bagaimana kondisi pada saat itu, juga didukung dengan tabel-tabel sehingga mampu dengan dengan jelas memberikan fakta-fakta yang kuat. Buku mengenai ekspor di Indonesia yang di tulis oleh Hiroyoshi Kano yang berjudul Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World Economy 1850-2000. Secara komprehensif menjelaskan tentang bagaimana karakteristik ekonomi ekspor di Indonesia menjelang masa liberal sampai millenium. Dalam kurun waktu yang panjang tersebut dijelaskan bagaimana tipikal ekonomi ekspor tiap masa yang berbeda-beda, para pelaku kegiatan ekspor dan berbagai masalah
42
Pieter Cruetzberg (Ed.), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1987),hlm. 130-142.
19
yang dihadapi dalam aktivitas ini.43 De Ontwekkeling Van Semarang Als Koloniale Uitvoerhaven Van Midden-Java Sinds 1900 en Zijn Tegenwoordige Betekenis, sebuah artikel dari Theo Stevens sedikit membahas tentang kegiatan ekspor-impor di pelabuhan Semarang. Dalam artikel ini dijelaskan pula tentang komoditas dan volume ekspor yang diperdagangkan di pelabuhan Semarang.44 Semenjak modal kapital swasta asing semakin intens masuk ke Indonesia tahun 1870, terutama ke Jawa tingkat produksi barang-barang komoditas ekspor-impor semakin tinggi.45 Produktivitas pertanian juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada umumnya komoditas-komoditas yang masuk ke Jawa adalah tekstil, makanan, minuman, cat, barang keperluan rumah tangga dan sebagainya. Sedangkan komoditas ekspor dari Jawa selain hasil perkebunan adalah kapas, minyak bumi, dan sebagainya. 46 Hal ini menunjukkan bahwa semenjak dibukanya kran modal swasta masuk ke koloni, aktivitas perdagangan di Jawa semakin meningkat, baik secara volume perdagangan maupun jenis komoditasnya.
43
Hiroyoshi Kano, Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World Economy 1850-2000, (Singapore: NUS Press, 2008). 44
Theo Steven, “De Ontwekkeling Van Semarang Als Koloniale Uitvoerhaven Van Midden-Java Sinds 1900 en Zijn Tegenwoordige Betekenis” dalam Between People and Statistics, “Essays on Modern Indonesian History Presented to Pieter Crutzberg”, (The Hague,1979),hlm. 91-100. 45
C.E Van Kesteren, “ de Handel van Java”, De Indische Gids, (LeidenE.J Brill, Dertiende Jaargang, 1891),hlm. 1270. 46
Ibid, hlm, 1271.
20
Dari tinjauan pustaka di atas dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni sejarah perkembangan kota pelabuhan, perdagangan dan integrasi. Pada kajiankajian sebelumnya tersebut yang secara khusus membahas mengenai fungsi integratif pelabuhan hanya disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono. Akan tetapi, kajian tersebut membahas secara luas fungsi integratif pelabuhan sebagai penghubung antarjalur maritim dalam proses pembentukan ekonomi nasional. Kajian mengenai hubungan antara pelabuhan Semarang dengan pusat-pusat produksi di pedalaman
yang paling komprehensif adalah artikel dari Theo
Stevens, akan tetapi pembahasannya tidak melihat kontribusi terhadap ekonomi secara makro. Dengan demikian, pembahasan mengenai fungsi integratif suatu pelabuhan, khususnya pelabuhan Semarang dengan melihat kontribusi secara makro dalam hal ini adalah pertumbuhan ekonomi nasional dan bagaimana pelabuhan tersebut menjadi salah satu titik integrasi ekonomi nasional belum dilakukan, sehingga celah ini yang dikaji dalam penelitian ini.
E. METODE DAN SUMBER Dalam penelitian sejarah diperlukan sistematika alur penulisan sejarah dalam bentuk metode. Metode sejarah menurut G.J Garraghan adalah prinsipprinsip untuk menelusuri sumber-sumber material sejarah, menilai secara kritis, dan menyajikan sebuah sintesis dalam bentuk tulisan pada umumnya dari hasil penelitian yang didapatkan. 47
47
G.J Garraghan, A Guide Historical Method, (New York: Fordham University Press, 1957), hlm. 33.
21
Penelitian memfokuskan pada studi pustaka ke berbagai perpustakaan baik tingkat lokal maupun nasional untuk menemukan sebanyak mungkin sumber dan informasi terkait, khususnya berupa arsip dan laporan pemerintah. Di antaranya seluruh perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada yang terkait, perpustakaan di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta, Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta, selain itu juga, dari Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda, Perpustakaan Universitas Sydney di Australia, dan lembaga penyimpanan arsip olahan Data Archived Networks Services di Belanda, yang merupakan
sumbangan dari kolega penulis. Dapat dikatakan bahwa
kekuatan penelitian ini berasal dari sumber tertulis.
F. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan ini terbatas pada periode kolonial. Penggunaan kata Indonesia di dalam penulisan ini, dimaksudkan untuk menghilangkan penulisan yang mengacu pada kolonial sentris. Akan tetapi tidak semua, kata Hindia Belanda lebih mengacu kepada pemerintahan resmi yang mengatur dan mengelola wilayah Indonesia sebagai jajahannya. Kata nasional dipakai untuk merepresentasikan integrasi wilayah-wilayah di Kepulauan Indonesia. Begitu pula penggunaan nama-nama daerah lebih banyak ditulis dengan penyebutan yang lazim digunakan sekarang. Penulisan ini dimulai dengan memberikan gambaran mengenai konteks kewilayahan dari pelabuhan Semarang. Dalam konteks ini dijelaskan mengenai seperti apa fondasi yang dimiliki oleh pelabuhan Semarang dalam jejaring
22
pelayaran dan perniagaan di Indonesia. Konteks ini menjadi sangat penting ketika pelabuhan Semarang bertindak sebagai integratif dalam menghubungkan sumbersumber ekonomi. Bagian ini juga dijelaskan mengenai seperti apa sebenarnya pengaruh pelabuhan Semarang di darat dan di laut, yang menjadi bagian integral dari integrasi ekonomi nantinya. Pelabuhan Semarang dapat berkembang karena adanya dukungan fasilitas dan sarana prasarana serta kebijakan dari pemerintah Hindia Belanda sendiri dalam menciptakan pelabuhan Semarang sebagai salah satu titik integrasi ekonomi nasional. Modal-modal dasar dan fondasi yang telah dimiliki oleh pelabuhan Semarang tersebut pada gilirannya akan mempermudah dalam menjadikan pelabuhan Semarang sebagai fungsi integratif untuk menyatukan simpul-simpul ekonomi dan perdagangan. Pada bagian ini dijelaskan lebih jauh mengenai bagaimana sebenarnya hubungan pelabuhan Semarang dengan pusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah. Keberadaan pelabuhan Semarang telah menghubungkan antarpusat-pusat produksi di pedalaman, tentunya dengan dukungan fasilitas seperti kereta api, sehingga menjadi sebuah kesatuan ekonomi yang solid dan potensial. Selain itu juga dibahas lebih dalam mengenai bagaimana pelabuhan Semarang dalam mengintegrasikan ekonomi nasional melalui jejaring pelabuhan-pelabuhan yang ada dihampir seluruh Indonesia. Selain itu pada bagian selanjutnya, apa yang telah dilakukan melalui pelabuhan Semarang sebagai fungsi integratif juga telah memberikan dampak keterbukaan akses ekonomi. Pusat-pusat produksi di pedalaman telah terintegrasi melalui pelabuhan Semarang dengan pasar global. Dampaknya adalah terjadi
23
peningkatan pada neraca perdagangan Indonesia melalui pelabuhan Semarang, baik dalam bentuk ekspor maupun impor. Ujung dari aktivitas tersebut adalah didapat sebuah kontribusi riil pelabuhan Semarang terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sistematika penulisan tersebut dibuat sesistematik mungkin agar dapat menjelaskan secara mudah fungsi integratif pelabuhan Semarang sebagai salah satu titik integrasi ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kesalahan dan kekurangan dalam menjelaskan masalah tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.