BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Dengan adanya pemekaran Propinsi Riau, maka pada tahun 1999 terbentuklah
Kabupaten
Natuna
dengan
kota
Ranai
sebagai
pusat
pemerintahan. Sebagai kabupaten yang sedang berkembang, Natuna sedang melengkapi kebutuhan-kebutuhan daerah dengan melakukan pembangunan disegala bidang. Dengan berlakunya UU no. 22 Tahun 1999, maka pemerintah daerah Kabupaten Natuna memiliki hak penuh untuk mengembangkan pariwisata di Kabupaten Natuna secara optimal, sehingga pendapatan daerah dari sektor pariwisata dapat menjadi sumber pemasukan yang cukup signifikan nilainya, setelah pemasukan dari sektor migas1. Berwisata merupakan sebuah kegiatan yang dibutuhkan oleh manusia dalam usahanya untuk menyegarkan kembali kondisi fisik dan rohani, setelah jenuh dalam melakukan rutinitasnya. Ditengah kesibukan aktivitas ekonomi dan pemerintahan, Pantai Tanjung telah menjadi salah satu tujuan wisata masyarakat kota Ranai dan sekitarnya. Adapun tujuan pengunjung yang datang ke pantai Tanjung ialah: fishing, swimming, bersepeda santai, balapan sepeda motor atau sekedar menikmati pemandangan laut. Kedekatan lokasi dari pusat kota, kemudahan pencapaian karena sudah tersedianya jaringan 1
Bappeda Kabupaten Natuna,”RTB Kawasan Obyek Wisata Pantai Tanjung, 2001”, hal.II-30.
1
jalan yang cukup baik, topografi pantai yang landai dan adanya fasilitas pendukung (meskipun fasilitas yang ada masih sangat minim, yaitu hanya berupa fasilitas perdagangan/warung makan), merupakan alasan pengunjung untuk menjadikan Pantai Tanjung sebagai tujuan wisata. Jumlah pengunjung yang datang dari kota Ranai dan sekitarnya belum teridentifikasi dengan jelas. Melalui pengamatan langsung, ± 150 pengunjung yang datang untuk berekreasi pada akhir pecan( sabtu dabn minggu). Sedangkan selain akhir pekan, diperkirakan ± 35 pengunjung perhari. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Natuna menurut kebangsaan ialah sbb: Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Mancanegara
NO.
KEBANGSAAN
2001
2002
2003
2004
1.
ASEAN
870
-
862
903
2.
ASIA
798
-
824
877
0
-
0
0
(NON ASEAN) 3.
AMERIKA
4.
EROPA
204
-
178
308
5.
AUSTRALIA
40
-
32
35
6.
LAINNYA
1
-
37
-
JUMLAH
1.913
Tidak
1.933
2.123
ada data Sumber : Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata, Kab. Natuna.
2
Pantai Tanjung belum dikembangkan sebagai sebuah kawasan tujuan wisata domestik maupun mancanegara. Keberadaan wisata di pantai Tanjung tumbuh secara spontan, tanpa dilengkapi fasilitas yang dapat mendukung aktivitas pengunjung. Target Pemda untuk mengembangkan Pantai Tanjung sebagai daerah tujuan wisata dari luar daerah maupun dari mancanegara sulit tercapai apabila belum adanya pengelola khusus pada obyek wisata serta tidak adanya sarana dan prasarana untuk melayani aktivitas pengunjung. Dalam wisata pantai, keindahan alam merupakan atraksi wisata yang utama. Namun salah satu atraksi yang dapat menarik wisatawan ialah kebudayaan daerah setempat (kesenian, upacara adat, kerajinan tangan dan lain-lain). Kepulauan Natuna adalah bagian dari Propinsi Kepulauan Riau, dimana mayoritas masyarakatnya merupakan suku bangsa Melayu. Untuk memenuhi kebutuhan akan wadah beraktivitas dalam berwisata, Pemda Kabupaten Natuna memberi anjuran agar dapat menonjolkan arsitektur tradisional Melayu sebagai acuan dalam mendesain fasilitas-fasilitas yang akan dikembangkan di kawasan wisata pantai Tanjung. Arsitektur tradisional Melayu ini ditampilkan untuk menciptakan ciri khas kawasan, mengenalkan arsitektur daerah kepada wisatawan dan melestarikan arsitektur tradisional.
1. 2
Rumusan Masalah Bagaimana merancang Fasilitas Wisata Di Pantai Tanjung Kabupaten Natuna yang dapat mewadahi aktivitas wisata, dengan melakukan transformasi prinsip-prinsip perancangan arsitektur tradisional Melayu Riau.
3
1. 3
Tujuan Merancang Fasilitas Wisata di Pantai Tanjung Kabupaten Natuna yang dapat mewadahi aktivitas wisata di Pantai Tanjung dengan mengacu pada prinsip-prinsip perancangan arsitektur tradisional Melayu Riau.
1. 4
1. 5
Sasaran •
Melakukan studi tentang fasilitas wisata pantai
•
Melakukan studi tentang wisata Pantai Tanjung
•
Melakukan studi tentang arsitektur tradisional Melayu
Lingkup pembahasan •
Fasilitas wisata dibatasi pada wisata pantai
• Pantai Tanjung dibatasi pada hal yang berhubungan kawasan wisata • Arsitektur Melayu dibatasi pada pola perkampungan, penggunaan material, sistem struktur, ragam hias dan bentuk atap.
1. 6
Metode
1. 6. 1. Metode mencari data •
Wawancara Ditujukan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna
•
Observasi Mengadakan pengamatan langsung pada kawasan wisata pantai
Tanjung. •
Studi Pustaka/literatur Mempelajari tentang Pariwisata dan arsitektur tradisional Melayu.
4
1. 6. 2. Metode Menganalisis Data •
Kuantitatif Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebudayan dan Pariwisata
Kabupaten Natuna 2001-2004. •
Kualitatif Berdasarkan data kuantitatif, tidak terjadi peningkatan yang berarti
pada jumlah pengunjung mancanegara. 1. 6. 3. Metode Perancangan Dengan menggunakan sistem kesatuan/unity dalam penzoningan, dimana ada keterkaitan antara aktivitas-aktivitas yang diwadahi.
1. 7
Sistematika Penulisan BAB 1 :
Pendahuluan Menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika penulisan.
BAB 2 :
Tinjauan Umum Kawasan Menguraikan tentang kepariwisataan Kecamatan Bunguran Timur, kondisi fisik dasar, sarana dan prasarana kawasan dan aksesibilitas.
BAB 3 : Tinjauan Teoritis Fasilitas Wisata Menguraikan tentang syarat-syarat perancangan bangunan fasilitas wisata dan rencana detail pengembangan kawasan wisata di Pantai Tanjung.
5
: Tinjauan Arsitektur Tradisional Melayu Riau Menguraikan tentang prinsip-prinsip perancangan bangunan tradisional Melayu Riau. BAB 4 :
Analisis Teoritis/pendekatan Menuju konsep perencanaan dan Perancangan bangunan Fasilitas Wisata, menguraikan proses untuk menemukan ide-ide konsep Perencanaan dan Perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada site.
BAB 5 : Konsep Perencanaan dan Perancangan Menguraikan
konsep-konsep
yang
akan
ditransformasikan
kedalam perancangan fisik.
6