Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki bermacam-macam budaya yang dapat melahirkan sebuah karya sastra. Begitu juga dengan negara Jepang, lahirnya kesusastraan Jepang dipengaruhi oleh sifat dan bentuk kebudayaan pertanian. Saat pergantian musim di Jepang diadakan kegiatan memanjatkan doa dan upacara keagamaan. Tradisi seperti ini, dalam kegiatan kesusastraan pada umumnya, akan terlihat dalam pembuatan dan pembacaan puisi serta istilah-istilah yang terdapat pada haiku. Mandah (1992:4) menyebutkan ciri-ciri yang terdapat dalam kesusastraan Jepang, selain adanya pengaruh dari kebudayaan Jepang yang berpusat pada pertanian seperti penanaman padi dan pergantian musim, juga adanya tradisi menetap. Kehidupan menetap akan melahirkan kebiasaan tolong menolong dan gotong royong. Orang akan membutuhkan tempat untuk dijadikan pusat pertemuan, misalnya, untuk upacara keagamaan, tempat berdoa,dan membaca mantera-mantera. Jika tempat berkumpul ini bertambah menjadi besar, akan lahirlah sebuah kota. Kebudayaan Jepang berkembang dari tempat atau kota yang lahir itu, dan kesusastraan pun lahir di tempat itu. Bentuk orisinal dari kesusastraan yaitu, uta atau nyanyian, katari atau cerita, dan odori atau tarian, yang saling berkaitan. Setelah kesusastraan lisan berkembang menjadi kesusastraan tulisan, terjadilah pengelompokan dalam kesusastraan Jepang. Berdasarkan kesamaan unsur maka nyanyian dikelompokkan dalam puisi, cerita dikelompokkan dalam prosa, dan tarian dikelompokkan dalam drama. 1
Di Jepang sejak zaman kuno, cerita disampaikan dari mulut ke mulut yang berkembang menjadi prosa. Mulanya cerita berawal dari mitologi, cerita itu terus berkembang menjadi prosa yang disebut monogatari. Dari karya sastra yang berbentuk prosa, yang dapat dikategorikan dalam esai, berkembang pula nikki atau buku harian, yang juga berkembang menjadi shishosetsu atau novel pada zaman modern. Sebelum zaman modern, selama dua setengah abad lebih Jepang melakukan sakoku atau menutup diri dari peradaban barat. Saat itu kebudayaan dan rasa nasionalisme berkembang dalam masyarakat Jepang, di barat pun mengalami perkembangan dalam bidang industri dan teknologi, yang mana Jepang ketinggalan banyak. Adanya desakan-desakan dari barat untuk Jepang segera membuka diri dan kesadaran masyarakat Jepang akan ketinggalannya, maka Jepang pun akhirnya membuka diri yang disebut dengan istilah kaikoku. Masuknya negara-negara barat ke Jepang memberikan pengaruh bagi masyarakat Jepang. Secara tidak langsung mereka memperkenalkan budaya barat kepada masyarakat Jepang. Kehadiran bangsa barat merubah pemikiran orang Jepang untuk melakukan modernisasi atau perubahan dan menyesuaikan diri untuk perkembangan baru yang terjadi di negara-negara barat, yang disebut dengan istilah Restorasi Meiji. Jepang berusaha sekuat tenaga untuk membangun negaranya agar setara dengan negara barat. Karena kuatnya dorongan restorasi, maka penyerapan peradaban barat pun berlangsung cepat. Proses modernisasi menyebabkan munculnya perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Jepang. Seperti cara berpakaian orang barat yang berbeda dengan Jepang pada saat itu. Pakaian Barat yang di lihat lebih praktis itu membuat masyarakat Jepang perlahan-lahan meninggalkan pakaian tradisionalnya, menggantinya dengan 2
pakaian gaya barat.
Tidak hanya dari segi berpakaian saja yang mendapat
pengaruh dari barat, kebiasaan membawa pedang ditinggalkan, konde yang dipakai oleh pria di cukur, lampu tradisional yang ditutup pakai kertas diganti dengan lampu minyak dan gas, tandu yang biasa dipakai diganti dengan berkuda atau kereta yang ditarik orang. Sifat kebudayaan barat yang praktis, menarik perhatian masyarakat Jepang. Mereka mengagumi semua yang datang dari barat. Mereka banyak mencontoh segala hal dari barat, begitu juga dengan bidang telekomunikasi yang dibangun di Jepang, seperti pos, telegraf, dan
film.
Kepintaran orang-orang Jepang yang banyak meniru barang-barang produksi barat dan mau belajar dari barat membuat negara tersebut mengalami kemajuan dalam bidang industri. Tidak hanya di bidang industri saja yang berkembang pesat, saat ini pertumbuhan karya sastra seperti novel juga sangat berkembang pesat. Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia (Wellek, 1995: 109). Penulis memilih tema analisis pengaruh budayabarat terhadap kehidupan anak muda di Jepang pada tokoh Kensuke Yazaki dalam novel sixty nine karya Ryu Murakami, merupakan salah satu novel yang menceritakan tentang kehidupan anak-anak muda di Jepang tahun 1969 yang menarik perhatian penulis, novel sixty nine menceritakan masa SMA Ryu Murakami yang penuh dengan keceriaan yang dilewatinya dengan penuh kesuraman.
3
Modernisasi yang dilakukan oleh Kaisar Meiji membawa perubahan sosial dalam masyarakat Jepang, yang memberikan pengaruh pada masyarakat Jepang. Pengaruh ini terlihat pada tokoh Ken yang diceritakan dalam novel sixty nine. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia modernisasi (2002:751) diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Upaya modernisasi dilakukan oleh suatu peradaban agar peradaban tersebut mencapai suatu keadaan yang disebut modern. Definisi modern,menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:751), memiliki arti mutakhir, biasanya lebih baik dari yang lama, sikap, perilaku perbuatan, atau tingkah laku, dan cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam bahasa Jepang, modernisasi disebut dengan kindaika(近代化). Dalam Koujien (1991:733), kindaika memiliki arti perubahan menuju keadaan yang modern, berkaitan erat dengan berbagai keadaan seperti, industrialisasi, kapitalisme, rasionalisasi, dan demokratisasi. Budaya menurut Hall dalam Barker (2005:10) adalah medan nyata tempat praktik-praktik, representas-representasi, bahasa dan kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat berpijak. Saya juga memahami budaya sebagai bentuk-bentuk kontradiktif akal sehat yang sudah mengakar pada dan ikut membentuk kehidupan sehari-hari. Kemunculan dan perkembangan aktivitas ekonomi global mempengaruhi makna kultural. Adanya perdangangan Eropa ke Asia yang terjadi sejak abad ke16 membuat aliran-aliran budaya global. Clifford dalam Barker (2005:152) berbicara mengenai orang-orang dan berbagai budaya yang melancong dan tempat budaya sebagai situs-situs tempat para pelancong bersaling-silang, berjumpa.
4
Berbagai gerakan sosial baru muncul di masyarakat-masyarakat barat modern sejak tahun 1960-an, juga terjadi di Jepang. Adanya gerakan mahasiswa, protes anti-perang Vietnam, perjuang hak-hak sipil dan gerakan perempuan. Seperti yang diceritakan oleh Murakami, tokoh Ken yang peduli dengan dunia, membenci peperangan dan berusaha melakukan pemberontakan dengan membuat barikade. Ken bersama temannya pergi ke tempat persembunyian Persatuan Pelajar SMA Sasebo Kita, terletak di atas stasiun Sasebo. Di dalam persatuan itu terdapat kelompok Pembebasan Liga Pemuda Sosialis Jepang dari Universitas Nagasaki. Mereka salah satu kelompok yang protes anti perang Vietnam. Ken berencana masuk ke dalam kelompok tersebut. “Ayo, kita buat barikade!”kata ken (Murakami: 69). Semua orang yang ada dalam ruangan itu terkejut, karena belum pernah ada yang namanya barikade. Ken berencana mengadakan barikade pada tanggal 19 juli, setelah upacara perpisahan di sekolahnya. Ken memerlukan simpatisan untuk menjalankan barikade tersebut. Rencana itu berhasil dilakukan oleh Ken dan teman-temannya. Mereka memasang spanduk di dalam lingkungan sekolah, mencoretkan kata-kata di lantai, jendela dan gerbang sekolah dengan tulisan ‘Bubarkan Kompetisi Olahraga Nasional’, ‘Perjuangan Rasional’, ‘Bunuh’, ‘Power to the Imagination’ dan lain-lain. Beragam budaya yang jauh menjadi lebih mudah di akses melalui layar televisi, radio, dan pusat perbelanjaan meningkatkan terjadinya percampuran budaya. Kota merupakan tempat praktik budaya karena disitulah terjadinya kehidupan urban. Menurut simmel dalam Barker (2005:390) kota sebagai tempat lahirnya estetika modernisme dan kebebasan dari kontrol-kontrol tradisi.
5
Pada tahun 1960-an di Jepang, budaya anak muda Jepang sudah dipengaruhi oleh budaya barat. Banyak lagu-lagu juga puisi dari grup band dan penyair barat yang masuk ke dalam budaya anak muda di Jepang pada masa itu. Seperti yang diceritakan dalam novel ini, semua sub judul yang ditulis oleh Ryu Murakami menggunakan nama-nama judul lagu, grup band, penyair dan politisi yang terkenal dari berbagai negara. “Seribu Sembilan ratus enam puluh Sembilan adalah tahun ketika Universitas Tokyo tidak mengadakan ujian penerimaan mahasiswa baru.The Beatles mengeluarkan album White Album, Yellow Submarine, dan Abbey Road. The Rolling Stones merilis single terbaru, ‘Hongky Tonk Woman’…” (Murakami: 1) Willis dalam Barker (2005:191) mengaitkan konsep homologi dengan praktikpraktik budaya. Homologi adalah permainan yang terus berlangsung antara kelompok dengan sebuah item tertentu yang memproduksi gaya, makna, isi dan bentuk-bentuk kesadaran tertentu. Bagi willis, subkultur menghidupkan beberapa kritik dan ilham dalam kapitalisme kontemporer dan kebudayaannya. Misalnya, kaum hippies menyubversi dan menata ulang pemahaman waktu kapitalisme industri yang linear, tertata, dan displiner. Dengan demikian, kerja kreatif, dan ekspresif merupakan bentuk-bentuk perlawanan. “sementara itu, bermunculan pula kaum hippy-- orang-orang berambut gondrong yang menuntut cinta dan perdamaian.” (Murakami: 1)
Anak muda memiliki karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju, memiliki moralitas, dan mau menghadapi perubahan baik berupa perubahan sosial maupun kultural. Tokoh Ken dalam novel ini adalah seorang murid SMA yang cerdik dan cerdas. Ken menyukai grup band dan penyair barat seperti the Beatles, The
6
Rolling Stone dan lain-lain. Ken suka sekali mengkhayal, dia lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Kehidupan anak muda Jepang, seorang murid kelas tiga SMA tahun 1969 dikisahkan oleh Ryu Murakami dalam novelnya, dengan kehidupan yang penuh dengan berita peperangan Vietnam, pengaruh budaya barat, seni, pemberontakan dan perjuangan anak muda melakukan revolusi kecil yang memerhatikan dunia. Dalam novel sixty nine, Ryu Murakami menggambarkan sebagian dari apa yang terjadi disekitarnya saat masih SMA pada tahun 1969. Ryu mengatakan kalau tokoh-tokoh yang muncul dalam novel ini memang orang-orang yang sungguh ada. Novel ini adalah novel yang ceria dan menyenangkan. 1.1.1
Profil Ryu Murakami Terlahir sebagai Murakami Ryuunosuke di Sasebo, Nagasaki, Jepang pada
tanggal 19 Februari 1952.Ia menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA di Sasebo. Saat di SMA Murakami membentuk band rock, dimana ia menjadi drummer. Ia juga pernah bergabung dengan klub rugby yang hanya sebentar dan pindah ke klub Koran sekolah. Pada musim panas tahun ke tiga di SMA, Murakami dan teman-temannya melakukan barikade di atas atap SMA dan ia dihukum di tempatkan di ruang bawah tanah selama tiga bulan. Selama itu, Ia bertemu dengan budaya hippie yang sangat mempengaruhinya. Pada tahun 1970 Murakami lulus dari sekolah SMA, ia melanjutkan band rock-nya dan membuat film-film indie 8-milimeter. Tahun 1972, ia melanjutkan ke Art University di Musashino. Saat disinilah Murakami memulai pekerjaannya sebagai penulis novel. Karya pertamanya berjudul ‘Almost Transparent Blue’. Pada 1976, mendapatkan penghargaan Akutagawa Prize sebagai karya sastra pendatang baru. 7
Pada tahun 1981, novel lain yang berjudul ‘Coinlocker Babies’ juga mendapatkan penghargaan. In the Miso Soup adalah novel bestseller lain dari Ryu Murakami.
1.2 Rumusan Permasalahan Penulis akan menganalisis pengaruh budaya barat terhadap kehidupan anak muda di Jepang yang tercermin pada novel berjudul sixty nine
karya Ryu
Murakami.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan yang ingin penulis kaji adalah menganalisis pengaruh budaya barat terhadap kehidupan anak muda di Jepang, pada tokoh Kensuke Yazaki dalam novel sixty nine. Penelitian ini hanya memfokuskan pengaruh budaya barat dalam hal berpakaian, dari media televisi dan musik.
1.4 Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembaca mengenai gambaran kehidupan anak muda di Jepang pada tahun 1969. Manfaat penelitian ini adalah agar pembaca memahami sisi positif dan negatif dari pengaruh budaya barat untuk menjadi seseorang yang lebih baik dan peduli terhadap sekitar.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analitis dan kepustakaan.Metode deskriptif analitis dilakukan dengan cara mendeskripsikan
8
fakta-fakta yang penulis dapatkan dari teori-teori dalam bab 2, lalu penulis melakukan analisis salah satu tokoh yang terdapat dalam novel sixty nine yang menjadi permasalahan penelitian, mengaitkan teori budaya dan remaja sebagai pendukung penelitian ini. Penulis
melakukan studi kepustakaan pada
perpustakaan Japan Foundation, SALLC Binus, Atma Jaya dan Universitas Indonesia.
1.6 Sistematika Penulisan Pada bab 1 penulis menjelaskan topik yang akan dibahas yang antaralain berisi mengenai latar belakang penulis dalam memilih tema, profil pengarang novel, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat melakukan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Pada bab 2 berisi landasan teori yang menjelaskan teori-teori yang penulisgunakan untuk keperluan analisis pengaruh budaya barat terhadap kehidupan anak muda di jepang tahun 1969 pada tokoh Kensuke Yazakidalam novel sixty nine karya Ryu Murakami. Pada bab 3 berisi analisis data untuk menganalisis pengaruh-pengaruh budaya barat terhadap tokoh Kensuke Yazaki. Pada bab 4 merupakan kesimpulan dari analisis pengaruh budaya barat pada tokoh Kensuke Yazaki dalam novel sixty nine karya Ryu Murakami. Pada bab 5 berisi bibliografi dan lampiran.
9