BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengenai kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara, kekuasaan pengelolaan keuangan negara diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah, pejabat pengelolaan keuangan
daerah memiliki tugas salah satunya yaitu menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada paragraph kesembilan pasal 184 kepala daerah menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat umum berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meliputi laporan realisasi APBD, neraca, Laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan daerah baik itu DPRD maupun masyarakat umum meletakkan secara penuh informasi yang terdapat dalam laporan keuangan daerah untuk mengambil keputusan. Maka, diperlukan pihak independen yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut, di Indonesia pihak independen tersebut adalah BPK. Tugas BPK adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan, kemudian hasil dari pemeriksaan BPK akan dikeluarkan opini atas laporan keuangan daerah yang diperiksa. Opini terbaik yang diberikan BPK adalah opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Opini wajar tanpa pengecualian adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan yang diperiksa
menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Opini wajar tanpa pengecualian bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan keuangan bahwa laporan keuangan telah dibuat dan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan bebas dari salah saji yang bersifat material. Jika suatu instansi pemerintahan memperoleh opini wajar tanpa pengecualian, pengguna laporan keuangan meyakini keakuratan informasi yang diberikan oleh laporan keuangan tersebut, bahwa laporan keuangan yang diperiksa telah diperiksa secara menyeluruh terhadap bukti atau transaksi dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Namun, beberapa waktu belakangan ini terjadi polemik mengenai keakuratan opini wajar tanpa pengecualian. Beberapa instansi pemerintahan yang memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian tersandung masalah korupsi aliran dana. Misal yang terjadi pada kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak tahun 2011 Kementrian ESDM memperoleh opini BPK atas laporan keuangan berupa opini terbaik yaitu WTP. Tetapi, pada tahun 2013 Mentri ESDM yaitu Jero Wacik terindikasi melakukan tindak pidana korupsi yaitu melakukan penyalahguaan dalam kapasitasnya sebagai mentri selama menjabat dari tahun 2011 sampai dengan 2013. Selain itu kasus yang terjadi pada pemerintah kota Tegal, pada tahun 2012 Pemerintah Kota Tegal memperoleh opini WTP karena laporan keuangan Pemerintah Kota Tegal dinilai memuaskan. Namun, Walikotanya saat itu Ikmal Jaya terindikasi melakukan tindak pidana korupsi, Ikmal Jaya menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi tukar guling tanah aset pemerintah dengan pihak swasta. Hal ini tentunya menjadi pertanyaan bagi masyarakat umum terutama para pengguna laporan keuangan mengenai keandalan informasi yang diberikan pada laporan keuangan yang telah diaudit BPK dan memperoleh WTP.
Menanggapi permasalahan yang terjadi, anggota BPK 2009-2014 Taufiequrachman Ruki memberikan komentar terkait masalah ini. Menurut Taufiequrrahman opini wajar tanpa pengecualian tidak menjamin bahwa entitas yang diperiksa dan mendapat opini tersebut bebas dari tindak pidana korupsi. Opini wajar tanpa pengecualian berarti semua informasi yang bersifat material dalam laporan keuangan disajikan secara wajar. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK selalu dihadapkan dengan berbagai keterbatasan seperti waktu, sumber daya manusia, dan biaya sehingga BPK tidak mungkin melakukan pengujian atas seluruh transaksi
dalam
suatu
entitas
yang
diperiksa.
Keterbatasan-keterbatasan
tersebut
menimbulkan kebutuhan bagi BPK untuk mempertimbangkan “materialitas” dalam pemeriksaan. Minimnya penjelasan mengenai aspek materialitas kepada masyarakat umum ditengarai menjadi penyebab adanya perbedaan persepsi antara pengguna laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan beranggapan apabila suatu instansi telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian menandakan instansi tersebut telah bebas dari tindak korupsi karena BPK telah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap bukti dan transaksi yang terjadi. Menurut Houghton (2011) yang melakukan penelitian mengenai perbedaan persepsi pengguna laporan keuangan terkait materialitas dalam konteks audit. Secara umum, pengguna laporan keuangan tidak memahami dengan baik mengenai konsep materialitas yang ada, pengguna laporan keuangan beranggapan bahwa selama ini auditor kurang memberikan pemahaman mengenai konsep materialitas. BPK sebagai lembaga independen yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan lembaga/daerah di Indonesia, sebaiknya memberikan pemahaman kepada masyarakat umum terutama pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan mengenai materialitas. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah persepsi pengguna laporan keuangan bahwa opini wajar tanpa pengecualian tidak menjamin bebas dari praktik korupsi dan penyimpangan.
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu provinsi yang memiliki opini terbaik dari BPK, sebanyak empat kabupaten dan satu kota yang dimiliki oleh pemerintah kota Yogyakarta satu kabupaten dan satu kota bisa tetap mempertahankan opini WTP selama beberapa tahun berturut-turut. Sedangkan Bantul bisa meningkat dari opini wajar dengan pengecualian menjadi wajar tanpa pengecualian dan untuk kabupaten Gunung Kidul juga Kulonprogo masih memperoleh opini wajar dengan pengecualian. Tetapi, beberapa waktu belakangan ini diindikasi terjadi tindak pidana korupsi salah satu pejabat di pemerintahan kota Yogyakarta, yaitu mengenai dana hibah Koni yang merugikan negara sebesar Rp 537 juta. Hal ini yang menimbulkan tanda tanya pengguna laporan keuangan bagaimana mungkin sebuah instansi pemerintahan yang telah memperoleh opini terbaik sejak tahun 2009 ternyata teriindikasi terjadi tindak pidana korupsi. Uraian diatas dapat menjelaskan bahwa selama ini terjadi perubahaan persepsi pengguna laporan keuangan terkait opini terbaik yag diberikan oleh BPK. Apabila suatu instansi atau lembaga memperoleh opini wajar tanpa pengecualian menandakan bahwa lembaga atau instansi tersebut telah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan bebas dari korupsi. Kenyataan yang terjadi, banyak instansi atau lembaga yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian tetapi ternyata terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan minimnya informasi yang diperoleh pengguna laporan keuangan terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian terutama mengenai aspek materialitas. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan persepsi pengguna laporan keuangan terkait materialitas pada pemberian opini oleh BPK RI.
1.2.
RUMUSAN MASALAH Pemakai laporan keuangan menuntut laporan keuangan auditan yang dapat dipercaya
dan menyediakan informasi yang lebih lengkap dan benar sehingga dapat dijadikan dasar
untuk mengambil keputusan. Pemakai laporan keuangan beranggapan apabila sebuah instansi memperoleh opini wajar tanpa pengecualian menandakan bahwa instansi tersebut bebas dari penyelewengan dan tindakan korupsi. Hal ini mungkin dikarenakan minimnya informasi penjelas mengenai batasan materialitas pada pemberian opini yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Berikut ini adalah cuplikan narasi opini wajar tanpa pengecualian yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan : “Menurut pendapat BPK RI, laporan keuangan yang disebut di atas menyajikan secara wajar dan cukup dalam semua hal yang material, posisi keuangan ….. per tanggal 31 Desember …,”
Menyajikan secara wajar dan cukup dalam semua hal yang material tanpa penjelasan lebih mendalam mengenai makna material menyebabkan setiap pengguna laporan keuangan memiliki pandangan masing-masing mengenai materialitas pada opini wajar tanpa pengecualian. Pada dasarnya, materialitas merupakan besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan pihak pembaca yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui bahwa para pengguna laporan keuangan daerah meletakkan kepercayaan atas informasi yang diberikan dalam laporan keuangan daerah, sehingga Badan Pemeriksa Keuangan seharusnya memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai makna materialitas dalam laporan keuangan daerah dan diperlukan adanya standar yang mengatur mengenai pengungkapan batas materialitas. Selain itu sebagai pengguna laporan keuangan daerah, sebaiknya juga terlibat pada penentuan tingkat materialitas sehingga para pengguna laporan keuangan daerah mengetahui batasan materialitas yang tepat untuk penetapan opini wajar tanpa pengecualian. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada paragraph kesembilan pasal 184 kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD dan masyarakat umum berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Maka pengguna laporan keuangan daerah yang sebenarnya adalah DPRD yang ditunjuk sebagai wakil dari rakyat yang telah mempercayakan dananya kepada masyarakat untuk dapat dikelola dengan baik. Berdasarkan petunjuk teknis Penetapan Batas Materialitas Pemeriksaan Keuangan yang ditetapkan oleh BPK, pertimbangan materialitas perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Pertimbangan kuantitatif ditetapkan dengan menggunakan persentase atau angka tertentu. Sedangkan pertimbangan kualitatif ditentukan dengan pertimbangan profesional. Pertimbangan profesional dimaksud didasarkan pada cara pandang, pengetahuan, dan pengalaman pada situasi dan kondisi tertentu. Karena keputusan pengguna laporan keuangan daerah sangat tergantung dari laporan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah itu sendiri seharusnya para pengguna laporan keuangan daerah dalam hal ini diwakilkan oleh DPRD juga ikut serta dalam penentuan batas materialitas itu sendiri. Diperlukan juga standar akuntansi yang mewajibkan melakukan pengungkapan terhadap tingkat materialias yang digunakan oleh auditor, yang dapat dijadikan dasar pertimbangan pengguna laporan keuangan. Selain itu juga diperlukan pendidikan ataupun pelatihan mengenai konsep penyusunan materialitas baik secara formal maupun informal, sehingga para pengguna laporan daerah lebih memahami makna materialitas dalam pemberian opini wajar tanpa pengecualian.
1.3.
PERTANYAAN PENELITIAN Dari rumusan masalah tersebut di atas maka dapat disusun pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi pengguna laporan keuangan terhadap opini baku yang diberikan oleh BPK? 2. Bagaimana Persepsi pengguna laporan keuangan daerah terhadap opini yang telah diberikan informasi tambahan terkait materialitas? 3. Bagaimana persepsi pengguna laporan keuangan terhadap opini apabila pengguna laporan keuangan diikutsertakan dalam penentuan
materialitas yang digunakan
auditor? 4. Bagaimana persepsi pengguna laporan keuangan terhadap opini audit yang diberikan BPK, apabila diwajibkan melakukan revisi standar audit terkait pengungkapan materialitas pada pemberian opini? 5. Bagaimana persepsi pengguna laporan keuangan terhadap opini yang diberikan BPK, apabila pengguna laporan keuangan diberikan pelatihan mengenai konsep materialitas terlebih dahulu?
1.4.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin menilai persepsi pengguna laporan keuangan
terhadap opini yang diberikan oleh BPK saat ini. Opini terbaik yang diberikan oleh BPK adalah opini wajar tanpa pengecualian, opini wajar tanpa pengecualian diberikan apabila laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material dan disusun berdasarkan standar yang berlaku. Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang dapat memberikan informasi kepada penggunanya, karena pengguna laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan dan menanggung risiko dari keputusan yang diambil.
Opini yang ada saat ini kurang memberikan informasi yang lengkap karena tidak dapat menjelaskan maksud dari materialitas, menjelaskan bagaimana komponen materialitas, maka penulis ingin menilai bagaimana persepsi pemakai laporan keuangan mengenai opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan. Selain itu penulis juga ingin menilai persepsi pemakai laporan keuangan ketika dilakukan modifikasi dalam laporan keuangan yaitu dengan memberikan informasi tambahan mengenai maksud materilitas pada opini wajar tanpa pengecualian, adamya standar akuntansi yang mengatur mengenai pengungkapan tingkat materialitas pada penerbitan laporan keuangan auditan, melibatkan pengguna laporan keuangan daerah dalam merumuskan tingkat materialitas dan memberikan pelatihan terlebih dahulu atau pendidikan mengenai konsep penetapan materialitas kepada pengguna laporan keuangan.
1.5. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah yang telah diaudit, agar para pemakai laporan keuangan dapat lebih memahami opini yang diberikan pada setiap laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. 2. Dunia Penelitian dan Bidang Akademis, agar dapat memberikan wawasan bagi para akademisi untuk kepentingan akademik. 3. Badan Pemeriksa Keuangan dalam memodifikasi standar audit misalnya dengan memberikan tambahan informasi yang dapat memberikan penjelasan yang lebih baik kepada para pemakai laporan keuangan.