Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu wadah untuk menyampaikan model kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh, juga dapat dijadikan tempat untuk menyampaikan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan dan memperjuangkan hak-hak dan martabat manusia (Nurgiyantoro, 1998:321). Menurut Teeuw, dalam Nurgiyantoro (1998:121) sastra mengemukakan berbagai peristiwa yang masuk akal dan harus terjadi berdasarkan tuntutan konsistensi dan logika cerita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra adalah: (1) bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari); (2) karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Sastra Jepang adalah karya sastra dalam bahasa Jepang, atau studi mengenai karya sastra tersebut dan pengarangnya. Secara garis besar, sastra Jepang dibagi menjadi lima periode: sastra kuno (zaman Nara), sastra klasik (zaman Heian), sastra pertengahan (zaman Kamakura, zaman Namboku-cho, zaman Muromachi), sastra modern (zaman Azuchi-Momoyama, zaman Edo), dan sastra kontemporer (karya sastra mulai zaman Meiji hingga sekarang).
Meskipun demikian, sastra kuno dan sastra klasik sering dijadikan satu menjadi sastra klasik. Sastra zaman Azuchi-Momoyama juga sering digolongkan ke dalam sastra abad pertengahan. Sementara itu, sastra modern sering hanya berarti karya sastra zaman Meiji hingga zaman Taisho, dan sastra kontemporer hanya mencakup karya sastra zaman Showa hingga sekarang. Sastra modern awal mencakup karya sastra asal zaman Edo. Karya sastra yang mewakili periode ini adalah Ukiyozōshi karya Ihara Saikaku dan Kanazōshi yang keduanya dipengaruhi oleh Otogizōshi. Pada zaman Edo, kabuki dan jōruri mencapai zaman keemasan. Haikai mencapai puncak kepopuleran dengan penyair-penyair seperti Matsuo Basho dan Kobayashi Issa. Sastra kontemporer mencakup karya sastra mulai zaman Meiji. Setelah berakhirnya sakoku, budaya Eropa dan Amerika mulai mengalir masuk ke Jepang hingga terjadi Bunmei-kaika. Sastra Jepang juga mendapat pengaruh yang besar. Prinsip-prinsip novel modern dari Eropa dan Amerika mulai dikenal di Jepang. Tsubouchi Shoyo dengan kritik sastra Shōsetsu Shinzui, serta Futabatei Shimei dengan Shōsetsu Sōron dan Ukigumo mengawali periode sastra kontemporer Jepang. Dari masa ke masa banyak bermunculan pengarang-pengarang berbakat dan karyakaryanya patut diacungi jempol. Pengarang-pengarang tersebut adalah Akutagawa Ryunosuke, Shusako Endo, Osamu Dazai, dan Hattori Hanzo. Salah satu pengarang novel yang penulis kagumi adalah Kobo Abe. Kobo Abe lahir pada 7 Maret 1924 di Kita, Tokyo, dibesarkan di Mukden, Mancuria, tempat ayahnya bekerja sebagai dokter dan menjadi staf pengajar di akademi kesehatan. Abe kembali ke Jepang pada 1941, mulai
kuliah pada 1943 di jurusan kedokteran di Tokyo Imperial University sampai lulus namun tak ia praktikan. Novel pertamanya ialah Owarishi michi no shirube ni (Plang Lalu Lintas di Ujung Jalan), terbit pada 1948, kemudian Daiyon kampyoki (1959), Sunna no Onna (1962), Tanin no Kao (1964), yang memantapkan posisinya sebagai penulis utama di Jepang. Dia juga merupakan tokoh teater terkemuka di negerinya; ia kerap menyutradai lakon-lakonnya. Pada 1952 ia memenangi Akutagawa Prize, anugerah sastra paling terkemuka di Jepang, untuk novelnya S. Karuma-shi no hanzai (Kejahatan Tuan S. Karuna). Suna no Onna memenangi Yomiuri Prize untuk sastra pada 1960, kemudian pada 1963 ia bekerja sama dengan sutradara Hiroshi Teshigahara mengadaptasi novel itu sebagai Woman in the Dunes, memenangi hadiah juri di Festival Film Cannes. Mereka kemudian kembali bekerja sama untuk mengadaptasi tiga novelnya lagi, termasuk Tanin no Kao. Lebih dari sepuluh karya Kobo Abe diterjemah ke dalam bahasa Inggris. Yang paling dianggap menonjol antara lain Woman in the Dunnes, Tanin no Kao, The Ruined Map, The Box Man, dan Secret Rendezvous. Kobo Abe meninggal dunia pada 22 Januari 1993. Novel Tanin no Kao bercerita tentang seorang kepala institut terkemuka di Jepang yang mengalami ledakan ketika sedang melakukan percobaan kimia di laboratorium. Wajahnya hancur, kulitnya bukan hanya melepuh, sebagian berubah jadi jaringan daging yang tumbuh yang sulit disembuhkan. Kemana-mana kepalanya harus diperban, ia jadi mengerikan, bahkan hubungan dengan orang lain menjadi rusak, dan istrinya menolak ketika diajak bercinta.
Dia lebih dari marah, lama-lama terganggu kejiwaannya. Kesepian dan kecemasan yang dialaminya membuatnya menjadi pendendam. Ternyata selama ini dunia menerima manusia bukan karena kualitas, tapi karena wajah; sementara gerbang dia agar orang mau berkomunikasi padanya telah hancur. Kecemerlangan otaknya membuat dia berusaha keras menciptakan topeng paling alami dan sempurna. Dengan wajah barunya gantian dia menguji orang yang terlalu percaya pada wajah, dan ia tahu apa yang pantas bagi istrinya karena dulu menolak ajakannya. Penulis tertarik untuk menganalisis novel ini karena novel ini adalah novel yang memantapkan posisi Kobo Abe sebagai penulis utama Jepang, selain itu novel ini memiliki alur cerita yang kuat dan menarik untuk dianalisis. Menurut seorang psikolog umum, Fauzi (1999:10) pada dasarnya jiwa adalah sesuatu yang tidak nampak, maka manusia hanya dapat mengetahui jiwa seseorang dengan melihat tingkah laku dan tingkah laku merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori psikoanalisis sosial menurut Karen Horney karena teori-teorinya telah banyak dipakai dalam penelitian berbagai bidang psikologi masyarakat.
1.2 Rumusan Permasalahan Dalam penulisan ini penulis akan meneliti kecemasan yang dialami tokoh Aku dalam novel Tanin no Kao.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Ada beberapa tokoh dalam Tanin no Kao ini misalnya aku sebagai tokoh utama dan istri aku sebagai tokoh tambahan, akan tetapi dalam penulisan ini penulis hanya akan menganalisis kecemasan dasar dan kebutuhan-kebutuhan neurotik yang dialami tokoh utama (tokoh aku) pada novel Tanin no Kao karya Abe Kobo dengan menggunakan teori Karen Horney.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan kecemasan-kecemasan yang dialami tokoh Aku dalam novel Tanin no Kao menurut teori Karen Horney. Sedangkan manfaatnya adalah untuk memahami lebih jauh kejiwaan tokoh Aku dalam novel Tanin no Kao.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan studi kepustakaan dan metode deskriptif analitis dengan memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Gambaran umum tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang telah diperoleh. Penulis akan menggunakan data kepustakaan dengan menggunakan buku-buku yang terdapat di perpustakaan Universitas Bina Nusantara, perpustakaan Japan Foundation, toko buku Kinokuniya serta toko buku
Gramedia untuk mengumpulkan beberapa teori mengenai psikologi dan juga mengumpulkan data-data yang berkaitan melalui internet.
1.6 Sistematika Penelitian Dalam bab 1 berisi latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 berisi landasan teori, yakni teori-teori yang akan digunakan dalam menganalisis data. Di dalamnya terdapat teori fiksi, teori penokohan, dan teori kecemasan dan konflik menurut Karen Horney. Bab 3 berisi analisis data. Pada bab ini penulis menganalisis kecemasan dasar, konflik interpersonal dan berbagai kebutuhan neurotik yang dialami tokoh Aku dalam novel Tanin no Kao menurut teori Karen Horney. Bab 4 berisi simpulan dan saran, yakni jawaban dari rumusan permasalahan dan saran. Bab 5 berisi ringkasan penelitian ini, yakni rumusan permasalahan, serta tujuan dan hasil penelitian secara singkat dan jelas.