BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu
yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,
mengeluarkan material vulkanik dengan volume yang sangat besar. Balai Penyelidikan
dan
Pengembangan
Teknologi
Kegunungapian
(BPPTK)
memperkirakan sekitar 140 juta meter kubik material vulkanik telah dimuntahkan Gunung Merapi selama letusan di akhir tahun 2010 tersebut [1]. Material vulkanik sebanyak itu mengendap di hulu-hulu sungai di lereng Gunung Merapi. Jika turun hujan di hulu-hulu sungai tersebut, maka material vulkanik akan terbawa air hujan mengalir turun sampai ke hilir. Campuran air hujan dan material vulkanik ini dikenal sebagai lahar dingin. Lahar dingin mengalir lebih cepat daripada aliran air seperti biasanya. Pada beberapa penelitian yang dilakukan, kecepatan aliran lahar dingin mencapai lebih dari 65 kilometer per jam dan mampu mengalir sejauh 80 kilometer [2]. Sungai Boyong atau Kali Boyong merupakan salah satu sungai yang berhulu di lereng Gunung Merapi dan termasuk salah satu sungai yang paling banyak dilalui lahar dingin pasca letusan Gunung Merapi di akhir tahun 2010. Kali Boyong merupakan sungai bagian atas dari Sungai Code. Sungai Code atau lebih dikenal dengan sebutan Kali Code membelah kota Yogyakarta dan mengalir
1
terus ke selatan sampai akhirnya
bertemu dengan Sungai Opak di daerah
Imogiri, Bantul [3]. Sering kali banjir lahar dingin mengancam pemukiman warga di bantaran Kali Code. Pihak berwenang biasanya memberikan peringatan kepada penduduk yang bermukim di sekitar Kali Code jika diperkirakan akan terjadi banjir lahar dingin. Peringatan ini diberikan berdasarkan besarnya curah hujan yang terjadi di kawasan hulu sungai yang biasanya dilalui lahar dingin dan bukan berdasarkan kepada hasil pemantauan aktual aliran di kawasan hulu sungai. Ini terjadi karena belum adanya peralatan pemantauan yang memadai di kawasan tersebut. Alat pemantau aliran sungai yang sudah ada misalnya sensor elevasi muka air di daerah Rejodani, daerah hulu Kali Code [4]. Alat pemantau ini dibuat oleh laboratorium Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada [5]. Alat pemantau lainnya yang sudah dibangun adalah menggunakan kamera, seperti yang ada di Sungai Boyong di Kabupaten Sleman dan Kali Putih di Kabupaten Magelang [4]. Pemantau menggunakan kamera memiliki kelemahan, yaitu keharusan adanya infrastruktur jaringan listrik dan komunikasi di tempat alat tersebut dipasang. Hal ini karena kamera membutuhkan catu daya yang cukup besar dan jalur komunikasi dengan pesat data yang besar, padahal biasanya infrastruktur tersebut tidak ada di daerah yang jauh dari pemukiman atau di daerah terpencil seperti hulu sungai. Dengan demikian diperlukan pengembangan alat lain yang dapat melengkapi metode-metode pemantauan yang sudah ada. Ini akan menambah keakuratan sistem pemantauan lahar dingin
2
Alasan di atas mendorong dilakukannya penelitian untuk mendapatkan parameter indikasi lain akan terjadinya banjir lahar dingin dan memperbaiki kinerja alat pemantau yang sudah ada. Sensor-sensor dengan jaringan nirkabel adalah pilihannya, karena memiliki respon yang cepat pada perubahan data dan mengirimkannya ke pusat penganalisis data di area yang tidak dimungkinkan adanya perkabelan [6]. 1.1.1 Perumusan Masalah Agar dapat ditempatkan di daerah pelosok yang tidak terdapat infrastruktur jaringan listrik maupun komunikasi, maka diperlukan alat pemantau yang tidak tergantung pada infrastruktur tersebut dengan mempertimbangkan komunikasi yang akan digunakan, sumber daya listrik, konsumsi daya, dimensi alat dan penempatannya. Untuk itu maka diperlukan metode sensing lain dengan parameter lain dari lahar yang dapat dipergunakan untuk mengindikasikan terjadinya banjir lahar, selain citra atau gambar. Metode sensing ini semestinya juga memenuhi pertimbangan komunikasi, sumber daya listrik, konsumsi daya, dimensi dan dalam hal penempatan. 1.1.2 Keaslian Penelitian Pemantauan aliran lahar dingin atau aliran lumpur sudah banyak dilakukan, baik yang menggunakan jaringan sensor nirkabel (wireless sensor network, WSN) atau yang menggunakan perkabelan. Sensor-sensor dan kombinasi yang sudah digunakan antara lain adalah sebagai berikut: pengukur curah hujan, bentangan kawat, kamera CCD, geofon dan sensor level air ultrasonik [7], sensor aliran masa (mass flow sensor) [8], geofon dan sensor ultrasonik [9], piezometer, 3
pore pressure transducer, geofon, pengukur curah hujan, pengukur ultrasonik dan anemometer
[10], pengukur curah hujan yang disebar untuk memonitor
presipitasi [11], akselerometer, giroskop [12]. Penelitian
yang
memadukan
pengukuran
intensitas
getaran
dan
pengukuran kedalaman aliran untuk membedakan material aliran apakah air saja atau lahar dingin sejauh ini belum dijumpai. Kombinasi sensor-sensor yang digunakan dalam penelitian ini adalah akselerometer untuk mengukur intensitas getaran dan sensor jarak berkas inframerah untuk mengukur kedalaman aliran. Pemanfaatan jaringan sensor nirkabel platform IQRF untuk mitigasi bencana masih terbatas, khususnya untuk mitigasi bencana banjir lahar dingin. Penggunaan umumnya adalah untuk penerapan di dalam ruangan (smart building) [13][14][15]. 1.1.3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah membuat rancangan alat pengukur intensitas getaran dan kedalaman aliran serta serangkaian percobaan untuk membuktikan bahwa pengukuran intensitas getaran aliran jika dipadukan dengan pengukuran kedalaman aliran dapat memberikan informasi mengenai material yang mengalir. Asumsinya, kanal hanya dilalui oleh dua jenis material, air saja atau lahar. Ini sesuai dengan kenyataan bahwa kanal atau sungai yang dilalui lahar dingin juga merupakan sungai yang dialiri air dari mata air di kaki gunung berapi. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan sistem peringatan dini banjir lahar dingin.
4
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat pengukur intensitas getaran dan pengukur kedalaman aliran memanfaatkan jaringan sensor nirkabel platform IQRF, melakukan serangkaian percobaan sehingga diperoleh data intensitas getaran dan kedalaman aliran untuk dua jenis material alir; air dan lahar dingin. Data ini kemudian dianalisis menggunakan model yang divalidasi menggunakan serangkaian uji statistik sehingga menghasilkan parameter indikasi lain terjadinya banjir lahar dingin. 1.3 Batasan Masalah Penelitian dibatasi pada:
Perancangan alat untuk mengukur intensitas getaran dan kedalaman aliran dengan memanfaatkan jaringan sensor nirkabel IQRF.
Hasil pengukuran alat-alat yang telah disebutkan dan menampilkan hasil pengukuran dengan antarmuka yang dibangun menggunakan Delphi.
Analisis data dilakukan secara manual menggunakan analisis regresi linier least square.
Pengujian sistem adalah skala laboratorium, dilakukan dengan membuat kanal atau sungai buatan dan tidak membahas tentang sungai yang sebenarnya.
1.4 Hipotesis Intensitas getaran yang dihasilkan oleh aliran air berbeda dengan intensitas getaran yang dihasilkan oleh aliran material vulkanik atau lahar dingin pada kedalaman aliran dan kanal yang sama dengan asumsi bahwa kanal atau sungai 5
tersebut memiliki dimensi yang tetap dan pada kenyataannya kanal ini dibangun dengan beton yang kuat. Perbedaan intensitas getaran ini disebabkan oleh massa jenis yang berbeda antara air dan lahar dingin yang disebutkan dalam intisari di atas memiliki masa jenis mendekati beton basah (campuran semen, pasir dan air) [16], yaitu berkisar 2242 kg/m3, sementara massa jenis air adalah sekitar 999.97 kg/m3 [17]. Alat yang dibuat dan percobaan yang dilakukan diharapkan dapat memperoleh data intensitas getaran dan kedalaman aliran. Selanjutnya, analisis data dapat membuktikan bahwa material alir berupa lahar dingin menghasilkan koefisien regresi atau gradien lebih besar daripada koefisien regresi yang dihasilkan oleh aliran air. Artinya, intensitas getaran yang dihasilkan oleh aliran lahar dingin lebih besar daripada intensitas getaran aliran air pada kedalaman aliran dan kanal yang sama. 1.5 Sistematika Penulisan Tesis ini ditulis dalam mekanisme sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah yang diajukan, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, hipotesis dan sistematika dari penulisan tesis.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian pustaka, yaitu tentang penelitianpenelitian yang terkait dan landasan teori yang mendasari tesis.
Bab 3 Metode Penelitian, berisi tentang alat dan metode yang digunakan dalam penelitian.
6
Bab 4 Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasannya.
Bab 5 Kesimpulan, berisi kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk pengembangan selanjutnya.
7