BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bencana
lahar
di
Kabupaten
Magelang,
Jawa
Tengah
telah
menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih dari 4000 orang mengungsi, kampungkampung terendam pasir hingga lebih dari tiga meter, dan rumah-rumah di tepi sungai hanyut tanpa adanya bekas (sumber: Pikiran Rakyat Online 2011). Berdasarkan data tahun 2011 dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menyebutkan bahwa Gunungapi Merapi telah mengeluarkan 130 juta meter kubik material selama letusan akhir tahun 2010. Sekitar 50 juta meter kubik berada di Kabupaten Magelang, dan setidaknya baru akan habis tergerus oleh banjir selama 3 kali musim penghujan. Material pasir dan batu yang terbawa dalam setiap banjir berkisar 6000 hingga 8000 meter kubik, atau sama dengan muatan 1.500 truk. Lahar terbesar di Jembatan Kali Putih, Desa Jumoyo dan Desa Sirahan, Kecamatan Salam Kabupaten Magelang, menyebabkan aktivitas warga kacau balau. Lahar mengakibatkan warga kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu beberapa fasilitas umum berupa sekolah rusak dan jalan banyak yang terendam material lahar hujan berupa batu besar dan pasir. Kejadian lahar Kali Putih di Kabupaten Magelang tahun 2010, merupakan salah satu bencana dari erupsi Gunungapi Merapi. Di Kecamatan salam terdapat 5.372 KK, salah satu desa 1
2
yang dapat dikatakan mengalami kerusakan parah adalah Desa Sirahan. Setelah terjadi lahar ± 50% permukiman penduduk hancur, tetapi tidak mengakibatkan korban jiwa. Jumlah rumah yang rusak ada 290 unit yaitu 87 unit rusak ringan, 47 unit rusak sedang, dan 156 unit rusak berat atau roboh. Rusaknya sarana dan prasarana umum yang terdapat di kantor desa, gedung PKK dan gedung posyandu. Berkisar 50% lahan pertanian tidak dapat digunakan, serta keluruh kolam milik warga tidak dapat digunakan. Rusaknya sarana dan prasarana dasar di Desa Sirahan terdiri dari jalan, jembatan, drainase, dan air bersih. Kerusakan maupun kerugian yang ditimbulkan akibat bencana lahar juga menyebabkan hilangnya dokumen dan arsip-arsip penting milik masyarakat. (Sumber:Profil Desa Sirahan Kecamatan Salam Kab.Magelang). Kapasitas bertahan (Coping capacity) merupakan kemampuan penduduk, organisasi dan sistem untuk menghadapi dan mengelola kondisi-kondisi, keadaan darurat atau bencana yang merugikan dengan menggunakan ketrampilan dan sumber daya yang ada. (Sumber: Terminologi UN/ISDR). Sehingga dalam meningkatkan kapasitas masyarakat, diperlukan adanya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana lahar. Kurang tepatnya paradigma penanggulangan bencana yang bersifat responsif, sehingga hal ini menjadikan faktor pendorong masyarakat untuk meningkatkan coping capacity dalam mengahadapi ancaman bencana lahar. Semakin meningkatkatnya jumlah kerusakan maupun korban, maka diperlukan adanya manajemen bencana yang tepat sehingga dapat meningkatkan coping capacity masyarakat.
3
Hampir sebagian penduduk di Indonesia tinggal di daerah pedesaan. Umumnya ketersediaan pelayanan dasar, peringatan bahaya, dan mekanisme reaksi terhadap bahaya sangatlah terbatas. Beberapa ancaman bahaya merupakan proses alami yang tidak dapat dikontrol manusia. Tindakan-tindakan proaktif dapat dilakukan guna mengurangi kerentanan masyarakat dan menyokong mereka untuk memahami dan bangkit kembali dari bencana. Peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat yang tangguh terhadap bencana akan mengurangi kerentanan mereka. Kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses harus mendapatkan prioritas penguatan kebencanaan. Pentingnya kesadaran masyarakat, swasta dan pemerintah saling terkait dalam upaya pengurangan kerentanan dan peningkatan partisipasi secara organisatoris. Kesadaran masyarakat terhadap ancaman bahaya dan upaya penanggulangan bencana dapat dibangun melalui peningkatan pengetahuan lokal dan kebutuhannya sesuai dengan standar yang diperlukan guna mengurangi risiko. Masyarakat yang hidup di wilayah rawan bahaya membutuhkan perhatian dan penguatan kapasitas, sehingga mengurangi tingkat kerentanan terhadap bahaya. Berdasarkan Twigg (dalam Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana, 2007), definisi ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai: Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan struktur-struktur dasar tertentu, selama kejadian-kejadian yang mendatangkan malapetaka Kapasitas untuk memulihkan diri atau “melenting balik” setelah terjadinya bencana. Pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan akan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana, sehingga menekan
4
dampak negatifnya menjadi sekecil mungkin atau mengurangi korban, baik manusia maupun harta benda. Peningkatan kapasitas masyarakat dilakukan dengan sosialisasi pengetahuan kebencanaan melalui pelatihan dan pendidikan kepada berbagai unsur dan lapisan masyarakat. Penanggulangan bencana tidak akan berjalan dengan
optimal tanpa koordinasi seluruh stakeholders (pemangku
kepentingan) yang terlibat sehingga perlu membuat Standard Operating Procedure (SOP) pihak-pihak yang terlibat. Pada dasarnya masyarakat memiliki kearifan lokal yang terbentuk berdasar pengalaman. Kearifan masyarakat perlu dikembangkan dengan memberi pengetahuan dan pelatihan secara praktis. Integrasi kearifan dan pengetahuan praktis dalam menghadapi bencana merupakan usaha peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengurangi risiko bencana. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) sebagai salah satu upaya meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan masyarakat, agar mampu menolong diri sendiri dan kelompoknya dalam mengahadapi ancaman bahaya yang berpotensi menjadi bencana di sekitar kehidupannya. PBBM pada intinya merupakan sebuah pendekatan penanggulangan bencana yang berbasis komunitas lokal. Pendekatan ini pada dasarnya mensyaratkan adanya sikap politik yang memberikan keberpihakan kepada kepentingan komunitas lokal. Pendekatan ini juga menempatkan pengetahuan lokal (local knowledge) dan para jenius lokal (local geniuses) di latar depan. Pendekatan ini mengakomodasi potensi dan modal sosial (social capital) yang ada di masyarakat sebagai sumber daya dalam melaksanakan program penanggulangan
5
bencana. Diharapkan masyarakat akan tanggap dan sadar bahwa mereka hidup di daerah rawan bencana, dan mempunyai kapasitas yang memadai dalam penanggulangan bencana. Mereka mempunyai potensi berupa pengetahuan lokal dan kearifan lokal yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi dan melakukan penanganan apabila terjadi bencana. Masyarakat dan pemerintah perlu diberdayakan agar lebih siap dalam menghadapi bencana. Masyarakat perlu ditingkatkan pemahaman dan kapasitasnya dalam hal kebencanaan dan penanganannya tanpa meninggalkan gagasan, potensi, dan kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Agar dapat berjalan dengan baik, maka kapasitas masyarakat tidak akan dapat berkembang dan berjalan tanpa adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga sosial kemasyarakatan yang lain.
1.2 Permasalahan Penelitian Desa Sirahan memiliki permasalahan yang menarik untuk dilakukan penelitian yaitu merupakan salah satu desa yang terdampak parah lahar., serta masih sedikitnya pelaksanaan sosialisasi bencana lahar. Desa Sirahan apabila menerima bantuan lebih sedikit dibandingkan dengan Desa Jumoyo, karena aksesnya lebih jauh dibandingkan dengan desa Jumoyo yang letaknya dekat dengan jalan utama. Wilayah yang teletak pada kawasan rawan bencana (KRB) seharusnya mempunyai organisasi sosial masyarakat yang khusus dalam menangani masalah kebencanaan, tetapi beda halnya dengan di Desa Sirahan yang hanya terdapat satu organisasi di masyarakat yang menangani bencana, tetapi belum dapat mengcover semua aspek yaitu hanya di fokuskan pada informasi bencana saja. Dampak dari lahar
6
mengakibatkan aspek sosial ekonomi masih belum pulih secara keseluruhan, seluruh warga mengungsi di huntara, proses hunian tetap masih dibangun secara berkala, dan mayoritas penduduk perekonomiannya dari penambangan pasir pada saat pasca bencana lahar. Dari permasalahan tersebut, maka perlu adanya kajian mengenai coping capacity masyarakat sehingga mampu meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana, baik dalam sosial ekonomi maupun psikologi masyarakat. Kajian ini pada nantinya dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam meningkatkan kapasitas masyarakat di dalam menghadapi bencana, sehingga mampu menciptakan manajemen pengurangan risiko bencana secara tepat.
1.3 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini mengambil judul “Coping Capacity Masyarakat dalam Menghadapi Ancaman Bencana Lahar Kali Putih Di Desa Sirahan Kecamatan Salam
Kabupaten Magelang”. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap
coping
capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang? 2. Berapa tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang?
7
3. Bagaimana strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang.
1.4 Manfaat Peneltian Manfaat penelitian meliputi dua aspek yaitu: a. Ilmu pengetahuan Menambah pengetahuan dalam bidang manajemen bencana tentang coping capacity masyarakat terhadap ancaman bencana lahar, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kemampuannya di dalam menghadapi bencana. b. Pembangunan Rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam upaya pengurangan risiko bencana, sehingga pada kemungkinan bencana selanjutnya dampak yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar dilakukan oleh banyak peneliti. Setiap penelitian mempunyai ciri tersendiri dan pada dasarnya berbeda dari peneltian terdahulu yang dilakukan oleh orang lain. Penelitian terdahulu dilakukan oleh empat orang yaitu Diah Arifika (2012) mengkaji mengenai dampak bencana lahar pasca bencana Gunungapi Merapi terhadap ketahanan sosial ekonomi Di Desa Jumoyo Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Penelitian ini difokuskan pada ketahanan sosial
8
ekonomi melalui perubahan kesejahteraan rumah tangga. Jaswadi (2010) mengkaji mengenai tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi risiko banjir Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Kajian mengenai kapasitas disini yang dikaji hanya mengenai persepsi masyarakat terhadap bencana banjir saja, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Haruman Hendarsah (2012). Titi Isdarti (2010) mengkaji mengenai dinamika psikologis penyesuaian diri (coping) dalam hidup berumah tangga pada penderita gagal ginjal kronis. Penyesuaian secara psikologis ini hanya terhadap penyakit, bukan di dalam menghadapi bencana. Dari uraian penelitian terdahulu tersebut, maka peneliti akan mengkaji mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar melalui aspek sosial, ekonomi, dan psikologis. Selain itu, lokasi yang dipilih oleh peneliti juga tidak sama, dengan pertimbangan bahwa Desa Sirahan belum pernah diteliti mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi bencana. Fokus penelitian hanya pada satu desa diharapkan mampu memberikan kajian yang secara mendalam. Melalui kapasitas sosial ekonomi dan kapasitas psikologis ini diharapkan mampu menganalisis tingkat coping capacity masyarakat yang berhubungan dengan pemulihan keluarga dalam menghadapi ancaman bencana lahar. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian yang telah ditetapkan. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebagai berikut:
9
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Nama peneliti (tahun) 1. Diah Arifika (2012)
2. Jaswadi (2010)
Judul penelitian
Tujuan
metode
Hasil penelitian
Kajian dampak bencana lahar dingin pasca letusan gunungapi merapi terhadap ketahanan sosial ekonomi (studi kasus desa jumoyo, kecamatan salam, kabupaten magelang, provinsi jawa tengah)
1. Mengetahui proses perubahan kesejahteraan rumah tangga korban sebelum dan sesudah bencana lahar dingin 2. Mengetahui implikasi perubahan kesejahteraan terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kabupaten Magelang 3. Mengetahui pemberdayaan masyarakat sebagai upaya meningkatkan ketahanan sosial ekonomi masyarakat
Survei
1. Terdapat penurunan ketahanan pasca terjangan lahar dingin,. Penurunan ini dikarenakan hilangnya kepemilikan asset, hilangnya mata pencaharian warga, menurunnya jumlah pendapatan. 2. Masyarakat dusun gempol pendidikan rendah, terbatas skill, tidak punya asset yang disimpan ditempat lain, sehingga ketika bencana menerjang sangat berpengaruh terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat 3. Upaya pemberdayaan untuk mengubah perilaku ketergantungan menjadi perilaku mandiri dipengaruhi oleh strategi intervensi, potensi lokal dan karakteristik masyarakat itu sendiri.
Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Dalam Menghadapi Risiko Banjir Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta
1. Menentukan dan mengidentifikasi elemen risiko (penduduk, permukiman dan infrastruktur) yang dipengaruhi oleh banjir di Kecamatan Pasarkliwon 2. Menentukan tingkat kerentanan fisik (permukiman dan infrastruktur) dan kerentanan sosial (penduduk dan kondisi sosial ekonomi) 3. Menilai dan menganalisis persepsi (pengetahuan) dan cara menghadapi (respon) masyarakat terhadap peristiwa banjir.
Penginderaan jauh dan survei lapangan
1. Luas daerah rawan banjir di Kecamatan Pasarkliwon memiliki tiga kategori daerah kerawanan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Daerah yang memiliki kerawanan banjir tinggi seluas 177.530 ha (37%), kerawanan sedang 147.230 ha (30%), dan rendah 156.76 ha (33%). 2. Berdasarkan hasil penghitungan sepuluh indikator sosial ekonomi penduduk kecamatan Pasarkliwon dengan metode sampel 113 rumah tangga diketahui 19 rumah tangga (17%) memiliki kerentanan tinggi , 75 rumah tangga (66%) kerentanan sedang dan 19 rumah tangga (17%) rendah. 3. Berdasarkan pengukuran sikap dengan skala likert terhadap pernyataan persepsi penduduk dan kapasitas masyarakat menunjukkan tingkat persepsi dan kapasitas pada kelas “sedang”
10 Nama peneliti (tahun) 3. Haruman Hendarsah (2012)
4. Titi Isdarti (2010)
Judul penelitian Penilaian kerentanan dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bahaya lahar di kecamatan Salam Kabupaten Magelang menggunakan metode SIG partisipatif
Tujuan
1. Mengidentifikasi karakteristik bahaya lahar dan elemen-elemen berisiko (penduduk, permukiman dan infrastruktur) terhadap bahaya lahar. 2. Menilai tingkat kerentanan masyarakat (kerentanan fisik, kerentanan sosial dan ekonomi) terhadap bahaya lahar. 3. Menilai kapasitas masyarakat melalui persepsi terhadap bahaya lahar dan respon masyarakat dalam menghadapi bahaya lahar. 4. Mengetahui implikasi hasil penelitian terhadap kebijakan penanggulangan bencana lahar dan peranan Sistem Informasi Partisipatif dalam Manajemen Risiko Bencana Dinamika psikologis Menelaah dan memahami aspek penyesuaian diri (coping) psikologis penyesuaian diri dalam hidup berumah tangga khususnya strategi pengatasan pada penderita gagal ginjal masalah terhadap permasalahan kronis rumah tangga pada penderita gagal ginjal kronis dengan mengkaji stres, kepribadian tegar dan optimis, dukungan sosial dan strategi pengatasan masalah dalam hidup berumah tangga.
metode
Hasil penelitian
Survei
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dengan kategori kerawanan tinggi terhadap bahaya lahar berada di dekat Kali Putih dan Kali Blongkeng yang meliputi Desa Jumoyo, Desa Gulon, Desa Seloboro, dan Desa Sirahan. 2. Tingkat kerentanan sosial rumah tangga terhadap bahaya lahar rata-rata memiliki kerentanan sedang (51,11%) dan tinggi (42,78%). 3. Tingkat persepsi masyarakat pada lokasi penelitian rata-rata tinggi (90,6%) dan kesiapsiagaan masyarakat yang baik dalam menghadapi bahaya banjir lahar. 4. Metode SIG Partisipatif melalui kegiatan diskusi kelompok terarah (FGD) dan partisipasi rumah tangga menunjukkan bahwa lokasi yang rawan bahaya dapat dipetakan oleh masyarakat berdasarkan pengalaman dan pengetahuan masyarakat terhadap bahaya banjir lahar yang pernah terjadi.
Wawancara mendalam (indepth interview)
Hasil penelitian ini menunjukkan dua gambaran proses penyesuaian diri terutama coping pada penderita dalam menghadapi tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh gagal ginjal kronis (GGK) yang kemudian mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Responden tidak terpaku pada tekanan yang timbul dan berusaha aktif dalam menyelesaikan masalah (coping berorientasi masalah). Disisi yang lain, responden juga menyadari bahwa tekanan yang timbul akibat GGK berlangsung secara terus-menerus dan berulang sehingga diperlukan coping yang berorientasi pada emosi.
11 Nama peneliti (tahun)
5. Deni Kristanti (2013)
Judul penelitian
Tujuan
Coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Menilai tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Mengetahui strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
metode
Hasil penelitian
Survei Kuesioner Wawancara
1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap coping capacity, baik berada di wilayah huntara, dusun terdampak, maupun dusun tidak terdampak di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Strategi-strategi yang telah dilakukan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar Kali Putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang
12
1.6 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Karakterisasi parameter yang berpengaruh terhadap
coping capacity
masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 2. Menilai tingkat coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. 3. Mengetahui strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang.