BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pelayanan publik yang berkualitas menjadi salah satu wujud dari ciri tata pemerintahan yang baik (good governance). Kinerja pelayanan publik sangat besar pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, membangun sistem manajemen pelayanan publik yang handal adalah kewajiban bagi Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Tidak mengherankan kalau perbaikan kualitas pelayanan publik menjadi salah satu alasan mengapa Pemerintah mendesentralisasikan kewenangan penyelenggaraan pelayanan publik kepada Daerah. Dengan menyerahkan kewenangan penyelenggaraan pelayanan kepada Daerah diharapkan agar pelayanan publik akan menjadi lebih responsif atau tanggap terhadap dinamika masyarakat di Daerahnya. Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati dan Walikota kepada para Camat di setiap daerah sesungguhnya merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan program PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan) seperti diatur dalam Permendagri No 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, di mana seluruh Kecamatan sudah harus menerapkan program tersebut pada tahun 2015. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pada Pasal 9 ayat (1) ditetapkan bahwa dalam rangka mempermudah penyelenggaraan
berbagai
bentuk
pelayanan
publik,
dapat
dilakukan
1 Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan
sistem
pelayanan
terpadu.
Sistem
pelayanan
terpadu
sesungguhnya merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan terhadap publik/masyarakat. Terkait dengan pelayanan terhadap publik/masyarakat ini, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemda Provinsi, Pemda Kab. Atau Kota, pada Pasal 7 Ayat (1) ditetapkan, urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Pada tataran di bawahnya, Kecamatan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan,ditegaskan bahwa tugas Camat meliputi antara lain melakukan perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di Kecamatan dan melakukan percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai tindak lanjut upaya untuk melaksanakan kegiatan pelayanan publik, antara lain Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Permendagri ini mengatur penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat. Selanjutnya Pemerintah melalui Permendagri Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Untuk Provinsi Sumatera Utara hanya Kabupaten Serdang Bedagai yang baru menjalankan program ini dimana program PATEN pertama sekali telah diujicoba di Kecamatan Perbaungan sejak tahun 2011 dan membawa Perbaungan 2 Universitas Sumatera Utara
menjadi Kecamatan terbaik tingkat Provinsi Sumut tahun itu. Kemudian sejak Desember tahun 2012, Pemkab Sergai telah melauncing PATEN di enam kecamatanyang yang telah mendapat fasilitas meja pelayanan dan standart operasional PATEN diantaranya Kecamatan Perbaungan, Sei Rampah, Sei Bamban, Tebing Tinggi, Tebing Syahbandar dan Kecamatan Dolok Merawan. Dengan dilaunchingnya program ini di 11 kecamatan lagi di Sergai pada tahun 2013 yang lalu, maka seluruh kecamatan telah memiliki layanan ini. Dengan penggunaan sistem PATEN ini di setiap Kantor Kecamatan di Sergai maka pengharapannya warga masyarakat dapat menerima pelayanan yang lebih cepat, terukur, jelas dan tepat. Program PATEN yang dilaksanakan di kecamatan ini akan merubah sistem pelayanan dari sistem konvensional menjadi sistem Paten dengan harapan dapat mengoptimalkan peran pemerintah kecamatan dalam fungsi pelayanan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Karena selama ini pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dirasakan masih jauh dari kata baik dan selain itu juga dapat mengurangi permasalahan dari beban biaya yang ditanggung masyarakat mulai dari kendala jarak, jangkauan, waktu, sarana angkutan dan biaya untuk mendapatkan pelayanan berbagai pengurusan surat-surat, IMB, maupun perizinan dan nonperizinan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
3 Universitas Sumatera Utara
“Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Kantor Camat Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.” 1.2.Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, difokuskan pada bagaimana implementasi yang dilakukan oleh kecamatan perbaungan dalam pelaksanaan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) yang pada tujuannya tercantum dalam Peraturan Bupati Serdang Bedagai Nomor 24 Tahun 2012 Pada Pasal 4 adalah untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, maka peneliti nantinya akan melakukan observasi dan wawancara mendalam kepada informan terkait, baik itu kepada Camat Perbaungan, Tim Pelaksana Kegiatan, serta masyarakat Perbaungan yang akan menerima pelayanan Program tersebut, dengan tujuan mendapatkan informasi yang relevan sehingga dapat menilai dan memberikan solusi beserta strategi yang bisa dihasilkan dalam implementasi kebijakan tersebut. 1.3.Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpada Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan? 1.4. Tujuan Penelitian
4 Universitas Sumatera Utara
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk
mengetahui
bagaimana
Implementasi
Kebijakan
Program
Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam Implementasi Kebijakan Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di kantor Camat Perbaungan. 1.5.Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara
Ilmiah:
bermanfaat
untuk
melatih
dan
mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Admininistrasi Negara. 2. Secara Praktis: sebagai bahan masukan bagi Kantor Camat Perbaungan dalam memberikan pelayanan dan pengawasan yang sesuai untuk diterapkan dalam Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). 3. Secara Akademis : bermanfaat untuk menambah pengetahuan teoritis dan menyumbang kepustakaan baru dalam penelitian sosial.
1.6. Kerangka Teori Menurut Kerlinger (Singarimbun, 2008: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu
5 Universitas Sumatera Utara
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir dari sudut mana penulis menyoroti masalah yang ditelitinya. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel, atau masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto 2002:92) sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami permasalahan yang diteliti. Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.6.1. Kebijakan Publik 1.6.1.1.Pengertian Kebijakan Publik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak, pengertian publik dapat diartikan umum, masyarakat ataupun negara. Menurut Parsons (Wayne Parsons, 2005:3) kata “publik” berisi kegiatan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat
6 Universitas Sumatera Utara
atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan kata “kebijakan” menurut Heclo (Wayne Parsons, 2005:14) adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang umum istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan (policy) adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Selain itu, menurut Hesel N (Tangkilisan, 2003:2) kebijakan publik adalah pengalokasian
nilai-nilai
kekuasaan
untuk
seluruh
masyarakat
yang
keberadaannya meningkat. Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan merumuskan dan melaksanakan sesuatu yang berorientasi untuk mengentaskan masalah-masalah yang ada dikehidupan masyarakat.
Menurut Charles O. Jones (Tangkilisan, 2002:3) kebijakan publik terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1. Goals atau tujuan yang diinginkan, 2. Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mngevaluasi program, dan 5. Efect yaitu dampak dari program baik yang disengaja mapun tidak
7 Universitas Sumatera Utara
1.6.1.2. Proses Kebijakan Publik Menurut Dunn (Tangkilisan, 2003:7) dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik ia mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu: 1. Agenda Setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik yang muncul kepermukaan melalui proses problem structuring. Dimana menurut Dunn didalam problem structuring ini memilih empat fase yaitu: pencarian masalah, pendefinisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang penah dilakukan, c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada, d) Terjadinya kegagalan pasar, e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah publik. 2. Policy Formulation: adalah mekanisme proses utuk menyelesaikan masalah publik. Dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis
8 Universitas Sumatera Utara
keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui proses peramalan untuk memecahkan masalah
yang didalamnya
terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih. 3. Policy Adoption: adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas. b) Pengidentifikasian kritera-kriteria tertentu dan dipilih untuk menilai alternatif yang direkomendasikan. c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria yang relevan agar efek posisi alternatif lebih besar dari efek yang terjadi. 4. Policy Implementation: adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan dapat diukur.
9 Universitas Sumatera Utara
5. Policy assesment atau penilaian kebijakan : pada tahap ini semua proses implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut berjalan, biasanya dalam bentuk penilitian/riset dan rekomendasi. Dan evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan. Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai sasaran.
1.6.2. Implementasi Kebijakan 1.6.2.1.Pengertian Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah
10 Universitas Sumatera Utara
ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakantindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan terlebih dahulu yang dilakukan oleh formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undangundang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut. Menurut Jones (Tangkilisan,2003:17) terdapat tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu: 1. Penafsiran: yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi: merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan: berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lainnya. Sementara menurut Budi Winarno (2002), yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individu-individu swasta (kelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijaksanaan sebelumnya. Tahapan implementasi program secara singkat terdiri dari: 1. Penyusunan sumber-sumber yang ada (resources acquisitions).
11 Universitas Sumatera Utara
2. Interpretasi hukum, yang biasanya terbentuk regulasi tertulis dan elaborasinya (interpretation). 3. Perencanaan program (planning) 4. Pengorganisasian program (organizing) 5. Penyediaan keuntungan, pelayanan dan paksaan segera dikembangkan (providing benefits,service,coercion).
1.6.2.2. Model-model Implementasi Kebijakan Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu: A. Model Van Meter dan Van Horn (1975) Teori ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2004:78) menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan
dengan
implementasi
dan
suatu
model
konseptual
yang
menghubungkan kebijakan dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-prosedur implementasi. Hal lain yang dikemukakan mereka ialah bahwa yang menghubungkan kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas yang saling berkaitan. Variabel bebas itu adalah: 1. Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka
12 Universitas Sumatera Utara
akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen implementasi. 2. Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti dana yang digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan. 3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai. 4. Karakteristik Agen Pelaksana Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, normanorma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan
implementasi
kebijkan,
sejauh
mana
kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karateristik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi Implementor Ini mencakup tiga hal, yakni: (a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, pemahaman para agen pelaksana terhadap
13 Universitas Sumatera Utara
kebijakan, dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
B. Model Merilee S. Grindle (1980) Merilee
menyatakan
bahwa
keberhasilan
implementasi
kebijakan
ditentukan oleh derajatimplementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Konteks implementasi yang dimaksud meliputi: 1. Kekuasaan (power). 2. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved). 3. Karakteristik
lembaga
dan
penguasa
(institusion
dan
regime
characteristics). 4. Kepatuhan
dan
daya
tanggap
pelaksana
(compliance
and
responsiveness).
14 Universitas Sumatera Utara
C. Model George C. Edwards III (1980) Dalam pandangannya George III menjelaskan bahwasannya implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: 1. Komunikasi Suatu keberhasilan dari implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa saja yang harus ia lakukan. Mengetahui apa yang menjadi sasaran dan tujuan harus dikomunikasikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi penyimpangan dalam implementasi. 2. Sumber Daya Sumber daya sangatlah penting keberadaannya jika implementor kekurangan sumber daya untuk pelaksanaan maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya dapat berupa manusia dan sumber daya finansial. 3. Disposisi Disposisi adalah karakteristik, watak dan sifat yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sikap demokratis. Jika seorang implementor memiliki disposisi yang baik maka dia juga secara langsung akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap implementasi kebijakan. Satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi ataupun pemerintahan adalah adanya prosedur
15 Universitas Sumatera Utara
operasi yang disusun secara standar. Standar Operasional Prosedur menjadi pedoman yang kuat bagi setiap implementor dalam bertindak, struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
1.6.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Implementasi Suatu keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Menurut George Edward III (Winarno, 2002: 126) ada empat faktor yang berperan penting dalam keberhasilan implementasi, yaitu: 1. Komunikasi Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Disamping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus
16 Universitas Sumatera Utara
mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, diantara lain: a) Transmisi,
yaitu
penyaluran
komunikasi
yang
baik
akan
dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. b) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberian seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
17 Universitas Sumatera Utara
2. Sumber Daya Suatu implementasi kebijakan tidak akan berjalan efektif apabila implementor kekurangan sumber daya. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kineja program. Informasi merupakan sumber daya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang.
18 Universitas Sumatera Utara
Sumber daya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan
bagaiman
program
dilakukan,
kewenangan
untuk
membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang,pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor,peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil suatu program dapat berjalan dengan baik.
3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada di dalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksan sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Dukungan dari pimpinan juga sangat mempengaruhi pelaksanaan program sehingga dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan
19 Universitas Sumatera Utara
pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan
pelaksana
dengan
orang-orang
yang
mendukung
program,
memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program. 4. Struktur Birokrasi Struktur Birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadapa implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Strutur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Sehingga pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
1.6.3. Gambaran Umum Program PATEN Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan administrasi perizinan/non perizinan di tingkat Kecamatan, utamanya
20 Universitas Sumatera Utara
bagi Kecamatan yang letaknya jauh dari Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dan sulit dijangkau karena faktor kondisi geografis dan infrastruktur jalan yang belum memadai. Maksud penyelenggaraan PATEN adalah mewujudkan Kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat dan menjadi simpul pelayanan bagi kantor/badan pelayanan terpadu di Kabupaten/kota. PATEN mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mensuksekan program PATEN ini, Pemerintah juga telah menerbitkan antara lain: a) Kepmendagri No.138-270 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan PATEN; b) Surat Edaran Mendagri Nomor 100/121/PUM tanggal 3 Februari 2009 tetang Upaya Strategis Peningkatan Pelayanan Publik di Daerah; c) Surat Edaran Mendagri Nomor 318/312/PUM tangal 28 Februari 2011 tetang Penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN); d) Surat Edaran Mendagri Nomor 138/113/PUM tanggal 13 Januari 2012 tetang Percepatan Penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) di Daerah. Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, Pemerintah dalam rangka merespon dinamika perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tata kelola pemerintahan yang baik, perlu memperhatikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dalam pelayanan. Juga dalam rangka meningkatkan kualitas dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta memperhatikan kondisi geografis daerah, Pemerintah menganggap perlu
21 Universitas Sumatera Utara
mengoptimalkan peran Kecamatan sebagai perangkat daerah terdepan dalam memberikan pelayanan publik. Karena itu, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan. Pelayanan
Administrasi
Terpadu
Kecamatan
(PATEN)
adalah
penyelenggaraan pelayanan publik di Kecamatan dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dalam satu tempat. Ruang lingkup PATEN meliputi: a. Pelayanan bidang perizinan; b. Pelayanan bidang non perizinan. Kecamatan sebagai penyelenggara PATEN harus memenuhi syarat: a) substantif; b) administratif; dan c) teknis. Syarat
substantif
adalah
pendelegasian
sebagian
wewenang
Bupati/Walikota kepada Camat. Pendelegasian sebagian wewenang meliputi: a. bidang perizinan; dan b. bidang non perizinan. Pendelegasian sebagian wewenang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pendelegasian dimaksud dilakukan dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan. Persyaratan administratif meliputi: a. Standar Pelayanan: standar pelayanan, meliputi: 1. Jenis pelayanan. 2. Persyaratan pelayanan. 3. Proses/prosedur pelayanan. 4. Pejabat yang bertanggungjawab terhadap pelayanan. 5. Waktu pelayanan.
22 Universitas Sumatera Utara
6.Biaya pelayanan. Dimana
Standar
pelayanan
ditetapkan
dengan
Peraturan
Bupati/Walikota.Untuk kabupaten Serdang Bedagai sendiri standar pelayanan telah diatur dalam Peraturan Bupati Serdang Bedagai Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. b. Uraian Tugas Personil Kecamatan. Uraian tugas personil Kecamatan diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Persyaratan teknis meliputi: 1) Sarana prasarana; dan Sarana prasarana meliputi: 1. Loket/meja pendaftaran. 2. Tempat pemrosesan berkas. 3. Tempat pembayaran. 4. Tempat penyerahan dokumen. 5. Tempat pengolahan data dan informasi. 6. Tempat penanganan pengaduan. 7. Tempat piket. 8. Ruang tunggu. 9. Perangkat pendukung lainnya.
2) Pelaksana Teknis. pelaksana teknis meliputi: 1. Petugas informasi. 2. Petugas loket/penerima berkas. 3. Petugas operator komputer.
23 Universitas Sumatera Utara
4. Petugas pemegang kas. 5. Petugas lain sesuai kebutuhan. Pelaksana Teknis adalah Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan. Untuk menunjang efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan PATEN. Selain itu, Bupati/Walikota membentuk Tim Teknis PATEN, ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota. Tim Teknis PATEN mempunyai tugas: a) Mengidentifikasi
kewenangan
Bupati/Walikota
berkaitan
dengan
pelayanan administrasi yang dilimpahkan kepada Camat. b) Pejabat penyelenggara PATEN melakukan pengelolaan layanan secara transparan dan akuntabel. Biaya penyelenggaraan PATEN dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja
dan
anggaran
Kecamatan.
Dalam
hal
penyelenggaraan
PATEN
menghasilkan penerimaan oleh karena itu, wajib melakukan penyetoran ke kas daerah. Selain itu, Bupati/Walikota juga melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan PATEN, yaitu: 1. Penyelenggaraan sebagian wewenang Bupati/Walikota yang dilimpahkan. 2. Penyelenggaraan pelayanan yang pasti, mudah, cepat, transparan dan a kuntabel. 3. Penyelenggaraan tugas lainnya yang ditugaskan kepada Camat.
Pembinaan dan pengawasan dapat didelegasikan kepada Tim Teknis PATEN. Pendelegasian dilakukan secara tertulis. Hasil Pembinaan dan pengawasan disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur dengan
24 Universitas Sumatera Utara
tembusan kepada Menteri atau Direktur Jenderal yang membidangi pemerintahan umum.
1.6.3.1. Jenis-Jenis Pelayanan PATEN Jenis – jenis Pelayanan PATEN di Kecamatan, meliputi: 1. Registrasi surat keterangan tanah, surat penyerahan penguasaan atas tanah dengan cara ganti rugi; 2. Surat keterangan ahli waris; 3. Registrasi agunan ke bank; 4. Rekomendasi izin mendirikan bangunan; 5. Penerbitan izin mendirikan bangunan dengan luas kurang dari 200 meter persegi; 6. Rekomendasi izin gangguan (HO), surat izin usaha perdagangan (SIUP); 7. Rekomendasi pengurusan dokumen UL/PL (AMDAL); 8. Surat keterangan bersih lingkungan; 9. Surat pengantar pembuatan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk; 10. Surat pengantar keterangan pindah; 11. Surat keterangan silang sengketa; 12. Surat keterangan,surat kematian, KP-4, surat keterangan miskin; 13. Surat keterangan riset uliah kerja nyata/praktik kerja lapangan.
25 Universitas Sumatera Utara
1.6.3.2. Peran Serta Masyarakat Masyarakat berperan serta secara aktif dalam penyelenggaraan PATEN. Peran serta dapat berupa: 1. Ikut serta dalam penyusunan standar layanan. 2. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan layanan. 3. Memenuhi semua persyaratan pada saat meminta layanan. 1.7. Definisi Konsep Menurut Singarimbun (2008:33), konsep adalah isitilah dan defenisi yang digunakan
untuk
menggambarkan
secara
abstrak
mengenai
kejadian,keadaan,kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Tujuannya
adalah
untuk
memberi
batasan
terhadap
pembahasan
dari
permasalahan yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah lewat keputusan bersama dengan aktor-aktor politik untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. 2. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan–keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu. Adapun
26 Universitas Sumatera Utara
indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Komunikasi 2) Sumber Daya 3) Disposisi 4) Struktur Birokrasi 3. Program Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) PATEN merupakan inovasi manajemen dalam rangka mendekatkan, mempermudah, dan mempercepat pelayanan administrasi perizinan/non perizinan di tingkat Kecamatan, utamanya bagi Kecamatan yang letaknya jauh dari Kantor Pemerintah Kabupaten/Kota dan sulit dijangkau karena faktor kondisi geografis dan infrastruktur jalan yang belum memadai.
27 Universitas Sumatera Utara
1.8.Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam 6 bab, yang terdiri dari: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini terdri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB 2 METODE PENELITIAN Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB 4 PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang dipperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumen-dokumen yang dianalisis. BAB 5 ANALISIS DATA Bab ini memuat analisa data
yang diperoleh dari hasil penelitian dan
memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti. BAB 6 PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan . Pemecahan masalah yang dikemukakan dalam bentuk saran.
28 Universitas Sumatera Utara