1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan
di Indonesia, untuk yang kedua kalinya menjadi peserta di Pemilu 2014 . Sebagai partai baru geliat Gerindra cukup meyakinkan dalam percaturan politik nasional. Hal ini terlihat dari keikutsertaannya untuk yang pertama kali dalam Pemilu 2009 menempati urutan kedelapan dengan hasil perolehan suaranya mencapai angka 4.646.406 (4,46%) di Pemilu 2009 (http;//kpu.go.id). Pemilihan
umum
adalah
sarana
perwujudan
prinsip-prinsip
demokrasi dalam pemerintahan negara modern. Makna pemilihan umum yang paling substansial bagi suatu kehidupan demokratis adalah sebagai sarana untuk melakukan perubahan kekuasaan yang dilakukan secara reguler, sesuai dengan aturan yang berlaku dan selalu mengedepankan etika sehingga sirkulasi elit politik (pergantian kekuasaan) dapat dilakukan secara damai dan beradab. Institusi pemilihan umum adalah produk pengalaman sejarah manusia dalam mengelola dan mewujudkan kedaulatan
di
tangan
rakyat.
Sistem
politik
pembentukan kekuasaan pemerintah melalui
demokratis
dengan
pemilihan umum ini
merupakan cara yang terbaik karena di lengkapi dengan infrastruktur
2
dalam sistem demokrasi yang meliputi partai politik, parlemen, hukum yang adil, jaminan perlindungan hak sipil dan hak asasi manusia. Dalam sebuah negara demokrasi pemilu berfungsi sebagai : Pertama, prosedur penggantian kekuasaan atau jabatan-jabatan politik yang bersifat rutin; Kedua, mekanisme pemilihan pemimpin. Pemilu menerapkan pemilihan yang paling layak untuk mengetahui siapa yang paling layak untuk menjadi pemimpin dan siapa yang dianggap mampu mewakili kepentingan mereka; Ketiga, resolusi konflik secara damai sehingga pergantian kepemimpinan dan artikulasi kepentingan dapat dihindarkan dari cara-cara kekerasan, dan; Keempat, saluran akses ke kekuasaan dari masyarakat ke dalam lingkaran kekuasaan (Mardimin, 1994:36). Pemilihan umum menjadi tolak ukur demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintah dan negaranya. Pemilu merupakan ajang yang paling massif, bebas (free) dan adil untuk memilih dan menentukan partai dan tokoh mana yang berhak mewakili rakyat. Dalam sistem negara demokrasi mekanisme yang paling legal dan terhormat adalah dengan mengikuti pemilu. Dalam pemilu setiap orang dihargai sama hak suaranya (one man one vote / satu suara satu orang). Oleh karena itu pemilu memiliki daya tarik bagi siapa saja yang ingin memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan cara yang syah.
3
Pemilihan umum disebut juga dengan “Political Market” (Indria Samego, 1997:24). Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan
serangkaian
aktivitas
politik
yang
meliputi
kampanye,
propaganda, iklan politik melalui media massa baik cetak maupun elektronik dan media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan kamunikasi
pribadi
secara
tatap
muka
atau
lobby
yang
berisi
penyampaian pesan mengenai program, platform, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislatif maupun eksekutif. Politik di Indonesia telah menempatkan partai politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa partai politik, partai politik secara mendasar adalah sebuah organisasi atau institusi yang mewakili beberapa golongan dari masyarakat yang memiliki tujuan yang sama, yang kemudian bersama-sama berusaha untuk mancapai tujuan tersebut. Oleh karena itu dalam sebuah negara yang demokratis partai politik adalah sebuah lembaga yang memiliki peranan yang penting dalam negara demokrasi khususnya pada masa sekarang atau masa setelah reformasi.
4
Partai politik adalah infrastruktur politik masyarakat dimana aspirasi dan partisipasi masyarakat diorganisir dan disalurkan dalam sistem politik pemerintahan melalui pemilu. Sigmund Neumann dalam Miriam Budiarjo (1994:200) mendefinisikan partai politik sebagai organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya kepada kekuasaan pemerintahan dengan bersaing untuk mendapatkan dukungan rakyat, dengan kelompokkelompok lain yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Ketika kran demokrasi dibuka di era reformasi pada tahun 1998, banyak partai politik baru yang didirikan. Di satu sisi, hal ini merupakan sebuah euphoria demokrasi dan di lain sisi menimbulkan kegamangan publik akan literasi politiknya. Masyarakat yang telah terbiasa diarahkan pada pilihan partai politik tertentu di masa Orde Baru menjadi bingung karena harus berhadapan dengan sedemikian banyaknya pilihan partai politik. Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik adalah pemilu pertama pasca kekuasaan mantan Presiden Suharto yang dilaksanakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie dimana dalam pelaksanaannya cukup demokrtais dan terselenggara di bawah sstem politik demokrasi liberal. Reformasi
di
Indonesia
membawa
konsekuensi
perubahan
mendasar dalam sistem pemilihan umum di Indonesia. Pertama, kembalinya sistem multi-partai seperti pada masa tahun 1955; Kedua, mulai tahun 2004 pemilu diselenggarakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif
5
untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pemilu Presiden secara langsung. Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat
karena
untuk
pertama
kalinya
rakyat
Indonesia
memilih
presidennya secara langsung sebagai babak baru demokrasi di Indonesia yang pada era sebelumnya dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pemilu 2004 dimenangkan oleh Partai Golkar dengan perolehan 21,58% suara, disusul oleh PDIP dengan 18,53% suara, Partai Kebangkitan Bangsa dengan 10,57% suara sedangkan Partai Demokrat yang mengusung pasangan SBY-JK sebagai capres dan cawapres yang kemudian memenangkan pemilihan presiden menempati posisi keempat dengan suara 7,45%. Dalam pemilihan umum tahun 2004, warga juga masih dihadapkan pada masalah yang sama dimana partai politik yang mengikuti pemilu sebanyak 24 parpol (http;//kpu.go.id). Geliat politik menuju Pemilu 2014 kian terasa di tahun politik ini. Pada Pemilu 2009 lalu, tercatat 38 partai politik nasional mengikuti pemilu yang kemudian dimenangkan oleh Partai Demokrat dengan perolehan suara 20,85% (naik hamper 300% dari pemilu sebelumnya) suara yang dianggap syah. Kemenangan Partai Demokrat ini mengubah peta perpolitikan di Indonesia dimana partai tersebut lahir di era reformasi sedangkan dua partai besar yang lahir pada masa Orde Baru yaitu Partai Golkar
dan
PDIP
(http;//kpu.go.id).
hanya
menempati
urutan
kedua
dan
ketiga
6
Pemilu setelah reformasi menggambarkan bahwa tidak satupun partai politik yang dominan seperti di masa Orde Baru dimana Golkar sebagai partai pemerintah selalu dapat memenangkan pemilu dengan perolehan suara yang sangat signifikan yang selalu meraih lebih dari 60% suara. Hal ini dikarenakan rezim penguasa pada saat itu memanfaatkan koalisi jalur ABG (ABRI, Birokrat dan Golkar) sehingga menjadi kekuatan politik yang solid dalam mempertahankan kekuasaan pemerintah. Menurut Gabriel Almond dalam Miriam Budiarjo (2003:200) partai politik memainkan peranan penting sebagai komunikator politik yang menjadi penghubung antara aspirasi dan ideologi warga masyarakat dengan pemerintah. Salah satu fungsi partai politik yang penting adalah melakukan komunikasi politik, disamping fungsi-fungsi yang lainnya. Oleh karenanya partai politik perlu melakukan komunikasi politik yang sangat massif dan intensif dengan tujuan untuk membentuk dan membina citra serta
Opini
Publik,
mendorong
partisipasi
politik
warga
negara,
memenangi pemilihan dan mempengaruhi kebijakan politik negara ataupun kebijakan publik (Anwar Arifin, 2011:177). Komunikasi
politik
menurut
Miriam
Budiardjo
(2003:163)
merupakan salah satu fungsi penting partai dalam menyalurkan berbagai ragam pendapat dan aspirasi masyarakat serta mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat dapat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu kompleks, pendapat dan aspirasi seseorang atau sekelompok orang akan hilang tak berbekas
7
seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan dengan ‘’penggabungan kepentingan’’ (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam
bentuk
yang
teratur.
Proses
ini
dinamakan
‘’perumusan
kepentingan’’ (interest articulation). Semua kegiatan diatas dilakukan oleh partai yang selanjutnya merumuskannya sebagai usul kebijaksanaan. Usul ini dimasukkan dalam program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan kebijaksanaan umum (public policy) sehingga tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Disamping itu partai politik berfungsi juga untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dari atas ke
bawah
maupun
sebaliknya,
dimana
partai
berperan
sebagai
penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah, antara pemerintah dan warga masyarakat. Fungsi ini disebut sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide (clearing house of ideas). Terkadang juga dikatakan partai bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.
8
Menurut
Dahlan
dalam
Hafied
Cangara
(2009:35)
bahwa
komunikasi adalah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik atau berpengaruh terhadap perilaku politik. Artinya komunikasi politik sebagai suatu proses pengoperan lambanglambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta memengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik. Reformasi
menghadirkan
kebebasan
berpolitik
sehingga
memunculkan kompetisi politik yang begitu bebas, transparan, ketat dan sangat terbuka diantara partai-partai politik peserta pemilu sehingga partai politik sebagai kontestan pemilu perlu membuat strategi yang baik untuk memasarkan gagasan, ideologi dan isu politiknya. Di saat makin seragamnya ideologi politik, maka perlu dilakukan positioning untuk dapat membedakan partai yang satu dengan yang lainnya dikarenakan publik sudah tidak fanatik lagi terhadap ideologi partai. Menurut Firmanzah (2008:35) apapun ideologinya, yang penting apakah partai bisa membawa bangsa dan negara mencapai kemajuan dengan program kerjanya. Publik mengharapkan partai yang dapat menawarkan solusi terbaik untuk masalah-masalah kebangsaan dengan program kerja mereka. Ikatan tradisional yaitu ideologi akan tergantikan dengan hal-hal yang lebih bersifat pragmatis seiring dengan makin meningkatnya jumlah pemilih non partisan. Hal ini terjadi karena adanya
9
kekecewaan publik terhadap kinerja partai politik yang selalu terbelit dengan kasus korupsi sehingga tidak mampu menyelesaikan masalahmasalah bangsa. Dari 15 partai politik yang mengikuti Pemilu 2014 peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian bagaimana strategi komunikasi politik Partai Gerindra karena partai ini memiliki beberapa program aksi transformasi (2014-2019) yaitu: (1)Membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil dan makmur
(2)
Melaksanakan
ekonomi
kerakyatan
(3)Membangun
kedaulatan pangan dan energy serta pengamanan sumber daya air (4)Meningkatkan kualitas pembangunan manusia Indonesia melalui pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya serta olah raga (5)Membangun infrastruktur dan menjaga kelestarian alam serta lingkungan hidup (6)Membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kuat, tegas dan efektif. Partai Gerindra juga menjadi inisiator pertama dalam merekrut calon anggota legislatif di
Pemilu 2014 melalui media massa. Hal ini
membuktikan bahwa partai ini membuka kesempatan kepada masyarakat luas untuk berkompetisi secara sehat sehingga calon-calon anggota legislatif yang nantinya terpilih adalah orang-orang yang memiliki integritas yang tinggi. Di partai ini juga terdapat tokoh politik yaitu Letjend (Purnawirawan) Prabowo Subianto yang dijadikan sebagai ‘’magnet’’ dalam persaingan meraih suara ketika pemilu. Prabowo Subianto berperan sebagai komunikator politik yang cukup efektif membius khalayak
sehingga
mampu
mempengaruhi
para
pemilih
untuk
10
memberikan suaranya dalam Pemilu 2009 yang lalu. Partai Gerindra menempati urutan kedelapan dalam perolehan kursi di DPR RI yang membuktikan efektivitas strategi komunikasi politik yang memanfaatkan ketokohan Prabowo Subianto sebagai pahlawan partai. Partai Gerindra yang para politikusnya duduk di kursi DPR sampai saat ini belum ada yang terlibat dalam kasus korupsi sehingga citranya cukup positif di mata masyarakat dan menjadi modal yang signifikan dalam meraih simpati dari para pemilih. Hal ini menarik untuk diteliti di tengah maraknya kasus korupsi di Indonesia. Perilaku politikus Partai Gerindra yang baik ini merupakan langkah strategis komunikasi politik kepada publik untuk dapat mendongkrak tingkat elektabilitas partai untuk menghadapi Pemilu 2014. Dengan menghindari korupsi maka para politisi Partai Gerindra dapat membentuk opini publik sehingga citra politik mereka meningkat yang pada akhirnya dapat menggiring para pemilih dalam bilik suara untuk memilih mereka kembali. Fenomena apatisme masyarakat terhadap intitusi politik negara terus
mengalami
peningkatan
sejak
pemilu
di
awal
reformasi
dilaksanakan, maka Partai Gerindra harus memiliki strategi komunikasi politik yang taktis sehingga warga masayarakat mau berpartsispasi menggunakan haknya dalam pemilu. Hal ini dapat berimplikasi pada perolehan suara Partai Gerindra bila mampu membangun komunikasi politik yang efektif dengan konstituen agar dapat meraih target untuk memperoleh 15% kursi di DPR dan 25% suara syah nasional. Hal ini
11
tentu sejalan dengan slogan partai yaitu ‘’Gerindra menang Prabowo Presiden’’. Strategi komunikasi politik dalam perspektif Anwar Arifin (2011:235) adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan saat ini, guna mencapai tujuan politik pada masa depan terutama dalam hal untuk memenangkan pemilu. Merawat ketokohan, memantapkan kelembagaan politik, menciptakan kebersamaan dan membangun konsensus merupakan keputusan strategis yang tepat bagi komunikator politik. Partai Gerindra sebagai salah satu peserta Pemilu 2014 tentu harus membuat strategi komunikasi politik yang dalam kajian teoritis Anwar Arifin (2011:235), meliputi : pertama, merawat tokoh politik yang merupakan kader dari partai tersebut agar bisa dicitrakan sebagai ‘’pahlawan politik’’ sehingga dapat membantu mendongkrak perolehan suara
dalam
pemilu;
Kedua,
Memantapkan
serta
membesarkan
kelembagaan melalui konsolidasi agar memiliki kegunaan bagi khalayak sehingga
dibutuhkan
dan
diperlukan
oleh
masyarakat;
Ketiga,
menciptakan kebersamaan antara politikus dengan rakyat melalui penyusunan pesan yang homofili dan melakukan tindakan empati (pribadi khayal dan luwes); Keempat, membangun konsensus antar politikus dalam satu partai maupun dengan partai yang lainnya.
12
Dengan menerapkan strategi komunikasi politik tersebut secara baik dan efektif maka diharapkan dapat memperoleh suara yang maksimal dari para pemilih dalam pelaksanaan pemungutan suara pada saat Pemilu 2014 dilaksanakan. Berdasarkan fenomena dan penjelasan tersebut di atas, penelitian ini bermaksud untuk mengungkap lebih jauh dan mendalam bagaimana strategi komunikasi politik Partai Gerindra dalam meningkatkan dukungan pemilih pada Pemilu 2014.
1.2.
FOKUS PENELITIAN Dengan adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya serta untuk
menjaga agar penelitian lebih terarah maka penelitian ini hanya difokuskan pada strategi komunikasi politik Partai Gerindra dalam Pemilu 2014. Dari uraian latar belakang gambaran tersebut di atas, maka fokus pada penelitian ini berusaha untuk menjawab fenomena sebagai berikut : 1) Bagaimana strategi komunikasi politik
Partai Gerindra dalam
Pemilu 2014 ?
1.3.
MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Bertitik tolak pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
13
1) Mengetahui strategi komunikasi politik Partai Gerindra dalam Pemilu 2014.
1.4.
MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna
sebagai berikut: 1) Secara teoritis/akademis (1) Mengembangkan kajian deskripsi ilmu sosial pada umumnya dan komunikasi politik pada khususnya (2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai strategi komunikasi politik Partai Gerindra.
2) Secara Praktis (1) Memberikan informasi bagi konsultan politik dalam menyusun program untuk memahami karakteristik Partai Gerindra. (2) Memberikan wawasan kepada para politikus Partai Gerindra dalam menyusun strategi komunikasi politik.