BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dimana setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau serta
berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak hidup sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tak mampu. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam program pembangunan Nasional. Kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi (Bappenas, 2007). Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama masa kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa memperhatikan lama dan tempat kehamilan yang dipicu oleh kehamilannya atau penanganan kehamilannya, tetapi bukan karana kecelakaan (Prawirohardjo, 2009). Jumlah kematian ibu saat melahirkan mencapai 40.000 orang per bulan di dunia. Menurut World Health
Universitas Sumatera Utara
Organization (WHO) Angka Kematian Ibu (AKI) di Asia Tenggara menyumbang hampir sepertiga jumlah kematian ibu secara global (Depkes, 2008). Berdasarkan Renstra Depkes 2005-2009 bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia selain ditinjau dari AKI, juga ditinjau dari Angka Kematian Bayi (AKB). Salah satu faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga penolong Persalinan. Meskipun banyak ibu hamil yang pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak Persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di perdesaan, untuk dapat menekan AKB dan AKI perlu digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu (GSI), Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa-desa. Dengan demikian diharapkan angka penolong Persalinan oleh tenaga medis dapat ditingkatkan (BPS, 2006). Hasil Survei Kesehatan Nasional Tahun 2004, bahwa dari 320 wanita usia reproduksi tercatat 38 kematian maternal, 29% diantaranya terjadi saat hamil, 45% pada saat Persalinan dan 26% pada saat nifas. Proporsi kematian maternal di pedesaan 3 kali lebih besar dari perkotaan. Berdasarkan cakupan pertolongan Persalinan diketahui terdapat 31,2% ibu untuk pertolongan awal Persalinan pergi ke tenaga non kesehatan (dukun 28,3%, keluarga 2,4%, lain-lain 0,5%), dan penolong Persalinan terbanyak adalah bidan (64,5%) termasuk bidan praktek swasta (Depkes RI, 2005) Kondisi AKI Indonesia berdasarkan data dan penelitian tentang kualitas penduduk Indonesia 2011 tercatat Angka Kematian Ibu masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, (Joewono, 2012). Faktor penyebab tingginya AKI tersebut amat
Universitas Sumatera Utara
beragam, antara lain kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda bahaya sehingga terlambat membawa ibu, bayi, dan anak balita ke fasilitas kesehatan. Faktor keterlambatan keluarga dan tenaga kesehatan dalam penanganan pasien, di kenal dengan Istilah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”, ini merupakan fenomena yang paling sering terjadi dan merupakan faktor penyebab kematian ibu.: (1) keterlambatan dalam menentukan untuk segerah mencari pengobatan / pertolongan karena : (a) tidak mengetahui akan adanya komplikasi, (b) budaya dan pandangan yang menerima adanya kematian seorang ibu, (c) status wanita yang dianggap masih rendah, dan (d) hambatan sosio-kultural dalam pengobatan / pertolongan; (2) keterlambatan dalam mencapai tempat pengobatan / pertolongan, misalnya karena letak geografis dan buruknya organisasi dan sarana transportasi; dan (3) keterlambatan dalam mendapat pertolongan karena faktor-faktor personil dan sarana tidak memadai, personil tidak terlatih dan masalah keuangan. Istilah 4 terlalu yaitu terlalu muda untuk menikah, terlalu sering hamil, terlalu banyak melahirkan dan terlalu tua untuk hamil (Depkes, 2004). Menurut Yustina (2007) dalam konteks “4 terlalu” menikah di usia muda hingga kini masih cendrung tinggi terjadi di masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Disadari atau tidak, masih banyak perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun, pada dasarnya hamil dan melahirkan diusia yang beresiko tinggi. Melihat kondisi sosial dan ekonomi bangsa kita, persentase yang menikah pada usia dibawah 20 tahun masih jauh lebih besar jumlahnya. Kondisi tersebut didukung oleh UU
Universitas Sumatera Utara
No.I/1974 pasal 7 tentang batasan usia menikah bahwa Perkawinan mengijinkan perempuan menikah jika sudah mencapai usia 16 tahun. Wanita mempunyai hak untuk reproduksinya dan seksualnya sendiri yang tertuang dalam Hak-Hak Kesehatan Reproduksi antara lain (1) Hak untuk hidup, (2) Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan, (3) Hak atas kesetaraan, dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi, (4) Hak privasi, (5) Hak kebebasan berfikir, (6) Hak atas informasi dan edukasi, (7) Hak memilih untuk menikah atau tidak, (8) Hak untuk memutuskan kapan ingin punya anak, (9) Hak atas pelayanan kesehatan, (10) Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan, (11) Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik, dan (12) Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan (Manuaba, 2009 ) Target Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia salah satunya adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, target Nasional pada tahun 2014 sebesar 118/100.000 kelahiran hidup. Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih pada tahun 2009 sebesar 77,34% dan target nasional pada tahun 2014 sebesar 90,00 % (Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010 – 2014). Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup melalui pelaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer). Safe Motherhood merupakan upaya global untuk mencegah/menurunkan kematian ibu dengan slogan Making Pregnancy Safer (MPS). Dalam pelaksanaan Safe Motherhood terdapat 3 pesan kunci dalam MPS yaitu: (1) setiap Persalinan
Universitas Sumatera Utara
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat penanganan adekuat, dan (3) setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Empat strategi utama dalam MPS yaitu: (1) meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas, (2) membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya, (3) mendorong pemberdayaan perempuan dan juga keluarga melalui peningkatan pengetahuan, (4) mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehtan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2009). Desa Siaga (Desa Siap Antar Jaga) juga merupakan program pemerintah yang dilakukan sejak tahun 2006 untuk melaksanakan salah satu dari strategi MPS yaitu memberdayakan dan melibatkan peran aktif perempuan, serta suami dan masyarakat oleh pemerintah. Dalam pelayanan kesehatan ibu hamil pada program desa siaga, terdapat empat kegiatan utama, yaitu : (1) notifikasi ibu hamil, (2) tabungan ibu bersalin/Tabulin, dana sosial ibu bersalin/Dasolin, (3) transportasi, (4) ketersediaan donor darah (Prawirohardjo, 2009). Kesehatan ibu dan bayi pada saat melahirkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penolong Persalinan. Data penolong Persalinan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan terutama dalam pengaruh dengan tingkat kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan secara umum (BPS, 2008). Penyebab kematian ibu dapat diatasi dengan cepatnya pertolongan pada saat
Universitas Sumatera Utara
Persalinan dan kemampuan ibu dalam mencari ataupun memilih penolong Persalinan. Kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan bagi individu maupun keluarga dapat dipengaruhi beberapa hal, menurut teori pola pemanfaatan pelayanan kesehatan dari Anderson yang dikutip oleh Notoatmojo (2002), ada faktor- faktor utama seperti faktor demografi, stuktur sosial, kepercayaan, kondisi keluarga dan kondisi masyarakat. Hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor utama tersebut adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pekerjaan (Notoadmojo, 2002). Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan dari usia ibu. Tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang eksponensial dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Tingkat pendapatan mempunyai kontribusi yang besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena semakin tinggi tingkat pendapatan semakin leluasa untuk memilih pelayanan kesehatan. Pekerjaan, paritas dan tingkat resiko kehamilan ibu juga ada kaitannya dengan arah pencarian dan pemilihan pertolongan Persalinan (Sutanto, 2002) Data statistik menunjukan bahwa secara Nasional dukun ternyata masih menjadi pilihan kedua setelah Bidan. Surve Sosial Ekonomi (SUSENAS) dari tahun 2000-2005, penolong Persalinan yang dilakukan oleh dukun mencapai 26,28% (BPS, 2006). Penolong Persalinan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Bidan (58%) dan dukun bersalin (25,31%), sedangkan menurut tipe daerah di perkotaan maupun di
Universitas Sumatera Utara
pedesaan penolong Persalinan yang terbanyak dilakukan oleh bidan, masing-masing 65,81% dan 52,22% (BPS, 2008) Menurut Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan angka persentase pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan dari 16.404 Persalinan, yang di tolong tenaga kesehatan sebanyak 14,408 (87,83 %) persentase pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 95 % (Depkes RI, 2011). Puskesmas Binjai Serbangan merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kabupaten Asahan dimana Persentase pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan dari 1767 Persalinan, yang di tolong tenaga kesehatan sebanyak 1566 (87,16 %) dari data tersebut terlihat bahwa 201 Persalinan masih ditolong oleh tenaga non medis. Persentase pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan masih juga dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 95 % (Depkes RI, 2011) Berdasarkan survey awal pada 6 kasus kematian ibu di Wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan bahwa pemanfaatan penolong Persalinan oleh ibu di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Faktor prediposisi yaitu budaya patriaki yang masih kental, Pendidikan yang rendah membuat perempuan tidak memiliki kendali penuh atas dirinya. Seringkali perempuan tidak berkuasa kapan ibu harus mengandung. Padahal disaat itu mungkin hamil berbahaya bagi ibu. Perempuan masih dipandang sebagai makhluk inferior, sementara laki-laki mahluk superior dan menentukan segala-galanya, dan mengharuskan suami ikut tinggal dirumah istri/mertua setelah menikah, menyebabkan segalah keputusan terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan tersebut tidak dapat didukung oleh suami secara
Universitas Sumatera Utara
maksimal karena adanya campur tangan mertua/orang tua pada kehamilan dan Persalinan istri. Ketidakmampuan ibu dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tempat bersalin karena sikap wanita selalu terkondisi menerima dengan pasrah berbagai macam bentuk ketidak kewajaran termasuk dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak maksimal, Faktor pendukung juga menjadi masalah yang ikut berperan dalam permasalahan yang dihadapi ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan. Sosial ekonomi masyarakat memegang peranan dalam pemanfaatan penolong Persalinan di lihat dari besarnya pendapatan keluarga perbulannya, masyarakat lebih senang menggunakan tenaga dukun bersalin karena biaya tidak mahal sementara pelayanan yang diberikan menyeluruh dari mulai menolong Persalinan, mengusuk ibu membuatkan jamu, merawat bayi sampai selapan (32 hari) bahkan membuat sukuran atas kelahiran bayi tersebut hingga penyunatan dan menindik telinga bagi bayi perempuan. Puskesma Bijai Serbangan mempunyai 12 (dua belas) desa sebagai cakupan kerjanya. Sebagian ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan belum menggunakan sarana pelayanan kesehatan disebabkan jarak yang jauh serta transfortasi yang sulit serta sarana jalan yang buruk. Sarana prasarana kesehatan dan pelayanan kesehatan yang baik sangat di butuhkan masyarakat, sehingga masyarakat bisa memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Menurut Permata (2002) bahwa mereka yang mempunyai pendidikan yang tinggi yaitu setingkat SLTA ke atas dan pengetahuan katagori baik cendrung memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional, karena faktor pendidikan
Universitas Sumatera Utara
dan pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terhadap pemilihan pertolongan Persalinan. Menurut Bagus (2001), faktor yang Memengaruhi pemanfaatan pertolongan Persalinan antara lain faktor demografi meliputi umur dan paritas ibu melahirkan. Faktor pendidikan dan pengetahuan ibu, faktor ekonomi dan lingkungan sosial. Menurut Kristiani dan Abbas (2006) faktor-faktor yang Memengaruhi pemanfaatan pelayanan tenaga profesional (bidan di desa) antara lain faktor lingkungan tempat bidan bertugas, kesadaran masyarakat, bidan yang bertugas, termasuk juga keadaan kemampuan biaya dari masyarakat. Keterlambatan dalam mencari pengobatan / pertolongan bisa berakibat terancamnya jiwa ibu. Pengambilan keputusan bukanlah hal yang mudah karena banyak faktor yang Memengaruhinya. Kondisi tersebut menimbulkan keinginan peneliti untuk meneliti tentang Pengaruh Faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan terhadap pemanfaatan penolong Persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan terhadap pemanfaatan penolong Persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan. 1.3. Tujuan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan terhadap pemanfaatan penolong Persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan.
1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan berpengaruh terhadap pemanfaatan penolong Persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan.
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Dinas Kesehatan Asahan Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Asahan untuk dijadikan bahan kajian dalam peningkatan kualitas pelayanan antenatal bagi ibu bersalin serta penentuan kebijakan
dalam
upaya pencapaian target-target Pemantauan
Wilayah Setempat – Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). 2. Puskesmas Binjai Serbangan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Binjai Serbangan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya dalam pencapaian target pelayanan Persalinan oleh petugas kesehatan. 3. Ilmu pengetahuan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
penolong Persalinan sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 4.
Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyrakat mengenai pengaruh faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan terhadap pemanfaatan penolong Persalinan pada ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan sehingga nantinya masyarakat memilih tenaga penolong Persalinan yang profesional sebagai penolong persalinan.
Universitas Sumatera Utara