BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik serta perkembangan emosional antara anak-anak dan sebelum dewasa. Kategori periode usia remaja dari berbagai referensi berbedabeda, namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara 10-21 tahun. Pembagian kelompok remaja tersebut adalah remaja awal usia 10-14 tahun, remaja menengah usia 14-17 tahun, dan remaja akhir 17-21 tahun. Menurut WHO (2009) jumlah remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 milyar dan satu dari lima orang di dunia ini adalah kelompok usia remaja 10-19 tahun, sedangkan di Asia Tenggara, jumlah remaja mencapai ± 18% - 25% dari seluruh populasi di daerah tersebut. Masa remaja adalah masa transisi dari tahap anak-anak ke tahap dewasa. Selama masa remaja, terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan terpesat kedua setelah tahun pertama kehidupan pada masa bayi. Pada periode ini terjadi perubahan fisik, biologis dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan. Perubahan fisik yang terjadi akan mempengaruhi status kesehatan dan nutrisinya. Ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhannya akan menimbulkan masalah gizi, baik berupa masalah gizi kurang maupun gizi lebih (Briawan, 2014). Pada kebanyakan perilaku remaja, kualitas pangan yang buruk merupakan penyebab utama masalah
Universitas Sumatera Utara
gizi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan infeksi penyakit, kemungkinan juga menjadi penyebab rendahnya status gizi remaja (ACC/SCN, 2000). Kekurangan zat gizi saat remaja, seperti terlalu kurus atau pendek akibat kurang energi kronis, sering tidak diketahui oleh mereka maupun keluarganya (World Bank, 2003). Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kemampuan belajar dan bekerja tidak maksimum, meningkatkan resiko terjadi kehamilan pada remaja dan membahayakan bayi yang dilahirkan. Kelompok usia remaja sangat rentan mengalami kekurangan zat gizi makro, seperti energi, dan protein. Angka prevalensi gizi kurang (ukuran tubuh pendek atau stunting) yang sangat tinggi di Asia adalah akibat kekurangan zat gizi makro yang kronis (World Bank, 2003 ; UN-SCN, 2004). Di Indonesia, prevalensi gizi kurang (tubuh kurus) pada remaja sebesar 17,4% (Permaesih dan Herman, 2005). Selain zat gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi, defisiensi vitamin A, seng dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi pada masa ini sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan komponen penting dalam pembentukan hemoglobin, membantu berbagai proses metabolisme tubuh, pembentuk utama tulang dan otot serta pertumbuhan skeletal
(Arisman,
2010). Masalah gizi remaja dapat diperbaiki dengan konsumsi pangan yang beragam. Setiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, aroma, dan daya cerna tersendiri yang memberikan sumbangan gizi berbeda-beda. Asupan gizi yang cukup akan mempengaruhi kesehatan remaja, dan secara langsung akan turut membantu
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dan perkembangan remaja yang lebih optimal dan juga mencegah timbulnya penyakit kronis setelah dewasa (Briawan, 2014). Selain dengan cara merubah kebiasaan makan menjadi lebih baik dan mengonsumsi suplemen, remaja juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tambahan diluar waktu makan seperti mengonsumsi jajanan yang sehat dan kaya akan energi, salah satunya adalah biskuit. Biskuit adalah salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000), biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, remaja, hingga orang tua yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Kandungan dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi. Adanya penerapan teknologi fortifikasi (penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi, tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan teknologi, biskuit dapat disulap menjadi makanan yang enak, bergizi, berpenampilan menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan (Astawan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia memiliki tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi pada masyarakat disamping konsumsi beras. Untuk membantu mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan menurunkan harga jualnya, penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain. Substitusi terigu diharapkan dapat menjamin kesinambungan produksi dan sekaligus memberdayakan potensi sumber daya lokal seperti penggunaan biji nangka, kacang merah, dan juga pisang. Pemanfaatan biji nangka, pisang dan kacang merah pada produksi pangan masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat terhadap biji nangka, kacang merah, dan pisang itu sendiri hanya dikonsumsi dalam bentuk olehan sederhana seperti direbus atau digoreng saja. Padahal pemanfaatan biji nangka dapat dikembangkan lagi menjadi berbagai macam olahan yang bervariasi dan lebih menarik. Biji nangka ternyata tidak harus selalu dianggap limbah dan dibuang begitu saja. Selama ini biji nangka dimanfaatkan hanya dengan merebus atau memakannya langsung. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan, maka 2 kg biji nangka sebanding dengan 1 kg beras. Meski begitu biji nangka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih adanya kandungan zat gizi lain yang lebih tinggi dibanding makanan penghasil karbohidrat lainnya seperti protein. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus, dan singkong, maka biji nangka termasuk memiliki kadar zat gizi yang relatif potensial.
Universitas Sumatera Utara
Kacang merah merah merupakan jenis kacang-kacangan yang banyak terdapat di pasar-pasar tradisional sehingga mudah di dapat dan harganya relatif murah. Kacang merah sering dipergunakan untuk beberapa masakan, seperti sup, rendang, dan juga kue-kue, kini bahkan umum digunakan untuk makanan bayi mengingat kandungan nilai gizinya yang tinggi terutama sebagai sumber protein dan zat besi. Kacang merah juga sering dimasak menjadi selai manis yang digunakan sebagai pengisi beberapa kue, seperti bakpau, kue bulan, kue moci, kue dorayaki, donat isi, biskuit dan lain-lain. Pemanfaatan biji nangka dan kacang merah sebagai tepung dapat menambah informasi tentang penganekaragaman atau diversifikasi pangan pada masyarakat serta sebagai alternatif mengurangi penggunaan tepung terigu dalam pembuatan makanan. Pisang tidak hanya dapat dikonsumsi pada saat buah tersebut matang saja, namun pisang mentah juga dapat dikonsumsi apabila telah mengalami pengolahan terlebih dahulu, misalnya saja sebagai pisang rebus yang biasanya diolah dari pisang kepok yang belum matang. Perlakuan khusus terhadap pisang mentah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan memperpanjang daya simpan yang tahan lama namun tidak mengurangi nilai gizi pisang. Perlakuan khusus tersebut adalah dengan cara mengubah pisang menjadi tepung. Pengolahan pisang menjadi bahan makanan lain, misalnya saja sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaan tepung pisang bertujuan untuk memacu penyerapan zat besi di dalam tubuh jika dimakan pada waktu yang bersamaan karena pisang mengandung vitamin c, dan memiliki aroma dan rasa yang khas. Selain itu, pisang kepok diketahui memiliki zat pati tinggi,
Universitas Sumatera Utara
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tepung pisang dapat digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung serta kelebihan asam. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dengan perbandingan sebesar 46,7%, 26,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 1 dan 26,7%, 46,7%, 26,7% dari berat tepung terigu pada kelompok perlakuan 2 dan 26,7%, 26,7%, 46,7% pada kelompok perlakuan 3, dimana ketiga formula biskuit diatas akan menghasilkan kepadatan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunaan tepung biji nangka, kacang merah dan pisang kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh masyarakat, salah satunya adalah biskuit. Dalam hal ini, penambahan tepung biji nangka, kacang merah, dan pisang adalah salah satu bentuk pengolahan makanan tambahan atau kudapan yang dapat memberi sumbangan zat gizi yang dibutuhkan. Penetapan perbandingan pada kelompok 1 sebesar 7:4:4 dan pada kelompok perlakuan 2 sebesar 4:7:4 serta pada kelompok perlakuan 3 sebesar 4:4:7. Penentuan dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase terlalu besar akan menghasilkan adonan biskuit yang keras dan bau langu dari biji nangka dan kacang merah akan lebih terasa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Sari (2012), penambahan tepung biji nangka dalam pembuatan MP-
Universitas Sumatera Utara
ASI pada balita menunjukkan peningkatan terhadap kandungan protein pada makanan tersebut. Yaumi (2011), melakukan penelitian penambahan tepung kacang merah dalam pembuatan donat dan daya terimanya menunjukkan bahwa kandungan protein dalam kandungan serat pada tepung kacang merah dalam pembuatan donat meningkatkan jika dibandingkan dengan donat pada umumnya. Menurut Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gr biji nangka sebesar 1 mg. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung biji nangka mengandung 1 mg zat besi. Menurut Depkes RI (2005), kandungan zat besi dalam 100 gram kacang merah kurang lebih 5,8 mg. Sedangkan penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Standarisasi Nasional Kota Medan bahwa kandungan 100 gr tepung kacang merah mengandung 5 mg mineral besi. Hasil ini mengalami sedikit penurunan setelah kacang merah kering diolah menjadi tepung, tetapi tidak merubah rasa, dan manfaat dari kacang merah tersebut. Berdasarkan kandungan gizi diatas, dapat disimpulkan bahwa kacang merah memiliki kandungan Fe tertinggi dari tiga tepung yang akan digunakan. Peneliti bermaksud untuk membuat biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. Modifikasi biskuit ini juga diharapkan dapat menurunkan permasalahan kekurangan energi, protein dan zat besi pada remaja sehingga dapat mencegah anemia defisiensi dan kekurangan energi kronis (KEK) pada remaja. Penelitian biskuit yang dimodifikasi dengan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sebuah penenlitian yang berjudul “Daya Terima Biskuit dengan Modifikasi Tepung Biji Nangka, Tepung Kacang Merah, dan Tepung Pisang serta Kontribusinya terhadap Kecukupan Energi, Protein dan Zat Besi Remaja”.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung biji nangka, tepung kacang
merah, dan tepung pisang dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima serta kontribusinya terhadap kecukupan energi, protein dan zat besi remaja. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kandungan energi, protein dan zat besi biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang. 2. Untuk mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit dengan penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah, dan tepung pisang.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis Penelitian Ho1:
Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.
Ha1:
Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.
Ho2:
Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.
Ha2:
Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator warna.
Ho3:
Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.
Ha3:
Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator rasa.
Ho4:
Tidak ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.
Universitas Sumatera Utara
Ha4:
Ada pengaruh penambahan tepung biji nangka, tepung kacang merah dan tepung pisang terhadap daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat dalam pembuatan biskuit yang bergizi 2. Sebagai alternatif makanan penyumbang energi serta zat gizi protein dan mineral khususnya zat besi. 3. Sebagai alternatif pengolahan biji nangka, kacang merah, dan pisang dalam pembuatan tepung. 4. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari biji nangka, kacang merah dan pisang yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai bahan campuran, bahkan limbah makanan. 5. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit dan mengurangi impor terigu di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara