BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengganggu seseorang dan menurunkan kualitas hidupnya (Tamsuri, 2007). Nyeri dibagi menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dengan cepat selama periode waktu yang singkat (Christian, 2014). Nyeri akut adalah keluhan yang paling umum yang menyebabkan seseorang masuk ke bagian gawat darurat. Dalam studi dilakukan di Perancis, proporsi pasien yang datang ke bagian gawat darurat dengan keluhan nyeri akut adalah> 80% (Sogut, 2015). Beberapa studi juga menegaskan bahwa pasien yang menderita nyeri akut memiliki 1,89 kali lebih berisiko untuk berkembang menjadi rasa nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang sering dialami pada pasien dengan trauma muskuloskeletal. Prevalensi nyeri pada pasien ini ditemukan menjadi sangat tinggi, sekitar 91% pada masuk di gawat darurat (Pierik, 2014). Beberapa contoh nyeri akut tersebut diantaranya nyeri pasca operasi, nyeri akibat cedera olahraga, mucositis oral, nyeri biopsy, nyeri akibat persalinan, nyeri kepala akut dan nyeri menstruasi (Tamsuri, 2007). Mekanisme
terjadinya
nyeri
berhubungan
dengan
aktivitas
enzim
siklooksigenase dan lipooksigenase yang memetabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien (Athicumkulchai et al., 2005, Sulaiman et al, 2007). Prostaglandin yang lepas ini akan menimbulkan inflamasi sehingga
1
2
timbul edema, rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Prostaglandin juga meningkatkan kepekaan saraf terhadap suatu rangsangan nyeri (Alice, 2014). Salah satu obat yang biasanya digunakan untuk mengobati nyeri adalah NSAID yang bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase sehingga menyebabkan terhambatnya konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (Karcıoglu,2010). Pengobatan NSAID ini memiliki efek samping terhadap GI tract antara lain iritasi lambung, mual, muntah (Sogut,2015). Mengingat berbagai efek samping dari NSAID seperti di atas, dalam bidang medis mulai berkembang pengobatan dengan bahan alam yang dikenal dengan fitofarmaka sebagai alternatif lain dari pengobatan kimiawi di antaranya anggur (Kumalaningsih, 2007). Anggur merupakan salah satu tanaman yang umumnya tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1000m di atas permukaan laut. Suhu cuaca antara 25-30 C dengan curah hujan yang diperlukan oleh tanaman ini sekitar 800 mm pertahun (Wiriyanta,2008). Jenis anggur yang banyak dikembangkan di Indonesia dan direkomendasi oleh Departemen Pertanian sebagai jenis unggul adalah jenis Vitis vinifera dari varietas Anggur Probolinggo Biru dan Alphonso Lavalle (Setiadi, 2008). Pada awalnya daerah sentra anggur di dataran rendah seperti Probolinggo menanam varietas anggur Probolinggo Biru dan Probolinggo Putih, tetapi pada tahun 2002 anggur merah varietas Probolinggo Super dan Prabu Bestari mulai menyebar dan berkembang di daerah ini, sebagai tanaman pekarangan maupun ditanam pada skala luas (Setiadi, 2008). Anggur merah ini mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan jenis lain yaitu rasanya manis
3
dengan tekstur yang keras, jumlah biji relatif sedikit, dan tidak mudah busuk dalam penyimpanan. Anggur merah kaya akan kandungan proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan komponen polifenol terbesar pada buah anggur (Yamakoshi et al, 1999). Proanthocyanidin ini merupakan senyawa aktif yang dapat menghambat enzim siklooksigenase dan enzim lipoksigenase yang memetabolisme asam arachidonat menjadi prostaglandin dan leukotrien sehingga timbul efek analgetik (Fine
2000).
Penelitian
terdahulu
menunjukkan
proanthocyanidin
terkandung dalam rhizoma dan akar pakis mempunyai
yang
efek analgetik dan
antiinflamasi (Subarnas, 2000). Proanthocyanidin yang terkandung dalam biji anggur merah sebesar 60-70% , daging anggur merah 10 % dan kulit anggur merah sebesar 28 -35 % (Shi, et al 2003, Tsao,2010). Biji anggur merah diharapkan bisa sebagai terapi adjuvant untuk mendampingi NSAID yang selama ini digunakan untuk menurunkan respon nyeri (Georgiev, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah ekstrak biji anggur merah dapat memberikan efek analgetik terhadap tikus putih (Rattus novergicus ) strain Wistar.
4
1.2
Rumusan masalah Apakah ekstrak biji anggur merah dapat memberikan efek analgetik pada tikus putih ( Rattus novergicus) strain Wistar?
1.3
Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk membuktikan apakah ekstrak biji anggur merah memiliki efek analgetik pada tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar. 1.3.2 Tujuan khusus Mengetahui dosis yang berpengaruh dari ekstrak biji anggur merah dalam menurunkan respon nyeri pada tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar.
1.4
Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat akademis 1. Menambah informasi ilmiah tentang efek analgetik ekstrak biji anggur merah. 2. Penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi dasar penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ekstrak biji anggur merah. 1.4.2 Manfaat klinis Dapat dijadikan sebagai dasar penelitian lebih lanjut yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai terapi adjuvan untuk menurunkan respon nyeri setelah melalui uji praklinik untuk menentukan kemanfaatan dan kemanannya
5
1.4.3 Manfaat masyarakat 1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak biji anggur merah dapat digunakan sebagai terapi adjuvan dalam menurunkan respon nyeri. 2. Dapat digunakan sebagai terapi adjuvant untuk mengurangi respon nyeri yang diakibatkan oleh nyeri nosiseptif (akut).