1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Serat pangan adalah makanan berbentuk karbohidrat kompleks yang banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan & Wresdiyati, 2004). Berdasarkan The Food and Nutrition Board of The National Academy of Sciences Research Council, kebutuhan serat untuk dewasa muda putra adalah 38 g/hari sedangkan untuk dewasa muda putri sebanyak 25 g/hari (Anderson dan Young, 2003). Namun, asupan serat dalam anak-anak Amerika tetap di bawah tingkat yang direkomendasikan, dengan rata-rata 13,7 g / hari pada anak-anak berusia 6-11 tahun (Brauchla M, 2013). Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, ditemukan bahwa 56,6% anak sekolah tidak mau mengkonsumsi sayuran. Pada keluarga yang diteliti umumnya belum memberikan sayuran kepada anak-anak sebelum berusia 1 – 2 tahun (Sulistiyani, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Soerjodibroto (2004), pada remaja di Jakarta bahwa sebagian besar (50,6%) remaja mengkonsumsi serat kurang dari 20 gram per hari. Rata-rata asupan serat pada siswa laki-laki 11 ± 7,34 gram per hari dan pada siswa perempuan 10,2 ± 6,62 gram per hari. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (Santoso, 2011). Sayuran merupakan sumber zat besi dan mineral, serta vitamin B kompleks yang baik bagi tubuh (Behrman dkk., 1996). Serat pangan pada buah dan sayur juga
Universitas Sumatera Utara
2
menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). Masyarakat yang tinggal di kota-kota besar umumnya mengkonsumsi makanan yang rendah serat atau makanan siap saji (Sulistiyani, 1999). Kebutuhan akan sayuran dan buah penting bagi seluruh anggota keluarga. Namun tidak setiap anak menyukainya walaupun sebagian anak yang lain malah ada yang kegandrungan. Di samping itu sayuran dan buah sering tidak terhidang dalam setiap menu harian atau kalaupun terhidang juga dengan ragam yang terbatas. Menu harian untuk sayuran dan buah setiap harinya perlu selalu berganti variasi, dua atau tiga pilihan jenisnya. Untuk buah, kualitasnya bukan ditentukan oleh harganya, melainkan oleh tingkat kesegaraannya (Nadesul, 2006). Menurut Pratitasari (2010), ada banyak faktor yang dapat menyebabkan menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah secara langsung terutama pada anak-anak, di antaranya adalah tidak diperkenalkan sejak dini, cita rasa unik, sayuran selalu menjadi menu wajib, suasana dan penyajian yang kurang menarik. Menurut Santoso (2011), penurunan tersebut juga terjadi pada masyarakat perkotaan yang tingkat mobilitasnya tinggi dan cenderung mengkonsumsi makanan siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat, tinggi lemak dan protein. Menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah menyebabkan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif dan metabolik. Menurut Dennis B dan Trowell H (1975) menunjukkan bahwa masyarakat yang mengkonsumsi
diet serat yang tinggi memiliki insiden rendah terjadi
apendisitis, sementara mereka yang mengkonsumsi makanan gaya Barat, rendah serat dan tinggi karbohidrat, memiliki insiden yang lebih tinggi. Insiden terjadi apendisits dikonfirmasikan dengan teori perbedaan antara pasukan Inggris dan
Universitas Sumatera Utara
3
India di India selama periode tahun 1936-1947. Apendisitis adalah 4-6 kali lebih umum di Inggris daripada orang di India dalam periode yang sama, ransum dasar untuk pasukan India berisi sepertiga jumlah protein hewani dan tiga kali lebih banyak makanan tinggi serat
misalnya atta (tepung terigu dimurnikan), dan
kacang-kacangan (dal dan kacang polong). Efek dari perubahan asupan serat juga dibahas oleh Burkitt dan Trowell yang didapat dari laporan kejadian apendisitis di Jepang yang imigran ke Hawaii, di mana mereka makan diet rendah serat gaya Amerika menyebabkan lebih tinggi angka kejadian apendisitis daripada yang tinggal di Japan. Menurut Short R (1920), dia menyatakan bahwa kejadian appendisitis lebih tinggi dengan rasio yang lebih rendah selulosa dalam diet dan ini menyebabkan mengapa Inggris telah melihat peningkatan kejadian apendisitis sejak pergantian abad ke-20, serta mengapa tingkat berbeda oleh negara (Barker, 1985; Walker & Segal, 1995). Teori ini dikembangkan lebih lanjut untuk mengungkapkan korelasi positif antara apendisitis dan pola makan yang buruk serat tetapi kaya dalam makanan seperti daging, kentang, dan gula, dan korelasi negatif antara apendisitis dan diet kaya serat yang mengandung sayuran hijau, buah-buahan, dan tomat (Morris et al., 1987). Dalam kata lain, tanpa diet serat yang cukup memicu pembentukan apendisitis pada anak. Penelitian Jehan (2001) di RSUP H. Adam Malik Medan pada 60 penderita appendicitis berusia diatas 15 tahun didapat 29 orang (48,3%) laki-laki dan 31 orang (51,7%) perempuan, serta kelompok umur 15-30 tahun 41 orang (68,3%). Penelitian ini secara umum adalah bertujuan untuk mengetahui ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2014 hingga 2015.
Universitas Sumatera Utara
4
1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015 ?
1.3 Tujuan Penelitaan 1.3.1.Tujuan Umum Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian appendisitis pada anak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015. 1.3.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui apakah ada pengaruh diet serat yang dikonsumsi anak sehingga terjadi apendisitis.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1.Manfaat kepada peneliti 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak. 2. Peneliti dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih kemampuan analisis dan kemampuan membuat karya tulis ilmiah. 3. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2.Manfaat kepada masyarakat 1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh diet rendah serat dalam kejadian apendisitis pada anak sehingga dapat menurunkan angka mortilitas dan morbilitas. 2. Diharapkan, penelitian ini meningkatkan kesadaran masyarakat tentang diet serat supaya lebih memandang serius dalam mengkonsumi serat harian
Universitas Sumatera Utara
5
1.4.3.Manfaat kepada Dinas Kesehatan 1. Supaya dapat dilakukan upaya untuk mencegah terjadi apendisitis pada anak kerana konsumsi diet rendah serat. 2. Sebagai informasi diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak khususnya di Rumah Sakit Haji Adam Malik tahun 2014 - 2015.
Universitas Sumatera Utara