BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatanāperalatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan kebutuhan tersebut secara langsung menunjukkan peningkatan kebutuhan karet alam. Menurut data International Rubber Study Goup (2007), dalam kurun waktu 5 tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat rata-rata sebesar 10,98 % per tahun, sedangkan di dunia internasional meningkat rata-rata 4,72 % per tahun. Peningkatan harga minyak bumi yang sangat tajam di pasaran internasional, menyebabkan permintaan terhadap karet alam naik pesat, karena karet sintetis yang bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi harganya ikut meningkat tajam. Terkait dengan hal itu beberapa lembaga perkaretan internasional memprediksi permintaan karet alam dunia ke depan akan meningkat lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,2 % dan tahun 2008 sebesar 7,5 %. Indonesia adalah pemilik lahan terluas perkebunan karet di dunia. Namun bila dibandingkan dengan negara lain produsen karet seperti Malaysia dan Thailand, tingkat produktivitas karet di tanah air jauh lebih rendah, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Thailand menjadi negara produsen karet terbesar diperkirakan mencapai 3,47 juta ton pada tahun ini disusul Indonesia. Sedangkan Malaysia menempati posisi ketiga sebanyak 1,10 juta ton, India 893.000 ton, Vietnam 780.000 ton dan China 679.000 ton. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas harus senantiasa dilakukan sehingga mampu bersaing dan juga memberi sumbangan berarti bagi kesejahteraan petani karet. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. (Depperindag. 2007). Total produksi karet saat ini sekitar 2.5 juta ton/tahun. Jumlah ini tentu akan bisa ditingkatkan dengan memberdayakan lahanlahan kosong yang (apabila) masih tersedia dan disertai dengan perbaikan system tanam yang lebih produktif. Namun, selain upaya perluasan lahan, inovasi peningkatan mutu dan pemberian nilai tambah secara ekonomi pada produk-produk karet terus dilakukan sehingga produk-produk tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, bahkan menjadi komponen barang-barang berteknologi tinggi. Permasalahan lain dari pengembangan industri karet adalah relatif masih tingginya jumlah impor produksi barang-barang karet dan masih rendahnya produktivitas tanaman karet, karena belum menggunakan klon unggul, masih rendahnya kualitas bahan olahan karet yang menyebabkan rendahnya kualitas karet remah (crumb rubber), masih rendahnya kualitas SDM petani dalam budi daya tanaman, pra panen, pasca panen dan pengolahan primer, serta masih lemahnya kelembagaan petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga yang sesuai (masih sekitar 60% harga FOB). Disisi lain, tuntutan konsumen terhadap standar mutu suatu produk sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Pengawasan mutu dalam kegiatan penerapan jaminan mutu, merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan formal terkait dengan konsistensi standar mutu produk yang dihasilkan. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permentan No 38 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olahan Karet (Bokar) serta Permendag No 53 Tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olahan Komoditi Ekspor Standard Indonesia
Rubber
yang
diperdagangkan,
maka
kebijakan
tersebut
harus
ditindaklanjuti dengan pengawasan mutu agar bokar yang diperdagangkan dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Nias adalah Tanaman Perkebunan Rakyat dengan komoditi kelapa, karet, nilam, cokelat, pinang, kopi, dan cengkeh. Hal ini terlihat dari banyaknya rumah tangga yang mengusahakan tanaman perkebunan rakyat. Komuditi utama produk perkebunan di Nias adalah karet dan kopra. Khusus produksi karet di Kabupaten Nias dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun 2009 tercatat 52.470 Ton dan produksi tahun 2011 sebanyak 59.060 Ton
(BPS
Kabupaten Nias, 2012). Kualitas karet rakyat Nias relatif rendah dibanding kualitas karet dari daerah lain. Rendahnya kualitas karet rakyat Nias disebabkan oleh rendahnya SDM petani karet tentang kualitas dan cara mengolah karet yang bernilai ekonomi tinggi, terutama cara penggumpalan dan penyimpanan karet sebelum dijual. Petani karet di Nias, menyimpan karet hasil kebunnya di dalam kolam berlumpur dengan asumsi berat karet yang akan dijual tidak berkurang bahkan akan bertambah. Penanganan karet seperti ini tentu akan menurunkan kualitas karet itu sendiri. Ketebalan koagulum dan penyimpanan di dalam kolom berlumpur dapat mempengaruhi
kandungan
air
karet,
yang memudahkan
berkembangnya
mikroorganisma pengurai protein dan hidrokarbon karet yang mengakibatkan berbagai efek yang tidak diinginkan, antara lain mengurangi modulus. Ketebalan bahan olah karet selain menunjukan tingkat kandungan lateks pada bahan olah karet juga menunjukkan spesifikasi mutu dan penggunaan bahan olah karet. Semakin tipis (ketebalan kecil) maka semakin tinggi mutu bahan olah karet, hal ini disebabkan pada bahan olah karet yang tipis memiliki jumlah kadungan air yang kecil. Selain itu, petani karet di Nias sering menggunakan koagulan yang tidak disarankan industri (asam formiat dan asam cuka), ada yang menggunakan asam sulfat, ekstrak buah nenas, parutan buah nenas, air sisa pembusukan sisa makanan yang dikumpulkan dan juga ada yang menggunakan pupuk urea. Adapun penyebab petani menggunakan koagulan yang tidak disarankan oleh industri yakni mahalnya harga asam formiat dan asam cuka serta
sulit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
mendapatkannya, selain disebabkan rendahnya pemahaman petani cara penanganan yang baik terhadap lateks hasil penyadapan. Hasil penelitian uji penggunaan berbagai jenis koagulan terhadap mutu bahan olah karet (Hevea brasiliensis), koagulum lateks dengan koagulan ekstrak nenas memiliki volume yang lebih besar dibanding koagulan lainnya, hal ini disebabkan pada koagulum yang dihasilkan bahan ekstrak nenas masih banyak mengandung air di dalam bahan olah karetnya. Koagulan ekstrak nenas memiliki sifat menahan air yang
memudahkan
berkembangnya
mikroorganisme
pengurai
protein
dan
hidrokarbon karet. (Saputra, 2012). Dalam rangka peningkatan mutu karet alam di Kabupaten Nias dan mengatasi sulitnya mendapatkan koagulan yang disarankan industri, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian koagulan alternatif yang tersedia di daerah Nias. Penggunaan ekstrak nenas sebagai koagulan perlu dilakukan kajian dan penelitian karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas, dan karakteriasi dari lembaran karet yang dihasilkan, yang meliputi kadar abu, kadar kotoran, kadar nitrogen, kadar zat menguap, plasiticity retention index (PRI) dan viskositas mooney. 1.2. Rumusan Massalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana karakteristik sifat fisik dan kimia ekstrak buah nenas setelah disimpan dalam udara terbuka dan tertutup dengan variasi interval waktu ?
2.
Adakah pengaruh lamanya penyimpanan ekstrak nenas sebagai koagulan lateks terhadap kecepatan penggumpalan lateks ?
3.
Adakah perbedaan kualitas karet olahan yang menggunakan koagulan ekstrak buak nenas bila dibandingkan dengan kualitas karet yang menggunakan koagulan asam formiat sebagi koagulan yang direkomendasikan ?
4.
Bagaimana kualitas karet olahan dari Kabupaten
Nias yang menggunakan
ekstrak nenas sebagai koagolan dapat memenuhi standar mutu karet Indonesia ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1.3. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini yang menjadi batas permasalahan berupa: 1.
Bahan baku (raw material) dalam penelitian ini adalah ekstrak nenas (Ananas sativus) yang sudah matang jenis Cayene
2.
Ekstrak nenas dihasilkan dari buah nenas (kulit dan daging buah).
3.
Koagulum karet yang dianalisa adalah koagulum karet yang menggunakan koagolan ekstrak nenas yang disimpan selama 1, 3, 5, 7 dan 9 hari, serta asam formiat.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain : 1.
Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan
ekstrak nenas terhadap
keasaman ekstrak nenas dan pengaruhnya terhadap kecepatan penggumpalan karet 2.
Untuk mendapatkan alternatif koagulan karet alam yang terdapat di daerah
3.
Untuk mengetahui perbandingkan kualitas mutu lembaran karet
yang
digumpalkan dengan ekstrak nenas (Ananas sativus) dengan yang digumpalkan dengan asam formiat. 4.
Untuk mengetahui kualitas mutu lembaran karet
yang digumpalkan dengan
ekstrak nenas (Ananas sativus) yang mengacu pada standar mutu karet Indonesia ( Standard Indonesia Rubber / SIR ) 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain : Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi dunia industri, ilmu pengetahuan, dan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas karet dan bahan olahan karet Nias melalui pemanfaatan sumber daya alam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
1.6. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi : 1.
Mempelajari dan mengati bagaimana proses penanganan karet rakyat dan bahan olahan karet di Nias
2.
Mempelajari jenis-jenis kontaminan yang ada di dalam pengolahan bahan baku karet dan bahan olahan karet di Nias.
3.
Mempelajari
kandungan zat kimia yang terdapat pada buah tanaman nenas
(Ananas sativus) 4.
Mengusulkan alternatif teknik koagulasi dengan koagulan alternatif dan pemprosesan bahan olahan karet menjadi karet yang bermutu.
5.
Analisa kualitas lembaran karet yang menggunakan penggumpal ekstrak nenas (Ananas sativus) .
Gambar 1.1. Karet dan Kolam Penyimpanan Karet di Nias
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA