BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi adalah suatu degredasi atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan lingkungannya (Priest, 1992). Dampak korosi yang ditimbulkan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Misalnya dari segi ekonomi tingginya biaya perawatan, dari segi keamanan misalnya robohnya bangunan atau jembatan, dan dari segi lingkungan misalnya adanya proses pengkaratan besi yang berasal dari berbagai konstruksi yang dapat mencemarkan lingkungan (Trethewey dan Chamberlain, 1991).
Di Indonesia permasalahan korosi perlu mendapat perhatian serius, mengingat dua pertiga wilayah nusantara terdiri dari lautan dan terletak pada daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi, kandungan senyawa klorida yang tinggi dimana lingkungan seperti ini terkenal sangat korosif (Asdim, 2001).
Karena di Indonesia secara kuantitatif belum pernah dihitung jumlah kerugian akibat serangan karat, maka dapat diambil sebagai gambaran bahwa di Amerika kerugian akibat serangan karat mencapai 15 miliar dollar pertahun atau sekitar 15 triliun rupiah. Jika jumlah kerugian dari akibat serangan karat di Indonesia 10% dari Amerika maka jumlahnya mencapai 1,5 triliun. Jumlah ini mencakup kehilangan jam produksi, ganti rugi kerusakkan, klaim-klaim, biaya perbaikan dan lain-lain (Widharto, 2004).
Korosi tidak dapat dicegah tetapi lajunya dapat dikurangi (Hermawan, 2007). Pencegahan korosi antara lain dengan pelapisan (coating), proteksi katodik maupun
Universitas Sumatera Utara
anodik, dan dapat pula dicegah dengan menggunakan inhibitor (Widharto, 2004). Sejauh ini penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang sederhana (Hermawan, 2007). Penambahan inhibitor dalam jumlah kecil pada suatu sistem korosi dapat meminimalkan laju korosi pada konsentrasi tertentu (Escalante, 1990; Uhlig, 1985).
Dalam perkembangannya, penelitian korosi diarahkan pada penggunaan senyawa organik sebagai inhibitor korosi karena murah, lebih ramah lingkungan dan daya inhibisi korosinya lebih efektif daripada senyawa anorganik (Srhiri et al, 1996; Heeg et al, 1998; Rajendran et al, 2001; Stupnisek et al, 2002). Biasanya inhibitor organik adalah senyawa-senyawa organik yang memiliki atom elektronegatif seperti S, N, O dan selebihnya banyak senyawa N-heterosiklik yang merupakan inhibitor yang efektif untuk korosi baja pada media asam, seperti asam klorida (Asan et al, 2008). Seperti metanamina yang merupakan satu senyawa organik yang memiliki struktur trisiklo dengan empat buah atom N tersier. Keempat atom N tersebut memiliki potensi untuk berinteraksi dengan permukaan logam sehingga dapat melindungi logam dari proses korosi (Wahyuningsih dkk, 2010).
Basa Schiff merupakan contoh senyawa inhibitor korosi yang telah menarik perhatian karena
kemampuannya yang efisien sebagai
inhibitor korosi untuk
beberapa jenis logam (Shokry et al, 2002). Basa Schiff dihasilkan melalui reaksi kondensasi antara aldehida ataupun keton dengan amina primer. O R
C
H
aldehida
+ R'
NH2
amina
R
C H
N
R' + H2O
basa Schiff
Banyak peneliti telah melakukan uji efisiensi basa Schiff sebagai inhibitor korosi terhadap logam dalam media asam HCl, diantaranya Mohammed (2011) mensintesis basa Schiff melalui kondensasi Sinamaldehida dengan 2-aminofenol dan mengujikannya terhadap logam karbon dalam HCl 0,5 N dan diperoleh nilai efisiensi
Universitas Sumatera Utara
inhibitor sebesar 92%. Singh and Quraishi (2012) menguji efisiensi inhibitor korosi basa Schiff Etilendiamina bis-isatin 125 ppm terhadap logam lunak dalam HCl 1 N dan diperoleh nilai efisiensi inhibitor sebesar 93 %.
Gravier et al (2012), telah mensintesis basa Schiff yang memiliki kemampuan sebagai inhibitor korosi terhadap carbon steel dalam media asam HCl 2 N dengan memanfaatkan minyak kedelai
yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang
kemudian diozonolisis diikuti dengan reaksi kondensasi dengan benzilamina sebagai penyumbang gugus amina primer.
Minyak jarak mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat tinggi terutama asam risinoleat (86 %). Minyak jarak dapat diperoleh dari tanaman jarak (Ricinus communis Linn) yang merupakan tanaman yang banyak hidup di daerah tropis. Tanaman jarak telah lama dikenal di Indonesia dan merupakan tanaman yang cukup mudah dibudidayakan (Ketaren, 2008).
Dari uraian yang dikemukakan di atas peneliti tertarik untuk mensintesis basa Schiff
dengan memanfaatkan kandungan asam lemak tidak jenuh minyak jarak
melalui ozonolisis dan diikuti dengan reaksi kondensasi dengan etilendiamina dan uji efisiensi basa Schiff yang diperoleh sebagai inhibitor korosi terhadap logam seng dalam media HCl 0,1 N.
1.2. Permasalahan
1. Apakah kondisi reaksi yang dilakukan dalam proses ozonolisis terhadap minyak jarak dapat menghasilkan aldehida 2. Apakah basa Schiff dapat disintesis melalui reaksi kondensasi etilendiamina dengan aldehida hasil ozonolisis terhadap minyak jarak 3. Apakah efisiensi basa Schiff yang dihasilkan sebagai inhibitor korosi lebih besar dibandingkan dengan minyak jarak, campuran aldehida turunan minyak jarak dan etilendiamina terhadap logam seng
Universitas Sumatera Utara
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada cara mensintesis basa Schiff melalui reaksi kondensasi etilendiamina sebagai penyumbang gugus amina primer dengan campuran aldehida dari hasil ozonolisis minyak jarak dan uji efisiensi inhibitor korosinya dalam media asam yaitu HCl 0,1 N terhadap logam seng menggunakan metode kehilangan berat.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk menghasilkan aldehida melalui ozonolisis terhadap minyak jarak 2. Untuk menghasilkan basa Schiff yang disintesis melalui reaksi kondensasi etilendiamina dengan aldehida hasil ozonolisis 3. Untuk mengetahui efisiensi basa Schiff yang dihasilkan sebagai inhibitor korosi dibandingkan dengan minyak jarak, campuran aldehida minyak jarak dan etilendiamina terhadap logam seng
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi khusus dalam bidang kimia organik mengenai bagaimana cara mensintesis basa Schiff melalui reaksi kondensasi etilendiamina dengan aldehida hasil ozonolisis minyak jarak dan diharapkan basa Schiff yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan seharihari maupun industri sebagai inhibitor korosi terhadap logam seng.
1.6. Metodologi Percobaan
Penelitian dilakukan melalui eksperimen di Laboratorium. Minyak jarak diozonolisis dengan menggunakan ozonisator selama 20 jam dimana hasilnya direduksi dengan serbuk Zn dan asam asetat encer dan diaduk hingga merata. Campuran disaring untuk memisahkan serbuk Zn, selanjutnya ditambahkan akuades dan didestilasi vakum
Universitas Sumatera Utara
untuk memisahkan asam asetat. Campuran aldehida turunan minyak jarak yang diperoleh kemudian dikondensasi dengan etilendiamina dengan cara direfluks selama empat jam pada suhu 115-120oC dalam pelarut toluena. Hasilnya kemudian didestilasi vakum untuk menguapkan sisa etilendiamin dan pelarut toluena sehingga diperoleh basa Schiff, kemudian diuji efisiensi inhibitor korosinya terhadap logam seng dalam media HCl 0,1 N.
1.7. Lokasi Penelitian
Ozonolisis minyak jarak, sintesis basa Schiff dan uji efisiensi inhibitor korosi dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, penimbangan berat spesimen seng dilakukan di Laboratorium Analitik FMIPA USU, uji bilangan Iodin dilakukan di salah satu Laboratorium Perusahaan Swasta di Medan dan analisa Spektroskopi FT-IR dilakukan di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara