BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Pengeringan adalah proses pengolahan pascapanen hasil pertanian yang paling kritis. Pengeringan sudah dikenal sejak dulu sebagai salah satu metode pengawetan bahan. Tujuan dasar pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan secara termal sampai ke tingkat tertentu, di mana kerusakan akibat mikroba dan reaksi kimia dapat diminimalisasi, sehingga kualitas produk keringnya dapat dipertahankan (Rizvi 2005). Pengeringan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perpindahan massa dan panas secara simultan serta terutama disebabkan oleh adanya perubahan yang tidak diinginkan atas kualitas produk keringnya (Mujumdar & Menon 1995). Salah satu produk pertanian yang memerlukan proses pengeringan adalah tanaman obat. Proses pengeringan tanaman obat perlu perhatian khusus karena setiap tanaman obat mengandung bahan aktif yang spesifik dimana senyawa ini dapat hilang atau berkurang selama proses pengeringan akibat pemakaian suhu yang relatif tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat dengan jumlah produksi sebesar 448 juta ton dengan ekspor sebanyak 4,8 juta ton atau senilai US $ 4,9 juta pada tahun 2006 (Anonim 2009). Akhir-akhir ini permintaan akan tanaman obat dan bahan alami mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan meningkatnya tingkat konsumsi terhadap produkproduk bahan alam, juga karena bukti manfaatnya secara empiris bagi kesehatan. Pada tahun 2006 pasar jamu dan obat alami Indonesia mencapai Rp 5 triliun dan pada tahun 2010 diprediksi meningkat hingga Rp 10 triliun. Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dan temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional atau jamu. Bagian tanaman yang digunakan adalah umbi akar (rhizome) yang diiris dan dikeringkan menjadi simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun berupa bahan yang dikeringkan (Depkes 2008).
Secara empiris khasiat temu putih antara lain antimikroba, antidiare,
kontraksi usus, imnostimulan, antioksidan dan juga antitumor, sedangkan temu
2 lawak banyak digunakan sebagai obat gangguan pencernaan, mencret, cacingan, radang, ginjal dan sembelit. Selain itu temu lawak banyak dipakai untuk penambah nafsu makan, bahan pangan dan minuman, pewarna dan kosmetika (Syukur 2003; Dalimartha 1999). Khasiat tanaman obat berhubungan erat dengan zat aktif yang terdapat di dalam tanaman obat tersebut, sehingga keberadaan zat aktif tersebut harus dipertahankan. Kadar air panen rimpang temu putih dan temu lawak berkisar 80-90%, angka ini cukup tinggi sehingga komoditas ini mudah rusak bila tidak segera diolah atau dikeringkan. Mengacu pada Farmakope Herbal Indonesia (Depkes 2008) dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, maka standar kadar air maksimum simplisia adalah 10%. Pada umumnya petani dan pedagang pengumpul melakukan pengeringan dengan cara penjemuran yang rawan kontaminasi.
Petani juga
mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai kadar air standar yang disyaratkan dengan cara ini.
Untuk mempercepat
pengeringan dan untuk dapat menjamin tercapainya kadar air yang diinginkan, simplisia temu putih dan temu lawak harus dikeringkan dengan cara mekanis yang lebih terjamin kebersihannya. Pengeringan dikenal sebagai suatu proses yang sangat intensif energi (Dincer & Sahin 2004). Tingginya harga energi pada saat ini membuat upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pada suatu proses semakin dibutuhkan. Umumnya teori yang digunakan untuk menganalisis efisiensi energi adalah hukum termodinamika pertama yang menjelaskan tentang prinsip kekekalan energi. Akan tetapi teori ini mempunyai keterbatasan dalam mengukur penurunan kualitas energi akibat terbentuknya entropi selama berlangsungnya suatu proses (Graveland & Gisolf 1998). Hal ini dikarenakan dalam menentukan efisiensi proses pengeringan terutama lapisan tipis yang prosesnya diasumsikan bersifat adiabatis, nilai efisiensi yang dihitung bukanlah nilai sebenarnya melainkan nilai efisiensi dari alat pengering. Untuk mengetahui apakah energi yang digunakan untuk proses pengeringan sudah digunakan secara optimal dari sisi kualitas serta untuk menghitung efisiensi proses pengeringan itu sendiri digunakan metode analisis berdasarkan hukum
3 termodinamika kedua. Kaidah ini menyatakan bahwa selain memiliki kuantitas, energi juga memiliki kualitas. Besaran dari kualitas energi ini disebut eksergi (Ahern 1980). Pada beberapa tahun terakhir ini analisis eksergi telah menjadi metode penting yang komprehensif dan mutakhir dalam studi tentang desain, analisis dan optimasi suatu sistem termal. Walaupun demikian, pemakaian metode eksergi untuk menganalisis proses pengeringan produk pertanian masih belum banyak dilakukan (Dincer & Sahin 2004). Untuk meningkatkan kualitas hasil pengeringan maka perlu dipelajari kondisi proses yang dapat menjamin tercapainya kadar air yang dipersyaratkan. Secara teoritis kondisi tersebut adalah pada suhu udara pengering yang tinggi, kelembaban nisbi rendah dan laju udara yang tinggi pula. Akan tetapi kondisi tersebut dihadapkan pada masalah bagaimana mempertahankan kandungan zat aktif dalam bahan yang peka terhadap suhu tinggi. Selain itu, proses tersebut dituntut agar secara termodinamika tetap efisien karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan penurunan efisiensi serta biaya energi yang tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kondisi proses yang optimum bagi pengeringan simplisia temu putih dan temu lawak dengan mempelajari pengaruh berbagai kondisi pengeringan terhadap karakteristik, kinetika, mutu dan efisiensi eksergi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak. Studi tentang perilaku pengeringan tanaman obat dan kajian tentang analisis eksergi telah menjadi topik yang menarik bagi berbagai peneliti. Akan tetapi studi yang komprehensif tentang karakteristik pengeringan rimpang temu putih dan temu lawak dikaitkan dengan kualitas simplisia dan efisiensi eksergi proses pengeringan belum dilakukan. Perumusan Masalah Dari paparan di atas diketahui bahwa pengeringan simplisia merupakan permasalahan yang cukup
rumit karena kondisi pengeringan memberikan
pengaruh yang berbeda bahkan berlawanan terhadap parameter kadar air akhir, mutu produk dan efisiensi pengeringan.
Agar studi ini terstruktur dan dapat
memberikan solusi dengan baik dan sistematis,
maka permasalahan di atas
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan berikut:
4 1. Bagaimana pengaruh kondisi pengeringan terhadap karakteristik pengeringan simplisia temu putih dan temu lawak?
Pada kondisi mana saja kedua
komoditas dapat mencapai kadar air akhir yang sesuai dengan persyaratan? 2. Bagaimana pengaruh kondisi pengeringan terhadap mutu atau kandungan zat aktif dan tampilan fisik simplisia temu putih dan temu lawak? 3. Apakah metode analisis eksergi dapat menentukan efisiensi proses pengeringan dan besaran kualitas energi yang hilang selama pengeringan?
Bagaimana
pengaruh kondisi pengeringan terhadap efisiensi pengeringan? 4. Pada kondisi proses manakah dapat diperoleh hasil pengeringan yang terbaik dimana standar kadar air akhir dapat dicapai, kandungan zat aktif bahan dapat dipertahankan tetapi proses pengeringannya tetap efisien? Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik pengeringan lapisan tipis temu putih dan temu lawak. 2. Mengkaji pengaruh kondisi pengeringan terhadap penyusutan dan mutu temu putih dan temu lawak. 3. Melakukan analisis energi dan eksergi pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak. 4. Menentukan kondisi proses yang optimum untuk pengeringan temuputih dan temu lawak. Manfaat Penelitian Pengembangan suatu tanaman obat hingga menjadi obat atau makanan kesehatan yang diakui dan memenuhi syarat memerlukan dukungan riset dan teknologi yang konsisten dan kontinu. Prosesnya sudah dimulai sejak penyiapan bahan baku yaitu dari budidaya tanaman, panen, pascapanen hingga proses pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini memberi kontribusi pada mata rantai pascapanen melalui perbaikan teknologi proses secara ilmiah dan modern. Penelitian ini menjadi dasar bagi pengembangan dan aplikasi pengeringan dalam skala yang lebih besar berupa informasi tentang kondisi proses pengeringan yang optimum untuk memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan. Hasil penelitian ini penting bagi pengembangan jamu dan obat herbal di Indonesia, terutama dalam hal saintifikasi dan standardisasi produk.
5 Penelitian ini juga memberi manfaat bagi masyarakat akademik dan peneliti dalam hal penerapan metode dan kajian ilmiah yang lebih mutakhir (state of the art) untuk menganalisis proses pengolahan produk-produk pertanian yang melibatkan sistem termal seperti pengeringan. Kerangka Pemikiran Pengeringan simplisia bukan hanya persoalan mencapai kadar air standar tetapi juga menyangkut mutu pengeringan dan pemanfaatan energi atau konsumsi eksergi. Untuk dapat menentukan kondisi proses pengeringan yang optimum maka hubungan parameter tersebut sebagai fungsi dari kondisi pengeringan harus diidentifikasi terlebih dahulu. Kerangka pemikiran yang dibangun merupakan sintesa dari hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori dalam literatur, yang selanjutnya dianalisis secara sistematis sehingga menghasilkan informasi tentang hubungan kondisi proses dengan respon parameter yang diteliti. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada Gambar 1-1. Secara ringkas kerangka pemikiran dimulai dari pengolahan tanaman obat temu putih dan temu lawak menjadi simplisia yang memerlukan proses pengeringan. Simplisia yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditetapkan.
Proses pengeringan membutuhkan
energi yang besar untuk menguapkan kandungan air simplisia yang relatif banyak sehingga prosesnya dituntut untuk efisien. Untuk mengkaji efisiensi proses pengeringan digunakan metode analisis eksergi karena hukum termodinamika pertama tentang keseimbangan energi tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai tentang efisiensi proses. Ruang Lingkup Penelitian Agar studi ini dapat fokus pada tujuan, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek berikut: 1. Studi karakteristik pengeringan temu putih dan temu lawak. Studi ini membahas pengaruh kondisi pengeringan (suhu, kelembaban relatif dan laju udara pengeringan) terhadap karakteristik pengeringan, laju pengeringan dan kadar air final yang dapat dicapai pada suatu kondisi tertentu. Pada bagian ini juga akan dikaji model matematis pengeringan baik teoritis
6 maupun empiris untuk merepresentasikan
proses pengeringan
simplisia
berdasarkan data percobaan, serta mengkaji pengaruh kondisi pengeringan terhadap konstanta pengeringan lapisan tipis temu putih dan temu lawak.
Gambar 1.1. Skema kerangka pemikiran 2. Studi pengaruh pengeringan terhadap penyusutan dan mutu temu putih dan temu lawak. Studi ini membahas pengaruh kondisi pengeringan terhadap mutu simplisia temu putih dan temu lawak yang ditinjau dari kadar zat aktif dan tampilan fisik produk keringnya. Juga dipelajari pengaruh kondisi pengeringan baik internal maupun eksternal terhadap penyusutan simplisia temu putih dan temu lawak selama proses pengeringan konvektif dengan menggunakan bantuan pengolahan citra. Selanjutnya akan dikaji model penyusutan serta pengaruh penyusutan yang terjadi terhadap difusivitas efektif simplisia. 3. Analisis energi dan eksergi pengeringan temu putih dan temu lawak. Bagian ini akan mengkaji model termodinamika pengeringan lapisan tipis serta melakukan analisis energi dan eksergi untuk menentukan efisiensi eksergi proses pengeringan lapisan tipis simplisia temu putih dan temu lawak pada berbagai kondisi pengeringan. Pada bab ini juga dilakukan analisis eksergi udara pengeringan sebagai media utama perpindahan massa dan energi pada
7 pengeringan konvektif dengan mengacu kepada kondisi lingkungan sebagai dead state. 4. Analisis kondisi proses pengeringan yang optimum. Analisis ini dilakukan untuk menentukan kondisi pengeringan yang optimum dari berbagai kondisi percobaan yang telah dilakukan. Kondisi optimum didefinisikan sebagai kondisi dimana mutu hasil pengeringan simplisia yang diperoleh berada pada level terbaik atau tertinggi, kadar air akhir pengeringan tidak lebih 10% dan efisiensi eksergi proses pengeringan mencapai nilai optimum.