BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sarkoma jaringan lunak adalah kelompok heterogen tumor langka yang timbul terutama dari mesoderm embrionik.1,2,3 Dalam konteks ini, jaringan lunak didefinisikan sebagai jaringan non-epitel, termasuk otot, lemak dan serat yang timbul terutama dari mesoderm embrionik dan neuroektoderm.1 Mereka kini lebih sering sebagai massa asimtomatik berasal ekstremitas namun dapat terjadi di mana saja di tubuh, terutama trunk, retroperitoneum atau kepala dan leher.2 Pencitraan radiologis sangat penting untuk menentukan tingkat penyebaran tumor lokal penyakit, memandu biopsi dan membantu diagnosis. The American Joint Committee on Cancer (AJCC) adalah sistem grade untuk sarkoma jaringan lunak didasarkan pada derajat keganasan, ukuran tumor dan kedalaman serta adanya metastasis jauh atau nodal.2 Penilaian akurat pretreatment sangat penting untuk pengobatan sarkoma jaringan lunak. Tumor ini diterapi dengan operasi wide excisional dan radioterapi yang dilanjutkan dengan penggunaan kemoterapi telah disediakan untuk penyakit lanjut. Kemajuan dalam perawatan multidisipliner telah meningkatkan evaluasi dan perawatan pasien dengan penyakit ini.1 Walaupun ada perbaikan dalam tingkat kontrol dengan reseksi luas dan terapi radiasi, metastasis dan kematian tetap menjadi masalah yang signifikan pada 50% pasien dengan sarkoma jaringan lunak yang berisiko tinggi.2
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sarkoma jaringan lunak (SJL) atau soft tissue sarcoma (STS) adalah keganasan dari jaringan mesodermal/mesenchymal (meski persentase kecil terdapat sarkoma dari komponen ektodermal (neuro-ektodermal).3 Tidak seperti banyak kanker yang berhubungan dengan lokasi tertentu (misalnya thoraks), STS merupakan tumor yang heterogen lokasi dan histologi. STS dapat dibagi menjadi penyakit lokoregional dan metastasis jauh.4 2.2 Epidemiologi Sarkoma jaringan lunak (SJL) merupakan jenis tumor yang sangat jarang ditemukan dengan insiden adalah 1% pada orang dewasa dan mencapai 7-10% pada anak-anak dan dewasa muda. STS dapat terjadi pada semua umur tetapi banyak terdapat pada usia pertengahan. Tumor ini banyak menyebabkan kematian pada usia 14-29 tahun. Sekitar setengah dari seluruh jumlah pasien SJL dengan grade sedang sampai tinggi menyebabkan metastasis yang memerlukan pengobatan sistemik. 4 Di USA didapatkan 9.400 kasus baru sarcoma dan 3.400 kasus diperkirakan meninggal pada tahun yang sama.2 Di Finlandia, insiden STS terdapat 144 kasus baru pada tahun 2002, dimana pada wanita 1,4 per 100.000 orang dan pada laki-laki 1,9 per 100.000 orang.5 Di Indonesia data yang akurat dan berbasis komunitas tidak tersedia.2 STS terjadi sekitar 1% dari semua jenis kaganasan. Insiden tumor jinak sekitar 100 kali lipat dari jumlah kaganasan yang ada. Kira-kira sebesar 40% tumor berlokasi di ekstremitas bawah. Tempat lain seperti ekstremitas atas (20%), trunk (10%), retroperitoneum (20%), dan head and neck region (10%).1 Sekitar 40% tumor terdapat di superfisial dan sisanya di profunda. Sepersepuluh pasien telah terdeteksi adanya metastasis pada diagnosis tumor primer. Dari semua metastasis jauh maupun lokal, 70% berkembang dalam dua tahun dan 93% berkembang dalam lima tahun dari pengobatan awal.5
2
Saat ini, lebih dari 50 jenis histologis sarkoma jaringan lunak telah diidentifikasi (Tabel 1), tetapi kebanyakan malignant fibrous histiocytoma (28%), leiomyosarcoma (12%), liposarcoma (15%), sarkoma sinovial (10% ) dan malignant peripheral nerve sheath tumors (6%). Rhabdomyosarcoma adalah sarkoma jaringan lunak yang paling umum pada anak.2 Tabel 1. Subtipe histiologi pada STS.2
2.3. Etiologi Penyebab atau etiologi dari sarkoma hingga saat ini belum diketahui. Beberapa faktor dihubungkan dengan kejadian sarkoma, seperti trauma, chronic lymphedema (post diseksi aksila dan radioterapi lymphangiosarcoma), radiasi (MFH, lymphangisarcoma, angiosarcoma), bahan kimia tertentu (herbicide phenoxyacetic acid; ninyl chloride; thorium oxydel thorotrast, asbes (mesothelioma), arsenic (hepatic angiosarcoma).2 Predisposisi
genetik
seperti
sindroma
gardner,
neurofibromatosis
von
recklinghausen tipe 1, hereditary retinoblastoma (secondary STS), germline mutation of p53 gene (Li Fraumeni syndrome).2 Genes rearrangement (diagnosis sitogenetik), dihubungkan dengan beberapa jenis sarkoma seperti ewing sarcoma, clear cell sarcoma, alveolar rhabdomyosarcoma, desmoplastic small round cell tumor, dan synovial sarcoma.2 Inaktivasi dari tumor suppressor genes, terutama rb genes and p53 gene memegang peranan penting untuk terjadinya sarkoma. Mutasi rb gene penting untuk menentukan prognosis karena berhubungan dengan grade histologis yang tinggi. Ki67 3
juga merupakan gen yang dihubungkan dengan grade histologis yang tinggi dan prognosis lebih buruk.2 2.4. Grade Histologis Grade histologis penting terutama untuk mengenal perilaku STS. Grade yang banyak digunakan berdasarkan Costa et al., NCI dan system FNCLCC (Federation Nationale des Centres de Lutte Le Cancer/French Federation of Cancer Centers Sarcoma Group). Grade berdasarkan tipe histologis, tumor nekrosis, peliomorfism, dan jumlah mitosis.2 Grade penting perannya untuk memprediksi metastasis jauh (grade tinggi metastasis jauh) dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Dikatakan sistem FNCLCC secara univariat dan multivariat lebih baik dalam memprediksi kemungkinan terjadinya metastasis jauh.2 2.5. Stadium klinis Beberapa jenis sistem stadium digunakan pada managemen STS. Stadium klinis TNM yang paling banyak digunakan adalah dari American Joint Committee on Cancer (AJCC)/International Union against Cancer (UICC) yang penting untuk penentuan regrouping untuk menentukan prognosis. Pengelompokkan stadium klinis yaitu: Stadium I. 1A = grade rendah, kecil, superfisial atau dalam (G1-2, T1a-b, N0, M0). 1B = grade rendah, luas, superfisial (G1-2, T2a, N0, M0). Stadium II. IIA = grade rendah, luas, dalam (G1-2, T2b, N0,M0). IIB = grade tinggi, kecil, superfisial atau dalam (G3-4, T1a-b, N0, M0). IIC = grade tinggi, luas, superfisial (G3-4, T2a, N0, M0). Stadium III. Grade tinggi, luas, dalam (G3-4, T2b, N0, M0). Stadium IV. Ada Metastasis (Any G, Any T, N1 or M1).4 Tabel 2. Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC).2
4
Tabel 3. Klasifikasi TNM AJCC.4
2.6. Diagnosis Diagnosis sarkoma jaringan lunak mungkin sulit karena tumor sering tidak ada rasa sakit dan terletak di jaringan lunak somatik dari bagian proksimal tubuh yang mungkin sulit untuk diperiksa pada pasien yang obesitas. Tumor di bahu atau pinggul dapat menyebabkan pembatasan gerak, dan tangan mungkin terbatas untuk melakukan fungsi pronasi dan supinasi. Tumor ganas (Neurofibrosarcomas) seperti yang muncul berdekatan dengan saraf mungkin memiliki kelainan saraf seperti kelumpuhan sensorik atau paralisis motorik kecil. Dalam keadaan tertentu, ketika pasien atau keluarganya akhirnya mencurigai adanya tumor, ukuran sudah dapat terlihat dengan jelas dan kadangkadang lesi mungkin telah rusak kulit. Identifikasi dari tumor jaringan lunak dengan pemeriksaan fisik sering sulit. Kebanyakan tumor lebih kuat dari jaringan lunak di sekitarnya dan sering melekat pada tulang, membran fibrosa, pembuluh darah atau jaringan saraf. Kecuali untuk liposarcoma, tumor jaringan lunak yang paling mudah dibedakan dari lemak normal pada lapisan subkutan, tetapi mungkin tampaknya terkait dengan trauma baru. Tumor mungkin sensitif, terutama jika dikelilingi oleh struktur saraf 5
atau pembuluh darah atau jika tumor telah mengalami pembesaran yang dapat menekan atau meregangkan menyebabkan struktur otot seperti deltoid atau quadriceps.6 2.6.1 Gejala Klinis Anamnesis •
Keluhan bergantung pada lokasi tumor
•
STS ekstremitas sebagai lokasi terbanyak
•
Lebih mudah diketahui sebagai benjolan yang tidak nyeri
•
Tidak mempunyai gejala lain yang spesifik sehingga bergantung pada “degree of suspiciousness” dari dokter yang memeriksa. Dikatakan jika menemukan tumor jaringan lunak yang terletak profundus/subfasial, dengan diameter > 5 cm harus dicurigai sebagai STS sampai terbukti yang lain.
•
STS leher juga muncul sebagai benjolan yang umumnya tidak sakit
•
STS retroperitoneal umumnya diketahui setelah besar dan dapat dipalpasi. Pada awal pertumbuhan tidak memberikan gejala yang spesifik, dan jika ditemukan pada fase awal, biasanya ditemukan secara kebetulan pada saat melakukan pencitraan untuk pemeriksaan lain. Nyeri baru timbul jika terjadi invasi pada saraf retroperitoneal, ataupun menimbulkan obstruksi usus. Satu bentuk sarkoma dinding usus/lambung (GIST) biasanya menimbulkan rasa nyeri, anemia karena hematemesis atau melena ataupun obstruksi usus.
•
Faktor risiko perlu ditanyakan yaitu riwayat radiasi, lymphedema/mastektomi, kontak dengan bahan kimia, asbes, dan lainnya.
•
Cepat pertumbuhan tumor menandakan agresivitas dan grade
•
Keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi tumor ke organ lain
•
Keluhan yang berhubungan dengan metastasis yang umumnya ke paru dan jarang ke KGB regional.3
Tempat asal tumor yang heterogen menyebabkan kesulitan untuk menentukan manifestasi klinis secara jelas. Namun dapat diperiksa dari beberapa ciri pembengkakan jaringan lunak yang mempunyai 4 manifestasi klinis seperti: (i) pembesaran ukuran 6
(ii) ukuran >5 cm, (iii) kedalamannya lebih dalam daripada fascia, (iv) nyeri. Banyak pasien telah diduga STS dengan massa jaringan lunak yang mengalami pembesaran ukuran, ukran >5 cm, kedalamannya lebih dalam daripada fascia, dapat disertai nyeri atau tidak. Makin banyak terdapat menifestasi klinis diatas, maka risiko keganasan makin tinggi.4 2.6.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan lokal tempat tumor itu berasal. •
Pemeriksaan fisik untuk melihat kondisi umum penderita (Karnofsky score).3
•
Pemeriksaan local pada organ atau daerah yang terkena (tumor primer), seperti: •
lokasi tumor primer
•
ukuran tumor
•
letak tumor (superfisial atau profunda)
•
konsistensi, permukaan, mobilitas tumor
•
tanda-tanda invasi/ infiltrasi ke jaringan atau organ sekitar gangguan saraf sensorik atau motorik, bendungan pembuluh darah, obstruksi usus,/gaster, anemia, hematemesis/melena dan lain-lain.3
Metastasis regional. STS jarang metastasis pada KGB regional (<5%), menunjukkan prognosis yang buruk dan dinyatakan sebagai stadium IV. Beberapa tipe STS relatif sering metastasis pada KGB regional, antara lain rhabdomyosarcoma, epitheloid sarcoma, MFH (malignant fibrous histiocytoma), clear cell sarcoma dan angiosarcoma.3 2.6.3 Pemeriksaan penunjang Pencitraan berguna dalam mendiagnosis banyak kasus sarkoma jaringan lunak. Roentgenograms berguna ketika lesi besar atau menyebabkan cedera atau kerusakan pada tulang, tetapi lesi kecil di tempat-tempat seperti panggul atau bahu kadang-kadang sulit 7
untuk dilihat pada radiograf.6 Computed tomography (CT) scan thoraks
harus
dipertimbangkan untuk pasien dengan lesi grade tinggi atau tumor lebih dari 5 cm (T2).2 Analisis CT sering membantu dalam menunjukkan secara jelas perubahan dalam bentuk dan ukuran dari beberapa material dan karakter jaringan lunak. Bahan mungkin tampak homogen pada studi tersebut atau mungkin untuk menunjukkan abnormalitas struktur, seperti menunjukkan adanya area nekrosis atau perdarahan di dalam tumor. 6 Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah modalitas pencitraan pilihan untuk sarkoma ekstremitas. Hal ini dapat menjelaskan secara akurat kelompok otot dan membedakan antara tulang, struktur pembuluh darah, dan tumor. MRI memberikan informasi lebih lanjut tentang sarkoma jaringan lunak dan tidak hanya menunjukkan bentuk dan ukuran lesi dengan kejelasan yang luar biasa, tetapi juga memberikan petunjuk terhadap sifat lesi. Kebanyakan sarkoma jaringan ikat terlihat gelap pada T1 (hypointense) dan terang pada
T2 (hyperintense).
Namun,adanya
lemak
dan
peningkatan
vaskularisasi
memperlihatkan tumor terlihat terang., sementara lesi padat seperti fibrosarcoma atau desmoid mungkin muncul gelap. Pada penggunaan gadolinium membantu untuk menentukan luasnya lesi dan vaskularisasinya secara keseluruhan memperlihatkan saraf dan pembuluh darah yang terletak proksimal, yang mungkin berguna dalam perencanaan bedah reseksi. Bone scan mungkin positif jika tumor telah merusak tulang atau jika cedera itu sendiri sangat vaskular. PET (scan positron emission tomography) berguna ketika mencari metastasis, kerusakan lebih lanjut atau khususnya penyebarannya ke kelenjar getah bening.6 Teknik Biopsi 1. Fine-needle Aspiration Biopsy (FNAB) Biopsi aspirasi jarum halus adalah metode yang dapat diterima untuk diagnosis sarkoma jaringan lunak, terutama bila dilakukan dengan studi klinis dan pencitraan. Namun, aspirasi biopsi jarum halus harus digunakan untuk diagnosis primer tumor jaringan lunak hanya pada pusat-pusat dimana terdapat cytopathologist yang memiliki pengalaman baik terhadap teknik biopsi jarum halus tumor jaringan lunak dan interpretasi hasil. Aspirasi biopsi jarum halus adalah prosedur pilihan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan fokus metastasis atau rekuren lokal. Jika grade tumor sangat penting untuk rencana 8
perawatan, aspirasi biopsi jarum halus memiliki keterbatasan. Aspirasi biopsi jarum halus sering memperlihatkan lesi superfisialis saja. Sehingga perlu dibantu oleh radiologist untuk melakukan biopsi yang mendalam dengan menggunakan panduan USG atau CT. Ketepatan diagnostik berdasarkan temuan biopsi aspirasi jarum halus pada pasien dengan tumor primer berkisar antara 60% sampai 96%. Secara umum, jumlah bahan yang diperoleh dengan biopsi aspirasi jarum halus rendah dan akurasi diagnostik jelas tergantung pada pengalaman dan keahlian cytopathologist tersebut.2 2. Core-needle Biopsy Core-needle Biopsy merupakan biopsi yang aman, akurat dan ekonomis untuk diagnosis sarkoma jaringan lunak. Selain itu, jaringan yang memadai umumnya diperoleh untuk digunakan dalam beberapa tes diagnostik, seperti mikroskop elektron, sitogenetika dan flow cytometry. Komplikasi terjadi dalam waktu kurang dari 1% dari pasien yang menjalani Core-needle Biopsy. Penggunaan CT atau sonografi untuk memandu Core-needle Biopsy dapat meningkatkan hasil jaringan tumor untuk lebih akurat mengidentifikasi lokasi tumor. Jelas, itu sangat penting untuk secara tepat memandu jarum ke tumor untuk menghindari area tumor yang nekrosis atau kistik. Ketepatan diagnostik dengan menggunakan Core-needle biopsi dilaporkan 93%.2 3. Biopsi insisional Biopsi insisional adalah metode diagnostik yang dapat diandalkan untuk memperoleh jaringan yang memadai. Namun, biopsi insisional biasanya dilakukan hanya jika temuan dari fine-needle aspiration biopsy dan core needle biopsy tidak dapat mendiagnosis. Biopsi insisional idealnya harus dilakukan di pusat-pusat pengobatan yang ditunjuk oleh ahli bedah yang sama yang akan melakukan operasi definitif.2 Biopsi
insisional
harus
dilakukan
secara
longitudinal
sepanjang
ekstremitas untuk memungkinkan nantinya dilakukan wide local excision, termasuk lokasi biopsi, bekas luka, dan tumor en bloc. Biopsi insisional yang buruk dapat menyebabkan defek yang besar pada eksisi luas lokal, yang pada akhirnya memerlukan terapi radiasi pascaoperasi mencakup semua jaringan yang 9
beresiko. Hemostasis harus dicapai pada saat biopsi untuk mencegah penyebaran sel tumor yang dihasilkan dari pembentukan hematoma pada jaringan yang berdekatan.2 4. Biopsi Eksisional Biopsi Eksisional dengan mudah diakses pada lesi (permukaan) ukuran 3 cm atau kurang di daerah truncal atau ekstremitas seringkali dilakukan. Namun, keuntungan dari Biopsi Eksisional jarang menandingi teknik biopsi lainnya yang dapat menyebabkan komplikasi pascabedah yang pada akhirnya dapat menunda pengobatan definitif.2 2.7. Penatalaksanaan Tabel 4. Langkah-langkah dalam penanganan pasien dengan massa jaringan lunak yang dicurigai sarcoma.7
1. Pembedahan
10
Jenis reseksi ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk lokasi tumor, ukuran tumor, kedalaman invasi, keterlibatan struktur di dekatnya, kebutuhan rekonstruksi pencangkokan kulit atau autogenous jaringan dan kinerja status pasien. Terapi lokal yang terdiri dari pembedahan, sendiri atau dalam kombinasi dengan radioterapi adalah pendekatan pada pasien dengan kecil (kurang dari 5 cm) tumor primer dengan tidak ada bukti penyakit metastasis jauh.2 Pembedahan merupakan terapi yang utama pada STS. Pembedahan secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu Amputasi dan pembedahan yang mempertahankan tungkai.4 1. Amputasi Amputasi dilakukan pada sarkoma enggota gerak dengan batas satu sendi diatasnya. Ada beberapa syarat bila kita melakukan amputasi: •
Lokal rekuren pada high grade karsinoma
•
Mengenai pembuluh darah utama
•
Mengenai jaringan saraf yang utama
•
Sudah mengenai tulang di bawahnya
•
Sudah teradi kontaminasi sel karsinoma yang lugs
•
Sudah terjadi fraktur patologis
•
Infeksi pada tempat biopsi atau tumornya sendiri.4
2. Pembedahan yang mempertahankan anggota gerak (limb salvage). Dalam pembedahan yang mempertahankan anggota gerak, bisa kita lakukan beberapa prosedur antara lain: Compartment resection, wide local excition dan marginal excition.4 Marginal Excition •
Pada marginal eksisi, eksisi dilakukan melalui pseudocapsul (reactive zone) dimana secara mikroskopis sel-sel karsinoma masih tertinggal, daerah yang kita operasi terkontaminasi oleh sel-sel karsinoma. Terjadinya rekurensi tinggi, bisa mencapai 100% pada yang high grade dan pada yang low grade juga tinggi.
•
Biasanya marginal eksisi dilakukan pada sarkoma di retroperitoneal atau pada kepala-leher, yang segera diikuti dengan pemberian radioterapi dan kemoterapi.4
11
Wide lokal eksisi •
Pada wide lokal eksisi, eksisi dilakukan 2-3 cm diluar pseudokapsul (reactive zone), bila kita ingin menyelamatkan saraf dan pembuluh darah maka eksisi bisa dilakukan lebih sempit lagi.
•
Sebelum kita melakukan wide lokal eksisi, kita harus memperhatikan tipe histologi, grade, ukuran tumor, dan lokasinya dimana.4 Compartment reseksi
•
Compartment reseksi adalah suatu tindakan yang radikal pada operasi penyelamatan anggota gerak yang mana tumor beserta dengan otot di sekitarnya pada compartment tersebut diangkat.
•
Reseksi ini seringkali dilakukan pada ekstremitas bawah yang terbagi menjadi compartment anterior, medial dan posterior.
•
Sarkoma pada paha yang tidak melewati batas dari compartment dapat dilakukan compartment reseksi.4
2. Radioterapi Pada 1970-an, 50% dari pasien dengan sarkoma ekstremitas menjalani amputasi untuk mengontrol secara lokal tumornya. Namun, banyak pasien meninggal karena metastasis meskipun tingkat kekambuhan lokal kurang dari 10% setelah operasi radikal. Keadaan ini mendorong pengembangan terapi lokal yang melibatkan bedah eksisi konservatif dikombinasikan dengan radioterapi pasca operasi, yang menyebabkan peningkatan kontrol lokal dari 78% sampai 91%.2 Sampai saat ini, pengobatan standar adalah pemberian radioterapi sebagai tambahan operasi pada semua pasien dengan tumor grade menengah sampai tinggi dari semua ukuran tumor. Namun, tumor kecil (kurang dari atau sama dengan 5 cm) kurang berhubungan dengan kekambuhan lokal, yang menunjukkan indikasi radioterapi. Temuan bahwa radioterapi pasca operasi tidak meningkatkan tingkat ketahanan hidup lima tahun atau kekambuhan lokal pada pasien dengan sarkoma jaringan lunak.2
12
Brakiterapi adalah jenis terapi radiasi lain yang dilakukan pada pasien dengan sarkoma jaringan lunak. Manfaat utama dari brakiterapi yaitu penempatan beberapa kateter di tempat reseksi tumor untuk diberi iridium, dimana waktu perawatan keseluruhan lebih pendek empat sampai enam hari, dibandingkan dengan empat sampai enam minggu pada umumnya.2 Brakiterapi juga dapat digunakan untuk mengurangi kekambuhanyang sebelumnya digunakan
external-beam radiation. Kerugian utama brakiterapi
adalah memerlukan waktu tinggal di RS lebih lama dan istirahat di tempat tidur. Efek jangka panjang dari radioterapi (yang lebih dari satu tahun yang terjadi setelah selesai terapi) biasanya dikaitkan dengan fibrosis, nekrosis, edema, patah tulang dan kontraktur, yang secara signifikan dapat mengubah fungsi.2 3. Kemoterapi Adjuvant Chemotherapy. Penggunaan kemoterapi pada pasien dengan sarkoma jaringan lunak yang telah dilakukan operasi reseksi masih kontroversial. Penggunaan kemoterapi pasca bedah dapat memberikan risiko efek samping yang merugikan. Penggunaan kemoterapi pascabedah tidak dapat membuat pasien bebas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan pada pasien dengan sarkoma jaringan lunak.4 Neo-Adjuvant Chemotherapy. Meskipun ada data terbatas, kemoterapi pra operasi dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan tumor yang besar dan grade tinggi. Umur dan komorbiditas dari semua pasien dengan histologi dari tumor harus diperhitungkan. Ada variasi antara jenis STS dan kemosensitif, dapat dilihat pada tabel 7. Jika tumor kemosensitif dan berdekatan dengan organ yang kritis, kemoterapi dapat membuat tumor untuk dilakukan operasi konservatif daripada operasi radikal.4 Tabel 5. Kelompok STS yang kemosensitif.4
13
2.8. Prognosis and Follow Up Pasien akan disarankan untuk memantau penyakitnya (follow up) dan deteksi dini kekambuhan lokal atau metastasis paru agar dapat memperbaiki prognosis. Pemantauan harus didiskusikan dengan pasien dan menjelaskan alasan dan keterbatasan. Prognosis dapat diperkirakan dengan nomogram berdasarkan grade, kedalaman, ukuran, dan umur pasien.4 Disarankan bahwa pasien dengan sarkoma grade menengah sampai tinggi diikuti setiap 3-4 bulan selama 2-3 tahun pertama, kemudian dua kali setahun untuk 5 tahun dan setiap tahun sesudahnya. Pasien dengan sarcoma grade rendah harus ditindaklanjuti setiap 4-6 bulan selama 3-5 tahun dan kemudian setiap tahun. Standar follow up terdiri dari: (a) penyidikan mengenai gejala yang dilaporkan oleh pasien (b) pemeriksaan klinis melihat kekambuhan lokal, (c) foto polos thoraks untuk melihat apakah ada metastasis paru.4 Tabel 6. Tingkat survival pada jenis STS.8
Tabel 7. Faktor prognosis yang berkaitan dengan STS.8
14
2.9.
Keadaan khusus 1. STS pada Ekstremitas A. Ekstremitas STS yang resektabel Eksisi luas dengan minimal surgical safety margin 2 cm. Tetapi pada tempat-tempat tertentu, yaitu pada daerah dengan struktur penting (pembuluh darah mayor atau saraf) maka surgical safety margin menjadi sempit. Dalam hal ini pemberian radioterapi adjuvant menjadi penting untuk menurunkan local rekurent. Pada tindakan pembedahan kuratif, harus didapatkan kuratif wide margin yang cukup (2-5 cm tergantung tipe/varians, grade dan lokasi tumor). Di dalam pembedahan harus dihindari melakukan enukleasi, karena sel-sel sarkoma biasanya telah memembus pseudokapsul dari tumor. • STS ukuran <5 cm (T1), low grade eksisi luas tanpa terapi adjuvant • STS ukuran >5 cm (T2), low grade eksisi luas dengan atau tanpa terapi RT eksternal tergantung margin pembedahan adjuvant • STS ukuran 5-10 cm (T2; T2a; T2b), high grade eksisi luas ditambah
dengan
radioterapi
eksternal
atau
brakhiterapi
pascabedah dan pertimbangan pemberian kemoterapi adjuvant 15
• STS ukuran >10 cm (T2a; T2b), high grade eksisi luas jika mungkin (operable) ditambahn dewngan radioterapi/brakhiterapi atau kemoterapi adjuvabnt; atau jika inioperabel diberikan kemoterapi atau radioterapi neoadjuvant jika ada respon menjadi operable eksisi luas, jijika tidak ada respon (tetap inoperable) isolated limb perfusi atau amputasi.3 B. Ekstremitas STS yang nonresektabel Tindakan dengan free margin tetap merupakan persyaratan yang sebaiknya dipenuhi jika pembedahan merupakan modalitas terapi yang dipilih. Data dari MSKCC dan Princess Margaret Hospital meunjukkan adanya kenaikan angka rekurensi antara 10-15% meskipun radioterapi diberikan sebagai terapi adjuvant. Ada beberapa pilihan tindakan: •
Dilakukan
neoadjuvant
kemoterapi
atau
diikuti
dengan
pembedahan/ eksisi luas •
Dilakukan pembedahan primer dengan compromized margin (narrow margin, positif margin/R1 atau R2 residual tumor) diikuti dengan radioterapi dan kemoterapi (terutama pada grade histologis yang tinggi)
•
Untuk tipe STS yang resisten terhadap kemoterapi atau radioterapi atau eksisi akan menimbulkan gross tumor (R2) dipertimbangkan untuk amputasi
•
Hyperthermis
isolated
limb
perfusion
(HILP)
dengan
menggunakan TNF@, IFN@, melphalan merupakan modalitas terapi pada STYS yang nonresektabel dan berfungsi sebagai neoadjuvant terapi.3 C. STS ekstremitas residif/rekuren Jika masih resektabel dilakukan dengan re-eksisi luas dianjurkan dengan radioterapi
dan
kemoterapi.
Pada
pasien
dengan
STS
rekuren 16
nonresektabel amputasi. Bila pasien menolak dilakukan pembedahan dengan margin compartement (R1, R2), dianjurkan dengan radioterapi (jika sudah pernah dilakukan) atau kemoterapi dalam grade tinggi).3
Tabel 8. Managemen STS ekstremitas diadaptasi dari ESMO guidance.4
2. STS pada Retroperitoneal Meskipun prinsip-prinsip pengelolaan sarkoma retroperitoneal mirip dengan tumor jaringan lunak lainnya, namun ada beberapa perbedaan penting.4 Karena STS retroperitoneal sering dijumpai terlambat dan telah mencapai ukuran sangat besar sebelum terdiagnosis. Pada umumnya jenis STS retroperotoneal merupakan suatu 17
liposarkoma, myxoliposarcoma atau leiomyosarcoma (dari usus) dengan grades bervariasi antara lowgrade, intermediate sampai highgrade.3 Contras-enhanced CT dapat membantu dalam memperoleh diagnosis welldifferentiated/dedifferentiated liposarcoma dan membantu merencanakan operasi.4 CT scan ataupun MRI merupakan alat imaging untuk resektabilitas. Pada pembedahan resektabilitas dapat diassessment dengan bimanual palpasi dengan kedua tangan yaitu ujung-ujung jari terasa bersentuhan di belakang tumor.3 Preoperatif perlu dievaluasi adanya bendungan pada ginjal, fungsi ginjal (terutama pada sisi yang berlawanan dengnan tumor), persiapan colon/usus (adanya obstruksi) karena adanya kemungkinan untuk melakukan compound wide resection yang mengikutsertakan ginjal yang terkena, colon dan organ lain. Perencanaan preoperasi sangat penting.3 Margin bedah seringkali lebih sulit untuk mendefinisikan sebagai
suatu
penyebaran jauh kontaminasi transcoelomic di dalam perut yang dapat terjadi dan struktur vital yang terkena, sehingga pembedahan hanya dilakukan secara debulking terutama pada tumor yang besar, dengan penekanan-penekanan struktur sekitar tentu saja denngan prognosis yang buruk.3,4 Saat ini tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan kemoterapi neoadjuvant atau adjuvan dalam pengelolaan sarkoma retroperitoneal. Paliatif kemoterapi harus dipertimbangkan untuk indikasi yang sama seperti sarkoma dari ekstremitas tapi welldifferentiated/de-differentiated liposarcoma umumnya tidak terlalu chemosensitif.4 3. STS pada Trunk Modalitas utama dari STS pada trunk adalah eksisi luas dan rekonstruksi defek yang ditimbulkan. Eksisi luas sering kali menilmbulkan defek pada dinding abdomen ataupun thoraks yang memerlukan maneuver tertentu untuk menutup defek tersebut. Penutupan defek pada thoraks memerlukan tindakan plombage, baik dengan bantuan mesh (prolene mesh), ataupun cukup dengan jaringan sekitar, demikian juga dengan defek pada dinding abdomen.3 4. STS pada kepala-leher 18
STS kepala dan leher menempati 15% STS. Sarkoma ini terkait dengan lokasi anatomis sulit dengan struktur neurovaskular yang kompleks. Kasus ini harus ditangani melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli bedah kepala dan leher. Radioterapi digunakan secara luas.9 Pembedahan dilakukan dengan eksisi yang luas/radikal yaitu suatu diseksi leher apalagi jika disertai pembesaran KGB.3 5. STS pada GIST (Gastrointestinal stromal tumor) GIST merupakan tumor yang jarang insidennya 1% dari keganasan saluran cerna. Tumbuh dari jaringan mesenkim primitif yaitu sel intestinal dari Cajal, yang berperan dalam motilitas usus atau gaster. Asal sesungguhnya dari sel Cajal belum jelas diketahui. 3 Sel interstitial Cajal dan sel GIST mengekspresikan CD34 penanda sel induk hematopoietik dan pertumbuhan reseptor faktor c-Kit (CD117). C-kit reseptor adalah glikoprotein transmembran dengan komponen tirosin kinase internal, yang ketika diaktifkan dapat memicu kaskade sinyal intraseluler yang mengatur pertumbuhan sel.2 Sarkoma gastrointestinal telah menimbulkan dilema diagnostik dan terapi selama beberapa dekade. Sama seperti sarkoma di tempat lain, grade histologis tinggi dan ukuran tumor besar (lebih dari 5 cm) yang berakibat pada penentuan prognosis. Pada umumnya kekambuhan regional di peritoneum (sarcomatosis) sering terjadi setelah reseksi bedah pada pasien dengan sarkoma ini. Pasien dengan sarkoma gastrointestinal biasanya dengan gejala gastrointestinal yang tidak spesifik pada tempat tumor primernya.2 GIST biasanya mengenai gaster dan usus halus, dan mempunyai sifat klinis dan tipe histopatoligis yang heterogen. GIST merupakan 20% dari tumor usus halus di luar lymphoma. Secara klinis, GIST jinak sulit dibedakan dengan ganas. Ukuran salah satu criteria ganas, semakin besar ukuran tumor semakin besar kemungkinan ganas.3 Klinis GIST sulit dibedakan dengan mesenkimal tumor usus lainnya. Gejala yang muncul adalah rasa nyeri, adanya anemia (karena pendarahan kronis), dan adanya massa di abdomen.3 GIST sering sulit untuk menegakkan diagnosa sarkoma gastrointestinal sebelum operasi. Penilaian radiologi, termasuk CT dari perut atau panggul, kadang berguna untuk menentukan lokasi ukuran, anatomi dan luasnya penyakit. Endoskopi (kolonoskopi atau esophagoduodenoscopy) adalah metode yang ditetapkan untuk mengevaluasi saluran 19
pencernaan. Untuk tumor yang melibatkan lambung, endoskopi atas dengan USG endoskopi dan biopsi tes diagnostik yang penting untuk membedakan adenokarsinoma tumor stroma gastrointestinal.2 Diagnosis patologis berupa pemeriksaan histopatologius dan pengecatan IHC terhadap CD 117 untuk membedakannya dengan tumor yang lain. Diagnosis genetik terutama adanya mutasi axon 9,11,13,dan 17. Adanya point mutation dari exon 9 atau tanpa mutasi dari exon tersebut, menunjukkan prognosis yang uruk dabn resisten dengan tyrosine kinase inhibitor (Gleevec), sebaliknya mutasi exon 11, mempunyai prognosis yang lebih baik dan sensitif terhadap tyrosine kinase inhibitor (Gleevec).3 Pembedahan dan reseksi tiumor secara radikal.3,4 Karena sering dijumpai terlambat maka reseksi sering merupakan multiorgan reseksi. Terapi adjuvant berupa molecular targeting therapy, yaitu tyrosine kinase inhibitor (gleevecl glivec atau imatinib). Pada GIST yang resisten terhadap imatinib dapat diberikan sunitinib.3 Pada bulan Februari 2002, Food and Drug Administration, menyetujui imatinib untuk mengobati GIST. Imatinib adalah terapi sistemik pertama yang efektif untuk pasien dengan local GIST atau metastasis. Hasil uji coba pertama klinis menunjukkan bahwa 54% dari pasien GIST berespon terhadap pengobatan dengan imatinib, namun hanya 10% sampai 15% hidup dengan penyakit progresif. Namun, sedikit yang diketahui tentang durasi pengobatan yang optimal, durasi manfaat atau keracunan jangka panjang. Kurang dari 4% pasien GIST dengan imatinib mengalami efek samping yang serius. Toksisitas gastrointestinal ringan adalah efek samping yang paling sering dilaporkan, namun perdarahan saluran pencernaan juga pernah dilaporkan, mungkin dihasilkan dari nekrosis tumor cepat. Oleh karena itu, pasien yang dirawat dengan GIST harus diawasi secara ketat oleh tim profesional kesehatan termasuk dokter bedah.2
20
Daftar Pustaka 1. Clark M A, Fisher C, Judson I, Thomas J M. Medical Progress. Soft-Tissue Sarcomas in Adults. Review Article. N Engl J. Med. 2005;701-11. 2. Comier J N, Pollock R E. Soft Tissue Sarcomas. CA Cancer J. Clin. 2004;54;94-109. 3. Manuaba T W. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid. Peraboi 2000. Sagung Seto. Jakarta. 2010;hal. 165-193. 4. Grimer R, Judson I, Peake D, Seddon B. Guidelines for the Management of Soft Tissue Sarcomas. Hindawi Publishing Corporation. 2010. 5. Popov P. Surgical Treatment of Soft Tissue Sarcomas. University Printing House. Helsinki. 2005;page 16-19. 6. Mankin H J, Hornicek F J,. Diagnosis, Classification and Management of Soft Tissue Sarcomas. Orthopaedic Oncology Service. Boston. 2005;12;5-21. 7. Lietman S A. Soft Tissue Sarcomas: Overview of Management with focus on surgical treatment considerations. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2010;77;13-17. 8. Kotilingam D, Lev D C, Lazar A J F. Staging Soft Tissue Sarcomas: Evolution and Charge. CA Cancer J. Clin. 2006;56;282-291. 9. Casali P G, Blay J Y. Clinical Practice Guidelines. Soft Tissue Sarcomas: ESMO clinical practice guidelines for Diagnosis, Treatment and Follow up. Annals of Oncology 21. 2010;5;198-203.
21
22