BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua, daerah ini telah menerima dana dalam jumlah besar. Total dana yang diterima dalam kurun 2002-2012 berjumlah Rp33,7 Trilyun, dan bila digabung dengan penerimaan dana Otsus Provinsi Papua Barat total dana mencapai Rp41,2 Trilyun. Ada dua jenis dana yang diterima dalam rangka pelaksanaan Otsus, yaitu dana yang setara dengan 2 persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan dana tambahan Infrastruktur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dana yang disalurkan dalam rangka Otsus Papua harus dialokasikan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan Papua, khususnya penduduk asli Papua. Target dan sasaran yang menjadi perhatian adalah bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perekonomian rakyat. Dana ini dialokasikan setiap tahun dari APBN dan ditransfer dalam 3 sampai 4 tahapan ke kas daerah Pemerintah Provinsi Papua. Sesuai ketentuan UU 21/2001 dana ini juga dibagikan ke kabupaten/kota di Provinsi Papua. Setelah berumur 12 tahun, Otonomi Khusus Papua masih menuai kritikan yang antara lain mempermasalahkan pengelolaan dan penggunaan dana Otsus Papua. Ada yang mengkritisi dengan mengatakan bahwa dana itu tidak dirasakan dan tidak menyentuh kebutuhan penduduk asli Papua. Kritikan lain menyebut bahwa dana Otsus hanya dinikmati oleh segelintir elite Papua dan tidak memberi dampak perbaikan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Juga belum ada rambu-rambu pengelolaan keuangan Otsus sehingga potensil dikorupsi dan disalahgunakan. Institusi
pemerintahan
banyak
dituding
sebagai
lembaga
yang
paling
bertanggungjawab atas masalah pengelolaan keuangan Otsus (Salle, 2011). Kesalahan pertama dialamatkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan DPRP, antara lain karena regulasi yang mengatur pengelolaan dana Otsus, dan merupakan tanggungjawab Pemda Provinsi Papua, sampai saat ini belum ditetapkan. Selain itu warga sering mengangkat masalah rendahnya transparansi pengalokasian dana Otsus, pengalokasian untuk bidang pendidikan dan kesehatan,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
1
bantuan keuangan dan prasarana kepada pengusaha informal (mama-mama Papua), dan sebagainya. Kesalahan kedua dialamatkan ke Pemerintah kabupaten dan kota yang ikut dinilai telah memanfaatkan dana untuk kepentingan pribadi dan mengalokasikan dana melenceng dari tujuan untuk memajukan pelayanan dasar. Banyak pimpinan dan pejabat daerah tertentu dinilai menghambur-hamburkan uang rakyat dari sumber dana Otsus saat bepergian ke luar daerah. Pelayanan publik sangat kurang karena banyak pimpinan dan pejabat daerah, termasuk anggota dewan hanya menghabiskan waktu di luar daerah mereka. Kesalahan ketiga dialamatkan pada Pemerintah. Pemerintah juga ikut dipersalahkan karena dinilai tidak mengawasi dan memberi panduan atau arahan pengelolaan dana dana Otsus. Pemerintah dinilai sengaja membiarkan masalah pengelolaan dan penyalahgunaan dana Otsus. Sejak awal Pemerintah mengetahui bahwa pengelolaan dana Otsus harus diatur dengan Perdasus, tetapi Pemerintah tidak memberi sanksi atas kelalaian menyusun Perdasus. Wacana publik yang menginginkan agar dana Otsus dikelola terpisah dari sumber dana lain tidak pernah difasilitasi atau pun dijelaskan. Hal ini membuat kebingungan berkepanjangan di Papua. Dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di Pemda Provinsi Papua, dana Otsus yang diterima dari Pemerintah didistribusikan 40 persen untuk Provinsi Papua dan 60 persen untuk kabupaten/kota. Untuk dana yang dikelola Pemda Provinsi Papua, direncanakan penggunaannya melalui program dan kegiatan pada sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan ketentuan: (1) tidak boleh dianggarkan bagi belanja aparatur–kecuali bagi aparatur yang langsung memberi pelayanan kepada warga, (2) dialokasikan untuk bidang pendidikan minimal 30 persen, bidang kesehatan minimal 15 persen, bidang infrastruktur, dan bidang perekonomian rakyat. Dana yang diafektasikan bagi daerah kabupaten dan kota direncanakan oleh masing-masing pemda dalam APBD. Untuk menjaga agar dana dialokasikan sesuai ketentuan dan kebijakan Otsus Papua, Bappeda Provinsi Papua memberi arahkan melalui mekanisme usulan perencanaan dari kabupaten/kota yang dikenal sebagai Usulan Rencana Definitif (URD). Setiap Pemda yang telah menerima alokasi anggaran dari sumber Otsus menyusun daftar rencana penggunaan dana yang disusun oleh Bappeda kabupaten/kota kemudian dibahas bersama di Bappeda Provinsi Papua, yang berikut dikenal sebagai Rencana Definitif (RD). Rencana
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
2
Definitif ini yang telah memperoleh persetujuan Bappeda Provinsi menjadi dasar untuk pengalokasian anggaran dalam APBD kabupaten/kota. Sejak tahun 2006, dana Otsus juga dialokasikan ke kampung dan distrik melalui program Rencana Strategik Pembangunan Kampung (RESPEK). Dana ini dialokasikan Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk Block Grants. Bantuan diberikan dalam bentuk tunai untuk direncanakan penggunaannya secara partisipatif oleh warga kampung. Beberapa prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas, partisipatif, dan pengawasan warga menjadi harus mendapat perhatian dalam program RESPEK. Warga kampung merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi sendiri setiap program dan kegiatan. Walau disain program RESPEK ini dinilai positif untuk meningkatkan pembangunan dari bawah (bottom up planning) sejumlah kelemahan masih ditemukan ditingkat pelaksanaan. Dana Otsus yang dialirkan ke Provinsi Papua telah dialokasikan untuk berbagai kebutuhan dan tuntutan pembangunan pelayanan publik di Papua. Banyak program pembangunan yang telah dilaksanakan Pemda Provinsi Papua, pemda kabupaten dan kota, dan warga kampung melalui RESPEK (Bappeda, 2007). Hasil-hasil pembangunan senyatanya sudah terlihat di berbagai sudut-sudut kota dan pelosok kampung. Pembangunan prasarana dan sarana pelayanan pendidikan serta kesehatan terus dibangun. Prasarana jalan dan jembatan dibangun dan dipelihara, menggunakan
dana
Otsus,
sehingga
banyak
jalan-jalan
tembus
untuk
menghubungkan pusat pemerintahan dengan kampung-kampung yang semula terisolasi akhirnya dapat ditembus dan dilalui kendaraan. Dengan demikian penduduk kampung sudah mulai mendapatkan pelayanan dasar dan menjual hasil pertanian ke pasar-pasar lokal. Pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan merupakan bidang dan urusan pemerintahan yang selalu mendapat perhatian pemerintah daerah. Sebagai contoh dalam APBD Provinsi Papua TA 2011, pelayanan dasar mendapat alokasi belanja masing-masing Rp263 miliyar (13 persen) untuk bidang pendidikan dan Rp475 miliyar (24 persen). Dalam APBD kabupaten/kota untuk TA 2011 pelayanan dasar secara rata-rata memperoleh plafon anggaran masing-masing Rp112 miliyar (17 persen) untuk pendidikan dan Rp55 miliyar (19 persen) untuk kesehatan. Bila APBD provinsi dan APBD 29 kabupaten/kota digabungkan pada TA 2011, tercatat alokasi bidang pendidikan Rp3,51 trilyun (17 persen), dan bidang kesehatan Rp2,07 trilyun (10 persen). Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
3
Alokasi dana yang sangat besar untuk pendidikan dan kesehatan seharusnya sudah dapat memperbaiki pelayanan bagi penduduk asli Papua baik yang ada di kampung-kampung maupun perkotaan. Namun ternyata dari sejumlah indikator pendidikan dan kesehatan ditemukan masih banyak masalah yang belum diselesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam bidang pendidikan indikator buta huruf Papua terus meningkat. Persentase penduduk buta huruf untuk usia sekolah (umur sampai 15 tahun) meningkat dari 24,94 persen pada tahun 2003 menjadi 35,92 persen pada tahun 2011. Umur produktif yang buta huruf di Papua pada tahun 2011 mencapai 34,83 persen dari jumlah penduduk. Indikator ini sangat buruk dibanding rata-rata Indonesia yang hanya 2,30 persen. Masalah bidang kesehatan yang banyak disoroti adalah masih kurangnya prasarana dan sarana Puskesmas dan Pustu. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua memperkirakan masih 2600 kampung yang belum mempunyai Pustu. Kalau Pustu saja tidak ada di daerah itu, juga dipastikan tenaga kesehatan tidak ada di kampung-kampung. Bila diukur dari keberadaan prasarana kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan di Papua diperkirakan baru mencapai 29 persen (1.000 kampung dari total 3.500 kampung). Semua fakta di atas kemudian menimbulkan tanda tanya dan keraguan masyarakat, yaitu “kemana uang Otsus itu?” Kajian ini diarahkan untuk menjawab pengelolaan keuangan Otsus dalam bidang kesehatan dan pendidikan, dengan harapan bahwa hasil kajian nantinya dapat digunakan sebagai informasi dalam pengambilan kebijakan pemerintah daerah untuk implementasi otonomi khusus yang lebih baik dan penyediaan informasi kepada warga yang selama ini menantikan kinerja pembangunan di era otonomi khusus.
1.2. Pokok Permasalahan Pokok permasalahan dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan dana Otsus di bidang pendidikan dan kesehatan? 2. Masalah apa yang menjadi perhatian publik dalam perencanaan dan pengelolaan Otsus Papua, dan mengapa? 3. Kebijakan apa yang dapat ditempuh untuk memperbaiki perencanaan dan pengelolaan dana Otsus bidang pendidikan dan kesehatan?
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
4
1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan Kajian 1. Mengidentifikasi dan meriviu masalah perencanaan dan pengelolaan keuangan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Papua untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan; 2. Mengidentifikasi dan meriviu aspek perencanaan dan pengelolaan keuangan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus untuk peningkatan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan; 3. Merumuskan alternatif kebijakan untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus Papua untuk peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Manfaat Kajian Studi ini diharapkan dapat memberi kontribusi (manfaat) dalam penyusunan kebijakan Pemerintah Provinsi Papua untuk menjawab berbagai permasalahan pengelolaan Dana Otsus Papua. Sejumlah fenomena dan permasalahan yang berhasil diidentifikasi dalam kajian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi untuk merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif untuk pengelolaan Dana Otsus Papua dalam bidang pendidikan dan kesehatan; yang kemudian dapat direplikasi untuk bidang prioritas lainnya. Secara khusus studi ini diharapkan dapat: 1.
Memberikan informasi yang lengkap tentang perencanaan dan pengelolaan dana Otsus untuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada di tingkat Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi ini;
2.
Memberikan rekomendasi untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan keuangan Otsus untuk meningkatkan pelayanan bidang pendidikan dan kesehatan;
3.
Meningkatkan kepekaan aparat perencana pembangunan dan pengelola keuangan Otsus terhadap berbagai isu dan masalah pengelolaan keuangan yang menjadi perhatian masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
5
1.4.
Ruang Lingkup dan Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Kajian Kegiatan penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup berikut: 1. Perencanaan dan pengelolaan Dana Otonomi Khusus untuk bidang pendidikan dan kesehatan selama periode 5 tahun terakhir (2007–2012) 2. Tahap perencanaan difokuskan pada Musrenbang dan partisipasi warga, program dan kegiatan prioritas pendididikan dan kesehatan termasuk indikator kinerjanya dan alokasi pendanaan, dan kepatuhan; 3. Tahap pelaksanaan program dan kegiatan fokus pada partisipasi warga, transparansi
pelaksanaan,
kompetensi
SDM
pelaksana
kegiatan
dan
pengawasan; 4. Tahap penatausahaan difokuskan pada kualifikasi pengelola keuangan, kualitas dan ketepatan waktu pelaporan; 5. Tahap pencatatan keuangan (akuntansi) dan pelaporan difokuskan pada kualifikasi tenaga keuangan, pencatatan belanja dan aset (barang modal), transparansi hasil pembangunan; 6. Tahap pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan difokuskan pada kualifikasi dan kompetensi tenaga pemeriksa internal (inspektorat), ruang lingkup pemeriksaan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
6
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Peraturan Perencanaan dan Penganggaran Bidang Pendidikan dan Kesehatan Peraturan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah Peraturan Perbendaharaan Negara/Daerah
Peraturan Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara/Daerah Regulasi yang berpengaruh terhadap pengelolaan dana Otsus bidang pendidikan dan kesehatan
Isu dan Wacana Keuangan Otsus Papua Oleh Pejabat Pengelola Keuangan (BUD dan Kepala SKPD)
Klasifikasi Masalah Pengelolaan Keuangan Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Oleh Dewan, Lembaga Kultural, Lembaga Adat, LSM Oleh Pakar dan Pengamat Oleh pemerintah distrik, kampung, warga
Regulasi Akuntabilitas Transparansi Pengawasan dan Pemeriksaan Tindak Lanjut dan Enforcement
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
7
BAB 2 METODOLOGI KAJIAN 2.1 Disain Penelitian Pendekatan yang digunakan kajian ini adalah studi kasus (case study). Yin (2009) menjelaskan kasus sebagai “an event, an entity, an individual or even a unit of analysis. It is an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon within its real life context using multiple sources of evidence”. Noor (2008) melihat studi kasus “as being concerned with how and why things happen, allowing the investigation of contextual realities .... Case study is ... intended to focus on a particular issue, feature or unit of analysis. Eisenhardt (1989) menyebut “The case study is a research strategy which focuses on understanding the dynamics present with in single settings”. Literatur menjelaskan dua bentuk kasus yaitu, kasus tunggal (single case) dan kasus jamak (multiple cases). Eisenhardt (1989, p.534) menjelaskan bahwa studi kasus tunggal dan kasus jamak telah berhasil dipakai untuk membangun teori-teori baru. Studi ini menggunakan desain kasus jamak. Studi kasus merupakan salah satu pendekatan penelitian kualitatif yang menggunakan proses logika induktif, yaitu penarikan kesimpulan umum dari kasus-kasus individual atau sampel. Logika induktif dibangun dari paham empirisme; yang berbeda dari logika deduktif yang mengikuti paham rasionalis. 2.2 Prinsip Dasar Kajian Prinsip
dasar yang digunakan
dalam kajian
ini adalah merumuskan
rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan dana otsus untuk meningkatkan pelayanan dari pemerintah daerah terhadap masyarakat asli Papua khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, infrastruktur dasar kampung, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, berdasarkan prinsip-prinsip efektifitas, partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. 2.3 Pendekatan Kajian Secara garis besarnya pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah mixed method research yaitu suatu metodologi penelitian yang memberikan asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi petunjuk cara pengumpulan data dan menganalisis data serta perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
8
melalui beberapa fase proses penelitian. Model yang digunakan adalah triangulasi yang bertujuan untuk memperoleh data yang berbeda tetapi saling melengkapi (complementary) dalam mengamati dan mengkaji masalah-masalah penelitian pada topik yang sama. Model ini digunakan karena ingin dibandingkan dan dibedakan secara langsung terhadap hasil analisis statistik deskriptif kuantitatif dengan temuan kualitatif atau untuk memvalidasi dan mengekspansi hasil kuantitatif dengan data kualitatif. Adapun yang dimaksud statistik deskriptif kuantitatif adalah metoda yang digunakan untuk menganalisis informasi yang dapat dikuantitatifkan atau data yang dapat diukur dan dimanipulasi misalnya dalam bentuk persamaan, tabel, grafik. Pendekatan kuantitatif dalam kajian ini digunakan untuk: mempelajari berbagai kecenderungan, meramalkan dampak kebijakan yang diambil dan memperkirakan persoalan-persoalan yang potensial terjadi, serta menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan berbagai alternatif rencana yang akan diambil. Dalam hal ini objek yang diamati tidak perlu diberi perlakuan sebagaimana halnya dengan penelitian eksperimental. Pengamatan dilakukan hanya untuk menelusuri peristiwa-peristiwa yang secara empiris telah terjadi, kemudian merunut kebelakang melalui data tersebut untuk mengungkap faktor-faktor penyebab terjadinya peristiwa yang diamati. Metoda yang digunakan dalam pendekatan ini adalah deskriptif yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Selanjutnya pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Adapun metoda yang diterapkan dalam pendekatan kualitatif kali ini adalah FGD (Focus Group Discussion). Ada beberapa pertimbangan mengapa teknik FGD digunakan dalam kajian ini yaitu (1) melalui FGD akan diperoleh informasi-informasi penting dan lebih mendalam mengenai faktor-faktor apakah yang menyebabkan pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lainnya yang diamati lebih besar atau kecil, (2) FGD dapat menstimulasi ide-ide dan konsep baru berdasarkan temuan dari model kuantitatif, dan (3) dengan FGD dapat ditafsirkan hasil-hasil evaluasi secara lebih baik, serta mempelajari perilaku dan keinginan dari masyarakat yang dinilai. FGD yang dilakukan tidak ditata ketat dan tidak formal, dengan maksud agar diperoleh informasi yang lebih komprehensif, mendalam dan terbuka. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I
9
2.4 Ruang Lingkup Lingkup Wilayah Lingkup wilayah dari kajian ini terdiri atas tiga bagian yaitu daerah-daerah yang terletak di dataran rendah mudah akses, pesisir sulit akses, dan pegunungan. Lingkup Obyek Studi Sesuai dengan topik yang diangkat dalam kajian ini, secara agregat objek studi yang diamati merupakan input, output dan outcome dari pelaksanaan perencanaan dan penganggaran dana Otsus Papua, khususnya yang terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat asli Papua di sektor pendidikan dan kesehatan dan gizi. Lingkup Kegiatan Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka kajian ini dilaksanakan berdasarkan
tahapan-tahapan
penelitian
yang
sistematis,
terstruktur
dan
komprehensif yang meliputi: 1. Tahap persiapan. Merupakan tahap paling awal dengan kegiatan antara lain merumuskan dan mengidentifikasi indikator-indikator kinerja Otsus yang mencakup indikator output, outcome dan impact, terutama yang terkait dengan pelayanan pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat. Indikator-indikator Otsus yang telah dirumuskan dan diidentifikasi tersebut nantinya akan digunakan sebagai instrumen monitoring dan evaluasi pada pelayanan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua. 2. Tahap Pengumpulan Data, pengkajian dan analisis data. Semua hasil identifikasi data pada tahap persiapan akan dikaji dan dianalisis secara lebih mendalam, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang akurat dan sistematis dalam rangka penyusunan kajian pengelolaan dana Otsus untuk peningkatan pelayanan masyarakat asli Papua. 3. Tahap Konsolidasi. Merupakan tahapan untuk menemukenali temuan-temuan hasil analisis data, yang kemudian merumuskan dan menetapkan strategistrategis kebijakan peningkatan pelayanan dari pemerintah daerah kepada masyarakat asli Papua, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, infrastruktur kampung, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. 4. Tahap penulisan laporan. Merupakan tahap akhir dari kajian ini yang akan menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi
kebijakan
yang
terkait
dengan
pengelolaan dana Otsus dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat asli Papua menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 10
2.5 Fokus dan Lokus Penelitian Topik penelitian sosial mengandung unsur fokus dan lokus. Fokus berkenaan dengan satu pokok masalah atau pokok perhatian di antara beberapa atau banyak masalah yang berkaitan dengan bidang/disiplin ilmu tertentu. Sedangkan lokus berkenaan dengan tempat terjadinya masalah atau tempat dilaksanakan penelitian atas suatu masalah. Proses penetapan lokus dan fokus penelitian dalam kajian ini dapat dijabarkan dengan singkat sebagai berikut. Tabel 2.1 Fokus dan Lokus Penelitian Fokus Bidang/Disiplin Ilmu Perencanaan
Penganggaran
Penetapan Sasaran Strategis Penetapan output dan outcome Penetapan Indikator Kinerja Otsus
Penetapan kebutuhan anggaran Otsus Penetapan prioritas anggaran Otsus Pelaksanaan anggaran Pertanggung jawaban anggaran
Lokus Penelitian Organisasi Sosial
Sekolah Kelompok belajar Puskesmas Rumah Sakit LSM Asosiasi
SKPD
Individu
Legislatif
Bappeda Pendidikan Kesehatan SKPD Lainnya yang terkait dengan sektor pendidikan dankesehatan
DPRP MRP
Guru Dokter Rumah tangga Tokoh Adat dan Agama
2.6 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Sesuai dengan ruang lingkup wilayah dan lokus penelitian yang telah ditetapkan, maka populasi yang akan diamati dalam kajian ini adalah seluruh organisasi sosial, SKPD dan lembaga legislatif yang berada di wilayah dataran rendah mudah akses, pesisir sulit akses dan pegunungan. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage non random sampling. Teknik ini adalah mengambil sampel melalui beberapa tahap, hingga tahap yang dianggap
jenuh,
serta
dilaksanakan
secara
non
random.
Secara
singkat
pengambilan sampel dengan teknik ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap pertama, menentukan sampel kabupaten pengamatan dari masingmasing tipologi wilayah. Asumsi pengambilan sampel yang digunakan pada tahap ini adalah: 1. Sampel kabupaten yang diambil adalah representatif untuk mewakili masingmasing wilayah menurut tipologi. Di mana setiap kabupaten dapat dibagi menurut tipologinya yaitu: (a) wilayah pegunungan: Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Nduga, Pegunungan Bintang, Deiyai, Yalimo, Intan Jaya, (b) wilayah pesisir sulit akses: Kabupaten Mamberamo Tengah, Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 11
Mamberamo Raya, Asmat, Mappi, Waropen, Kepulauan Yapen, Boven Digoel, Mimika, Keerom, Sarmi (c) wilayah dataran mudah akses: Kabupaten Supiori, Biak Numfor, Jayapura, Nabire, Merauke, dan Kota Jayapura. 2. Setiap tipologi wilayah diambil sampel 3 kabupaten yang terdiri atas 1 kabupaten induk, dan 2 kabupaten DOB (Daerah Otonom Baru) dengan ketentuan yang telah berdiri di bawah tahun 2004. Jika dalam satu tipologi wilayah ada lebih dari satu kabupaten induk, maka diambil kabupaten induk yang terbanyak menghasilkan DOB (Daerah Otonom Baru). Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka dapat ditetapkan beberapa kabupaten sampel seperti dibawah ini. Tahap kedua. Setelah ditetapkan kabupaten yang menjadi sampel, tahap berikutnya menentukan wilayah distrik sampel pada masing-masing kabupaten. Dasar pertimbangan menetapkan sampel distrik adalah distrik yang merupakan ibukota kabupaten. Oleh karena ada 9 sampel kabupaten yang merupakan DOB, ini berarti jumlah sampel distrik adalah 9 distrik. Tahap ketiga. Pada setiap distrik ditetapkan sampel kampung/kelurahan yang akan diamati sebanyak 2 kampung/kelurahan, yaitu kampung/kelurahan yang menjadi ibukota distrik, dan satu kampung lainnya yang letaknya tidak lebih dari 100km dari ibukota distrik serta mudah dijangkau melalui darat. Dengan demikian jumlah
kampung/kelurahan
yang
dijadikan
sampel
adalah
sebanyak
18
kampung/kelurahan. Tabel 2.2 Pengambilan Sampel Wilayah Tipologi Wilayah
Daerah Pegunungan
Pesisir Sulit Akses
Kabupaten Sampel
Distrik
Tolikara (DOB)
Karubaga
Pegunungan Bintang (DOB)
Oksibil
Jayawijaya (Induk)
Wamena Kota
Supiori (DOB)
Supiori Kota
Asmat (DOB)
Agats
Sarmi (DOB)
Sarmi Kota
Kepulauan Yapen (Induk)
Seru
Keerom (DOB)
Arso Kota
Merauke (Induk)
Distrik Merauke Kota
Kota Jayapura
Muara Tami
Dataran Mudah Akses Ibu Kota Provinsi
Kampung Banggeri Kel. Karubaga Okmakot Banumdol Wamena kota Kel. Sinakma kampung Uweme Wakre Marsram Syuru Bis Agats Sawar Sarmo Wainakawini Mariadei Arso Kwimi Wasur Wendu Sko Yambe Holtekamp
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 12
Tahap keempat. Pada setiap kabupaten sampel akan diambil sampel yang sesuai dengan lokus penelitian yangdapat mewakili organisasi sosial, eksekutif dan legisltaif yaitu SKPD, Rumah Sakit, DPRD, LSM. Sedangkan pada sampel kampung/kelurahan diambil sampel yang mewakili populasi Sekolah Dasar, Kelompok belajar, Puskesmas. Sedangkan untuk lokus penelitian individu adalah yang mewakili populasi guru, dokter, tokoh adat, tokoh agama, dan rumah tangga. Dimana rumah tangga yang dijadikan sampel adalah Orang Asli Papua, pribumi, sudah berkeluarga, dan menetap di daerah pengamatan paling lama 10 tahun.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 13
TABEL 2.3 TABEL UKURAN UKURAN SAMPEL PER LEMBAGA DAN MASYARAKAT LEMBAGA SOSIAL Wilayah
Tolikara
Sekolah (SD & SMP)
Puskesmas
RS
Koperasi
Kelompok Kerja
SKPD
DPRD
MRP
Tokoh
RT
Jumlah
(org)
(org)
(org)
(org)
3
27
30
3
27
30
(unit)
(unit)
(unit)
(Kelompok)
(Dinas)
(org)
2
1
1
1
1
6
2
Kampung
1
1
1
1
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
Distrik
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
Kampung
1
1
1
1
3
27
30
Distrik Total Distrik Kampung Total
Total
Sarmi
INDIVIDU
(unit)
Pegunungan Bintang Kampung
Asmat
EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF
Distrik Total
Jayawijaya
LEMBAGA EKONOMI
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
Distrik
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
Kampung
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
Distrik
Total
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
Kampung
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
Distrik
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
Kampung
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
Distrik
2
1
1
1
1
6
2
3
27
30
Merauke
Kampung
1
1
1
1
3
27
30
3
2
1
2
2
6
2
6
52
58
Kota
Jayapura
3
2
1
2
2
6
2
6
54
60
30
20
10
20
20
60
20
60
538
598
Kepulauan Yapen
Total
Keerom
Total Distrik
Supiori
Kampung Total
Total
Total
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 14
2.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam studi ini meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder merupakan sekumpulan data yang diperoleh, diliput dan dikumpulkan dari berbagai laporan yang telah dipublikasikan oleh sebuah institusi sebelumnya. Sedangkan data primer merupakan raw data atau data dasar yang langsung diliput pada objek yang diamati melalui suatu teknik pengumpulan data tertentu. Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, data yang dikumpulkan dapat juga dibagi menjadi dua jenis pengukuran yakni data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang dimaksudkan dalam kajian ini merupakan persepsi, pandangan atau pendapat dari seseorang atau sekelompok orang yang terkait dengan topik permasalahan. Sedangkan data-data kuantitatif dapat berbentuk skala interval maupun rasio seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, Gini Ratio, Indeks Pembangunan Manusia, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Gizi Buruk, dan lain-lain. Menurut sumbernya data yang dihimpun dalam studi ini dapat berasal dari instansi pemerintahan seperti BPS, Bappeda, Dinas Pendidikan, dan sebagainya. Atau yang bersumber pada lembaga-lembaga non pemerintah seperti lembagalembaga donor, LSM, asosiasi, dan organisasi lainnya. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini adalah: 1.
Penyebaran Kuesioner/Angket Penyebaran kuesioner/angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawab. Jenis kuesioner yang disebar merupakan kuesioner tertutup, yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan pemahaman, pengetahuan dan pengalaman sendiri. 2.
Wawancara Mendalam Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Adapun metoda wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin, dimana panduan wawancara telah disusun terlebih dahulu untuk mengarahkan informan menjawab sesuai dengan fokus permasalahan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 15
3.
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh sejumlah data sekunder serta
berbagai kajian empiris yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur maupun laporan-laporan periodik (bulanan/tahunan) yang tersedia pada objek penelitian. 4.
Focus Group Discussion Focus Group Discussion atau FGD adalah teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti. 2.8 Alat Analisis Data 1.
Analisis Statistik Deskriptif Kuantitatif Statistik deskriptif kuantitatif merupakan penerapan metoda statistik untuk
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data kuantitatif secara deskriptif. Kegiatan yang termasuk dalam kategori tersebut adalah kegiatan pengumpulan data, pengelompokan data, penentuan nilai dan fungsi statistik, serta yang terakhir termasuk pembuatan grafik dan gambar. Dalam kajian ini statistik deskriptif kuantitatif berfungsi untuk menerangkan keadaan, gejala atau persoalan-persoalan yang ditemukan dalam implementasi kebijakan Otsus, baik itu yang bersumber pada data-data sekunder maupun primer. Beberapa metoda statistik deskriptif yang digunakan dalam kajian ini antara lain: distribusi frekwensi, crosstab analysis, angka indeks, time series analysis, ukuranukuran pemusatan, korelasi dan model regresi. 2.
Analisis Studi Kasus Analisis studi kasus dalam studi ini mengikuti saran Eisenhardt (1989, pp.539-
543) yang mengenalkan dua tahap analisis. Pertama, analisis kasus terpisah (withincase analysis). Analisis ini dilakukan untuk setiap data yang terdapat dalam setiap kasus. Sederhananya analisis ini ditujukan untuk mendalami fenomena setiap kasus, namun sangat penting karena analisis ini mampu mengeksplisitkan data yang sangat kompleks (Gersick, 1988, Pettigrew, 1988). Within-case analysis dilakukan dengan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 16
menggunakan
content
analysis
untuk tiap
satuan
kasus (misalnya
kasus
penganggaran, kasus pelaksanaan, sampai dengan kasus dana RESPEK). Analisis ini belum membantu peneliti untuk mengeneralisasi atau membangun pengetahuan atau teori baru. Kedua, analisis antar kasus (cross-case analysis) yang dinilai Eisenhardt dapat membantu peneliti menemukan hubungan antar fenomena dalam dua atau lebih kasus. Eisenhardt (1989, p.540) menawarkan tiga taktik untuk cross-case analysis. “One tactic is to select categories or dimensions, and then to look for within group similarities couple with intergroup differences. ... A second tactic is to select pairs of cases and then to list similarities and differences between pairs. ... A third strategy is to divide the data by data sources”. Untuk kepentingan analisis data dalam penelitian ini digunakan taktik yang pertama, yaitu membangun kategori berdasarkan dimensi (dimensi pemda Papua, BPK dan masyarakat). Untuk kepentingan generalisasi dan perumusan prosposisi, studi ini menggunakan cancept mapping. Caudle (2004) menjelaskan analisis data kualitatif “means making sense of relevant data gathered from sources such interviews, on-site observation, and documents and then respondingly presenting the data reveal”. Pengertian ini membuka lebar berbagai metoda untuk analisis data kualitatif. Ratcliff (2009) menginventarisir ada 15 metoda analisis data kualitatif yang sering digunakan dalam studi kualitatif, diantaranya dua yang digunakan dalam studi ini yaitu analisis isi (content anaylisis) dan concept mapping analysis. Content Analysis Analisis isi yang digunakan studi ini adalah qualitative content analysis yang disebut oleh Hsieh & Shannon (2005) sebagai summative content analysis. Qualitative content analysis mempunyai fokus perhatian pada isi (makna) dari teks dalam konteksnya. Data yang digunakan bisa dalam bentuk lisan, tertulis, ataupun elektronik. Tahap analisis isi yang dilakukan penelitian ini adalah (1) menghimpun informasi dari pemberitaan media web, (2) mengidentifikasi fenomena utama yang dipermasalahkan, (3) mendalami fenomena melalui pengamatan dan diskusi teman sejawat, (4) merumuskan fenomena utama pengelolaan Dana Otsus, dan (5) mengkategorikan fenomena dalam matriks analisis dimensi.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 17
Concept Mapping Concept mapping merupakan proses pemetaan konsep dalam bentuk diagram alur untuk membentuk pengertian dan makna yang utuh dari himpunan isu dan masalah yang terjadi dalam satu konteks. Ide pemetaan konsep ini banyak dipakai penelitian kualitatif karena dinilai berguna untuk merangkum data kualitatif - reduce qualitative data (Novak, 1998). Daley (2005) menjelaskan bahwa dengan menggunakan concept mapping, data teks antara 40 sampai 50 halaman dapat dituangkan dalam satu lembar kertas saja. 2.9 Kerangka Analisis Kerangka analisis dari studi ini diawali dengan mengamati sistem perencanaan yang dilaksanakan dalam penggunaan dana Otsus yang disusun berdasarkan regulasi dan peraturan yang berlaku. Selanjutnya dilihat apakah ada integrasi yang baik antara perencanaan dengan pendanaan atau penganggaran yang bersumber dari Otsus. Setelah ditelusuri keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, tahap berikutnya adalah mengamati bagaimana pelaksanaan anggaran dana Otsus tersebut dilakukan, dimana ada 4 aspek yang menjadi fokus yaitu pelaksanaan anggaran, monitoring dan evaluasi, penatausahaan dan akuntansi, serta pelaporan dan tindak lanjut. Seluruh tahapan penggunaan dana Otsus tersebut, mulai dari perencanaan, penganggaran,
hingga
pelaksanaan
anggaran,
akan
dilihat
apakah
telah
menggunakan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Sehingga nantinya dapat dinilai lebih jauh bagaimana efektifitas penggunaan dana Otsus terhadap upaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Orang Asli Papua yang diwujudkan sebagai output, outcome dan impact.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 18
Gambar 2.1 Kerangka Analisis REGULASI PERENCANAAN OTSUS
PENDANAAN
PENGANGGARAN
PELAKSANAAN
PELAKSANAAN ANGGARAN MONITORING & EVALUASI PENATAUSAHAAN & AKUNTANSI PELAPORAN & TINDAK LANJUT
PARTISIPATIF; TRANSPARANSI ; AKUNTABILITAS
PERENCANAAN
OUTPUTS
OUTCOMES
IMPLIKASI KEBIJAKAN
2.10 Definisi Konsep Partisipasi Dalam pelasanaan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah; partisipasi rakyat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri. Karena masyarakatlah yang mengetahui secara objektif kebutuhan mereka. Soetrisno (1995), memberikan dua macam definisi tentang partisipasi (rakyat) masyarakat dalam pembangunan, yaitu: pertama, partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam definisi ini diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut bertanggungjawab dalam pembiayaan pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Kedua, partisipasi rakyat merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat, dalam merencanakan,
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat tidak Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 19
hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Bank Dunia (Suhartanta, 2001) memberikan definisi partisipasi sebagai suatu proses para
pihak yang
terlibat
dalam
suatu
program/proyek,
yang
ikut
mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan dan pengambilan keputusan serta pengelolaan sumber daya pembangunan yang mempengaruhinya. Partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan. Dengan demikian partisipasi mempunyai posisi yang penting dalam pembangunan. Sumodingrat (1988) menambahkan, bahwa prasyarat yang harus terdapat dalam proses pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengikutsertakan semua anggota masyarakat/rakyat dalam setiap tahap pembangunan. Conyers (1991) memberikan tiga alasan utama sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal, (2) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk proyek dan merasa memiliki proyek tersebut, (3) Partisipasi merupakan hak demokrasi
masyarakat
dalam
keterlibatannya
di
pembangunan.
(http://bagasaskara.wordpress.com). Dengan demikian partisipasi yang dimaksud dalam kajian ini adalah bahwa; 1.
Pemerintahan daerah memberikan kesempatan yang lebih luas dan leluasa kepada masyarakat Papua untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik menyangkut kebutuhan mereka sendiri.
2.
Jika semakin besar partisipasi publik (masyarakat Papua) dalam pengambilan keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.
Transparansi Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 20
pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan (KK, SAP,2005). Penyelengaraan pemerintahan yang transparan akan memiliki kriteria sebagai berikut: (1) Adanya pertanggungjawaban terbuka; (2) Adanya aksesibilitas terhadap laporan keuangan; (3) Adanya publikasi laporan keuangan, hak untuk tahu hasil audit dan ketersediaan informasi kinerja. Dalam ranah keuangan publik, UU 17/2003 menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam keuangan publik. Laporan keuangan memang merupakan salah satu hasil dari transparansi dan akuntabilitas keuangan publik. Ini berarti laporan keuangan yang disusun pun harus memenuhi syarat akuntabilitas dan transparansi. Dari konsep dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “Transparansi” dalam kajian ini adalah suatu upaya pemerintah daerah yang secara sengaja menyediakan semua informasi menyangkut dana Otsus Papua yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan, kebijakan, dan praktiknya. Akuntabilitas Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan “Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)”. Penerapan sistem tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Terdapat berbagai definisi tentang akuntabilitas, dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat. (2). J.B. Ghartey menyatakan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 21
bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan. (3) Ledvina V. Carino mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya. (4) Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Sumber daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada seseorang atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa sumber daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metoda kerja. Sedangkan pengertian sumber daya dalam konteks negara dapat berupa aparatur pemerintah, sumber daya alam, peralatan, uang, dan kekuasaan hukum dan politik. (5) Akuntabilitas juga dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakan seseorang atau badan kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban keterangan dari orang atau badan yang telah diberikan wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dalam konteks ini, pengertian akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian dan tolok ukur pengukuran kinerja. Selanjutnya Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai proses mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik (KK, SAP,2005). Akuntabilitas merupakan kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab atau menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 22
Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi
untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan
sumber
daya
dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Dengan demikian akuntabilitas merupakan: (1) Salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance), (2) Adanya akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Dana Otonomi Khusus Sesuai Pasal 34 ayat 3 huruf e, bahwa yang dimaksud dana Otonomi Khusus Papua adalah Penerimaan Khusus dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari plafon Dana Aloksi Umum Nasional, yang terutama ditujukkan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; dan, huruf f, Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarannya ditetapkan antara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada tiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selanjutnya pasal 36 ayat 2 menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) persen penerimaan sebagaian dimaksud dalam pasal 34 ayat 3 dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) persen untuk kesehatan dan perbaikan gizi.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 23
BAB 3 KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI DAERAH 3.1 KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SUPIORI A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Sejak dimekarkan dari kabupaten induknya Biak Numfor pada tanggal 18
Desember tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2003, Kabupaten Supiori telah menunjukkan geliat pembangunan ekonomi daerahnya. Tabel 3.1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012 PDRB Tahun ADHB (Juta Rp) persen ADHK (Juta Rp) persen 2008 2009 2010 2011 2012
303,671.45 336,963.35 376,462.79 407,968.01 440,639.40
16.19 10.96 11.72 8.37 8.01
110,849.69 118,113.78 125,952.07 131,447.48 138,423.98
8.58 6.55 6.64 4.36 5.31
Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012
Pembangunan ekonomi Supiori selama lima tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, hal ini tercermin melalui perkembangan PDRB berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Tahun 2008 PDRB Supiori menurut harga berlaku mengalami pertumbuhan 16,19 persen, terjadi penurunan di tahun 2012 menjadi 8,01 persen namun secara nominal menunjukkan peningkatan. Hal yang sama terjadi pada harga konstan, pada tahun 2008 bertumbuh sebesar 8,58 persen hingga 2012 mengalami penurunan menjadi 5,31 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Supiori selama lima tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, di tahun 2008 mencapai 8,58 persen turun menjadi 6,55 persen tahun 2009 naik lagi menjadi 6,64 persen namun di tahun 2011 menurun dua poin menjadi 4,36 persen hingga tahun 2012 mencapai angka 5,31 persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Supiori kurun waktu tersebut sebesar 6,29 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 24
Gambar 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012 8.58
6.64
6.55
5.31 4.36
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2013
Berdasarkan sektor ekonomi, pada tahun 2012 sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah listirk dan air bersih sebesar 17,12 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8,95 persen, diurutan ketiga sektor pertambangan dan penggalian sebesar 8,45 persen. Sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian sebesar 3,23 persen dan sektor bangunan 4,60 persen. Gambar 3.2 Pertumbuhan Rata-Rata Ekonomi Sektoral Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012 18.31
20.00 15.00 10.00 5.00
12.05 9.17
7.25
6.24 2.69
4.13
5.22
6.26
0.00
Secara rata-rata dalam kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan paling tinggi dari sektor lainnya yaitu sebesar 18,31 persen, diikuti sektor listrik dan air bersih sebesar 12,05 persen diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,17 persen. Sektor dengan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 25
pertumbuhan rata-rata paling rendah adalah sektor industri pengolahan sebesar 2,69 persen. Struktur perekonomian Kabupaten Supiori sangat dipengaruhi oleh besarnya sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai tambahperekonomian. Dengan mengetahui struktur perekonomin suatu daerah dapat diketahui corak perekonomian daerah tersebut. Berikut tersaji struktur perekonomian Kabupaten Supiori. Tabel 3.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012 Sektor Pertanian
2008
2009
2010
2011
2012
RataRata
44.22
44.47
44.5
44.72
43.84
44.35
Pertambangan dan Penggalian
1.26
1.3
1.31
1.4
1.44
1.34
Industri Pengolahan
2.82
2.78
2.63
2.57
2.46
2.65
Listrik dan Air Bersih
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
Bangunan
11.82
11.55
11.2
11.33
11.25
11.43
Perdagangan, Hotel dan Restoran
18.47
19.97
19.28
18.78
19.43
19.19
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012
8.1
7.89
7.7
7.75
7.96
7.88
2.52
2.53
3.82
3.69
3.75
3.26
10.77
9.49
9.65
9.74
9.85
9.90
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Struktur perekonomian Kabupaten Supiori hingga saat ini masih didominasi oleh sektor pertanian, kontribusi rata-rata sektor pertanian tahun 2008–2010 sekitar 44,35 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar karena mayoritas Penduduk Supiori memiliki mata pencaharian sebagai nelayan serta didukung oleh posisi geografis wilayah kepulauan, sehingga mereka menjadikan sub sektor perikanan laut menjadi salah satu sumber penghasilan utama. Di posisi kedua sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,19 persen diikuti sektor jasa-jasa sebesar 9,90. Sektor listrik dan air bersih merupakan sektor dengan kontribusi paling kecil terhadap perekonomian Supiori, rata-rata kontribusinya sebesar 0,02 persen. Selain itu terdapat 3 sektor lainnya yang memiliki kontribusi dibawah 5 persen antara lain, sektor bangunan, pertambangan dan penggalian, listrik dan air bersih serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 26
B.
Kualitas Pembangunan Manusia Kualitas pembangunan manusia Kabupaten Supiori diukur melalui angka IPM.
Sejak tahun 2006 hingga 2010 angka IPM Supiori berkisar antara 66.2–68.46 berada di atas IPM Papua kurun waktu tersebut. Menurut kriteria Perserikatan BangsaBangsa (PBB), maka IPM tersebut masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia “menengah atas”. Perkembangan IPM Supiori dan Papua tahun 2006–2010 terlihat dalam gambar dibawah.
2006
2007
Supiori
2009
64.94
64 2008
64.53
68.06
67.55 63.41
66.92 62.75
66.2
69 68 67 66 65 64 63 62 61 60 59
68.46
Gambar 3.3 IPM Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010
2010
Papua
Selama kurun waktu 2006–2010, IPM Supiori mengalami tren peningkatan, keadaan ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan daerah yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah efektif dilaksanakan sehingga meningkatkan derajat atau kualitas hidup masyarakat dibanding kabupaten lainnya di Papua. Rata-rata angka IPM Supiori selama kurun waktu tersebut sebesar 67,44 berada di atas rata–rata Provinsi Papua sebesar 63,93. Berikut akan di sajikan komponen-komponen IPM Supiori yang meliputi Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran Riil (PR). Salahsatu komponen dalam penyusunan angka IPM adalah AHH. Semakin tinggi AHH, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik penduduk suatu daerah. AHH dapat digunakan sebagai alata untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan penduduk. Angka ideal untuk AHH adalah 85.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 27
Gambar 3.4 Angka Harapan Hidup Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006–2010
67.6
65
2006
65.7
65.5
65.3
2007
2008 Supiori
68.6
68.4
68.1
67.9
2009
65.96
2010
Papua
Rata-rata angka harapan hidup Kabupaten Supiori kurun waktu 2006–2010 sebesar 65,49, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata tahun hidup yang dijalani oleh penduduk Supiori sejak lahir sampai meninggal adalah 64,49 tahun. AHH Kabupaten Supiori kurun waktu tersebut berada dibawah rata-rata Provinsi Papua sebesar 68,12. Jika dibandingkan dengan angka idealnya maka AHH Supiori dan Papua masih jauh, dibutuhkan terobosan untuk memperbesar AHH tersebut. Kemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka Melek Huruf (AMH) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya, AMH ideal adalah 100. Gambar 3.5 Angka Melek Huruf Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010 95.4
94.1
75.4
96.16
95.7
95.4 75.4
75.6
75.6
66.8
2006
2007
2008 Supiori
2009
2010
Papua
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 28
Angka melek huruf Supiori cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2006 hingga 2010. Pada tahun 2006 AMH Supiori sebesar 94,1 persen hingga tahun 2010 mencapai 96,16 persen dengan rata-rata sebesar 95,35 persen. Jika tahun 2010 AMH Supiori sebesar 96,16 persen, maka dapat dinyatakan bahwa 96,16 persen penduduk yang sudah bisa membaca dan menulis hanya 3,84 persen penduduk yang masih buta huruf. Jika jumlah penduduk Supiori berusia 15 tahun ke atas kira-kira berjumlah 10000 jiwa berarti ada sekitar 384 jiwa diantaranya yang belum bisa membaca dan menulis. Gambar 3.6 Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010
7.7
7.7 6.5
2006
6.5
2007
6.5
2008 Supiori
8.03
8
7.7
6.6
2009
6.66
2010
Papua
Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan terakhir yang ditamatkan oleh penduduk suatu daerah. Rata-rata lama sekolah digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas. Angka rata-rata lama sekolah Supiori cenderung meningkat, tahun 2006 angka rata-rata lama sekolah sebesar 7,7 sampai tahun 2010 mencapai angka 8,03, dengan rata-rata kurun waktu tersebut sebesar 7,83. Angka rata-rata lama sekolah Supiori lebih tinggi dari Papua, tahun 2006 rata-rata lama sekolah Papua adalah 6,5 hingga tahun 2010 mencapai angka 6,66. Angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Supiori tahun 2010 sebesar 8,03 tahun, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Supiori baru bisa menikmati pendidikan rata-rata sampai kelas VIII (Kelas 2 SMP), atau belum mencapai wajib belajar 9 tahun secara penuh.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 29
200
2007
2008 Supiori
2009
606.384
598.086
603.88
597.09
599.65
595.83
593.42
588.97
585.8
593.42
Gambar 3.7 Pendapatan Riil Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010
2010
Papua
Rata-rata pengeluaran konsumsi riil merupakan komponen dalam penyusunan Indeks Standar Hidup. Selanjutnya dilakukan penyesuian dengan menggunakan rumus Atkinson. Berbeda dengan komponen kesehatan dan pendidikan yang kontribusinya sulit diperbesar karena berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Pengeluaran riil yang disesuaikan akan semakin meningkat seiring dengan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Pengeluaran riil penduduk Kabupaten Supiori tahun 2006 berkisar Rp585.800 per tahun sampai dengan tahun 2010 meningkat hingga menjadi Rp598,086 per tahun, sedangkan pengeluaran riil yang ideal sebesar Rp737.720 per tahun. Bila dibandingkan dengan angka idealnya maka kemampuan penduduk Supiori untuk memenuhi penghidupan yang layak masih jauh dari target seharusnya. Diharapkan dengan alokasi dana otsus ke Supiori dapat meningkatkan pembangunan ekonomi daerah sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.
C.
Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Supiori berfluktuasi cenderung
meningkat pada tahun terakhir. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak 6.900 atau 53.25 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin yang tersebar terus menurun sebanyak 6.110 jiwa atau sebesar 50,92 persen pada tahun 2008 dari total penduduk.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 30
Gambar 3.8 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Supiori Tahun 2007-2012 7400
53.25
7200
50.92
60
50.66 45.82
7000
42.73
42.57
6800
50 40
6600 6400 6200
7200 6900
7000
7220
20
6000 5800
30
6110
6230
2008
2009
10
5600 5400
0 2007
Penduduk Miskin
2010
2011
2012
Prosentase
Berdasarkan gambar di atas, terlihat pula bahwa dari sisi jumlah penduduk terjadi fluktuasi namun dari sisi prosentase justru cenderung mengalami penurunan. Hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin sebanyak 7.220 atau 42,57 persen dari total jumlah penduduk Supiori. Tingkat pemerataan pendapatan akan terjadi jika semua orang mendapatkan distribusi pendapatan yang sama rata, atau dengan kata lain Rasio Gini-nya adalah sama dengan nol (Gini Ratio=0). Jadi singkatnya rasio Gini adalah rasio tentang distribusi pendapatan dengan angka kisaran 0 sampai dengan 1. dan jika G mendekati 0 berarti distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan banyak penduduk. Tercatat pada tahun 2010 Gini Ratio Kabupaten Supiori sebesar 0,23 sedangkan Papua sebesar 0,36. Besaran angka ini menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan penduduk Supiori dalam kategori sedang. Pada tahun 2010 sebanyak 25,37 berpendapatan rendah, 39,38 berpendapatan sedang dan 35,25 berpendapatan tinggi.
D.
Infrastruktur Daerah Berdasarkan data BPS tahun 2012, panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten
Supiori mencapai 158,60 Km. Berdasarkan pengelolaanya, 73,77 persen merupakan jalan kabupaten dan 26,23 persen merupakan jalan provinsi. Berdasarkan jenis permukaannya, 61,22 persen dari seluruh jalan di Supiori merupakan jalan beraspal, 32,47 persen masih berupa kerikil dan 6,31 persen berupa jalan tanah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 31
Tabel 3.3 Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten di Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012 (dalam Km) Tahun
Provinsi
Kabupaten
2008
48,35
70,53
2009
48,35
70,53
2010
41,60
100,50
2011
41,60
117,00
2012
41,60
117,00
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Hingga tahun 2012 panjang jalan provinsi sepanjang 41,60 Km terdapat penurunan panjang jalan dari tahun 2008 sepanjang 48,35 Km. Terlihat bahwa status jalan yang diurus provinsi mulai berkurang pada tahun 2010, pada tahun tersebut terjadi peningkatan dari 70,53 km menjadi 100,50 km hingga tahun 2012 menjadi 117 km. Tabel 3.4 Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012 (dalam Km) Tahun
Provinsi Aspal
Kerikil
Tanah
Aspal
Kabupaten Kerikil
Tanah
2008
48,35
48,43
22,10
2009
48,35
48,43
22,10
2010
41,60
52,50
38,00
10,00
2011
41,60
55,50
51,50
10,00
2012
41,60
55,50
51,50
10,00
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Kegiatan pembangunan atau pembukaan jalan baru di Supiori meningkat dari tahun ke tahun dengan tujuan untuk menghubungkan transportasi barang dan jasa serta manusia antar kampung dan distrik. Pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan pembangunan jalan dari tahun sebelumnya, jalan beraspal bertambah 15,9 Km sehingga menjadi 38 Km, jalan tanah bertambah 10 Km. Pada tahun 2011 jalan beraspal bertambah 13,5 Km sehingga menjadi 51,50 Km.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 32
Tabel 3.5 Panjang Jembatan Menurut Jenis Konstruksi Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012 (dalam Meter) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Baja 365 365 365 415 415
Beton 50 50 50 67 67
Kayu 695 549 549 489 489
Jumlah 1110 964 964 971 971
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Panjang jembatan di Supiori mengalami peningkatan selama tahun 2008–2012, jembatan konstruksi baja pada tahun 2008 sepanjang 365 meter pada tahun 2012 meningkat menjadi 415 meter. Jembatan beton sepanjang 50 meter di tahun 2008 meningkat menjadi 67 meter pada tahun 2012, sedangkan jembatan kayu justru mengalami penurunan dari 695 tahun 2008 meter menjadi 489 meter di tahun 2012.
3.2 KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI KABUPATEN ASMAT A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asmat mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2008–2012. PDRB Asmat atas dasar harga berlaku tahun 2008 bernilai Rp464.149 milyar dan meningkat hingga mencapai Rp866,083 milyar pada tahun 2012 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,91 persen. PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp210.549 milyar dan mencapai Rp295.533 milyar pada tahun 2012 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,88 persen. Tabel 3.6 PDRB Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 (juta rupiah) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
PDRB ADHB Nilai 464.149,55 521.394,18 619.893,54 730.130,57 866.083,41
PDRB ADHK
persen
Nilai
persen
12,33 18,89 17,78 18,62
210.549,30 218.939,86 241.466,31 266.751,85 295.533,53
3,99 10,29 10,47 10,79
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai PDRB Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2012. Sektor pertanian memberikan kontribusi rata-rata sebesar 39,35 persen. Di urutan kedua terdapat Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 33
sektor jasa-jasa yang menyumbang rata-rata sebesar 35,47 persen. Di posisi ketiga diikuti oleh sektor bangunan dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,90 persen. Tabel 3.7 Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 (dalam persen) Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha)
2008
2009
2010
2011
2012
42,81
42,50
39,75
37,22
34,47
39,35
Pertambangan dan Penggalian
0,11
0,11
0,11
0,09
0,08
0,10
Industri Pengolahan
1,20
1,25
1,24
1,21
1,12
1,20
Listrik dan Air Bersih
0,00
0,00
0,00
0,01
0,01
0,00
11,82
12,99
13,38
13,11
13,22
12,90
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
5,80
6,13
6,11
6,07
6,16
6,06
Pengangkutan dan Komunikasi
2,94
3,25
3,29
3,32
3,25
3,21
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
1,66
1,74
1,74
1,71
1,69
1,71
33,66
32,01
34,38
37,27
40,00
35,47
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Pertanian
Bangunan
Jasa-Jasa Total Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Rata-Rata
Kontribusi di sektor pertanian bagi perkonomian yang cukup besar dapat memperlihatkan bahwa meskipun dengan kondisi tanah di Kabupaten Asmat yang berlumpur tapi dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang baik. Kondisi sebaliknya di sektor listrik dan air bersih, dari angka yang diperoleh menunjukkan kontribusi sektor ini sama sekali tidak ada. Gambar 3.9 Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asmat selama kurun waktu empat tahun terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 34
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,29 persen, namun di tahun 2009 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 8,89 persen. Selain itu laju pertumbuhan rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Asmat sangat variatif. Sektor listrik dan air bersihmengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 22,78 persen, disusul sektor jasa-jasa sebesar 14 persen, sektor bangunan sebesar 11,97 persen. Tabel 3.8 Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomi di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012 (dalam persen) Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
B.
2009
2010
2011
2012
3,24 8,67 8,32 12,34 14,35 9,90 14,96 9,32 -1,12
3,14 6,47 8,88 10,45 13,57 9,99 11,53 10,02 18,47
3,44 -4,74 7,87 34,85 8,22 9,70 11,51 8,62 19,75
2,62 -1,47 3,27 33,50 11,73 12,38 8,43 9,26 18,91
RataRata 3,11 2,23 7,09 22,78 11,97 10,49 11,61 9,31 14,00
Kualitas Pembangunan Manusia Jumlah penduduk Asmat berfluktuasi untuk kurun waktu 2008–2012. Pada
tahun 2009 penduduk Asmat berjumlah 77 ribu jiwa turun menjadi 76 ribu jiwa pada tahun 2010, namun meningkat terus hingga mencapai 81 ribu jiwa pada tahun 2012. Penduduk
laki-laki
lebih
banyak
dibanding
penduduk
perempuan
hal
ini
menyebabkan sex ratio mengalami peningkatan selama kurun waktu tersebut. Rata– rata pertumbuhan penduduk Asmat selama lima tahun terakhir sebesar 1,79 persen. Gambar 3.10 Jumlah Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 44,000 42,000
76,996
77,026
82,097
76,563
81,696
80,000
40,000
70,000 39,309
42,387
39,453
42,644
36,358
40,205
36,993
40,033
36,978
34,000
40,018
38,000 36,000
90,000
32,000
60,000 50,000 40,000
2008
2009 LAKI-LAKI
2010
2011
PEREMPUAN
2012 TOTAL
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 35
Jumlah penduduk Kabupaten Asmat yang masuk dalam usia produktif (15-54 tahun) cukup banyak yaitu sebesar 43.379 jiwa atau 52,84 persen dari total penduduk Kabupaten Asmat, sedangkan usia antara 0-14 tahun mencapai 36.486 jiwa atau 44,44 persen. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang berpotensi untuk masuk dalam usia produktif cukup banyak. Gambar 3.11 Piramida Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 70-74 60-64 50-54 40-44 30-34 20-24 10-14 00-04 8,000
6,000
4,000
2,000 PEREMPUAN
0
2,000
4,000
6,000
8,000
LAKI-LAKI
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
IPM Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2011 lebih jelek dibanding Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Asmatsebesar 51,15 sedangkan IPM Provinsi Papua sebesar 64,71. Ada tiga komponen IPM yang lebih rendah di Kabupaten Asmat dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf. Gambar 3.12 Perkembangan IPM Kabupaten Asmat dan Provinsi Papua Tahun 2008–2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 36
Lanjutan Gambar 3.12
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka dan IPM Provinsi Papua, Tahun 2008-2012
C.
Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asmat cenderung stabil. Antara tahun
2007 sampai dengan 2010 jumlah penduduk miskin cenderung sama dengan ratarata 14.841 jiwa atau 19,31 persen dari total jumlah penduduk. Namun, pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin meningkat sebanyak 3.410 jiwa atau 2,85 persen dari total jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi dana Otsus belum konsisten dalam menanggulangi kemiskinan. Gambar 3.13 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
D.
Infrastruktur Daerah Kondisi alam Kabupaten Asmat dengan beribukotakan Agats amat unik dan
terkenal dengan istilah kota di atas papan. Hal ini membuat pembangunan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 37
infrastruktur di Asmat memerlukan strategi yang khusus dan pastinya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tabel 3.9 Jenis dan Jumlah Permukaan Jalan di Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 (dalam meter) Jenis
2008
2009
2010
2011
2012
Jalan Tanah
47.653
50.453
63.957
70.291
71.091
Jalan Jembatan Kayu
42.528
52.674
83.727
87.193
94.323,34
360
360
460
460
1.112
-
-
267
567
892
90.541
103.487
148.411
158.511
167.323,34
Jalan Baja Komposit Jalan Jembatan Beton Jumlah
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel 3.9 terlihat dari empat jenis permukaan jalan hanya jalan jembatan kayu yang mengalami peningkatan jumlah panjang jalan, yaitu 42.528 meter pada tahun 2008 menjadi 94.323 meter pada tahun 2012, hal ini terjadi karena hampir di semua distrik di Asmat menggunakan jembatan papan untuk melakukan kegiatan perjalanan. Selain jalan jembatan yang mengalami peningkatan, jalan tanah juga mengalami peningkatan, permukaan tanah ini hanya terdapat di beberapa distrik saja, seperti di distrik pantai kasuari. Sedangkan jalan beton dan baja hanya terdapat di ibukota kabupaten saja, yaitu di distrik agats.
3.3. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN JAYAWIJAYA A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Perubahan nilai PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun
dipengaruhi oleh perubahan kuantum produksi dan perubahan harga. Oleh karena itu, kenaikan PDRB atas dasar harga berlaku tidak selalu menunjukkan adanya perbaikan ekonomi. Bisa saja peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku disebabkan oleh faktor inflasi yang tinggi. Untuk melihat ada tidaknya perbaikan ekonomi digunakanlah PDRB atas dasar harga konstan yang diperoleh dari PDRB atas dasar harga berlaku yang telah dibebaskan dari faktor perubahan harga.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 38
Tabel 3.10 PDRB Kabupaten Jayawijaya Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009 (dalam juta rupiah) TAHUN PDRB Berlaku Konstan 2005 478.082,26 344.672,55 2006 530.148,03 359.644,12 2007 646.732,43 392.769,25 2008 787.502,02 430.077,51 2009 931.488,05 470.812,22 Sumber: BPS Kabupaten Jayawijaya
Struktur ekonomi suatu daerah tercermin melalui seberapa besar peranan masing‐masing sektor ekonomi/lapangan usaha terhadap jumlah total nilai tambah dari seluruh sektor/lapangan usaha. Struktur ekonomi suatu daerah biasa disajikan dari PDRB atas dasar harga berlaku. Dari persentase sumbangan masing‐masing sektor/lapangan usaha, akan terlihat struktur ekonomi suatu daerah sehingga bisa diketahui ciri khas ekonomi, andalan, potensi, hasil pembangunan ataupun perubahan akibat kebijakan publik dari pemerintah daerah. Semakin besar kontribusi suatu sektor/lapangan usaha terhadap PDRB, semakin besar pula dominasi sektor/lapangan usaha tersebut dalam menggerakkan perekonomian daerah. Apabila suatu sektor/lapangan usaha yang paling dominan mengalami penurunan nilai tambah yang dihasilkan, maka struktur ekonomi juga akan mengalami perubahan karena kontribusinya yang cukup besar. Gambar 3.14 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Jayawijaya Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009 (dalam juta rupiah) 35.00 30.00
29.85 27.60
25.00 20.00 15.00
Berlaku 11.36
10.73
10.00
11.99 5.61
5.00
Konstan 6.52 3.30
0.00 2006
2007
2008
2009
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 39
Pertumbuhan suatu sektor/lapangan usaha yang lebih lambat jika dibanding sektor/lapangan usaha lain juga dapat menyebabkan pergeseran struktur ekonomi. Struktur ekonomi Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Seperti kondisi secara umum di bagian pegunungan tengah, sektor pertanian menjadi sektor dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Jayawijaya. Sektor ini memberi andil lebih dari 30 persen tiap tahunnya. Pada tahun 2009, sektor yang sangat bergantung pada alam ini memberi kontribusi 33,90 persen. Jika dilihat dari tahun 2005, maka terlihat bahwa peranan yang diberikan sektor ini cenderung mengalami penurunan. Berbeda dengan sektor jasa‐jasa, sektor ini justru mengalami peningkatan selama kurun watu 5 tahun terakhir. Sektor jasa‐jasa memberikan kontribusi sebesar 23,50 persen terhadap perekonomian Jayawijaya pada tahun 2009, meningkat dibanding tahun‐tahun sebelumnya (22,23 persen di tahun 2008; 22,39 persen di tahun 2007; 20,53 persen di tahun 2006; dan 18,33 persen di tahun 2005). Pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan), fasilitas kesehatan, gedung perkantoran dan penambahan jumlah pegawai semakin marak setelah Kabupaten Jayawijaya mengalami pemekaran. Hal ini mendorong adanya aktifitas ekonomi di sektor bangunan dan sektor jasa‐jasa yang pada akhirnya meningkatkan peranan kedua sektor tersebut terhadap perekonomian Kabupaten Jayawijaya. Sektor bangunan memberi andil 8,71 persen, lebih besar dari peranan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 8,05 persen. Sektor pengangkutan dan transportasi serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga mendapat imbas dari lebih terbukanya akses ke wilayah tersebut. Selama tahun 2005, peranan kedua sektor ini cenderung mengalami peningkatan dengan kontribusi lebih dari 10 persen. Peranan sektor industri pengolahan serta sektor listrik dan air bersih terhadap pembentukan nilai tambah di Kabupaten Jayawijaya relatif konstan dengan kontribusi masing‐masing sebesar 0,33 persen dan 0,27 persen pada tahun 2009. Jika dicermati lebih jauh, selama lima tahun terakhir kontribusi sektor primer semakin menurun. Sebaliknya, kontribusi sektor sekunder dan tersier semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh tingginya lajupertumbuhan ekonomi sektor pengangkutan dan komunikasi dari kelompok sektor tersier serta sektor bangunan dari kelompok sektor sekunder.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 40
B.
Kualitas Pembangunan Manusia (IPM) IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian
pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM, memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah. Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Jayawijaya tercermin pada angka IPM tahun 2009 yang mencapai angka 55.09. Pencapaian angka IPM tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 47.75. Dengan pencapaian IPM 48.16, maka Kabupaten Yalimo menurut Konsep
Pembangunan
Manusia
yang
dikembangkan
oleh
Perserikatan
Bangsa‐Bangsa (PBB) masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia ”menengah bawah” dengan angka pencapaian IPM antara 50.0 sampai 65.9. Jika dibanding dengan daerah di sekitar Jayawijaya, pencapaian angka IPM Kabupaten Jayawijaya paling tinggi. IPM Kabupaten Mamberamo Tengah (48.18), Nduga (47.74), Yalimo (48.16), Lanny Jaya (49.22), Yahukimo (51.48) dan Tolikara.
3.4. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN TOLIKARA A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan perekonomian suatu daerah terbentuk dari berbagai macam
kegiatan ekonomi yang timbul di daerah, yang dikelompokkan ke dalam sektorsektor ekonomi sebagai stimulus kebersinambungan pembangunan daerah. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja dan arah perekembangan ekonomi daerah dalam kurun waktu tertentu dapat ditelaah melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektoral. Pembangunan sektoral di Kabupaten Tolikara meliputi sektor pertanian, sektor pertambanga dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Perkembangan perekonomian di Kabupaten Tolikara dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2008-2012) ditunjukkan dengan adanya perkembangan PDRB (ADhB dan ADhK). Pada tahun 2012 PDRB (ADhB) mencapai 598,57 miliar rupiah dengan tingkat perkembangannya sebesar 106,52 persen. Bila dibandingkan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 41
dengan tahun 2008, maka PDRB (ADhB) mencapai 302,82 miliar rupiah dengan tingkat perkembangan sebesar 126,58 persen. Sementara itu, untuk PDRB (ADhK 2000) pada tahun 2013 mencapai 226,25 miliar rupiah dengan tingkat perkembangan sebesar 103,30 persen. Sedangkan pada tahun 2008 PDRB (ADhK 2000) mencapai 168,17 miliar rupiah dengan tingkat perkembangannya sebesar 88,20 persen. Berikut disajikan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tolikara berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADhB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADhK) pada Tabel 3.10 dan perkembangan PDRB selama 5 tahun terakhir pada Gambar 3.15. Tabel 3.11 PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012 Berdasarkan ADhB dan ADhK TAHUN ADhB ADhK 2008 302.823,21 168.166,39 2009 386.399,15 187.275,62 2010 501.754,04 207.378,98 2011 561.920,90 219.018,66 2012 598.574,17 226.246,77 Sumber: BPS Kabupaten Tolikara
Berdasarkan gambar 3.15 dapat diilustrasikan bahwa perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku (ADhB) lebih besar persentase perkembangannya bila dibandingkan dengan PDRB berdasarkan atas dasar harga konstan (ADhK 2000). Hal ini dikarenakan adanya laju pertumbuhan inflasi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Perkembangan PDRB ADhB dan ADhK mulai menurun pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 hal ini dikarenakan daya beli masyarakat menurun dan kurang efektifnya pemerintahan sebagai akibat terjadinya kekosongan kepala daerah dalam waktu yang cukup lama. Gambar 3.15 Perkembangan PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012 Berdasarkan ADhB dan ADhK 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
27.60
11.36
29.85
10.73
Berlaku
11.99 6.52 5.61
2006
2007
2008
Konstan
3.30 2009
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 42
Struktur Perekonomian Daerah Berdasarkan Tabel dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa selama 5 tahun terakhir (2008–2012) perekonomian di Kabupaten Tolikara didominasi oleh sektor primer dengan rata-rata share sebesar 59,99 persen dan disusul sektor tersier rata-rata kontribusinya sebesar 27,01 persen dan sektor sekunder rata-rata sharenya sebesar 13,01 persen. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor primer adalah sektor pertanian sebagai “leading sector”, dalam perekonomian daerah Kabupaten Tolikara. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 54,42 persen walaupun terjadi penurunan sebesar 13,65 persen selama kurun waktu 5 tahun bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 68,07 persen namun sektor pertanian memberikan andilnya di atas 50 persen. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB ADhK 2000 Kabupaten Tolikara disebabkan karena hampir semua masyarakat di Kabupaten Tolikara bergerak di sektor pertanian. Sementara sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2012 sharenya hanya sebesar sebesar 0,48 persen dan tahun 2008 hanya sebesar 0,53 persen. TABEL 3.12 Kontribusi Sektoral Kabupaten Tolikara ADhK 2000 Berdasarkan 3 Kelompok Sektoral Tahun 2008–2012 NO
LAPANGAN USAHA
TAHUN 2008
2009
2010
2011
2012
SEKTOR PRIMER 1
PERTANIAN
68.07
62.16
57.34
55.38
54.42
2
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0.53
0.55
0.52
0.47
0.48
SEKTOR SEKUNDER 3
INDUSTRI PENGOLAHAN
0.54
0.55
0.47
0.42
0.38
4
LISTRIK DAN AIR BERSIH
0.00
0.00
0.03
0.02
0.02
5
BANGUNAN
10.09
12.06
12.48
13.20
14.78
SEKTOR TERSIER 6
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
4.44
4.63
4.86
5.04
5.08
7
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
2.72
3.18
3.91
4.69
4.70
0.45
0.47
0.60
0.64
0.63
JASA – JASA
13.16
16.41
19.80
20.12
19.50
TOTAL PDRB
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
8 9
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
Sumber: Data Diolah
Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi cukup besar pada sektor tersier adalah sektor jasa-jasa andilnya di atas 10 persen, disusul sektor perdagangan, Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 43
hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan andilnya di bawah 5 persen. Sedangkan pada kelompok sektor sekunder selama kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor bangunan memberikan share bagi pembentukan PDRB Kabupaten Tolikara di atas 10 persen sementara sektor listrik dan air bersih serta sektor industri pengolahan share-nya di bawah 1 persen. Gambar 3.16 Kontribusi Sektor Primer, Sektor Sekunder, Sektor Tersier Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012 70.00
68.60
62.72
60.00 50.00
20.00
55.86
54.90
29.17 30.50 29.92 20.77 24.68
40.00 30.00
57.85
10.63 12.60 12.97 13.65 15.18
10.00 0.00 2008 2009
2010
2011
SEKTOR PRIMER SEKTOR SEKUNDER SEKTOR TERSIER
2012
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor di Kabupaten Tolikara selama periode 2008–2013 dapat disajikan pada Tabel di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 44
TABEL 3.13 Laju Pertumbuhan Sektoral ADhK Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012 NO
TAHUN
LAPANGAN USAHA 2008
2009
2010
2011
2012
1
PERTANIAN
6.65
1.70
2.13
2.02
1.51
2
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
11.32
16.29
3.50
-3.39
5.26
3
INDUSTRI PENGOLAHAN
13.42
12.58
-4.91
-5.11
-6.69
4
LISTRIK DAN AIR BERSIH
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5
BANGUNAN
29.19
33.09
14.59
11.75
15.66
6
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
15.02
16.13
16.46
9.45
4.16
7
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
40.71
29.81
36.32
26.76
3.46
8
KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
18.59
16.34
42.10
13.04
1.88
9
JASA – JASA
39.38
38.83
33.61
7.34
0.11
LAJU PDRB
13.38
11.36
10.73
5.61
3.30
Sumber: Data Diolah
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 2008–2012 mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 3,30 persen yang merupakan laju pertumbuhan terendah selama 5 tahun terakhir, sedangkan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 13,38 persen. Hal ini disebabkan rendahnya daya beli masyarakat dan belum memadainya pembangunan infrastruktur wilayah di Kabupaten Tolikara. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir, sejak tahun 2008 sampai dengan 2012 dapat disajikan pada Gambar 3.17 dibawah ini. Gambar 3.17 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012
16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
13.38 11.36
10.73
5.61 3.30 2008
2009
2010
2011
2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 45
Berdasarkan Gambar 3.17 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tolikara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini menunjukkan lesunya perekonomian di Kabupaten Tolikara. PDRB Perkapita Pendapatan Perkapita (PDRB Perkapita) Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 4 tahun terakhir (2008 - 2011) dapat disajikan pada Gambar 3.18. Gambar 3.18 PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011 4 3
3.41
3.71 1.81
2
1.81
1 0 2008
2009
2010
2011
Pendapatan perkapita di Kabupaten Tolikara pada tahun 2008 sebesar 3,41 juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk yang ada di Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan nilai tambah bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan. Pendapatan perkapita terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 mencapai 3,71 juta rupiah, yang artinya bahwa penduduk mampu menghasilkan nilai tambah burto sebesar 3,71 juta rupiah atau sekitar Rp730.000,- per bulan. Namun memasuki tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis sampai pada besaran 1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan penduduk dalam menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau sekitar hanya Rp150.000,- per bulan dan kondisi yang sama terjadi pada tahun 2011 pendapatan perkapita hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau sekitar hanya Rp140.000,- per bulan. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa pendapatan penduduk di Kabupaten Tolikara masih relatif sangat kecil. Inflasi Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian suatu negara atau daerah adalah melalui inflasi. Perubahan indikator ini akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 46
merupakan fenomena moneter dalam negeri suatu negara, dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan terjadi gejolak ekonomi akibat perubahan harga. Perubahan harga yang terjadi akibat inflasi akan berdampak pada perubahan daya beli masyarakat, dalam kondisi tertentu peningkatan inflasi menimbulkan efek bagi masyarakat secara luas melalui penurunan pendapatan riil. Inflasi sebagai fenomena moneter dan salah satu indikator ekonomi makro memiliki implikasi yang luas bagi perekonomian, apabila tidak dikendalikan secara hati-hati. Tingkat inflasi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012) dapat disajikan pada Gambar 3.19 berikut. Gambar 3.19 Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012
20.00 15.00 10.00
10.16
11.65
14.58
16.43
6.51
5.00 0.00 2008
2009
2010
2011
2012
Dalam dimensi ekonomi makro, tekanan inflasi yang terjadi pada tahun 2011 sebesar 16.43 persen dipicu oleh terjadinya peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat, pengeluaran investasi dan juga pengeluaran pemerintah di Kabupaten Tolikara. Misalkan pada bulan-bulan tertentu permintaan barang dan jasa jauh melampaui penawaran pasar, sehingga menekan harga barang-barang dan jasa cenderung untuk meningkat. Memasuki tahun 2012 laju pertumbuhan inflasi menurun secara dramatik yang tercatat sebesar 6,51 persen. Menurut Boediono, apabila laju pertumbuhan inflasi di bawah 10 persen maka ini merupakan angin segar bagi dunia usaha dalam menjalankan bisnisnya sehingga perekonomian akan berjalan dengan baik. Berdasarkan kelompok sektoral maka laju pertumbuhan inflasi di Kabupaten Tolikara disajikan pada Gambar 3.20 di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 47
Gambar 3.20 Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara Berdasarkan Kelompok Sektoral Tahun 2008-2012 30.00 25.00 20.00
21.27
24.21
24.43
15.06
SEKTOR PRIMER
15.00
11.48 7.82
10.00
7.15
7.36
5.00
7.03
6.71
5.60
2008
2009
2010
0.00
4.85 2011
SEKTOR SEKUNDER 5.39 5.46 4.73
SEKTOR TERSIER
2012
Laju pertumbuhan inflasi pada sektor primer cenderung lebih rendah dibandingkan dengan dua kelompok sektor lainnya, yaitu sektor sekunder dan sektor tersier. Pada sektor primer laju inflasi terendah pada tahun 2012 tercatat sebesar 4,73 persen. Sementara laju pertumbuhan inflasi pada sektor sekunder cenderung fluktuatif dan laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 11,48 persen dan laju inflasi terendah pada tahun 2008 sebesar 7,15 persen. Sedangkan sektor tersier laju pertumbuhan inflasi mulai tahun 2008 yang tercatat sebesar 15,06 persen mengalami peningkatan (slightly increased) sampai dengan tahun 2011 sebesar 24,43 persen dan memasuki tahun 2012 mulai mengalami penurunan secara tajam (sharply decreased) sampai pada angka laju inflasinya sebesar 5,39 persen. B.
Kualitas Pembangunan Manusia Kualitas pertumbuhan suatu negara maupun daerah bukan hanya ditentukan
oleh komponen modal alam, modal fisik, dan modal sosial akan tetapi sangat penting juga ditopang oleh modal manusianya. Ke empat komponen tersebut merupakan aset-aset produktif yang harus saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Berikut akan dipaparkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara melalui beberapa indikator berikut. Pendidikan Sumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu bangsa, oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia demi tercapainya keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 48
sumber daya manusia adalah peningkatan kualitas melalui bidang pendidikan. Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan formal maupun informal. Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan semenjak tahun 1994 pemerintah juga telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dan sampai saat ini masih melanjutkan program wajib belajar 6 tahun. Dengan semakin lamanya usia wajib belajar ini diharapkan tingkat pendidikan anak semakin membaik dan tentunya akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk. Partisipasi sekolah penduduk Kabupaten Tolikara dalam pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah diharapkan akan dapat memberikan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengkaji partisipasi sekolah merupakan suatu indikator proses yang menunjukkan proses pendidikan atau bagaimana program pendidikan diimplementasikan di masyarakat. Angka partisipasi sekolah di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 3.14 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Tingkat Usia Sekolah Di KabupatenTolikara, Tahun 2011 Usia Sekolah
Tolikara
Jayawijaya
Papua
7–12
62,93
76,05
73,36
13–15
66,26
73,29
71,29
16–18
31,23
46,25
50,55
Sumber: Susenas Kor Tahun 2011
Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk usia pendidikan yang sedang bersekolah, sehingga terkait dengan pengentasan program wajib belajar. Indikator inilah yang digunakan sebagai petunjuk berhasil tidaknya program tersebut. Sebagai standar program wajib belajar dikatakan berhasil jika nilai APS SD dan APS SMP sebesar 100 persen. Hasil SUSENAS tahun 2011 menunjukan bahwa capaian APS untuk usia 715 tahun nilainya di bawah dibawah 100 persen, yaitu 62,93 persen untuk usia 7-12 Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 49
tahun dan 66,26 persen untuk usia 13-15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa APS SD/sederajat dan APS SMP/sederajat belum memenuhi target wajib belajar, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan kebijakan pemerintah tentang program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Tolikara belum berhasil. Relatif besarnya APS usia 13-15 tahun dibanding APS usia 7-12 tahun bukan mengindikasikan partisipasi sekolah pada jenjang SMP lebih besar dari pada jenjang SD, melainkan menunjukan ada beberapa anak usia 13-15 tahun yang sekolah bukan pada jenjangnya (SD). Sebagian besar penduduk di Kabupaten Tolikara (usia 10 tahun ke atas) belum/tidak mempunyai ijazah SD yaitu mencapai 70,64 persen. Masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia yang rendah, yang pada akhirnya tidak dapat berperan optimal
dalam
pembangunan. Kesehatan Peranan tenaga medis seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya dalam proses penolong kelahiran makin meningkat. Jika pada tahun 2010 proses persalinan terakhir yang ditangani oleh tenaga medis hanya sebesar 21,06 persen kini meningkat drastis menjadi 31,91 persen pada tahun 2011. Peranan tenaga medis dalam proses penolong kelahiran pertama dan terakhir terlihat bahwa ada perubahan persentase penolong kelahiran. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan kelahiran balita yang mula-mula ditolong oleh bukan tenaga medis (keluarga, dukun dan lainnya) kemudian karena mengalami permasalahan dalam proses kelahiran penanganan selanjutnya dilakukan oleh tenaga medis. Sementara
jumlah sarana prasarana kesehatan puskesmas pada tahun
2011 di Kabupaten Tolikara sebanyak 15 puskesmas dan 20 puskesmas pembantu. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tolikara yang sebanyak 121.097 jiwa, berarti setiap puskesmas harus melayani sebanyak 8.073 penduduk, dan setiap puskesmas pembantu harus melayani sebanyak 6.055 penduduk. Sedangkan jumlah tenaga medis yang tersedia sebanyak 76 orang rincian 20 orang dokter dan 56 orang tenaga bidan. Masing-masing tenaga medis mempunyai peranan penting terhadap kesehatan masyarakat dengan rata-rata setiap orang tenaga medis melayani sekitar 1.593 penduduk Kabupaten Tolikara. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 50
Masih sedikitnya jumlah sarana dan tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Tolikara dapat menghambat masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Apalagi sebaran sarana dan tenaga medis tersebut tidak merata, dari 35 distrik yang ada, sarana kesehatan puskesmas hanya terdapat di 15 distrik. Tabel berikut menyajikan jumlah puskesmas dan dokter di Kabupaten Tolikara Tahun 2011. Tabel 3.15 Jumlah Puskesmas dan Dokter Kabupaten Tolikara Tahun 2011 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Jumlah Penduduk Jumlah Puskesmas Jumlah Pustu Rasio Penduduk Per Puskesmas Rasio Penduduk Per Pustu Jumlah Tenaga Medis (Dokter & Bidan) Jumlah Penduduk Per Tenaga Medis
Total 121.097 15 20 8.073 6.055 76 1.595
Sumber: IPM Kabupaten Tolikara, 2012
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Tolikara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan
pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut.
Perkembangan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah. Perkembangan pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara selama periode 2008 -2011 disajikan pada Gambar berikut ini. Gambar 3.21 Perkembangan IPM Kabupaten Tolikara Periode 2008-2011 70.00 60.00
IPM
50.00 40.00
64.00
64.53
50.90
51.50
65.40
64.94
52.40
52.00 IPM PAPUA IPM TOLIKARA
30.00 20.00 10.00 0.00 2008
Selama
periode
2009
2008–2011
2010
2011
perkembangan
pembangunan
manusia
di
Kabupaten Tolikara mengalami perkembangan tren yang positif. Capaian IPM
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 51
mengalami kenaikan sebesar 1,5 poin dari 50,90 pada Tahun 2008 menjadi 52,40 pada Tahun 2011. Menurut Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
masuk
dalam
kategori
kinerja
pembangunan manusia “menengah bawah”, yaitu besaran capaian IPM antara 50,00–65,90. C.
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Fenomena kemiskinan (poverty) dan ketimpangan pendapatan (inequality
income)hampir dialami oleh semua negara atau wilayah di seluruh belahan dunia.Perbedaannya hanya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan
dan
angka
kemiskinan
yang
terjadi
serta
tingkat
kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu Negara atau wilayah. Pembangunan ekonomi di Kabupaten Tolikara bertujuan untuk mengurangi fenomena ekonomi makro seperti kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Potret
angka penduduk miskin di Kabupaten Tolikara disajikan di
gambar bawah ini: Gambar 3.22 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011 46.00 44.00
45.30
44.63
44.63
42.00
41.18
40.00 38.00 2008
2009
2010
2011
Selama kurun waktu 4 tahun (2008-2011) angka kemiskinan di Kabupaten Tolikara masih cukup tinggi. Pada tahun 2008 angka kemiskinan sebesar 45,30 persen dan memasuki tahun 2009 cenderung menurun sampai pada angka 44,63 persen selanjutnya pada tahun 2010 mengalami kondisi remained stable atau angka kemiskinan tetap di 44,63 persen dan menurun cukup tajam memasuki tahun 2011 sampai menembus angka kemiskinan sebesar 41,18 persen. Peningkatan nilai tambah bruto (PDRB) setiap tahunnya di Kabupaten Tolikara belum tentu mencerminkan meratanya distribusi pendapatan. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kabupaten Tolikara tidak merata sehingga menimbulkan terjadinya disparitas pendapatan. Berdasarkan PDRB Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 52
perkapita di Kabupaten Tolikara maka pada tahun 2008 pendapatan perkapita mencapai 3,41 juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk yang ada di Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan nilai tambah bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan. Sementara pada tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis sampai pada besaran 1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan penduduk dalam menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau sekitar hanya Rp150.000,- per bulan. D.
Infrastruktur Daerah
Transportasi dan Komunikasi Transportasi merupakan salah satu pilar dasar perekonomian suatu wilayah. Jika transportasi untuk di wilayah tersebut mudah dilalui maka lalu lintas barang dan manusia akan dengan mudah dilakukan. Jalan dan angkutan darat merupakan bentuk transportasi yang harus dimiliki dengan baik karena transportasi ini paling murah sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa pada umumnya daerah yang memiliki jaringan angkutan darat dan jalan yang baik akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah yang terisolir. Pada tahun 2010, panjang jalan yang ada di Karubaga masih sangat kecil, total hanya ada sekitar 57 km yang terdiri dari 12 km jalan provinsi dan 45 km jalan kabupaten. Jalan tersebut pun baru sebagian kecil saja yang di aspal baru sekitar 5 km yang diaspal (2 km jalan provinsi dan 3 km jalan kabupaten), sedangkan jalan sisanya masih sangat jelek yang terdiri dari 10 km jalan kerikil (Jl Provinsi) dan 42 km jalan tanah (jalan Kabupaten). Jika dilihat dari kondisinya pun hampir 90 persen persen jalan yang dibuat sudah rusak. Kerusakan ini dikarenakan jalan sudah dipaksa digunakan meskipun belum diperkeras atau diaspal dengan baik. Dengan kondisi jalan dan angkutan darat yang masih sangat kurang ini tentu akan berdampak negatif dalam keadaan ekonomi di Kabupaten Tolikara. Hal ini terlihat dari mahalnya harga-harga barang yang ada di Kabupaten Tolikara dan tumbuh lambatnya perekonomian. Sektor Komunikasi juga masih belum berkembang, walaupun sebenarnya sektor ini juga sangat dibutuhkan. Dengan adanya komunikasi yang lancar maka pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 53
Pertambangan dan Energi Sektor pertambangan dan energi merupakan sektor sampai saat ini masih tertinggal dan belum ada perkembangan sama sekali. Sektor Energi, Kabupaten Tolikara bisa dikatakan sangat tertinggal. Pasokan Listrik yang dihasilkan hanya dari listrik PLTD milik pemda yang hanya bisa menjangkau daerah di sebagian distrik karubaga dan belum bisa dialirkan secara 24 jam, namun hanya dari jam 18.0023.59 WIT, dan tidak setiap hari menyala dan bahkan jika terjadi kerusakan bisa sampai lebih dari 1 minggu tidak menyala, diperparah lagi jika pasokan bahan bakar solar yang sering terhambat membuat listrik tidak bisa dihasilkan. Untuk penduduk yang berada di Karubaga dan Bokondini masih bisa merasakan listrik, namun untuk distrik yang lain hanya mengandalkan solar cell bantuan pemda atau yang dapat bantuan program respek. Tabel 3.16 Unit Pembangkit Listrik di Kabupaten Tolikara Menurut Distrik Tahun 2009-2011 DISTRIK
2009
2010
2011
KARUBAGA
1
1
1
BOKONDINI
1
1
1
KEMBU
1
0
0
LAINNYA
0
0
0
3
2
2
TOTAL
Sumber: Statistik Daerah Kab.Tolikara
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan unit pembangkit listrik di Kabupaten Tolikara sangat minim karena hanya melayani 3 distrik dari 43 distrik yang ada di Kabupaten Tolikara. Ketersediaan produksi listrik yang ada di Kabupaten Tolikara (yang berasal dari listrik Pemda) tidak ada perubahan dari tahun 2008 sampai tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2,5 MWh saja. Pada tahun 2011, karena terjadi kerusakan yang berlarut-larut menyebabkan listrik tidak bisa dinyalakan tiap hari, produksinya menurun drastis dan produksi sama seperti tahun 2007 yang hanya sebesar 1,5 MWh saja.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 54
3.5. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi yang terangkum
dalam PDRB kabupaten Pegunungan Bintang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama lima tahun terakhir telah terjadi perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar 193.32 miliar rupiah. Nilai ini terus meningkat dan mencapai 646.88 miliar rupiah pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 334.62 persen. Gambar 3.23 Nilai PDRB Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010 (Dalam Miliar Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Struktur Ekonomi Struktur ekonomi suatu wilayah biasa disajikan dari PDRB atas dasar harga berlaku. Dari struktur ekonomi akan terlihat berapa persen sumbangan masingmasing sektor sehingga ini bisa menggambarkan ciri khas ekonomi, andalan, potensi, hasil pembangunan ataupun perubahan kebijakan publik dari pemerintah daerah. Perekonomian kabupaten Pegunungan Bintang hingga tahun 2009 masih didominasi oleh sektor pertanian. Namun demikian, pada tahun 2010 peranan sektor ini terhadap pembentukan nilai PDRB kabupaten ini mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga menjadi sektor tertinggi kedua setelah sektor bangunan. Tahun 2006, kontribusi sektor pertanian adalah 72.78 persen dan terus mengalami penurunan hingga menjadi 34.59 persen di tahun 2010. Di tahun 2010, sektor bangunan mempunyai peranan yang paling besar di antara sektor lainnya dengan persentase sebesar 36.07 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 55
Penurunan peranan sektor pertanian tersebut disebabkan oleh meningkatnya kontribusi sektor bangunan dan sektor jasa-jasa khususnya sejak tahun 2006. Pada tahun 2006, peranan sektor bangunan hanya 9.44 persen, namun sejak tahun 2007 persentase ini mengalami peningkatan hingga menjadi 16.80 persen dan terus meningkat hingga menjadi 36.07 persen pada tahun 2010 yang sekaligus menjadikan sektor bangunan menjadi kontributor tertinggi meskipun peranannya tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian. Pertumbuhan sektor bangunan dipengaruhi juga oleh pembangunan infrastruktur baik oleh pemerintah maupun oleh swasta yang juga berdampak pada sektor penggalian. Sektor Jasa-jasa memberi kontribusi 17.40 persen terhadap pembentukan PDRB kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2010 dan berada di urutan ketiga pada peranannya terhadap PDRB. Urutan keempat adalah sektor pengangkutan dan komunikasi di mana pada tahun 2010 berperan sebesar 6.34 persen, sedikit menurun dari kontribusi pada tahun 2009 (6.78 persen). Selanjutnya, peranan sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2010 memberi kontribusi sebesar 4.89 persen. Sementara itu, dua sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan dan penggaliaan serta sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, berperan hanya di bawah 0.61 persen. Belum ada aktifitas ekonomi di sektor listrik dan air bersih juga sektor industri pengolahan, sehingga pada tahun 2010 ini tidak tercipta nilai tambah dari kedua sektor tersebut. Gambar 3.24 Struktur Perekonomian Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010 (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 56
Pertumbuhan Ekonomi Laju
pertumbuhan
ekonomi
merupakan
suatu
indikator
makro
yang
menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang positif menunjukkan peningkatan perekonomian dan sebaliknya. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menjadi acuan untuk mengukur kinerja ekonomi suatu daerah. Berdasarkan ukuran ini, pertumbuhan PDRB diperoleh dari peningkatan komponen indikator produksi, dengan tingkat harga dianggap relatif tetap. Aktifitas
ekonomi
di
Kabupaten
Pegungungan
Bintang
menunjukkan
pertumbuhan sebesar 11.33 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 13.51 persen. Selama tiga tahun yaitu, periode 2006-2008, pertumbuhan ekonomi di Pegunungan Bintang selalu menunjukkan peningkatan. Setelah tumbuh 8.63 persen pada tahun 2006, kemudian menjadi 11.59 persen pada tahun 2007 dan meningkat lagi 28.99 persen pada tahun 2008. Gambar 3.25 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010 (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 57
B.
Kualitas Pembangunan Manusia
Angka Harapan Hidup Salah satu komponen dalam penyusunan angka IPM adalah Angka Harapan Hidup. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik penduduk suatu daerah. Angka Harapan Hidup Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2010 sebesar 65,76 tahun. Terjadi peningkatan dibanding tahun 2009 sebesar 65,55 tahun. Angka Melek Huruf Kemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka melek Huruf menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis. Pada tahun 2010, penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Pegunungan Bintang yang dapat membaca dan menulis sudah mencapai 36,61 persen. Dengan kata lain, terjadi peningkatan dari tahun 2009 sebesar 31,76 persen. Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk suatu daerah. Angka Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2010 sebesar 2,45 tahun. Dengan kata lain penduduk di Kabupaten Pegunungan Bintang baru bisa menikmati pendidikan rata-rata sampai dengan kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Nilai ini sama dengan tahun 2009. Pengeluaran Riil Yang Disesuaikan Rata-rata pengeluaran konsumsi rill merupakan komponen dalam Indeks Standar Hidup. Rata-rata pengeluaran riil penduduk Kabupaten Pegunungan Bintang, yaitu sekitar Rp583.940,- per tahun untuk tahun 2010. Dan Rp582.550,untuk keadaan tahun 2009. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pegunungan Bintang IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan
manusia
di
suatu
daerah,
sebagai
dampak
dari
kegiatan
pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah. Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Pegunungan Bintang tercermin pada angka IPM tahun 2010 yang mencapai angka 49,85. Pencapaian angka IPM Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 58
tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 yaitu sebesar 48,54. Gambar 3.26 Perkembangan IPM Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2004-2010
Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Menurut konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB), dengan capaian IPM sebesar 49,85 maka Kabupaten Pegunungan Bintang masih termasuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia Rendah karena angka capaian IPM di bawah 50,00. Gambar 3.27 Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009-2010
Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011
C.
Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan PDRB perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh
masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN perkapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaan dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut biasanya digunakan untuk mengukur tingkat pengukuran kemakmuran penduduk suatu daerah. Dengan meningkatnya perekonomian Pegunungan Bintang dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 59
melambatnya pertumbuhan penduduk, secara nominal terjadi peningkatan dalam pendistribusian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun Pendapatan Regional PerKapita. Gambar 3.28 PDRB Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010 (dalam rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
PDRB Perkapita diperoleh dari hasil penghitungan PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Besaran ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk pertengahan tahun dalam arti bahwa semakin tinggi jumlah penduduk akan semakin kecil besaran PDRB perkapita wilayah tersebut. Semakin tinggi PDRB perkapita suatu wilayah semakin balk tingkat perekonomian wilayahnya, walaupun ukuran ini tidak dapat memperlihatkan kesenjangan pendapatan antar penduduk. Meskipun masih terdapat keterbatasan, indikator ini cukup memadai untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu wilayah dalam lingkup makro, paling tidak sebagai acuan memantau kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan produk domestik barang dan jasa wilayah tersebut. PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di Kabupaten Pegunungan Bintang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Selanjutnya besaran PDRB tersebut perlu diberi penimbang yaitu jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku pembangunan yang menghasilkan output (PDRB). Selama 5 tahun terakhir PDRB perkapita juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, nilai PDRB perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang mencapai 9.89 juta atau meningkat sebesar 28.17 persen dari tahun sebelumnya dan jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yaitu
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 60
tahun 2006, nilai PDRB perkapita tahun 2010 tersebut telah meningkat 257.59 persen. Selanjutnya, pendapatan perkapita penduduk yang mencerminkan pendapatan yang diterima masing-masing penduduk akibat keikutsertaannya dalam proses ekonomi tahun 2010 sebesar Rp8.628.782 rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 28.17 persen dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp6.732.249. Gambar 3.29 Pendapatan Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010 (dalam rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
3.6. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen kurun waktu 2007–2011
berfluktuasi dan cenderung menurun pada tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan ekonomi kurun waktu tersebut sebesar 5,84 persen. Sektor ekonomi ekonomi dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 19,60 persen, diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,88 persen. Pada posisi ketiga ditempati oleh sektor listrik dan air bersih dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,85 persen. Sektor dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah selama tahun 5 tahun tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,34 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 61
Gambar 3.30 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2007–2011 (dalam persen)
Pada Tahun 2011, Kabupaten Kepulauan Yapen terdiri dari 14 distrik dengan 106 kampung dan 5 kelurahan. Dari 14 distrik tersebut terdapat 2 distrik baru yaitu distrik Pulau Kurudu yang merupakan pemekaran dari distrik Raimbawi dan distrik Pulau Yerui yang merupakan pemekaran dari distrik Wonawa. Hal ini terjadi dikarenakan suatu kondisi yang mana jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2011 adalah 87.574 jiwa. Dengan luas wilayah 3.131 km2, berarti kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen adalah 28 jiwa/km2. Distrik dengan penduduk terbanyak adalah Distrik Yapen Selatan yaitu sebanyak 41.861 jiwa atau 50,5 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen. Sedangkan Distrik Pulau Yerui merupakan distrik dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 339 jiwa atau hanya 0,4 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen. Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2011 memiliki produksi padi sebesar 43,5 ton. Distrik yang menghasilkan padi tersebut adalah distrik Kosiwo. Produksi tanaman pangan terbesar adalah ubi kayu yaitu sebesar 3.416,96 ton, produksi terbesar kedua adalah ubi jalar yaitu sebesar 2.163,77 ton, dan terbesar ketiga adalah komoditi jagung sebesar 518,33 ton. Pada tahun 2011, luas panentanaman sayuran di Kabupaten Kepulauan Yapen sebesar 315,90 ha. Luas panen terbesar adalah luas panen cabe yaitu 108,4 ha (34 persen), sehingga cabe juga merupakan produksi sayuran terbanyak yaitu 219,5 ton. Produksi sayuran terbesar kedua dan ketiga adalah kacang panjang dan bayam yaitu 212,24 ton dan 178,2 ton. Komoditi buah-buahan yang banyak dihasilkan di
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 62
Kabupaten Kepulauan Yapen yaitu durian, pisang dan nangka dengan nilai produksi masing-masing yaitu 790,20 ton, 501,20 ton dan 366,3 ton. Pertumbuhan riil PDRB di kabupaten Kepulauan Yapen tumbuh sebesar 7,89 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,12 persen. B.
Kualitas Pembangunan Manusia IPM memberikan suatu potret akan pembangunan manusia yang dimulai dari
sisi kondisi fisik maupun non fisik dari pembangunan manusia itu sendiri dengan indek komposit yang ada. Kondisi Pembangunan manusia yang ada di Kabupaten Kepulauan Yapen masih berada pada kondisi yang dapat dikatakan belum mencapai hasil yang maksimal meski dalam beberapa tahun terakhir angka yang dihasilkan dari IPM di Kabupaten Kepulauan Yapen menduduki urutan keempat di Provinsi Papua namun tidak menjadi tolak ukur apabila disesuaikan dengan kondisi di lapangan karena masyarakat maupun pemerintah merasakan belum tercapainya hasil yang diharapkan dapat mengatasi masalah di bidang penddikan, kesehatan dan daya beli masyarakat yang selama ini menjadi tolak ukur yang menentukan besarnya angka IPM yang menunjukkan meningkatnya kualitas dari pembangunan manusia itu sendiri. Berikut IPM Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2004 sampai 2011. Tabel 3.17 Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2004-2011 Tahun
2004
Angka Harapan Hidup (Tahun) 64,70
Angka Melek Huruf (%) 85,60
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6,30
Pengeluaran per kapita disesuaikan (Ribu Rupiah) 611,30
IPM
65,10
2005
65,70
86,00
6,40
620,20
66,40
2006
66,00
86,60
6,50
621,74
67,00
2007
66,57
88,12
6,50
627,00
68,06
2008
67,01
88,12
6,50
631,91
68,68
2009
67,52
88,28
6,53
632,24
69,13
2010
68,04
88,82
6,58
634,83
69,69
2011
68,55
89,11
6,63
636,30
70,19
Sumber: BPS Provinsi Papua
Berbagai upaya telah dilakukan baik dengan menggunakan dana APBD dari kabupaten maupun provinsi sampai dengan alokasi dana APBN untuk mengatasi hal Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 63
tersebut namun tetap masih terasa belum mencapai sasaran yang ada. Hal ini juga harus dimaklumi karena begitu luas jangkauan pemerintah atau pulau-pulau yang merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Yapen sehingga
menjadi sulit
manakala mengukur dengan menjumlahkan secara keseluruhan karena akan menurunkan angka IPM untuk kabupaten Kepulaun Yapen. Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia ada empat komponen utama yaitu Produktivitas, Ekuitas, Kesinambungan dan Pemberdayaan. IPM merupakan salah satu indikator penting yang digunakan dalam perencanaan kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM itu sendiri mencakup 3 hal penting yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Untuk angka harapan hidup di kabupaten Kepulauan Yapen mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang bernilai 64,70 menjadi 68,55 pada tahun 2010 (BPS, 2012). Kemudian dari sumber yang sama, untuk pembangunan pendidikan di Kabupaten Kepulauan Yapen mengalami peningkatan yang relatif cukup baik dimana angka persentase penduduk yang melek huruf semakin meningkat, dimana pada tahun 2004 sebesar 85,60 meningkat menjadi 89,11 pada tahun 2011. Namun untuk rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan seperti melek huruf di atas yaitu pada tahun 2004 sebesar 6,30 menjadi 6,63 pada tahun 2011. Kemudian kemampuan atau daya beli masyarakat juga mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp636.300,- atau dapat dihitung naik 1,47 poin dari tahun sebelumnya. Untuk peningkatan IPM sendiri telah naik 0,5 sampai dengan 1 untuk tujuh tahun terakhir. C.
Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Pada tahun 2011, jumlah rumah tangga tercatat 17.412 rumah tangga (Ruta).
Rata-rata anggota rumah tangga adalah 5 jiwa dalam satu rumah tangga. Rasio jenis kelamin di Kabupaten Kepulauan Yapen adalah 106,2. Hal ini berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 6,2 persen dibanding jumlah penduduk perempuan. Berikut terlihat jelas pada gambar di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 64
Gambar 3.31 Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen menurut Jenis Kelamin dan Distrik
Berdasarkan Sakernas 2010, jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja sebanyak 39.924 orang, yang terdiri dari 23.503 laki-laki dan 16.421 perempuan. Sebagian besar penduduk yang bekerja berada pada usia 25-54 tahun yaitu sebesar 28.033 orang. Penduduk di Kabupaten Kepulauan Yapen sebagian besar bekerja di bidang pertanian yaitu sebesar 58 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut bekerja selama lebih dari tiga puluh lima jam selama seminggu. Capaian kesejahteraan masyarakat suatu wilayah sangat tergantung pada potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Salah satu indikator yang dipakai untuk melihat atau menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah akan menggerakan perekonomian di daerah tersebut. TPAK merupakan salah satu indikator yang menggambarkan seberapa banyak angkatan kerja yang aktif secara ekonomi, pendapatan rumah tangga dalam hal ini juga perlu diberi perhatian lebih karena dampaknya yang sangat luas terhadap taraf kesejahteraan terhadap kemiskinan. Dengan demikian masalah ketenagakerjaan secara langsung berkaitan dengan masalah kemiskinan. Berikut dapat dilihat jumlah penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen dari tahun 2007 sampai 2011.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 65
Gambar 3.32 Jumlah Penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2007-2011
D.
Infrastruktur Daerah Pada tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen yang dibangun
oleh pemerintah adalah 505.857 km, terdiri dari 51.107 km jalan nasional, 141.500 km jalan provinsi dan 313.250 km jalan kabupaten. Panjang jalan yang diaspal adalah 247.625 km atau 49 persen dari keseluruhan jalan. Menurut kondisi jalan, 40 persen jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen berada pada kondisi sedang, 27 persen jalan dalam kondisi rusak, 11 persen jalan pada kondisi rusak berat dan hanya 22 persen jalan yang berada dalam kondisi baik. Gambar 3.33 Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang di Kabupaten Kepulauan Yapen, Tahun 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 66
Tabel 3.18 Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang di Kabupaten Kepulauan Yapen, 2007-2011 (dalam km)
3.7. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEEROM A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Keerom mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2006–2011. PDRB Keerom atas dasar harga berlaku tahun 2006 bernilai Rp415,973 milyar dan meningkat hingga mencapai Rp964,386 milyar pada tahun 2011 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 18,34 persen. PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada tahun 2006 tercatat sebesar Rp230,273 milyar dan mencapai Rp387,111 milyar pada tahun 2011 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 10,95 persen. Tabel 3.19 PDRB Kabupaten Keerom Tahun 2006–2011 (juta rupiah) Tahun
PDRB ADHB Nilai
PDRB ADHK
persen
Nilai
persen
2006
415,973.33
230,273.60
2007
497,529.48
19.61
257,775.68
11.94
2008
581,498.53
16.88
287,105.50
11.38
2009
705,340.22
21.30
320,912.67
11.78
2010
839,966.74
19.09
352,132.35
9.73
2011
964,386.47
14,81
387,111.09
9,93
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 67
Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai PDRB Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2006–2011. Sektor pertanian memberikan kontribusi rata-rata sebesar 30,71 persen. Di urutan kedua terdapat sektor bangunan yang menyumbang rata-rata sebesar 27,02 persen. Di posisi ketiga diikuti oleh sektor jasa-jasa dengan kontribusi rata-rata sebesar 16,02 persen. Tabel 3.20 Struktur Perekonomian Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011 (dalam persen) 2007
2008
2009
2010
2011
Pertanian
33.81
32.41
30.36
28.93
28.06
RataRata 30.71
Pertambangan dan Penggalian
1.25
1.34
1.36
1.46
1.42
1.37
Industri Pengolahan
9.54
9.01
8.85
8.94
9.01
9.07
Listrik dan Air Bersih
0.13
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
Bangunan
24.07
26.67
27.62
28.69
28.05
27.02
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
9.09
9.04
9.33
9.67
10.16
9.46
Pengangkutan dan Komunikasi
3.38
3.43
3.43
3.42
3.36
3.41
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
2.79
2.83
2.97
2.64
2.89
2.82
Jasa-Jasa
15.94
15.16
15.96
16.12
16.94
16.02
Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha)
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Keerom selama kurun waktu lima tahun terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,95 persen, namun di tahun 2010-2011 pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 9,73 dan 9,93 persen. Sektor bangunan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan kontribusi sebesar 36,99 persen Gambar 3.34 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011 (dalam persen) I. Kontribusi Sektor Terhadap Pertumbuhan
3.06%
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
3.36% 12.02%
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN BANGUNAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
II.
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0.11% 7.71%
12 10
11.94
11.38 11.78
8
9.739.93
6 4 2 0
1.79%
PERTANIAN
36.99%
Pertumbuhan (%)
KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN
LISTRIK & AIR BERSIH
14
18.34%
JASA-JASA
16.61%
2007 2008 2009 2010 2011 Tahun
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 68
Laju pertumbuhan rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Keerom sangat variatif. Sektor bangunan mengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 15,15 persen, disusul sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,44 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,84 persen. Sektor dengan pertumbuhan paling lambat dalam kurun waktu pengamatan adalah sektor pertanian sebesar 5,66 persen. Gambar 3.35 Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomi di Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011 (dalam persen) Pertanian 5.66 12.49 11.98
14.44 9.15
10.53 13.84
9.86 15.15
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Berdasarkan analisis Location Quetiont (LQ) terdapat lima sektor unggulan. Sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor bangunan merupakan sektor unggulan berdasarkan analisis LQ atas lima tahun data (tahun 2007-2011). Jika sektor pertanian dipilah menurut sub sektor, terungkap informasi bahwa sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya serta sub sektor kehutanan merupakan tiga sub sektor yang unggul dalam bidang pertanian. Sub sektor tanaman bahan makanan yang secara visual mendukung ketersediaan kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura, namun dalam analisis LQ sub sektor ini ternyata bukan merupakan sektor basis. Sub sektor perikanan belum menunjukkan keunggulannya dalam perekonomian Keerom.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 69
Tabel 3.21 Sektor–Sektor Basis di Kabupaten Keerom Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha)
2007
2008
2009
2010
2011
0.974
0.994
1.004
1.022
1.045
Tanaman Bahan Makanan
0.763
0.767
0.755
0.757
0.751
Tanaman Perkebunan
6.571
6.546
6.611
6.695
6.690
Peternakan dan Hasilnya
1.181
1.143
1.149
1.140
1.131
Kehutanan
1.557
1.650
1.691
1.713
1.851
Perikanan
0.011
0.016
0.012
0.013
0.013
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1.095
1.067
1.106
1.162
1.085
INDUSTRI PENGOLAHAN
1.881
1.946
2.024
2.096
2.143
LISTRIK DAN AIR BERSIH
0.268
0.284
0.298
0.305
0.323
BANGUNAN
1.861
1.926
1.951
1.840
1.688
PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN
0.696
0.697
0.724
0.755
0.790
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
0.272
0.268
0.263
0.257
0.252
KEUANGAN, PERSEWAAN, &JASA PERUSAHAAN
0.595
0.575
0.470
0.436
0.481
JASA-JASA
1.031
0.917
0.919
0.896
0.919
PERTANIAN
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom 2011 (data diolah)
B.
Kualitas Pembangunan Manusia IPM Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2007–2010 lebih baik dibanding
Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Keerom sebesar 68,68 sedangkan IPM Provinsi Papua sebesar 64,33. Ada tiga komponen IPM yang lebih tinggi di Kabupaten Keerom dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan pengeluran riil. Satu-satunya komponen IPM Keerom yang lebih rendah dibanding Provinsi Papua adalah angka harapan hidup. Pada tahun 2007 capaian IPM Keerom sebesar 68 sedangkan Papua 63,41. Pada tahun 2010 IPM Keerom mencapai angka 69,26 sedangkan Papua mengalami kenaikan hingga mencapai 64,94. Gambar 3.36 Perkembangan IPM Kabupaten Keerom dan Provinsi Papua Tahun 2007–2010 70 69 68 67 66 65 64 63 62 61 60 Keerom
68
68.55
64.44
63.41
2007 Papua
68.89
2008
69.26
64.53
2009
64.94
2010
Sumber: IPM dan ASPM Kabupaten Keerom, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 70
Rata-rata lama sekolah Keerom di tahun 2007 sebesar 7,30 sedangkan Papua hanya mencapai 6,52 pada tahun 2010 Keerom mencapai angka 7,36 sedangkan Papua mengalami peningkatan dengan angka 6,66. Angka melek huruf Keerom di tahun 2007 sebesar 91,10 sedangkan Papua sebesar 75,41, hingga tahun 2010 Keerom mencapai angka 92,15 dan Papua sampai pada angka 67,10. Tabel 3.22 Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Keerom Tahun 2007–2010 Rata-Rata Lama Angka Melek Sekolah (Tahun) Huruf (persen) Keerom Papua Keerom Papua 2007 7.30 6.52 91.10 75.41 2008 7.30 6.52 91.10 75.41 2009 7.32 6.57 91.12 75.58 2010 7.36 6.66 92.15 6.66 Sumber: IPM dan ASPM Keerom, 2011 Tahun
Angka Harapan Hidup (Tahun) Keerom Papua 66.70 67.90 66.80 68.10 66.93 68.35 67.10 68.60
Pengeluaran Rill (Rp) Keerom Papua 609.40 593,420 615.84 599,650 618.70 603,880 618.86 606,360
Merujuk pada kondisi di atas maka pemerintah daerah Keerom maupun Papua perlu melakukan peningkatan kinerja pelayanan dalam pengelolaan dana otsus khusus pada bidang atau sektor prioritas seperti kesehatan dan pendidikan untuk meningkatkan kulitas hidup masyarakat. C.
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Penduduk miskin di Kabupaten Keerom kurun waktu 2007–2011 mengalami
peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Misalnya pada tahun 2007 penduduk Keerom sebanyak 42.582 jiwa penduduk miskin berjumlah 11.000 atau 27.07 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Keerom sebanyak 46.262 jiwa, penduduk miskinnya berjumlah 11.500 atau 25,57 persen dari jumlah penduduk. Gambar 3.37 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011 60,000
30 27.07
27.29 25.57
50,000
25
24.12 21.98
20
30,000
15 10 11,400
11,700
48,536 11,500
46,282 11,500
44,402 11,000
10,000
42,582
20,000
49,133
40,000
-
5 0
2007
2008
Jumlah Penduduk
2009 Penduduk Miskin
2010
2011 Prosentase
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 71
Pada tahun 2008, gini ratio Kabupaten Keerom sebesar 0,32, besaran angka gini ratio ini menerangkan bahwa ketimpangan pendapatan antara miskin dan kaya berada dalam kategori sedang. Pada tahun ini pula diketahui bahwa terdapat 19,17 persen berpendapatan rendah, 39,07 berpendapatan sedang dan 41,76 berpendapatan tinggi. D.
Infrastruktur Daerah Panjang jembatan dan jalan di Kabupaten Keerom mengalami peningkatan
yang cukup pesat. Pada tahun 2007 panjang jembatan mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu sebesar 369 meter atau sebesar 305,49 persen dan di beberapa tahun berikutnya juga mengalami peningkatan, tapi tidak terlalu signifikan. Selain itu, pada tahun 2006 total panjang jalan 1002,36 km hingga tahun 2010 mencapai 1225,31 km. Berdasarkan statusnya, terdiri dari jalan kabupaten, provinsi dan nasional, pada tahun 2010 proporsi terbesar merupakan jalan kabupaten sebesar 70 persen, 27 persen merupakan jalan nasional dan 3 persen jalan provinsi. Gambar 3.38 Panjang Jembatan dan Jalan Menurut Status di Kabupaten Keerom Tahun 2006–2010 350.00
305.49
300.00
350.00
250.00
300.00
100.00 50.00 0.00
4.64 10.10
413.12
150.00
425.12
369.00
200.00
386.12
200.00
250.00
2006
1500
150.00
-2.82
50.00
100.00 0.00 -50.00
2007
2008
Panjang Jembatan
2009
1225.31
1105.88
1172.31
1002.36
1050.06
773.06
600
750.06
814.31
702.36
300
12.70 287.30
12.70 287.30
28.42
32.70
32.70
304.40
325.30
325.30
2006
2007
2008
2009
2010
1200
Pertumbuhan (%)
400.00
91.00
Panjang Jembatan (M)
450.00
900 867.31
0
2010 Pertumbuhan
Negara
Provinsi
Kabupaten
Total
Sumber: Keerom Dalam Angka 2007-2011 (data diolah)
Kualitas jalan yang dibuat oleh pemerintah cukup bagus. Kondisi jalan di Kabupaten Keerom sebagian besar dalam kondisi baik yaitu sebesar 48 persen, 19,76 persen dalam kondisi sedang, 18,41 persen rusak dan 13,83 persen dalam kondisi rusak berat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 72
Gambar 3.39 Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Keerom Tahun 2007–2010 100 27.93
18.37
80 60
26.91
28.79
19.66
26.39
32.40
26.45
2007
2008
31.22
40 21.77 20 19.08
13.83
13.83
18.41
18.41
19.76
19.76
48.00
48.00
2009
2010
0 2006 Baik
Sedang
Rusak
Rusak Berat
Sumber: DDA Kabupaten Keerom 2007-2011
3.8. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SARMI A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Perekonomian Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan hingga tahun
2011. Hal ini ditunjukkan dengan total nilai tambah yang dihasilkan dari aktivitas perekonomian pada wilayah ini yang terus menerus meningkat sejak tahun 2007 hingga tahun 2011. Total nilai tambah yang terangkum dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku pada tahun 2011 mencapai 853,38 miliar rupiah. PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku tahun 2011 meningkat 134,14 miliar rupiah atau 18,65 persen dari tahun 2010 yang bernilai 719,24 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku tahun 2011 mengalami peningkatan 448,43 miliar rupiah atau 110,74 persen. Gambar 3.40 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sarmi Berdasarkan Harga Konstan dan Harga Berlaku Tahun 2007-2011 1,000,000.00
853,376.18 717,294.51
800,000.00 600,000.00
404,953.25
400,000.00 200,000.00
184,486.40
502,672.94
601,534.95
202,721.32
221,414.05
244,213.25
266,149.89
2008
2009
210
2011
2007
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 73
Struktur Ekonomi kabupaten Sarmi sejak tahun 2007 hingga
tahun 2011,
sektor pertanian merupakan kontributor terbesar terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi. Walaupun demikian, peranan sektor pertanian terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi dalam lima tahun terakhir ini terus mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2007, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 56,63 persen terhadap PDRB Kabupaten Sarmi, sedangkan pada tahun 2011, kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 45,57 persen terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi. Penurunan kontribusi (peranan) sektor pertanian dipengaruhi oleh peningkatan nilai tambah yang terjadi pada sektor-sektor lainnya secara khusus sektor bangunan. Fenomena yang sama juga terjadi di kabupaten-kabupaten pemekaran baru lainnya dimana hingga saat ini banyak melakukan kegiatan konstruksi fisik berupa perkantoran, perumahan, jalan dan lain sebagainya yang diperlukan dalam mendukung percepatan proses pembangunan daerah tersebut. Demikian halnya dengan Kabupaten Sarmi dimana sektor bangunan mengalami peningkatan peranan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 sektor bangunana memiliki kontribusi 12,96 persen, kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 24,37 persen. Kondisi ini membuat sektor bangunan sejak tahun 2007 menjadi kontributor tertinggi kedua setelah sektor pertanian. Kontributor tertinggi ketiga adalah sektor jasa-jasa yang juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya sejak tahun 2007 hingga tahun 2011.Pada tahun 2007, sektor ini berkontribusi 5,36 persen dan terus meningkat menjadi 10,92 persen pada tahun 2011.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 74
Gambar 3.41 Struktur Perekonomian Kabupaten Sarmi Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007–2011 100%
7.18 2.97 9.63
80%
7.45
8.89 2.78 9.45
6.99
10.56 1.82 9.32
10.92
90%
5.36 3.94 9.40
70%
12.96 0.20 2.81
6.79
6.67
17.00
19.54
6.54
0.20 2.58 1.61
0.20 2.29
60% 50%
1.25
40% 30%
56.63
51.84
20%
22.00
Jasa-Jasa
2.89 9.09
Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
24.37
1.58
0.21 2.13 1.61
0.18 1.92
48.47
45.68
42.57
Pengangkutan & Komunikasih Perdagangan, Hotel & Restoran
1.53
Konstruksi/ Bangunan
10% 0%
Listrik dan Air Bersih 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Untuk sektor lainnya memiliki pertumbuhan ekonomi kurang dari 10 persen. Sekor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2011 yaitu sektor pertanian dengan pertumbuhan hanya 2,94 persen. Gambar 3.42 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 12 10
9.88
8 6
9.22
10.3
8.98
5.59
4 2 0
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
B.
Kualitas Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang menunjukan kualitas hidup manusia dalam suatu wilayah berdasarkan penghitungan dari komponenkomponen penyusun IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran rill masyarakat. Berdasarkan data survei, IPM Kabupaten Sarmi cenderung meningkat setiap tahunnya. Capaian IPM Kabupaten Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 75
Sarmi pada tahun 2011 adalah sebesar 67,15 lebih tinggi dari capaian angka IPM provinsi Papua sebesar 65,36, bisa dikatakan terjadi peningkatan kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Sarmi. Gambar 3.43 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 68 67 66 65 64 63 62 61
65.9
63.41
2007
66.65
66.35
64.53
64.00
2008
2009
Sarmi
66.84 64.94
2010
67.15 65.36
2011
Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Usia Harapan Hidup Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Angka Harapan Hidup merupakan perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada pola
mortalitas
menurut umur. Berdasarkan data survei, angka harapan hidup
penduduk di Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dan memberikan indikasi semakin tinggi kualitas. Pada tahun 2007 AHH Kabupaten Sarmi sebesar 66,13, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 66,46, namun angka ini jika ditelusuri masih rendah dari AHH Provinsi Papua pada tahun 2011 sebesar
68,85. Jika AHH Kabupaten Sarmi dan Provinsi Papua disandingkan
dengan AHH ideal, maka belum mencapai angka ideal yaitu 75 tahun. AHH dapat memberika gambaran kualitas pembangunan manusia karena, Semakin tinggi Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik penduduk suatu daerah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 76
Gambar 3.44 Angka Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007–2011 2011
66.46
2010
2007 62
64
66
68
Sarmi
75
67.90
66.13
60
Papua 75
68.10
66.17
Ideal
75
68.35
66.26
2008
75
68.60
66.35
2009
75
68.85
70
72
74
76
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Angka Melek Huruf Angka Melek Huruf (AMH) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Berdasarkan data sensus menunjukan bahwa angka melek huruf Kabupaten Merauke terus mengalami kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 87,67 persen ditahun 2011. Namun angka ini masih dibawah dari angka ideal yaitu 100 persen, tetapi masih lebih tinggi dari Provinsi Papua yaitu 75,81. Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal yang sangat
penting bagi penduduk karena dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Gambar 3.45 Angka Melek Huruf Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 2011
75.81
2010
87.55 75.58
2008
75.41
2007
75.41
0
20
40
60
87.67 100.00
66.6
2009
100.00
80
Ideal
100.00 87.11
Papua
100.00
Sarmi
87.1 100.00 87.1
100
120
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 77
Rata-Rata Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah (RLS), menggambarkan lamanya penddidikan yang ditempuh, dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan. Berdasarkan data sensus, rata-rata lama sekolah Kabupaten Sarmi Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk suatu daerah dan bisa bisa digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas. Gambar 3.46 Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 6
2011
6.69
6.45 6
2010
6.66
6.44 6
2009
6.42 6
2008
6
5.8
6
6.2
Sarmi
6.52
6.4
5.6
Papua
6.52
6.4
2007
Ideal
6.57
6.4
6.6
6.8
Pengeluaran Rill Pengeluaran
rill
merupakan
kemampuan
penduduk
untuk
memenuhi
penghidupan layak yaitu sebesar Rp737.720. Data survei menunjukan, pengeluaran rill penduduk di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp616.740 ditahun 2011. Capaian pengeluaran rill sebesar Rp616.740 bisa dikatakan bahwa kemampuan penduduk Kabupaten Sarmi untuk memenuhi penghidupan yang layak telah mencapai 83,60 persen dari target pengeluaran riil ideal. Sedangkan, Provinsi Papua capaian pengeluaran riil sebesar Rp609.180 atau 82,58 persen, sehingga bisa dikatakan kemampuan penduduk untuk memenuhi penghidupan Kabupaten Sarmi lebih baik dari Provinsi Papua. Gambar 3.47 Pengeluaran Rill Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi, 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 78
C.
Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Garis kemiskinan sering diartikan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan dan minuman yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan minimum bukan makanan yang mencakup perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Rata-rata pengeluaran perkapita penduduk diperoleh dari data Susenas yang dilaksanakan setiap tahun. Berdasarkan data Susenas tahun 2011, di Kabupaten Sarmi dengan garis kemiskinan sebesar 258.002 rupiah/kapita/bulan. Gambar 3.48 Garis Kemiskinan (Poverty Line) Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 300,000 199,459
250,000
258,002
237,225
200,000 150,000 100,000
230,729
212,418
189,428
50,000 2008
2009
2010
Sarmi
Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Penduduk miskin adalah Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan data susenas, penduduk miskin. Gambar 3.49 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 2010
7,100
2009
5,230
2008
8,280
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 79
D.
Infrastruktur Daerah
Jaringan Jalan Panjang jalan Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami peningkatan dari 335,85 km 2 menjadi 495,85 km2. Pada tahun 2010 kembali meningkat sebesar 593,45, tetapi tahun 2011 tidak ada peningkatan. Gambar 3.50 Panjang Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 (dalam Km) 2011
593.45
2010
593.45
2009
495.85
2008
385.85
2007
385.85
0
100
200
300
400
500
600
700
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Komposisi jaringan jalan berdasarkan pengelolaannya terdiri dari jalan negara, prvoinsi dan kabupaten. Data survei tercermin, pada tahun 2007 dan 2008 tidak terjadi peningkatan jaringan jalan, tetapi pada tahun 2009 jaringan jalan provinsi dan negara mengalami peningkatan. Selanjutnya pada tahun 2010 jaringan jalan negara, provinsi dan kabupaten meningkat demikian juga tahun 2011. Gambar 3.51 Komposisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 (dalam Km) 700 600
231.95
500
200 100 0
Kabupaten
237.85
400 300
231.95
194.85
194.85
174 17
174 17
2007
2008
213.6
213.6
147.9
147.9
2010
2011
214 17 2009
Provinsi Negara
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 80
Jenis permukaan di Kabupaten Sarmi tergolong dalam tiga kategori yaitu jalan aspal, kerikil dan tanah. Dari tahun 2007 sampai 2011 jenis permukaan jalan aspal terus meningkat, demikian juga dengan jalan kerikil, terus berkurang karena meningkat ststusnya, tetapi jenis permukaan jalan tanah jumlahnya masih tetap artinya belum ada peningkatan. Gambar 3.52 Jenis Permukaan Jalan Kabupaten Sarmi, Tahun 2007-2011 (dalam Km) 2011
111.8
210.55
95.1
2010
111.8
210.55
95.1
2009
94
250.85
Aspal
95.1
Karikil
2008
58.65
327.2
95.1
2007
58.65
327.2
95.1
0
100
200
300
400
Tanah
500
600
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kondisi jalan di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 sampai 2011 kondisinya terus menerus meningkat. Jaringan jalan dengan kondisi baik misalnya, tahun 2007 jumlahnya 258 km, kemudian pada tahun 2011 meningkat sebesar 393,83. Demikian juga jalan dengan kondisi sedang, tahun 2007 sebesar 129, selanjutnya meningkat di tahun 2011 sebesar 315. Gambar 3.53 Kondisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 (dalam Km) 1000 800
217
225
600
299
315
Rusak
97
400
64.5
64.5
129
129
200
258
258
266.88
2007
2008
2009
Sedang
229 393.88
393.88
2010
2011
Baik
0
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 81
Angkutan Darat Jumlah angkutan penumpang dan barang yang beroperasi di Kabupaten Sarmi dari tahun ke tahun terus menerus meningkat. Tahun 2007 misalnya, jumlah angkutan darat berjumlah 254 kemudian tahun 2011 meningkat jumlahnya menjadi 543. Gambar 3.54 Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 600 400 200
377
377
2008
2009
459
543
254
0 2007
2010
2011
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Jenis angkutan darat yang beroperasi di Kabupaten Sarmi jika dikelompokkan terdiri dari kendaraan roda dua dan roda empat. Kendaraan roda empat yang banyak beroperasi adalah kendaraan Light Truck dikuti dengan Mini Bus dan Pickup. Selanjutnya, kendaraan roda dua juga banyak beroperasi dan dari tahun ke tahun terus meningkat. Tabel 3.23 Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Kendaraan
2011
2010
2009
2008
2007
Sedan Jeep Minibus Microbus Bus Pickup Light Truck Truck Pemadam Kebakaran Ambulans Mobil Jenazah Traktor Sepeda Motor
2 24 170 34 2 121 165 7 2 5 2 9 2749
2 9 145 29 3 101 165 3 2 0 0 0 2738
2 9 85 31 41 59 147 3 0 0 0 0 2250
2 9 85 31 41 59 147 3 0 0 0 0 2250
2 4 58 21 2 48 114 5 0 0 0 0 1463
Jumlah
3292
3197
2627
2627
1717
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 82
Angkutan Udara Pesawat yang datang dan berangkat melalui bandar udara Apawer Sarmi cenderung menurun. Jumlah pesawat yang datang dan pergi lebih banyak terjadi pada tahun 2008 dan 2009, selanjutnya mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2010 dan 2011. Gambar 3.55 Jumlah Pesawat Datang dan Berangkat Di Bandar Udara Apawer Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 605
1400 1200 1000
441
800 215
600 400 200
605
0
2008
2009
Datang
53
441 53
Berangkat
215
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Demikian juga penumpang datang dan berangkat melalui bandara Apawer Sarmi cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah penumpang yang datang dan berangkat sangat tinggi, tetapi terjadi penurunan yang drastis dan tajam di tahun 2010. Penurunan penumpang datang dan berangkat diakibatkan telah dibangunya jembatan Nimboton yang menghubungkan pusat pemerintahan sarmi dengan wilayah-wilayah sekitarnya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 83
Gambar 3.56 Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat di Bandar Udara Apawer Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 10,000 8,000
4,745
6,000
Berangkat
4,000 3,661
2,000
1,162
64 124
2009
Datang
928
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Banyaknya bagasi bongkar dan muat di Bandar Udara Apawer Kabupaten Sarmi tahun 2008-2011 cendrung menurun. Tahun 2009 jumlah bagasi yang di bongkar dan muat cukup tinggi, tetapi mengalami penurunan yang drastis dan tajam pada tahun 2010. Penurunan ini tentunya dipengaruhi oleh kurangnya jumlah penerbangan atau dapat dikatakan jumlah pesawat yang datang dan pergi dari wilayah ini rendah. Gambar 3.57 Banyaknya Bagasi Bongkar Muat di Bandar Udara Apawer Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 -
38,180
31,078
Muat 39,649
Bongkar
28,453
2008
2009
3,249
8,914
3,138
7,727
2010
2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kondisinya berbeda dengan bagasi, jumlah kargo yang bongkar dan muat di Bandara Apawer mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kondisi ini menunjukan bahwa masih banyak penduduk yang menggunakan jasa kargo.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 84
Gambar 3.58 Banyaknya Kargo Bongkar dan Muat Di Bandar Udara Apawer Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 2500 2000 1500
264
455
1000
1641
500
455
0
270
1206
2009
2010
2011
Bongkar
Muat
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
3.9. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN MERAUKE A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Merauke cenderung melambat dan
berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua. Walaupun sempat di tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Merauke meningkat pesat sebesar 9,07 persen dibandingkan tahun 2008, namun untuk tahun 2009-2011 laju pertumbuhannya terus menerus lambat, dan menjadi 6,12 persen di tahun 2011. Pertumbuhan
ekonomi
Merauke
juga
terlihat
lebih
rendah
dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Papua, setiap tahunya terlihat deviasi sekitar 3,44 persen lebih rendah. Gambar 3.59 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua, dan Struktur Perekonomian Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011 14 12
70
11.06
10.79
12.59
10 8
9.07
6
8.38
6.12
30
0
0
Merauke
2010
Papua
47.30
45.15
42.82
2011
38.89
39.71
42.42
43.98
37.66 9.88
10.61
11.46
10.81
11.48
20 10
2009
49.00
50
2 2008
51.17
40
8.55
5.33
4
60
1.28 2007
1.49 2008
1.53 2009
1.62 2010
1.71 2011
Pertanian
Pertamb&Penggalian
Industri&Bangunan
Jasa-jasa
Kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, sedangkan sektor jasa-jasa terus meningkat, sehingga di tahun 2011 terjadi perubahan struktur ekonomi. Namun perubahan struktur ini tidak berjalan normal karena berubah dari sektor pertanian ke Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 85
sektor jasa-jasa. Secara rata-rata selama tahun 2007-2011 struktur perekonomian masih didominasi oleh sektor pertanian yang dapat menyumbang secara keseluruhan terhadap perekonomian wilayah rata-rata 47,09 persen per tahun. Adapun sektor pertanian yang paling besar kontribusinya adalah sektor perikanan (26,69 persen) dan sektor tanaman bahan makanan (11,77 persen). Sektor perikanan, peternakan, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas dan air bersih merupakan sektor-sektor basis yang menjadi unggulan Kabupaten Merauke. Berdasarkan analisa LQ sektoral sepanjang tahun 2008-2011, terlihat keempat sektor tersebut mempunyai angka LQ lebih besar dari satu dengan rata-rata per tahun sekitar 1,15 sampai dengan 3,44, yang menandakan keempatnya merupakan basis perekonomian, dan menjadi stimulus bagi perekonomian wilayah Merauke. Gambar 3.60 Perkembangan Sektor Basis Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2011 4.00 3.50
3.53
3.47
3.46
3.29 3.37
3.00 2.50 2.00 1.50
2.24
2.15
2.11
2.20
2.32
1.79 1.55 1.05
1.13
1.19
1.23
1.00 0.50 0.00 2008
2009
2010
2011
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan & hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Js Persh Jasa-Jasa
Sumber: BPS Merauke, 2011 (diolah)
B.
Kualitas Pembangunan Manusia Kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Merauke tampak lebih baik bila
dibandingkan Provinsi Papua secara keseluruhan. Sebagaimana yang tercermin pada perkembangan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) selama tahun 2007-2010 terlihat jelas angka IPM Kabupaten Merauke cenderung selalu lebih tinggi dibandingkan IPM Provinsi Papua. Hingga tahun 2010 IPM Kabupaten Merauke telah mencapai 65,31, sedangkan IPM Papua sebesar 64,94.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 86
Tabel 3.24 Perkembangan IPM dan Komponen-Komponennya Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010
Rata-rata Lama Sekolah Merauke Papua 7,30 6,52 8,48 6,52 8,63 6,57 9,33 6,66
Angka Melek Huruf Merauke Papua 87,80 75,41 87,10 75,41 87,37 75,58 87,99 6,66
Angka Harapan Hidup Merauke Papua 62,60 67,90 62,13 68,10 62,25 68,35 62,37 68,60
Pengeluaran Riil Merauke Papua 592.700 593.420 595.940 599.650 597.200 603.880 597.460 606.360
IPM Merauke Papua 64.03 63.41 64.00 64.44 64.77 64.53 65.31 64.94
Sumber: BPS Kabupaten Merauke (2011)
Meskipun selalu kelihatan lebih tinggi dibandingkan Papua, akan tetapi gap IPM antara Kabupaten Merauke dengan Provinsi Papua semakin lama semakin berkurang setiap tahunnya. Selain itu kualitas pembangunan kesehatan serta ekonomi masyarakat di Kabupaten Merauke ternyata masih lebih rendah dibandingkan Provinsi Papua. Jika di tahun 2007 gap IPM dengan Papua adalah sebesar 0,62 poin, maka di tahun 2010 telah berkurang menjadi 0,37 poin. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kabupaten lain di Provinsi Papua yang memiliki perkembangan pembangunan manusianya lebih cepat dibandingkan kabupaten Merauke. Disamping itu juga terindikasi bahwa Angka Harapan Hidup dan Rata-rata Pengeluaran Riil di Kabupaten Merauke masih jauh lebih rendah dibandingkan ratarata Papua, yang mencerminkan kualitas pembangunan kesehatan dan ekonomi rumah tangga di Kabupaten Merauke dibawah beberapa daerah lainnya di Papua. C.
Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Pada peta kemiskinan Provinsi Papua, Merauke merupakan kabupaten yang
paling rendah memiliki jumlah penduduk miskin, bahkan tingkat kemiskinannya terbilang rendah di Indonesia. Selama tahun 2008-2010 misalkan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Merauke rata-rata hanya 27.214 orang per tahun atau 3,63 persen dari total penduduk miskin di Provinsi Papua per tahun. Tingkat kemiskinannya cenderung mengalami penurunan setiap tahun, dengan rata-rata sekitar 15,22 persen per tahun. Akan tetapi secara absolut jumlah penduduk miskin sebenarnya terlihat bertambah di tahun 2010 bila dibandingkan tahun 2009.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 87
Gambar 3.61 Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2008-2010 jumlah penduduk miskin (ribu org)
26.51
200
26.68
761.60
400
28.46
600
50
760.35
733.10
800
40 30 20 10
0 2008
2009
tingkat kemiskinan (%)
2010
Merauke Papua Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
0
37.08
37.53
36.80
15.69
15.44
14.54
2008
2009 Merauke
2010 Papua
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Kabupaten Merauke pada tahun 2010 adalah sebesar 3,79 sedangkan P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) Kabupaten Merauke pada tahun yang sama adalah sebesar 1.49. Ini berarti bahwa, tingkat kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin di Kabupaten Merauke terhadap garis kemiskinan, ternyata cukup tinggi (hampir mendekati nilai 4). Sementara gambaran tingkat intensitas atau keparahan kemiskinan penduduk di Kabupaten Merauke, tercatat sebesar 1.49, ini berarti masih berada di bawah nilai ambang batas DSI (Distributionally Sensitive Index). Dengan kata lain, kondisi kemiskinan penduduk di Kabupaten Merauke secara makro belum begitu parah, bila dibandingkan dengan Provinsi Papua yang diatas DSI=2 (P2=3,37) pada tahun 2010 atau 2,80 pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Merauke paling banyak menyebar di Distrik Merauke. Berdasarkan Data Terpadu Program Perlindungan Sosial (BDTP2S), jumlah rumah tangga miskin di Distrik Merauke sebesar 18,5 persen. dan jumlah individu sebesar 19,6 persen. Kemudian menyusul Distrik Tanah Miring, dengan tingkat kesejahteraan RT sebesar 10,9 persen dan individu sebesar 9,9 persen. Distrik lainnya yang juga tinggi kemiskinannya adalah Distrik Jagebob yang memiliki tingkat kesejahteraan Rumah Tangga untuk ketiga Desil sebanyak 8,6 persen dan Distrik Kurik untuk kelompok individu sebesar 8,78 persen. Pendapatan per kapita di Kabupaten Merauke melaju dengan cukup pesat, namun hal itu tidak diimbangi dengan perbaikan distribusi pendapatan, sehingga pembangunan yang dihasilkan dapat dikatakan kurang berkualitas. Selama tahun 2007-2011 rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita sekitar 5,39 persen per tahun, dimana pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp8,01 juta. Sedangkan angka Gini
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 88
Ratio mengalami kenaikan dari 0,35 di tahun 2007 menjadi 0,41 di tahun 2011. Meskipun kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten Merauke masuk kategori rendah dan sedang, namun angkanya cederung mengalami peningkatan. Kondisi ini dipicu oleh perbedaan aktivitas perekonomian yang mencolok yang berdampak pada kesenjangan distribusi pendapatan yang meningkat antara kota dan desa. Gambar 3.62 Pendapatan Per Kapita dan Gini Ratio Di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011 10.00
pendapatan per kapita (Rp juta)
0.45
0.37
0.40
8.00 6.00 4.00
gini ratio (% )
7.16
6.73
6.50
8.01
7.85
0.35 0.30
0.35
2.00
0.25
0.00
0.20 2007
2007
2008
2009
2010
2011
D.
0.30 0.31
2008
0.39
0.35
0.34
KOTA
Sumber: BPS Merauke (2011)
0.41
0.32
0.32 0.30
0.37
0.30
0.31
2009
2010
DESA
0.33
2011
KOTA-DESA
Infrastruktur Daerah Pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Merauke mengalami pening-
katan yang lambat. Misalnya tahun 2007 panjang jalan adalah 1535,50 km, pada tahun 2011 hanya meningkat menjadi 1608,15 km. Selama 2007-2011 pemerintah sangat aktif melakukan pembangunan infrastruktur jalan, sedangkan pemerintah pusat dan provinsi panjang jalannya belum bertambah atau meningkat. Kondisi jalan di Kabupaten Merauke rata-rata 51,38 persen kondisinya rusak dan rusak berat. Sedangkan yang tergolong baik dan rusak ringan (sedang) rata-rata 48,62 persen per tahun. Gambar 3.63 Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011 Persentase Kondisi Jalan (rata-rata 2007-2011)
(panjang jalan (km) 1800
1535.50
1578.32
1544.54
1603.04
12.10%
1608.15
17.67%
1500
Baik Sedang Rusak Rusak Berat
1200 900
1031.09
1040.13
1073.91
1098.63
1103.74
233.41
233.41
233.41
233.41
233.41
271.00
271.00
271.00
271.00
271.00
2007
2008
2009
2010
2011
600 300
Total = 1573 km
0
Negara
Provinsi
Kabupaten
39.28%
30.95%
Total
Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 89
Pembangunan jalan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten sebagian besar terkonsentrasi pada beberapa distrik yang jauh terletak di pedalaman. Berdasarkan data inventaris jalan yang dipublikasikan oleh Dinas PU (2011) tercatat panjang ruas jalan pada daerah-daerah pedalaman tersebut adalah 186,16 km pada Distrik Kimaan, 115,47 km pada Distrik Noukenjerai, 105,20 km pada Distrik Okaba, dan 101,33 km pada Distrik Muting. Kemudian di salah satu daerah transmigrasi yaitu Distirk Kurik sepanjang 125,82 km. Sisanya 550,57 km tersebar ke 9 distik lainnya secara tidak merata. Gambar 3.64 Daftar Inventaris Jalan Kabupaten Merauke Tahun 2011 105.20 Okaba
101.33 Muting 99.40
115.47 Noukenjerai
91.80 81.45 550.57
71.12 62.72 60.00 49.85 32.84 1.40
125.82 Kurik 186.16 Kimaan
Kimaam Kurik Noukenjerai Okaba Muting Merauke Ilwayab Elikobel Jagebob Tanah Miring Animha Semangga Sota Malind
Sumber: APBD Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
Pelayanan transportasi berikutnya yang cukup besar mendorong perekonomian wilayah selama ini adalah transportasi udara. Dengan didukung fasilitas Bandara (Pelabuhan Udara) Mopah yang berkapasitas pesawat besar jenis Boeing 737 (seri 200, 300, 400 dan MD-90) dan pesawat ukuran sedang/kecil (ATR42, DHC-6, CN235), terlihat frekwensi penerbangan yang datang/pergi ke/dari Merauke bisa mencapai 2.532 unit pesawat per tahun, dengan jumlah penumpang 78.627 orang per tahun, dan bongkar muat barang 454.198 ton per tahun. Maskapai yang melayani penerbangan selama ini adalah Merpati yang merupakan partner pemerintah dengan sistem KSO, dan Lion Air yang merupakan maskapai penerbangan swasta. Beberapa bandara perintis juga tersedia di Kabupaten Merauke yaitu Bandara Okaba dan Kimaam yang memiliki kapasitas pesawat jenis DHC-6, yang dilayani oleh maskapai penerbangan Merpati.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 90
Infrastruktur perhubungan lainnya yang juga sangat vital dalam menunjang pembangunan daerah Kabupaten Merauke adalah transportasi laut dan sungai. Untuk melayani jalur pelayaran dari dan ke Merauke baik itu melalui pelayaran samudera maupun perintis telah tersedia Pelabuhan Laut Merauke yang memiliki kapasitas 158 m, Draft 6 m dan GT 7.341. Pemerintah Kabupaten Merauke juga memiliki beberapa kapal laut yang melayani rute lokal yakni KM. Lady Mariana, KM. Maroka Ehe, dan KM. Muli Anem. Selain itu juga memiliki Kapal Tangker. Rata-rata per tahunnya jumlah penumpang turun naik di Pelabuhan Laut Merauke adalah 35.584 orang, dengan bongkar muat barang sekitar 312.973,80 ton/m 3 per tahun. 3.10. KONDISI SOSIAL EKONOMI KOTA JAYAPURA A.
Pembangunan Ekonomi Daerah Struktur ekonomi Kota Jayapura sebagai ibu kota 7 pemerintahan dan pusat
pemerintahan, sehingga menjadi tumpuan aktivitas pemerintahan, perdagangan dan jasa.Tabel di bawah memperlihatkan perubahan struktur ekonomi regional Kota Jayapura dalam 9 tahun kurun waktu pengamatan (2000-2009) pada data Badan Pusat Statistik (BPS, 2011) menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor ekonomi yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB, sektor jasa-jasa, terutama jasa pemerintah, memberikan kontribusi terbesar, yakni lapangan usaha jasa-jasa lebih dari 20persen, Hal ini memberikan gambaran bahwa denyut nadi perekonomian Kota Jayapura masih didominasi oleh kegaiatan pemerintahan, terutama dalam bentuk penyediaan infrastruktur pembagunan berupa sarana dan prasarana, untuk lapangan usaha lainnya juga megalami pertumbuhan tetapi masih dibawah lapangan usaha jasa-jasa. Masih pada tahun 2000 lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan berturut-turut lapangan usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 19.22 persen, lapangan usaha Bangunan sebesar 16.31 persen, lapangan usaha Pengangkutan Dan Komunikasi sebesar 14.56 persen, lapangan usaha Pertanian sebesar 10.66 persen, lapangan usaha Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 6.35 persen, Industri Pengolahan sebesar 6.13 persen, lapangan usaha Listrik dan Air Bersih sebesar 1.07 persen, lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian sebesar 0.72 persen. Pada tahun 2001 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha jasa-jasa sebesar 27,70 persen lebih tinggi dari tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 91
2000 sedangkan lapangan usaha terendah untuk tahun 2001 sebesar 0.70 persen pada lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian. Selama Periode 2000-2009, pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura relatif fluktuatif, yakni pertumbuhan terendah tahun 2009 (0,60 persen) pada lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian inipun masih lebih rendah dibandingkan dari tahun 2000 hingga tahun 2008, dan pertumbuhan
tertinggi tahun 2009 untuk
lapangan usaha jasa-jasa sebesar 17,68 persen namun ini lebih rendah dibandingkan dari tahun 2000 hingga 2008. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kondisi perekonomian lokal, regional, nasional, dan global, terutama dalam pengaruhnya terhadap kinerja lapangan jasa-jasa, perdagangan, hotel, restoran dan komunikasi. Tabel 3.25 Struktur Perekonomian Kota Jayapura Tahun 2000-2009 (dalam persen) Lapangan Usaha
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1. P E R T A N I A N 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan dan hasilnya 1.4. Kehutanan 1.5. Perikanan 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2.1. Minyak dan Gas Bumi 2.2. Pertambangan Tanpa Migas 2.3. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 4.1. Listrik 4.2. Air Bersih 5. B A N G U N A N 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 6.1. Perdagangan 6.2. H o t e l 6.3. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.1. Angkutan Jalan Raya 7.2. Angkutan Laut 7.3. Angkutan Sungai 7.4. Angkutan Udara 7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 8. KEU, SEWAAN & JS PERUSAHAAN 8.1. Bank 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 8.3. Sewa Bangunan 8.4. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA 9.1. Pemerintahan Umum 9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 9.4. Jasa perorangan dan RT PDRB ADHB
10.66 2.04 0.34 1.03 0.29 6.97 0.72 0.72 6.13 3.47 2.66 1.07 0.64 0.42 16.31 19.22 16.63 1.46 1.13 14.56 5.02 3.41 0.19 0.83 5.12 6.35 2.19 1.22 2.12 0.82 24.99 20.16 1.86 1.59 1.38 100.00
10.55 2.12 0.35 1.04 0.28 6.77 0.70 0.70 5.63 3.23 2.40 1.02 0.61 0.41 15.77 18.29 15.71 1.42 1.16 14.09 4.48 3.47 0.21 0.80 5.12 6.24 2.27 1.12 2.13 0.73 27.70 22.59 1.99 1.77 1.35 100.00
9.86 1.96 0.39 1.05 0.27 6.19 0.68 0.68 5.54 3.34 2.20 1.15 0.76 0.39 15.49 19.17 16.46 1.32 1.38 13.80 4.21 3.56 0.20 0.81 5.02 5.79 2.14 1.07 1.89 0.69 28.53 23.59 1.96 1.66 1.32 100.00
9.30 1.77 0.42 1.01 0.27 5.83 0.67 0.67 5.13 3.14 1.98 1.06 0.71 0.35 15.89 19.93 17.26 1.30 1.37 16.78 4.13 3.38 0.18 0.77 8.33 5.40 1.95 1.05 1.76 0.64 25.85 21.18 1.83 1.59 1.26 100.00
8.82 1.70 0.40 0.98 0.26 5.48 0.64 0.64 4.89 3.06 1.83 0.97 0.66 0.31 16.99 20.16 17.52 1.31 1.34 18.46 4.06 3.31 0.17 0.74 10.18 5.41 2.11 1.03 1.66 0.61 23.67 19.21 1.71 1.55 1.20 100.00
8.40 1.64 0.40 0.94 0.26 5.15 0.65 0.65 4.69 2.92 1.77 0.89 0.60 0.28 17.67 20.52 17.81 1.36 1.35 20.32 4.11 3.21 0.15 0.73 12.12 5.17 1.86 0.97 1.77 0.57 21.69 17.30 1.64 1.58 1.17 100.00
9.12 1.70 0.42 0.86 0.24 5.89 0.67 0.67 4.93 2.77 2.15 0.93 0.55 0.37 19.70 17.10 14.46 1.54 1.10 18.31 4.40 3.06 0.15 0.77 9.93 8.45 4.70 1.03 2.09 0.64 20.80 16.36 1.56 1.68 1.20 100.00
8.42 1.55 0.40 0.80 0.22 5.45 0.63 0.63 4.64 2.57 2.07 0.86 0.51 0.34 20.17 16.48 13.82 1.57 1.09 18.36 4.21 2.91 0.14 0.76 10.34 11.07 7.44 0.96 2.06 0.61 19.38 15.09 1.49 1.64 1.16 100.00
8.10 1.54 0.38 0.76 0.21 5.21 0.65 0.65 4.49 2.41 2.08 0.80 0.48 0.32 20.08 16.49 13.75 1.65 1.09 19.16 4.22 2.83 0.13 0.76 11.22 11.75 8.02 0.93 2.16 0.63 18.48 14.11 1.55 1.64 1.18 100.00
7.31 1.36 0.34 0.67 0.19 4.75 0.60 0.60 4.15 2.14 2.00 0.72 0.43 0.29 18.24 15.81 13.23 1.54 1.04 18.91 4.03 2.70 0.11 0.74 11.33 16.58 12.74 0.95 2.27 0.62 17.68 13.47 1.52 1.54 1.14 100.00
Sumber: BPS, data diolah 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 92
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi pada tabel di bawah, memperlihatkan bahwa lapangan usaha Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan dan lapangan usaha Pengangkutan dan Komunikasi selama tahun 2001-2009 secara rata-rata memberikan kontribusi terbesar, yakni lebih dari 20 persen. Di antara sektor-sektor/lapangan usaha ekonomi yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB Kota Jayapura di Rinci Menurut Sektor tahun 2001-2009 adalah untuk Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan rata-rata sebesar 24.02 persen, diikuti Lapangan Usaha Pengangkutan dan Komunikasi dengan rata-rata 21.61 persen, Lapangan Usaha Bangunan rata-rata 15.99 persen, Lapangan Perdagangan, Hotel dan Restoran Usaha rata-rata 15.72 persen, Lapangan Usaha Pertambangan Dan Penggalian rata-rata 12.85 persen, Lapangan Usaha Jasa-jasa rata-rata 11.65 persen. Sedangkan yang terendah adalah Lapangan Usaha Listrik dan Air Bersih rata-rata 9.84 persen, Lapangan Usaha Industri Pengolahan rata-rata 9.63 persen, Lapangan Usaha Pertanian rata-rata 9.32 persen. Tabel. 3.26 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kota Jayapura Dirinci Menurut Sektor Tahun 2001-2009 (dalam persen) Lapangan Usaha 1. P E R T A N I A N 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan dan hasilnya 1.4. Kehutanan 1.5. Perikanan 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 2.1. Minyak dan Gas Bumi 2.2. Pertambangan Tanpa Migas 2.3. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.1. Industri Besar/Sedang 3.2. Industri Kecil Kerajinan RT 3.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi 4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 4.1. Listrik 4.2. Air Bersih 5. B A N G U N A N 6. PERDAG, HOTEL & RESTORAN 6.1. Perdagangan 6.2. H o t e l 6.3. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 7.1. Angkutan Jalan Raya 7.2. Angkutan Laut 7.3. Angkutan Sungai 7.4. Angkutan Udara 7.5. Jasa Penunjang Angkutan 7.6. Komunikasi 8. KEU, SEWA & JS PERUSAHAAN 8.1. Bank
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
2009
Rata2
11.81 17.45 17.20 13.68 8.82 9.74 11.13 11.13 3.81 5.25 1.94 8.46 7.28 10.26 9.28 7.53 6.79 10.10 15.08 9.32 0.97 15.05 24.99 9.74 13.02 11.01 17.13
11.95 11.03 32.71 21.31 14.24 9.62 15.45 15.45 17.80 23.79 9.72 34.05 49.40 11.44 17.59 25.45 25.45 11.06 43.18 17.28 12.54 22.69 12.94 20.47 17.43 11.04 13.06
10.93 6.32 25.16 13.02 18.66 10.81 16.12 16.12 9.02 10.84 6.27 9.18 10.49 6.59 20.75 22.40 23.40 15.92 16.68 43.18 15.32 11.81 7.42 11.48 95.36 9.77 7.24
13.02 13.93 14.27 15.83 17.19 11.97 14.72 14.72 13.52 15.86 9.80 8.98 10.33 6.21 27.35 20.53 20.90 19.76 16.55 31.00 17.32 16.52 9.40 15.07 45.59 19.38 29.06
12.32 14.18 18.37 13.78 16.14 10.85 18.44 18.44 13.24 12.62 14.28 7.32 7.05 7.89 22.73 20.03 19.94 22.55 18.70 29.89 19.36 14.51 5.31 16.45 40.47 12.74 3.65
4.54 3.13 6.88 4.56 4.87 4.77 6.29 6.29 6.61 4.82 8.93 4.55 4.75 4.25 15.91 9.08 8.15 14.99 12.99 13.54 8.48 7.62 2.64 12.54 17.85 48.28 79.26
5.22 8.64 4.67 3.97 3.48 4.53 12.85 12.85 5.96 2.75 9.95 2.58 2.39 2.86 8.94 9.51 8.92 15.37 8.58 14.17 9.75 6.44 1.91 9.40 18.65 16.12 17.97
4.77 2.72 2.22 3.13 3.80 5.84 7.84 7.84 7.08 3.03 11.77 3.58 3.85 3.19 5.38 11.23 11.64 7.81 11.30 14.50 10.65 10.63 3.38 11.93 17.24 63.80 84.31
9.32 9.67 15.18 11.16 10.90 8.52 12.85 12.85 9.63 9.87 9.08 9.84 11.94 6.59 15.99 15.72 15.65 14.70 17.88 21.61 11.80 13.16 8.50 13.38 33.20 24.02 31.46
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 93
Lanjutan dari Tabel 3.20.................. Lapangan Usaha 8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 8.3. Sewa Bangunan 8.4. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA 9.1. Pemerintahan Umum 9.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 9.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 9.4. Jasa perorangan dan RT PDRB ADHB
2001
2002
2003
2004
2005
2007
2008
2009
Rata2
3.08 13.32 0.57 25.25 26.61 21.07 25.88 10.35 12.99
14.38 6.21 13.77 23.34 25.07 17.69 12.31 17.08 19.74
15.59 9.65 8.91 6.68 5.66 9.65 12.98 12.53 17.73
16.57 12.66 12.99 9.04 8.04 11.49 16.36 13.03 19.12
11.64 25.51 11.22 8.13 6.27 13.31 19.66 15.64 17.95
5.79 11.87 7.67 5.47 4.44 8.37 10.20 9.22 13.21
6.45 14.79 13.22 4.32 2.27 13.40 9.70 11.64 9.41
18.27 21.66 14.57 11.00 10.75 13.93 9.25 12.52 16.02
11.47 14.46 10.36 11.65 11.14 13.61 14.54 12.75 15.77
Sumber: BPS, data diolah 2011
Tabel di atas, Pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura selama periode 20012009 relatif fluktuatif. Yakni tertinggi pada 2005 (17.95 persen) dan terendah pada 2008 (9.41 persen), adapun Rinci Pembentukan PDRB ADHB Jayapura tertinggi mencapai17.95 persen pada
tahun 2005, berikut pembentukan PDRB ADHB
sebesar 19.74 persen pada tahun 2002, pada tahun 2003 pembentukan PDRB ADHB sebesar 17.73 persen, pembentukan PDRB ADHB sebesar 19.12 persen pada tahun 2004, pada tahun 2009 pembentukan PDRB ADHB sebesar 16.02 persen, pada tahun 2007 pembentukan PDRB ADHB sebesar 13.21 persen, pada tahun 2001 pembentukan PDRB ADHB sebesar 12.99 persen,dan terakhir pada tahun 2008 pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura terendah sebesar 9.41 persen. Tingkat Kesejahteraan Penduduk Tujuan Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehudupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan pembagunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Keberhasilan pembangunan Kota Jayapura, salah satunya dapat dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dimana untuk mencapai IPM tersebut, salah satu komponen utama yang mempengaruhinya yaitu indikator pendapatan per kapita selain status kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian pendapatan per kapita merupakan salah satu upaya utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya mendukung percepatan pembangunan Nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS,2011) pada Tabel di bawah menggambarkan kondisi Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura periode tahun 2004 hingga 2009.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 94
Tabel 3.27 Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura Tahun 2004-2009
2004
PDRB Perkapita (Rp) 12.182.202,72
Perkembangan (%) 180.19
Pertumbuhan (%) 20.22
2005
13.166.287,76
194.75
8.08
2006
15.202.866,69
224.87
15.47
2007
18.666.275,94
276.10
22.78
2008
20.617.390,81
304.96
10.45
2009
23.199.567,76
343.15
12.52
Tahun
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Tabel di atas menggambarkan kondisi pertumbuhan pendapatan per kapita Kota Jayapura yang merupakan suatu indikator penting untuk melihat dan mengetahui kenaikan kesejahteraan penduduk kota Jayapura periode tahun 2004 hingga tahun 2009. Pergerakan (fluktuasi) dari Pertumbuhan pendapatan per kapita ini
dapat
dijadikan
indikator
untuk
menilai
berhasil-tidaknya
suatu
rezim
pemerintahan, makin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicapai, maka semakin dianggap berhasil, sebaliknya semakin rendah pertumbuhan (atau terus terjadinya penurunan tingkat pertumbuhan rezim
pemerintahan
tersebut
pendapatan per kapita), maka dapat dianggap telah
gagal
dalam
membawa
perekonomian
kota/daerah tersebut menuju perbaikan. Pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura pada tahun 2007 lebih dominan sebesar 22.78 persen. Pada tabel di atas terlihat sejak awal tahun 2004 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura sudah menunjukkan kecenderungan terjadi penurunan dari 20.22 persen menjadi 8.08 persen pada tahun 2005, pada tahun 2005 pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 8.08 persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2007 sebesar 22.78 persen. Pada tahun 2007 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura mengalami kecenderungan penurunan dari 22.78 persen menjadi 10.45 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2008 pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 10.45 persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2009 sebesar 12.52 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 95
Tabel 3.28 Indikator Makro Kependudukan (dalam persen) 2005
2006
2007
2008
1. IPM
Indikator Kependudukan
72.1
73.1
73.84
74.56
2. Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 3. Kondisi Pekerjaan Penduduk:
n.a
24,916
25.308
n.a
a. Penduduk Yang Bekerja
49.78
49.39
49.30
49.38
b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
61.43
60.34
57.18
57.26
c. Tingkat Kesempatan Kerja
81.02
81.85
86.24
-
d. Tingkat Pengangguran Terbuka
18.97
18.15
18.15
18,10
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Tabel di atas menjelaskan beberapa indikator makro kesejahteraan penduduk Kota Jayapura tahun 2005-2008 bila dilihat dari aspek sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Jayapura yang memadukan dari ukuran usia harapan hidup, tingkat pendidikan dan pendapatan riil, seperti pada Tabel di atas, IPM Kota Jayapura mulai dari tahun 2005 merangkak naik dengan stabil sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2006 proporsi warga/penduduk Kota Jayapura yang hIdup dibawah garis kemiskinan sebanyak 24,916 jiwa meningkat menjadi 25,308 jiwa pada tahun 2007, ini menunjukkan bahwa Kota Jayapura tidak dapat menekan tingkat kemiskinan. Pada tahun 2005, penduduk yang bekerja sebesar 49.78 persen, pada tahun 2006 penduduk yang bekerja menurun menjadi 49.39 persen dan menurun lagi pada tahun 2007 sebesar 49.30 persen. Pada tahun 2008 penduduk yang bekerja naik menjadi 49.39 persen. Adapun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja antara tahun 2005 dengan tahun 2006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun dari 61.43 persen menjadi 60.34 persen, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2007 terus turun menjadi 57.18 persen, hal ini menunjukkan banyak dari orang-orang yang kurang mencari pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja telah meningkat dari 57.18 persen pada tahun 2007 menjadi menjadi 57.26 persen pada tahun 2008. Banyak dari orang-orang ini akan masih mencari pekerjaan yang menyerap di sektor/lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbesar. Meningkatnya Partisipasi Angkatan Kerja adalah indikasi bahwa baik laki-laki atau perempuan harus mampu mendapat pekerjaan dan menyumbang pada penghasilan keluarga.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 96
Tingkat Pengangguran Terbuka. Memperoleh pekerjaan yang berupah baik ataupun tidak telah menjadi semakin sulit. Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2005 sebesar 18.97 persen dan terus menurun hingga tahun 2008, dimana Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2006 dan tahun 2007 sama yaitu sebesar 18.15 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2008 hanya mencapai 18.10 persen lebih rendah dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2006 dan 2007 yang mencapai 18.15 persen. Tata Pemerintahan dan Penduduk Kota Kota Jayapura merupakan ibukota dari Provinsi Papua dengan memiliki wilayah strategis sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian dari Provinsi Papua. Kota Jayapura memiliki tata pemerintahan dengan jumlah distrik sebanyak 6 distrik. Total kelurahan pada Kota Jayapura sebanyak 24 kelurahan, dan total kampung yang tersebar pada wilayah kota, yakni sebanyak 15 kampung. Tabel 3.29 Tata Pemerintahan Di Kota Jayapura Distrik
Ibu kota Distrik
Abepura Kotabaru Jayapura Selatan Entrop Jayapura Utara Tanjung Ria Muara Tami Skouw Mabo Heram Waena Total
Banyaknya Kelurahan Kampung 8 3 4 3 7 1 2 6 3 2 24 15
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Jumlah kampung terbanyak pada wilayah Kota Jayapura, berada pada distrik Muara Tami dengan jumlah kampung sebanyak 6 dan jumlah kelurahan hanya 2 kelurahan. Hal ini menunjukan belum adanya perhatian khusus dari pemerintah Kota Jayapura bagi Distrik Muara Tami, dalam hal peningkatan administrasi tata pemerintahan, yang jika dilihat secara wilayah administrasi dari Distrik Muara Tami, posisinya yang berada di pinggiran Kota, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Keerom, dan jauh dari wilayah Kota Jayapura itu sendiri. Sebaliknya Distrik Abepura dan Distrik Jayapura Utara memiliki masing-masing Kelurahan sebanyak 8 dan 7 kelurahan serta 3 dan 1 Kampung yang tersebar pada kedua wilayah distrik tersebut. Sedangkan 2 Distrik lainnya yakni Distrik Jayapura Selatan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 97
dan Distrik Heram pada wilayah Kota Jayapura, memiliki jumlah Kelurahan masingmasing sebanyak 4 dan 3 serta jumlah kampung sebanyak 3 dan 2 kampung. Kota Jayapura memiliki luas wilayah sebesar 940 Km2, yang didalamnya terdapat 5 Distrik. Tabel 3.6 menunjukan luas wilayah pada Kota Jayapura. Tabel 3.30 Luas Wilayah Kota Jayapura Distrik Luas Wilayah (Km2) Persentase (%) Abepura 155.7 8.00 Jayapura Selatan 43.4 6.62 Jayapura Utara 51 5.43 Muara Tami 626.7 66.67 Heram 63.2 6.72 Kota Jayapura 940 100.00 Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Kota Jayapura dengan luas 940 Km2 terletak diantara 1300-1410 Bujur Timur dan 10271-30 491 Lintang Selatan. Distrik Muara Tami merupakan Distrik terluas 626.7 Km2 atau sekitar 66.67 persen dari total luas Kota Jayapura, sedangkan batas wilayah Kota Jayapura meliputi; Sebelah utara berbatasan Samudera Pasifik, selatan berbatasan Distrik Arso Kabupaten Keerom, timur berbatasan Papua New Guinea dan sebalah barat berbatasan Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Tabel diatas juga menunjukan tentang luas wilayah Kota Jayapura, yakni Distrik Abepura dengan luas wilayah sebesar 155.7 Km2, berikutnya Jayapura Selatan dengan luas wilayah sebesar 43.4 Km2, Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah sebesar 51 Km2,dan Distrik Heram memiliki luas wilayah sebesar 63.2 Km 2. Total luas wilayah Kota Jayapura sebesar 940 Km 2. Tabel 3.31 Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Jayapura Menurut Distrik Distrik Muara Tami Abepura Heram Jayapura Selatan Jayapura Utara Total
Luas Wilayah (Km2) 626.7 155.7 63.2 43.4 51 940
Jumlah Penduduk (jiwa) 11238 64440 35547 64436 66564 242225
Kepadatan (jiwa/km2) 18 414 562 1485 1305 258
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Pada Tabel di atas menunjukan tingkat kepadatan penduduk dengan total jumlah Penduduk sebesar 242.225 Jiwa pada wilayah Kota Jayapura, yang tersebar pada 5 Distrik di wilayah Kota Jayapura. Pada Distrik Muara Tami dengan Luas Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 98
wilayah terluas di wilayah Kota Jayapura yakni 626,7 Km2, memiliki Jumlah Penduduk sebesar 11.238 Jiwa. Pada wilayah distrik Muara Tami dengan memiliki luas yang besar, tetapi tingkat jumlah penduduk yang relatif sedikit. Hal ini kemungkinan diakibatkan wilayah distrik Muara Tami adalah distrik yang dianggap di pinggiran Kota Jayapura yang sebagian besar penduduk Tranmigrasi. Berikutnya adalah Distrik Abepura dengan memiliki luas wilayah yakni 155,7 Km2, yang memiliki Jumlah Penduduk sebesar 64.440 Jiwa. Kemudian Distrik Heram memiliki luas wilayah yakni 63.2 Km2, yang memiliki Jumlah Penduduk sebesar 35547 Jiwa. Distrik Jayapura Selatan memiliki luas 43.4 Km2, memiliki Jumlah Penduduk sebesar 64.436 Jiwa. Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah sebesar 51 Km 2 dengan memiliki jumlah penduduk sebesar 66.564 Jiwa. 3.11. PROFIL RESPONDEN A.
Responden berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin, maka 74 persen sampel yang diwawancarai
berjenis kelamin laki-laki dan 26 persen berjenis kelamin perempuan. Kepulauan Yapen yang memiliki persentase terbesar jumlah sampel laki-laki. Tabel 3.32 Responden Menurut Jenis Kelamin Per-Kabupaten/Kota L
P
Total
Asmat
53
7
60
Jayawijaya
43
17
60
Keerom
52
8
60
Kepulauan Yapen
56
3
59
Kota Jayapura
37
21
58
Merauke
41
19
60
Pegunungan Bintang
31
29
60
Sarmi
42
18
60
Supiori
40
17
57
Tolikara
42
18
60
Total
437
157
594
73,57
26,43
100
Kabupaten/Kota
Pesentase (%) Sumber: Data primer dioleh 2013
Selanjutnya berdasarkan mata pencaharian atau pekerjaan, maka 52 persen sampel bekerja disektor pertanian, kemudian disusul ibu rumah tangga sebesar 10
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 99
persen urutan kelompok sampel yang terkecil adalah peternak hanya 0,84 persen. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut. B.
Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 3.33 Responden Menurut Jenis Pekerjaan Per-Kabupaten/Kota IRT
Aparat Kampung
Nelayan
Petani
Peternak
Swasta
Tokoh
Total
Asmat
0
1
2
1
0
56
0
60
Jayawijaya
3
1
0
48
0
5
3
60
Keerom
2
0
0
38
0
19
1
60
Kepulauan Yapen
1
0
6
38
0
11
3
59
Kota Jayapura
17
2
4
30
0
4
1
58
Merauke
10
6
4
26
0
12
2
60
Pgunungan Bintang
5
0
0
41
0
13
1
60
Sarmi
8
8
9
13
0
18
4
60
Supiori
8
2
1
38
0
7
1
57
Tolikara
8
1
0
36
5
3
7
60
Total
62
21
26
309
5
148
23
594
10,438
3,535
4,377
52,020
0,842
24,92
3,87
100
Kabupaten/Kota
Pesentase
Sumber: Data Primer Diolah 2013
C.
Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan Berdasarkan jenjang pendidikan yang diraih oleh para reponden yang berhasil
wawancarai, ternyata 36 persen atau 213 orang tamatan SMU, 33 persen 198 orang tamatan SD, 150 orang atau 25 persen tamatan SMP, terakhir 6 persen atau 33 orang tamatan Diploma/S1. Dengan data jenjang pendidikan responden seperti ini maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan responden untuk memahami dan mengerti setiap pertanyaan penelitian sangat baik. Sehingga data yang perolehpun valid.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 100
Tabel 3.34 Responden Menurut Jenjang Pendidikan Akhir Per-Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
SD
SMP
SMU
DIPL/S1
Total
Asmat
29
16
15
0
60
Jayawijaya
14
16
28
2
60
Keerom
25
17
16
2
60
Kepulauan Yapen
10
15
27
7
59
Kota Jayapura
22
12
22
2
58
Merauke
7
28
21
4
60
Pgunungan Bintang
26
9
17
8
60
Sarmi
17
10
29
4
60
Supiori
22
10
23
2
57
Tolikara Total
26
17
15
2
60
198
150
213
33
594
33,333
25,253
35,859
5,556
100
Pesentase Sumber: Data Primer diolah 2013
Reponden Berdasarkan Umur
D.
Berdasarkan usia responden, maka 32 persen atau 189 orang sampel berusia antara 31–40 tahun, usia 21–30 tahun sebanyak 25 persen atau 150 orang dan urutan terkecil pada usia kurang dari 20 tahun hanya 2 persen atau 9 orang. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa responden yang diambil dalam penelitian ini sangat mengerti dan memahami persoalan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua saat ini. Tabel 3.35 Responden Menurut Umur Per-Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
≤ 20
21 - 30
31 - 40
41 - 50
51 - 60
> 60
Total
Asmat
3
14
21
14
8
0
60
Jayawijaya
2
17
26
11
2
2
60
Keerom
0
23
10
14
13
0
60
Kepulauan Yapen
0
11
14
22
11
1
59
Kota Jayapura
1
10
15
16
13
3
58
Merauke
1
8
23
18
8
2
60
Pegunungan Bintang
1
28
22
7
1
1
60
Sarmi
1
21
11
12
11
4
60
Supiori
0
13
13
12
12
7
57
Tolikara
0
5
34
19
2
0
60
Total
9
150
189
145
81
20
594
1,515
25,253
31,818
24,411
13,636
3,367
100
Persentase
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 101
E.
Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga Data pada tabel di bawah menunjukkan jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggung jawab satu orang kepala keluarga. Data pada tabel menunjukkan bahwa tanggungan keluarga terbesar antara 2–6 jiwa sebanyak 67 persen atau 398 orang, urutan kedua ditempati oleh tanggungan antara 7-10 anggota keluarga sebanyak 24 persen sampel. Sedangkan tanggungan keluarga terkecil pada tanggungan kurang dari 2 orang hanya 8 persen dan lebih dari 10 orang hanya 1 persen. Tabel 3.36 Responden Menurut Tanggungan Keluarga per-Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota
≤ 2 jiwa
2 - 6 jiwa
7 - 10 jiwa
> 10 jiwa
Total
36 42 37 51 38 41 40 42 37 34 398 67,00
7 14 18 6 17 16 12 12 16 22 140 23,57
1 0 0 0 1 0 1 1 1 2 7 1,18
60 60 60 59 58 60 60 60 57 60 594 100
Asmat 16 4 Jayawijaya Keerom 5 Kepulauan Yapen 2 2 Kota Jayapura Merauke 3 7 Pegunungan Bintang Sarmi 5 Supiori 3 Tolikara 2 Total 49 Persentase (%) 8,25 Sumber: Data Primer diolah 2013
F.
Responden Berdasarkan Lama berdomisili Selanjutnya responden berdasarkan lama berdomisili, maka 86,20 persen atau
512 orang tinggal lebih dar 14 tahun di lokasi penelitian, hanya 0,3 persen atau 2 orang yang tinggal kurang dari 2 tahun di lokasi penelitian. Dapat disimpulkan bahwa sampel dalam penelitian ini adalah Orang Asli Papua (OAP) yang benar-benar berasal dan mewakili wilayah lokasi penelitian. Tabel 3.37 Responden Menurut Lama Tahun Menetap Per-Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Asmat Jayawijaya Keerom Kepulauan Yapen Kota Jayapura Merauke Pgunungan Bintang Sarmi Supiori Tolikara Total Persentase Sumber: Data Primer diolah 2013
≤6 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0,34
6 - 10 2 2 3 4 2 1 16 5 6 1 42 7,07
10 - 14 0 12 4 2 6 2 6 2 3 1 38 6,40
> 14 58 46 52 53 50 57 37 53 48 58 512 86,20
Total 60 60 60 59 58 60 60 60 57 60 594 100
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 102
G.
Responden Berdasarkan Status Kemiskinan Data pada Tabel di bawah menunjukkan status kemiskinan sampel per-
kabupaten/kota. Dari data terlihat bahwa ternyata secara total atau 90 persen sampel yang berhasil diwawancarai berstatus keluarga miskin, sedangkan hanya 10 persen sampel yang berstatus kelaurga tidak miskin. Hal ini berarti bahwa walaupun Otonomi Khusus ini sudah berjalan hampir 13 tahun namun mayoritas Orang Asli Papua (OAP) masih dililit kemiskinan dan kebodohan. Dana Otsus yang sudah mencapai 40-an Trilyun Rupiah hanya mengalir sampai di kalangan tertentu saja. Tabel 3.38 Responden Menurut Status Kemiskinan Per-kabupaten/kota Kabupaten/Kota
Miskin
Tidak Miskin
Total
Asmat
100,00
0,00
100,00
Jayawijaya
91,30
8,70
100,00
Keerom
91,10
8,90
100,00
Kepulauan Yapen
93,80
6,30
100,00
Kota Jayapura
87,50
12,50
100,00
Merauke
78,30
21,70
100,00
Pegunungan Bintang
100,00
0,00
100,00
Sarmi
86,70
13,30
100,00
Supiori
90,70
9,30
100,00
Tolikara
91,70
8,30
100,00
Total
90,20
9,80
100,00
Keterangan: 1. Rata-rata garis kemiskinan seluruh kabupaten/kota (BPS 2012)
333.836,38 (Rp)
2. Rata-rata jumlah anggota keluarga responden
6
3. Responden dinyatakan miskin jika pendapatan kurang
2.003.018,28 (Rp)
(Org)
Sumber: Data Primer dioleh 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 103
BAB 4 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS 4.1
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SUPIORI
4.1.1 KOMPOSISI DANA OTSUS Kabupaten Supiori menerima dana otonomi khusus dengan total Rp430 milyar sejak tahun 2004 sampai tahun 2012, dengan rata-rata Rp47,7 milyar per tahun dengan tren penerimaan meningkat setiap tahunnya. Alokasi dana otsus bagi Kabupaten Supiori paling kecil jika dibandingkan dengan alokasi yang diterima oleh kabupaten lainnya. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2008–2012) ratarata penerimaan dana otonomi khusus Supiori terhadap total penerimaan provinsi Papua adalah sebesar 3,6 persen. Persentase tertinggi dana otonomi khusus sebesar 4,21 persen diterima pada tahun 2008 sedangkan persentase terendah sebesar 3,08 persen diterima pada tahun 2011 dan 2012. Tabel 4.1 Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012 (dalam milyar rupiah) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Provinsi 1,344,181,353,000 1,265,990,000,000 1,298,710,000,000 1,619,999,996,000 2,025,511,167,000
Supiori 56,618,905,000 49,020,000,000 49,020,000,000 49,973,170,000 62,482,231,000
Persentase 4.21 3.87 3.77 3.08 3.08
Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012
Kurun waktu lima tahun terakhir dana Otsus yang diterima Kabupaten Supiori cenderung meningkat, misalnya pada tahun 2008 alokasi yang diterima sebesar Rp56,619 milyar turun menjadi Rp49,020 milyar tahun 2009, tahun 2010 penerimaan sama sebesar tahun sebelumnya namun pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp49,973 milyar. Pada tahun 2012 dana otsus yang diterima Kabupaten Supiori meningkat dari tahun sebelumnya menjadi Rp62,483 milyar atau sebesar 3,08 dari total dana otsus Provinsi Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 104
Tabel 4.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Prioritas Kabupaten Supiori Tahun 2010 dan 2012 (dalam milyar rupiah) Kesehatan Rp %
Ekonomi Rp %
7,350
14.99
8,800
17.95
7,325
14.94
2012 62,482 5,444 8.71 4,000 6.40 Rata-Rata 55,751 10,030 19.26 5,675 10.70 Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2010 & 2012
2,000 5,400
3.20 10.58
38,500 22,913
61.62 38.28
Tahun 2010
Dana Otsus (Rp) 49,020
Pendidikan Rp % 14,616
29.82
Infrastruktur Rp %
Alokasi dana otsus untuk sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar tahun 2010, sesuai dengan dengan amanat otsus. Pada tahun 2010, sektor pendidikan mendapat alokasi sebesar 29,82 atau 30 persen, sektor pendidikan sebesar 14,99 atau 15 persen, sektor ekonomi kerakyatan mendapat alokasi sebesar 17,95 atau 18 persen sedangkan infrastruktur mendapat alokasi sebesar 14,94 atau 15 persen. Pada tahun 2012 sebagaian besar dana otsus (62 persen) diperuntukkan bagi sektor infrastuktur, sektor pendidikan memperoleh alokasi sebesar 9 persen, kesehatan 6 persen dan ekonomi kerakyatan mendapat alokasi sebesar 3 persen.
4.1.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Alokasi dana otsus sektor pendidikan di Kabupaten Supiori tahun anggaran 2010 sebesar Rp15 milyar atau 30 persen dari total dana otsus. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk membiayai program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Supiori. Alokasi anggaran paling besar digunakan untuk membiayai program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan sebesar Rp4,398 milyar atau 30 persen, diikuti oleh program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang menyerap anggaran sebesar Rp2,877 milyar atau 20 persen dari total anggaran sektor pendidikan. Program atau kegiatan yang mendapat alokasi anggaran paling kecil adalah program rekruitmen tenaga pendidik sebesar Rp125 juta atau 0,9 persen dan program pendidikan luar sekolah dan pemuda olahraga sebesar Rp150 juta atau sebesar 1 persen. Pada tahun 2012 sektor pendidikan di Supiori mendapat alokasi dana Otsus sebesar Rp5,444 milyar, program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan memperoleh alokasi anggaran paling besar yaitu Rp3,621 milyar atau 67 persen. Selanjutnya program wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun menyerap anggaran sebesar Rp977 juta atau 18 persen. Program pendidikan umum Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 105
dan kejuruan memperoleh anggaran sebesar Rp557 juta atau 10 persen sedangkan alokasi terkecil ditujukan untuk membiayai pendidikan anak usia dini sebesar 5 persen atau Rp290 juta.
4.1.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATAN Dana otsus bagi sektor atau bidang kesehatan mengalami penurunan dari tahun 2010 sebesar Rp7,350 milyar menjadi Rp4 milyar tahun 2012. Dana otsus bidang kesehatan di kelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori. Tahun anggaran 2010 alokasi anggaran ditujukan untuk membiayai 6 (enam) program bidang kesehatan dengan alokasi sebagai berikut: 1. Program upaya kesehatan masyarakat, Rp3,915 milyar (53 persen); 2. Program perbaikan gizi masyarakat, Rp1 milyar (14 persen); 3. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, Rp1,245 milyar (17 persen); 4. Program kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan, Rp790 juta (11 persen); 5. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, Rp150 juta (2 persen); 6. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, Rp250 juta (3 persen). Alokasi dana otsus tahun 2012 sebesar Rp4 milyar di kelola oleh Dinas Kesehatan Supiori sebesar Rp2 milyar dan RSUD Supiori sebesar Rp2 milyar. Program yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan meliputi: program obat dan perbekalan kesehatan sebesar Rp550 juta, program upaya kesehatan sebesar Rp870 juta, program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp30 juta, program kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp200 juta, dan program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular sebesar Rp349 juta. RSUD Supiori mengelola dana otsus Rp2 milyar yang dialokasi untuk program kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan sebesar Rp1,448 milyar atau 72,4 persen, program obat dan perbekalan kesehatan sebesar Rp552 juta atau 27,6 persen.
4.1.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Dana otsus bidang infrastruktur dasar di kelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Kabupaten Supiori. Pada tahun 2010, alokasi dana Otsus sebesar Rp7,325 milyar, yang digunakan untuk pembangunan jembatan rangka baja Kali Wabudori tahap akhir sebesar Rp2,500 milyar, pemeliharaan periodik jalan Sorendiweri–Yenggarbun sebesar Rp2,350 milyar, pengadaan dan pemasangan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 106
Guard Reel (Pengaman Jalan) sebesar Rp759 juta dan pembangunan rumah layak huni Type 36 sebesar Rp1,725 milyar. Pada tahun dana otsus bidang infrastruktur yang dikelola sebesar Rp38,500 milyar, dialokasi untuk: pembangunan rumah masyarakat sebesar Rp36,480 milyar, biaya perencanaan dan pengawasan sebesar Rp1,520 milyar, revitalisasi jaringan air bersih di Kampung Wakre sebesar Rp200 juta serta pembangunan dan pemeliharaan jaringan air bersih di Desa Duber sebesar Rp300 juta.
4.1.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Dana otonomi khusus sektor atau bidang ekonomi kerakyatan Kabupaten Supiori tahun anggaran 2010 sebesar Rp8,800 milyar, Dinas Pertanian dan Kehutanan mengelola Rp3,000 milyar atau 34 persen, Dinas Perikanan dan Kelautan mengelola Rp2,500 milyar atau 28 persen sedangkan Bagian Perekonomian Daerah mengelola Rp3,300 milyar atau 38 persen dari total dana otsus bidang ekonomi kerakyatan. Tabel 4.3 Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Supiori Tahun 2010 (dalam juta rupiah) SKPD
Program
Dinas Pertanian dan Kehutanan
Jumlah Dinas Perikanan dan Kelautan
Program peningkatan sumberdaya manusia Program peningkatan produksi pertanian Program peningkatan ketahanan pangan Program penanggulangan dan pencegahan penyakit hewan menular Program peningkatan produksi hasil peternakan Program pemanfaatan potensi SDA dan pemantapan kawasan Program penerapan teknologi tepat guna peternakan Program pembinaan hutan Program perlindungan dan konservasi SDA Program pengembangan perikanan tangkap Program Pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan pengendalian sumber daya Program pengembangan kawasan budidaya air laut, air payau, dan air tawar Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
Jumlah Perekonomian Daerah
Program pemberdayaan ekonomi kampung Program monitoring dan evaluasi
Jumlah Total Ekonomi Kerakyatan Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2010
Besar Anggaran 1,075 357 200
Prosentase 35,83 11,67 6,67
60
2
140
4,67
200 220 670 3,000 803
6,67 7,33 22,33 100 32,10
498
19,90
700
28
500 2,500 3,000 300 3,300 8,800
20 100 91 9 100
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 107
Pada tahun 2012 alokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi kerakyatan mengalami penurunan yang cukup drastis dari
tahun 2010 sebesar
Rp8,800 milyar menjadi Rp2 milyar. Alokasi dana otsus sebesar Rp2 milyar dikelola secara merata oleh empat (4) SKPD, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Bappeda dan Dinas Kebudayaan Pariwisata masingmasing mengelola dana sebesar Rp500 juta. Program kerja yang dilaksanakan oleh masing-masing SKPD dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.4 Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Supiori Tahun 2012 (dalam juta rupiah) SKPD
Program
Dinas Pertanian dan Kehutanan
Jumlah Dinas Perikanan dan Kelautan
Program peningkatan ketahanan pangan (pertanian dan perkebunan) Program peningkatan produksi pertanian dan perkebunan Program peningkatan hasil peternakan Program pengembangan agribisnis hasil hutan kayu dan non kayu Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir Program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan Program pengembangan budidaya perikanan Program pengembangan perikanan tangkap
Jumlah BAPPEDA
Monitoring, evaluasi dan pelaporan Jumlah
Dinas Kebudayaan & Pariwisata
Program pengembangan kemitraan Program pengembangan keragaman budaya
Jumlah Total Ekonomi Kerakyatan Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2012
4.2
Besar Anggaran
Persentase
150
30
150
30
100
20
100
20
500 50
100 10
75
15
300 75 500 500 500
60 15 100 100 100
300
60
200 500 2,000
40 100
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN ASMAT
4.2.1 KOMPOSISI DANA OTSUS Dana Otsus yang diterima Kabupaten Asmat perioda tahun anggaran 2009 sampai dengan 2012 berjumlah Rp246 milyar. Besaran dana yang diterima juga sangat berfluktuatif, misalnya dana Otsus untuk bidang pendidikan dari tahun 2009 dana yang dialokasikan sebesar Rp14 milyar dan pada tahun 2012 meningkat sebesar Rp18 milyar. Selain dana yang dialokasikan meningkat, ada juga sektor atau
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 108
bidang yang mengalami penurunan alokasi dana, misalnya sektor infrastruktur yang pada tahun 2009 dana yang dialokasikan sebesar Rp25 milyar dan pada tahun 2012 menurun tajam sehingga dana yang dialokasikan hanya sebesar Rp10 milyar. Tetapi secara keseluruhan dana Otsus yang diterima oleh Kabupaten Asmat setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar rata-rata 2,19 persen. Tabel 4.5 Jumlah Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012 Sektor/Bidang
2009
2010
2011
2012
Total 4 tahun
Pendidikan
14.904.334.703
14.937.012.750
17.924.415.300
18.949.653.800
66.715.416.553
Kesehatan
8.962.160.822
8.962.207.650
8.962.207.650
9.474.826.500
36.361.402.622
Infrastruktur
25.424.224.853
20.911.817.850
16.286.817.850
10.941.030.500
73.563.891.053
Ekonomi Kerakyatan
10.424.730.622
14.937.012.750
19.992.069.200
24.299.999.200
69.653.811.772
Total Dana Otsus
59.715.453.009
59.748.053.010
63.165.512.011
63.665.512.012
246.294.530.042
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012
Proporsi dana Otsus terhadap total pendapatan Kabupaten Asmat pada tahun 2009 sampai dengan 2012 berfluktuatif. Pada tahun anggaran 2009 proporsi dana Otsus terhadap total pendapatan sebesar 4,10 persen, lalu pada tahun 2011 menurun sebesar 3,87 persen, namun pada tahun 2012 proporsi dana Otsus naik sebesar 7,43 persen. Hal ini terjadi bisa disebabkan dari total pendapatan yang diterima oleh Kabupaten Asmat secara keseluruhan. Gambar 4.1 Proporsi Dana Otsus Terhadap Total Pendapatan di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Peruntukan dana Otsus di Kabupaten Asmat selama tahun 2009 sampai dengan 2012 bergerak berfluktuasi, dapat terlihat di gambar bawah ini, yaitu bidang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 109
infrastruktur setiap tahun mengalami penurunan dan ekonomi kerakyatan yang mengalami peningkatan setiap tahun hal yang sama juga di bidang pendidikan meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan. Gambar 4.2 Jumlah Penggunaan Dana Otsus Per Bidang di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Bila dihitung penerimaan dana Otsus antara tahun 2009 sampai dengan 2012 dan peruntukan untuk beberapa bidang prioritas yang diamanatkan oleh UU Otsus, maka bidang pendidikan belum memenuhi amanat Otsus, karena belum mencapai 30 persen peruntukan dana untuk bidang pendidikan. Sedangkan bidang kesehatan sudah memenuhi amanat UU Otsus, yaitu sebesar 15 persen. Gambar 4.3 Proporsi Penggunaan Dana Otsus Per Bidang di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
27%
28%
Pendidikan Kesehatan 15% 30%
Infrastruktur Ekonomi Kerakyatan
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 110
Dana Otsus yang digulirkan oleh pemerintah pusat pada Provinsi Papua tidak dialokasikan secara langsung ke tangan masyarakat namun biasanya direalisir dalam bentuk program dan kegiatan. Apabila dana Otsus yang diterima oleh Pemda Kabupaten Asmat setiap tahunnya dibagi kepada setiap penduduk asli orang Papua maka besarnya dana Otsus perkapita terlihat dalam tabel berikut. Tabel 4.6 Dana Otonomi Khusus Per Kapita Kabupaten Asmat Menurut Jumlah Penduduk Tahun 2009-2012 Tahun
Dana Otsus (Rp)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Dana Otsus Per Kapita (Rp)
2009
59.715.453.009
775.263,59
2010
59.748.053.010
2011
63.165.512.011
77.026 76.563 82.097 81.696
780.377,64 769.400,98
2012 63.665.512.012 779.297,79 Sumber: Rencana Definitif Otsus Asmat dan Kabupaten Asmat Dalam Angka 2009-2012
Total dana Otsus perkapita di Kabupaten Asmat berfluktuasi selama tahun 2009 s/d 2012. Perkapita tertinggi berada pada tahun 2010 dan yang terendah berada pada tahun 2009, namun selisih setiap tahun tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan bahwa dana Otsus yang dialokasikan selama empat tahun terakhir dapat mencukupi kebutuhan penduduk Kabupaten Asmat secara keseluruhan. 4.2.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Alokasi dana Otsus untuk sektor pendidikan belum sesuai dengan ketentuan. Sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukan dana Otsus untuk sektor pendidikan yaitu 30 persen, alokasi dana Otsus di bidang pendidikan rata-rata mencapai 27,03 persen selama empat tahun anggaran. Hal ini menunjukkan komitmen yang belum maksimal dari pemerintah Kabupaten Asmat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Namun bila dilihat tren selama empat tahun pengamatan terdapat peningkatan alokasi setiap tahun sebesar 8,65 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 111
Gambar 4.4 Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikan di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.2.3 OTSUS SEKTOR KESEHATAN Alokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan ketentuan dan amanat UU Otsus. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua tentang Peruntukan dana Otsus untuk sektor kesehatan yaitu 15 persen selama lima tahun pengamatan. Pertumbuhan alokasi dana Otsus untuk kesehatan selama empat tahun rata-rata 1,91 persen, hal ini memperlihatkan komitmen yang baik dari Pemerintah kabupaten Asmat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, meskipun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan alokasi dana. Gambar 4.5 Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatan di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 112
4.2.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Alokasi dana Otsus untuk sektor infrastruktur tiap tahun mengalami penurunan. Rata-rata penurunan sebesar 23,20 persen, jumlah tersebut disebabkan karena banyak dana untuk infrastruktur diambil dari sumber yang lain, seperti DAU. Gambar 4.6 Alokasi Dana Otsus Bidang Infrastruktur di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.2.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Alokasi dana Otsus untuk bidang ekonomi kerakyatan sangatmeningkat selama empat tahun pengamatan. Rata-rata alokasi dana Otsus sebesar Rp17,4 milyar. Jumlah tersebut masih tergolong kecil apabila melihat potensi alam dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Asmat. Diperlukan perhatian yang lebih dalam hal alokasi anggaran dana Otsus, sehingga beberapa program pemerintah daerah Kabupaten Asmat seperti peningkatan teknologi agro-Industri, peningkatan penerapan teknologi pertanian dan perkebunan, peningkatan jumlah produksi pertanian dan perkebunan, membuka akses pemasaran hasil produksi pertanian, peternakan dan budi daya perikanan yang potensinya di alam Asmat sungguh luar biasa.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 113
Gambar 4.7 Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.3
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN JAYAWIJAYA
4.3.1 KOMPOSISI DANA OTSUS Tabel 4.7 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012 Tahun 2009 Jumlah dana
Tahun 2010 Jumlah dana
Tahun 2011 Jumlah dana
Tahun 2012 Jumlah dana
Bid. Fisik & Prasarana 11.912.687.500 Bidang Ekonomi 22.238.735.663 Bidang Sosial budaya 29.815.569.927 Jumlah 63.966.993.090 Sumber: Data Primer diolah 2013
3.192.200.000 5.703.457.250 50.418.917.750 59.314.575.000
983.000.000 7.845.300.000 53.573.980.000 62.402.280.000
3.741.856.700 53.247.266.632 22.476.173.368 79.465.296.700
No 1. 2. 3.
Bidang
Jumlah 19.829.744.200 89.034.759.545 156.284.641.045
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 114
Jutaan (Rp)
Gambar 4.8 Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012 90,000 80,000 70,000
22,476
60,000 50,000
29,816
40,000 30,000
50,419
53,574
5,703 3,192
7,845 983
3,742
2010
2011
2012
53,247
22,239
20,000 10,000
11,913
0 2009 Bidang Fisik&Prasarana
Bidang Ekonomi
Bidang Sosial budaya
Dalam bentuk Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus (URD) diarahkan total dana yang dialokasi pada Bidang Sosial budaya mendapat alokasi anggaran terbesar pada tahun anggaran 2009-2012 sebesar Rp156.284.641.045 (63,45 persen).
Bidang
Ekonomi
mendapatkan
alokasi
anggaran
dengan
jumlah
Rp89.034.759.545 (36,15 persen) dan Bidang Fisik dan Prasarana tahun anggaran 2009-2012 di Kabupaten Jayawijaya mendapatkan alokasi terkecil dengan jumlah anggaran Rp19.829.744.200 (8,05 persen). Tabel 4.8 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009 No 1. 2. 3.
Bidang Bidang Sosial budaya Bidang Ekonomi Bidang Fisik dan Prasarana Jumlah
Tahun Anggaran 2009 Jumlah dana 29.815.569.927 22.238.735.663 11.912.687.500 63.966.993.090
% 47 35 19 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 115
Gambar 4.9 Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009
19% 47%
Bidang Sosial budaya Bidang Ekonomi Bidang Fisik dan Prasarana
35%
Alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk pengembangan Ekonomi Rakyat tahun 2009 sebesar Rp22.238.735.663 (35 persen), Alokasi dana untuk Bidang Fisik dan prasarana tahun 2009 sebesar Rp11.912.687.500 (19 persen), dan untuk bidang Sosial budaya sebesar Rp29.815.569.927 (47 persen) yang merupakan persentase terbesar pada tahun 2009. Tabel 4.9 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010 No
Bidang
1. 2. 3.
Bidang Fisik dan Prasarana Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya Jumlah
Tahun Anggaran 2010 Jumlah dana 3.192.200.000 5.703.457.250 50.418.917.750 59.314.575.000
% 5 10 85 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada tahun 2010 di Kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk Bidang Sosial budaya dengan besarnya dana sebanyak Rp50.418.917.750 atau 85 persen, prosentase berikut 10 persen pada Bidang Ekonomi sebesar Rp5.703.457.250 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan Prasarana yaitu sebesar Rp3.192.200.000 atau 5 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 116
Gambar 4.10 Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010 5%
10%
Bidang Fisik dan Prasarana Bidang Ekonomi
85%
Bidang Sosial budaya
Tabel 4.10 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011 No 1. 2. 3.
Bidang Bidang Fisik dan Prasarana Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya Jumlah
Tahun Anggaran 2011 Jumlah dana 983.000.000 7.845.300.000 53.573.980.000 62.402.280.000
% 2 13 86 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk Alokasi dana untuk Bidang Fisik dan prasarana tahun 2011 sebesar Rp983.000.000 (2 persen), pengembangan Ekonomi Rakyat tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (13 persen), dan untuk bidang Sosial budaya sebesar Rp53.573.980.000 (86 persen) yang merupakan persentase terbesar pada tahun 2011. Gambar 4.11 Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011 2% 13%
Bidang Fisik dan Prasarana Bidang Ekonomi
86%
Bidang Sosial budaya
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 117
Tabel 4.11 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012 No 1. 2. 3.
Tahun Anggaran 2012 Jumlah dana 3.741.856.700 53.247.266.632 22.476.173.368 79.465.296.700
Bidang Bidang Fisik dan Prasarana Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya Jumlah
% 5 67 28 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada tahun 2012 di kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) yaitu untuk Bidang ekonomi dengan besarnya dana sebanyak Rp53.247.266.632 atau 67 persen, persentase berikut 28 persen pada Bidang Sosial Budaya sebesar Rp22.476.173.368 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan Prasarana yaitu sebesar Rp3.741.856.700 atau 5 persen, ini masih ada kenaikan dari tahun sebelumnya yang hanya 2 persen. Gambar 4.12 Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012 28%
5% Bidang Fisik dan Prasarana
67%
Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya
4.3.2 OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYA Tabel 4.12 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Bidang Sosbud Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012 Tahun 2009 2010 2011 2012
Jumlah Dana Otsus Bid. Pendidikan dan Kesehatan (Sosbud) 29.815.569.927 50.418.917.750 53.573.980.000 22.476.173.368
% 24,96 25,00 28,38 29,76
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 118
Dari tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus yaitu untuk Bidang Sosbud (pendidikan dan Kesehatan) dari tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada tahun 2009 besarnya Rp29.815.569.927 atau 24,96 persen, Tahun 2010 sebesar Rp50.418.917.750 (25 persen), Tahun 2011 (URD) sebesar Rp53.573.980.000 (28,38 persen) dan Tahun 2012 sebesar Rp50.418.917.750 (29,76 persen). 4.3.3 OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Tabel 4.13 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Bidang Fisik dan Prasarana di Kab. Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012 Tahun
Jumlah Dana Otsus
%
Bid. Infrastruktur
2009
11.912.687.500
42,58
2010
3.192.200.000
35,00
2011
983.000.000
25,78
2012
3.741.856.700
17,19
Sumber: Data Primer diolah 2013
Tabel dan gambar adalah alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus yaitu untuk Bidang Infrastruktur dari tahun 2009-2012 terjadi penurunan. Pada tahun 2009 besarnya Rp11.912.687.500 (42,58 persen), Tahun 2010 sebesar Rp3.192.200.000 (35,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp 983.000.000 (25,78 persen) dan Tahun 2012 sebesar Rp3.741.856.700 (17,19 persen). 4.3.4 OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Tabel 4.14 Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Bidang Ekonomi di Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012 Tahun
Jumlah Dana Otsus Bidang Ekonomi
%
2009
22.238.735.663
17,46
2010
5.703.457.250
25,00
2011
7.845.300.000
31,65
2012
53.247.266.632
38,17
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 119
Tabel dan Gambar di atas adalah rekap alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus yaitu untuk Bidang Ekonomi dari tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada tahun 2009 besarnya Rp22.238.735.663 atau 17,46 persen, Tahun 2010 sebesar Rp5.703.457.250 (25,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (31,65 persen) dan Tahun 2012 sebesar Rp53.247.266.632 (38,17 persen). Bidang Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan). Orientasi pembangunan ekonomi rakyat memang sudah pada jalurnya, yakni pemberdayaan ekonomi masyarakat Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya, pada tahun 2009 Bidang ekonomi mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Peternakan Dan Perikanan (3 program dan 4 kegiatan), 2) Dinas Pertanian Dan Perkebunan (4 Program dan 7 kegiatan), 3) Dinas Perindagkop (2 program dan 3 kegiatan), 4) Badan Penyuluhan Pertanian Dan Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan). Pada tahun 2010 Bidang ekonomi mencakup beberapa Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan (2 program dan 2 kegiatan), 2) Badan Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan Pertanian (2 program dan 2 kegiatan), 3) Dinas Kehutanan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan Peternakan (1 program dan 1 kegiatan). Pada tahun 2011 Bidang ekonomi mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (1 program dan 1 kegiatan), 2) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (2 program dan 4 kegiatan), 3) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan Peternakan (1 program dan 3 kegiatan). Pada tahun 2012 Bidang ekonomi mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (1 program dan 6 kegiatan), 2) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2 kegiatan), 3) Dinas Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan Peternakan (2 program dan 4 kegiatan).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 120
4.4
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG
4.4.1 KOMPOSISI DANA OTSUS Tabel 4.15 Komposisi Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009-2012 NO
BIDANG/URUSAN
TAHUN 2009
TAHUN 2010
TAHUN 2011
TAHUN 2012
ALOKASI DANA
(%)
ALOKASI DANA
(%)
ALOKASI DANA
(%)
ALOKASI DANA
(%)
1
Pendidikan
19.123.449.500
32,01
18.147.100.000
38,09
18.340.981.500
28,41
25.058.962.400
30,44
2
Kesehatan
9.109.623.000
15,25
9.018.158.000
18,93
7.673.437.500
11,89
12.572.350.000
15,27
3
Pemuda dan Olahraga
406.450.000
0,68
-
-
950.000.000
1,47
800.965.000
0,97
4
Kesejahteraan Sosial
5.546.800.000
9,28
-
-
300.000.000
0,46
270.200.000
0,33
5
BPMPK
15.000.000.000
25,11
10.950.000.000
22,98
21.500.000.000
33,30
23.926.625.000
29,06
6
500.000.000
0,84
-
-
-
-
200.000.000
0,24
7
Pemberdayaan Perempuan Pertanian
4.517.625.000
7,56
2.367.825.000
4,97
2.500.000.000
3,87
2.481.550.000
3,01
8
Pekerjaan Umum
2.996.524.500
5,02
3.476.000.000
7,30
8.291.125.000
12,84
3.945.995.000
4,79
9
Perhubungan
400.000.000
0,67
2.150.000.000
4,51
2.900.000.000
4,49
7.068.340.000
8,59
10
BAPPEDA
-
-
-
-
-
-
500.000.000
0,61
11
1.260.000.000
2,11
1.034.425.000
2,17
1.350.000.000
2,09
1.631.950.000
1,98
12
Kehutanan Dan Perkebunan Perindagkop
887.580.000
1,49
500.000.000
1,05
750.000.000
1,16
737.350.000
0,90
13
BPP
-
-
-
-
-
-
3.134.200.000
3,81
59.748.052.000
100
47.643.508.000
100
64.555.544.000
100
82.328.487.400
100
TOTAL
Sumber: Rencana Definitif Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012
4.4.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Anggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Pendidikan Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut: Tabel 4.16 Komposisi Dana Otsus Sektor Pendidikan Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012 TAHUN
URAIAN 2009
2010
2011
2012
Anggaran
19.123.449.500
18.147.100.000
18.340.981.500
25.058.962.400
Realisasi
18.793.724.500
13.127.293.000
12.977.885.500
16.131.632.248
-
-30,15%
-1,14%
24,30%
Presentase Kenaikan Pertahun
Efektifitas Penggunaan 98,28persen 72,34% 70,76% Dana Otsus Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
64,37%
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 121
4.4.3 SEKTOR KESEHATAN Anggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Kesehatan Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut: Tabel 4.17 Komposisi Dana Otsus Sektor Kesehatan Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012 TAHUN
URAIAN Anggaran
2009 9.109.623.000
2010 9.018.158.000
2011 7.673.437.500
2012 12.761.950.000
Realisasi
9.059.622.000
6.778.462.000
3.183.740.000
8.207.275.000
-
-25%
-53%
158%
Presentase Kenaikan Pertahun
Efektifitas Penggunaan 99,45% 75,16% 41,49% Dana Otsus Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
64,31%
4.4.4 INFRASTRUKTUR DASAR Anggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Infrastruktur Dasar Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut: Tabel 4.18 Komposisi Dana Otsus Infrastruktur Dasar Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012 TAHUN
URAIAN Anggaran
2009 2.996.524.500
2010 3.476.000.000
2011 8.291.125.000
2012 3.945.995.000
Realisasi
2.996.524.500
1.337.297.000
6.253.554.400
3.742.673.500
-
-55,37%
367,63%
-40,15%
Presentase Kenaikan Pertahun
Efektifitas Penggunaan 100% 38,47% 75,42% Dana Otsus Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
94,85%
4.4.5 EKONOMI KERAKYATAN Anggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009–2012 sebagai berikut:
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 122
Tabel 4.19 Komposisi Dana Otsus Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012 TAHUN
URAIAN
2009
2010
2011
2012
Anggaran
6.665.205.000
3.902.250.000
4.600.000.000
7.985.450.000
Realisasi Presentase Kenaikan Pertahun
6.603.957.211
3.871.160.000
2.244.378.000
7.130.231.950
-
-41,38%
-42,02%
217,69%
99,08%
99,20%
48,79%
89,29%
Efektifitas Penggunaan Dana Otsus
Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012.
4.5
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SARMI
4.5.1 KOMPOSISI DANA OTSUS Tren rencana dan realisasi belanja Otsus Kabupaten Sarmi tahun cenderung menurun setiap tahunnya. Tahun 2008 misalnya, rencana dan realisasi belanja Otsus terlihat cukup tinggi dibanding tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2009 dan 2010. penerimaan daerah yang bersumber dari dana Otsus berdasarkan gambar di bawah terlihat cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Penerimaan tertinggi terjadi ditahun 2008 tetapi selanjutnya pada tahun-tahun berikut menurun. Efektifitas pengelolaan pendapatan di Kabupaten Sarmi relatif lebih baik. Tercermin selama tahun 2007-2011 tingkat efektifitas pendapatan (rasio realisasi dan target) di Kabupaten Sarmi mencapai 89,93 persen per tahun. Gambar 4.13 Efektifitas Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
10,000,000
8,631,841
2,279,803
52,636,884
20,000,000
59,960,340
30,000,000
51,160,700
40,000,000
59,792,541
50,000,000
62,013,252
60,000,000
64,293,055
70,000,000
7,323,456
0
Plan
Real 2008
Plan
Real 2009
Plan
Real 2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 123
Proporsi belanja pada bidang-bidang cenderung mengalami fluktuasi, kesehatan misalnya, tren-nya cenderung menurun, sedangkan bidang pelayanan umum dan ekonomi cenderung meningkat. Secara umum, alokasi dana Otsus terbesar adalah bidang pelayanan umum dan ekonomi, selanjutnya yang terendah adalah bidang kesehatan. Gambar 4.14 Komposisi Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
35.63
32.68
17.73
20.08
15.08
15.07
31.57 PLAN
41.19
45.02
40.52
44.01
15.64
18.10
11.51
13.10
12.14 10.64
13.92
13.22
32.17
30.07
32.20
27.47
31.26
REAL
PLAN
REAL
PLAN
REAL
2008 PENDIDIKAN
2009 KESEHATAN
2011
INFRASTRUKTUR
EKONOMI & PELAY. UMUM
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Proporsi alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan Kabupaten Sarmi dapat dikatakan sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus yaitu rata-rata diatas 30 persen pertahunnya. Walaupun secara proporsih cukup tinggi, tetapi dari sisi jumlah real menurun setiap tahunnya. Gambar 4.15 Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Pendidikan Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 20,294,990
19,949,875
PLAN
REAL 2008
17,978,000
16,472,700
16,469,200
16,453,599
PLAN
REAL
PLAN
REAL
2009
2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 124
4.5.3 OTSUS SEKTOR KESEHATAN Alokasi dana Otsus bidang Kesehatan setiap tahunnya cenderung fluktuatif, baik darisisi jumlah maupun proporsi. Alokasi dana Otsus tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan terendah terjadi pada tahun 2009. Secara proporsial, realisasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 sedangkan terendah terjadi pada tahun 2009. Gambar 4.16 Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Kesehatan Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 9,692,400
9,346,752
PLAN
REAL
8,345,200
7,834,541
PLAN
2008
6,958,600
5,442,426
REAL
PLAN
2009
REAL 2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Alokasi dana otsus untuk bidang infrastruktur dasar menempati posisi ketiga tertbesar, dari keempat bidang dan setiap tahunnya cenderung fluktuatif. Terdapat selisih yang besar stiap tahunnya antara rencana dan realisasi belanja setiap tahunnya. Realisasi belanja terbesar terjadi di tahun 2008 dan terendah terjadi di tahun 2010 Gambar 4.17 Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 12,451,349
11,400,000
PLAN
REAL 2008
10,850,000
9,350,000
6,210,510
PLAN
REAL
6,060,599
PLAN
2009
REAL 2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Ekonomi kerayatan dan pelayanan umum merupakan bidang yang mendapat alokasi alokasi dana Otsus terbesar setiap tahunnya dan jumlahnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Selisih rencana dan realisasi belanja bidang Ekonomi kerakyatan dan pelayanan umum, rata-rata 2 milyar pertahunnya. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 125
Gambar 4.18 Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011 22,905,665
20,265,276
PLAN
REAL 2008
24,630,000
23,035,064
24,295,940
23,164,086
PLAN
REAL
PLAN
REAL
2009
2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.6
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN TOLIKARA
4.6.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS Sebagaimana diketahui bahwa implementasi Otonomi Khusus Papua dimulai sejak tahun 2002, namun dalam studi ini hanya ditampilkan komposisi dan besaran alokasi dana Otsus pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 menurut bidang prioritas sesuai amanat UU 21/2001 di Kabupaten Tolikara sebagaimana ditampilkan dalam berikut ini. Tabel 4.20 Komposisi Alokasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013 BIDANG
TAHUN
PENDIDIKAN
2010 10.682.655.800
% 17
2011 27.630.000.000
% 46
2012 27.481.432.000
% 36
2013 25.145.730.000
% 31
KESEHATAN
9.874.736.000
16
8.187.827.000
13
10.994.640.000
14
16.723.110.000
20
INFRASTRUKTUR DASAR EKONOMI RAKYAT BIDANG LAINNYA JUMLAH
3.582.699.998
5
5.072.288.000
8
750.000.000
0,009
22.247.500.000
27
8.450.231.999 27.157.728.203 59.748.052.000
14 45
Nihil 18.070.225.000 59.960.340.000
0 30
2.800.000.000 34.303.536.800 76.329.608.800
3 44
450.000.000 16.541.961.000 81.108.301.000
0,005 20
Sumber: Data Laporan Otsus Bappeda dan diolah (2013)
Sesuai amanat UU Otsus dan aturan pelaksanaan lainnya telah mengatur tentang besaran presentase alokasi setiap bidang prioritas yaitu bidang pendidikan (30 persen), bidang kesehatan (15 persen), bidang infrastruktur (20 persen), bidang ekonomi kerakyatan (15 persen) dan bidang lainnya (20 persen). Berdasarkan data Tabel diatas menunjukkan bahwa besaran alokasi dana Otsus untuk Kabupaten Tolikara pada setiap tahun mengalami peningkatan dalam kuantitasnya. Sedangkan pembagian alokasi dana berdasarkan bidang-bidang prioritas Otsus mengalami fluktuatif dan bahkan pada Tahun 2011 bidang ekonomi rakyat tidak mendapatkan alokasi dana sama sekali. Dari tabel diatas terlihat bahwa Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 126
rata-rata bidang yang mendapat alokasi dana terbesar selama 4 tahun terakhir adalah bidang lain sebesar 34 persen, bidang pendidikan sebesar 32 persen, kemudian bidang kesehatan sebesar 15 persen, bidang infrastruktur sebesar 10 persen, dan bidang ekonomi sebesar 4 persen. Dengan demikian rata-rata bidang yang mendapatkan prosentasi dana terbesar adalah bidang lain yaitu 34 persen, sedangkan bidang yang mendapatkan prosentasi alokasi terkecil adalah bidang ekonomi kerakyatan yaitu hanya 4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Tolikara tidak konsisten dan tidak taat aturan dalam membagi alokasi dana Otsus tiap bidang prioritas sesuai amanat Undang-Undang. Pada hal seharusnya bidang pendidikan harus mendapatkan alokasi tertinggi minimal 30 persen dan diikuti bidang-bidang prioritas lain. Selanjutnya dialokasikan pula dana pemberdayaan dan perlindungan orang asli Papua setiap tahun, namun sasaran dan target kegiatan tidak seluruhnya dinikmati secara langsung oleh rakyat Papua yang ada di kampong-kampung karena lebih banyak untuk membiayai bantuan keagamaan, bantuan bahan bangunan, monitoring dan evaluasi otsus, seni dan budaya serta lembaga adat dan bantuan sosial lainnya. Dampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan, karena belum mampu keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan guna peningkatan kesejahteraan orang asli Papua di Kabupaten Tolikara. Sementara itu pada sisi lainnya bahwa kemampuan daya serap dana Otsus setiap bidang prioritas dinilai sangat baik karena berdasarkan data realisasi dana Otsus setiap tahun rata-rata 99persen. Target dan Realisasi Dana OTSUS Tabel 4.21 Target dan Realisasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013 Tahun Bidang
2010
2011
1 Pendidikan Kesehatan Infrastruktur
Target 2 10.682.655.800 9.874.736.000 3.582.699.998
Realisasi 3 10.682.655.800 9.860.714.000 3.572.500.000
Target 4 27.630.000.000 8.187.827.000 5.072.288.000
Realisasi 5 27.630.000.000 8.187.827.000 4.489.000.000
Target 6 27.481.432.000 10.994.640.000 750.000.000
2012 Realisasi 7 27.481.432.000 10.492.840.000 750.000.000
2013 Target Realisasi 8 9 25.145.730.000 Dalam 16.723.110.000 pelaksanaan 22.247.500.000
Ek. Rakyat Bidang lain
8.450.231.999 27.157.728.203
8.286.118.037 26.385.674.202
NIHIL 18.070.225.000
NIHIL 18.070.225.000
2.800.000.000 34.303.536.800
2.800.000.000 34.303.536.800
450.000.000 16.541.961.000
Jumlah & Capaian Sisa Dana
59.748.052.000
58.787.812.039 (98%) 960.239.961
59.960.340.000
59.581.848.587 (99,37%) 378.491.413
76.329.608.800
75.827.808.800 (99,24%) 501.800.000
81.108.301.000
atau tahun berjalan
Sumber: Laporan Otsus Bappeda dan Diolah (2013)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 127
Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir yaitu Tahun 2010, 2011 dan 2012 antara target anggaran dan realisasi anggaran masih berkisar 98-99 persen oleh karena ada bidang tertentu yang tidak dapat direalisasikan seluruhnya (100 persen), diantaranya pada Tahun 2010 hanya bidang lain dapat terealisasi sebesar 98 persen, pada Tahun 2011 hanya bidang infrastruktur dapat direalisasikan sebesar 99,37 persen dan Tahun 2012 hanya bidang kesehatan dapat terealisasi sebesar 99,24 persen. Sementara untuk tahun 2013 belum dapat disajikan realisasinya karena masih tahun berjalan pada saat penelitian ini. Artinya bahwa setiap tahun selalu ada dana sisa yang disetor ke kas daerah Kabupaten Tolikara karena tidak terserap seluruhnya atau 100 persen. Walaupun demikian kondisi ini tidak terlalu mempengaruhi target kinerja capaian pengelolaan dana Otsus pada tahun berjalan karena sisa dana yang tidak terealisasikan hanya rata-rata berkisar 0,75 persen dari seluruh total alokasi dana yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara untuk membiayai bidang-bidang prioritas Otonomi Khusus Papua yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, ekonomi kerakyatan dan bidang strategis lainnya sesuai amanat Undang-Undang OTSUS di Papua. Selanjutnya dapat dijelaskan bidang-bidang prioritas Otonomi Khusus berdasarkan data dan informasi dari Komposisi Alokasi Dana Otsus serta data Target dan Realisasi Pengelolaan Dana Otsus sebagaimana ditampilkan dan diuraikan pada Tabel di atas.
4.6.2 DANA OTSUS BIDANG PENDIDIKAN Dana Otsus bidang pendidikan yang dialokasikan Pemerintah Kabupaten Tolikara secara kuantitasnya cukup memuaskan karena cenderung konsisten besaran alokasi dana sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus yaitu dibatas 30 persen dari total dana Otonomi Khusus yang diterima Pemerintah Kabupaten Tolikara. Hal ini terlihat dari data tabel diatas bahwa besaran alokasi dana di bidang pendidikan masing adalah pada tahun 2010 jumlah alokasi dana sebesar Rp10.682.655.800 atau 17 persen, tahun 2011 sebesar 7.630.000.000 atau 46 persen, tahun 2012 sebesar 27.481.432.000 atau 36 persen, dan Tahun 2013 sebesar Rp25.145.730.000 atau 31 persen. Artinya bahwa hanya tahun 2010 sebesar 17 persen sedangkan tahun 2011, 2012, dan 2013 telah dialokasikan di atas 30 persen atau telah memenuhi prosentasi alokasi sesuai ketentuan yang berlaku. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 128
Alokasi dana bidang pendidikan dimaksud digunakan untuk membiayai program dan kegiatan sarana dan prasarana pendidikan, peralatan dan fasilitas sekolah, biaya operasional sekolah, pengadaan pakaian seragam, pendidikan non formal, pengembangan kualitas tenaga pendidikan, pengembangan pendidikan khusus seperti kerja sama dengan Lembaga Pendidikan Yohanes Surya di Serpong, dan program strategis lainnya. Selanjutnya dari data target dan realisasi pengelolaan dana otsus pada bidang pendidikan dinilai sangat baik karena realisasi dan kemampuan penyerapan dana setiap tahun rata-rata di atas 99 persen, dimana pada tahun 2010, tahun 2011 dan tahun 2012 bahwa realisasi penyerapan dana masing-masing sebesar 100 persen atau seluruh dana yang dialokasikan telah diserap dengan baik dalam program dan kegiatan yang direncanakan di Kabupaten Tolikara. Sementara itu dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Tolikara belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang memadai dan akurat dalam studi ini. 4.6.3 DANA OTSUS BIDANG KESEHATAN Kebijakan alokasi dana otsus di bidang kesehatan di Kabupaten Tolikara berdasarkan data dalam Tabel di atas menggambarkan bahwa secara kuantitatif besarannya cukup fluktuatif yaitu alokasi dana pada Tahun 2010 sebesar Rp9.874.736.000 atau 16 persen,
tahun 2011 sebesar 8.187.827.000 atau 13
persen, tahun 2012 sebesar Rp10.994.640.000 atau 14 persen dan tahun 2013 sebesar Rp16.723.110.000 atau 20 persen. Berdasarkan peraturan bahwa besaran alokasi dana otsus bidang kesehatan minimal adalah 15 persen. Jika dilihat dari data alokasi dana dari tabel tersebut bahwa prosentasi alokasi dana otsus bidang kesehatan pada tahun 2010 dan tahun 2013 diatas 15 persen atau telah memenuhi amanat peraturan yang berlaku, sedangkan alokasi dana tahun 2011 dan tahun 2012 dibawah 15 persen atau tidak memenuhi alokasi minimal yang ditentukan dalam peraturan. Hal ini tentu juga mempengaruhi terhadap penyusunan rencana program dan kegiatan yang tentu tidak dapat menjawab seluruhnya dari usulan program dan kegiatan yang ditetapkan dalam Usulan Rencana Definitif (URD) maupun Musrenbang Kabupaten Tolikara.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 129
Sementara itu dari aspek target dan realisasi pengelolaan dana otsus bidang kesehatan berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dan penyerapan dana pada tahun 2010 adalah sebesar 99,85 persen, realisasi tahun 2011 sebesar 100 persen, realisasi tahun 2012 sebesar 99,24 persen. Artinya bahwa kemampuan penyerapan dana yang direalisasikan bidang Kesehatan rata-rata adalah 99 persen atau kategori sangat baik. Namun demikian, dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Tolikara belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang memadai dan akurat dalam studi ini. 4.6.4 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTUR Kebijakan pengalokasian dana Otsus di bidang infrastruktur di Kabupaten Tolikara berdasarkan data yang diperoleh, kemudian setelah ditampilkan dalam Tabel 4.20 menunjukkan bahwa masih jauh dibawah standar minimal alokasi dana yang ditentukan dalam peraturan yaitu sebesar 20 persen, dimana pada tahun 2010 alokasi dana sebesar Rp3.582.699.998 atau 5 persen, pada Tahun 2011 sebesar Rp5.072.288.000 atau 8 persen, pada tahun 2012 sebesar Rp750.000.000 atau 0,009 persen dan pada tahun 2013 sebesar Rp22.247.500.000 atau 27 persen. Artinya alokasi dana pada tahun 2010, 2011 dan 2012 jauh lebih kecil nilai anggarannya atau di bawah prosentasi minimal yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku, dan hanya baru tahun 2013 saja yang diatas 20 persen. Dengan demikian kebijakan penganggaran Pemerintah Kabupaten Tolikara pada bidang ini tidak konsisten dan kurang memberi perhatian pada hal kondisi infrastruktur di Kabupaten Tolikara masih jauh dari memadai sebagaimana yang dibutuhkan oleh masyarakat Kabupaten Tolikara. Selanjutnya dari aspek target dan realisasi dana Otsus bidang infrastruktur dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi penyerapan dana infrastruktur tahun 2010 sebesar 99 persen dari target dana Rp3.582.699.998, realisasi tahun 2011 sebesar 88,5 persen dari target dana Rp5.072.288.000, realisasi tahun 2012 sebesar 100 persen dari target dana Rp750.000.000 sedangkan realisasi tahun 2013 belum dapat dihitung karena masih tahun anggaran berjalan. Kemudian dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam pembangunan infrastruktur di Kabupaten Tolikara belum dapat Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 130
dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.5 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI KERAKYATAN Kebijakan alokasi dana otsus bidang ekonomi rakyat di Kabupaten Tolikara selama 4 tahun terakhir sangat kecil sehingga belum berpihak pada pengembangan ekonomi rakyat. Hal ini dapat terlihat dari data Tabel di atas bahwa alokasi dana untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2010 sebesar Rp8.450.231.999 atau 14 persen, tahun 2011 sebesar Rp0,- atau 0 persen atau tidak mendapat alokasi dana Otsus, tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 3 persen dan tahun 2013 dialokasikan sebesar Rp450.000.000 atau 0,005 persen. Dengan demikian total dana yang dialokasikan untuk bidang ekonomi kerakyatan selama 4 tahun terakhir hanya sebesar Rp11.700.231.999 atau 4 persen dari total alokasi dana Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800. Bidang ini mendapat alokasi terkecil dari tiga bidang prioritas Otsus dan bidang strategis lainnya. Kondisi ini tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi rakyat yang berdampak kepada pendapatan dan daya beli masyarakat yang masih rendah sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, dari aspek target dan realisasi dana otsus bidang ekonomi rakyat dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi tahun 2010 sebesar Rp8.286.118.037 atau 98 persen dari target Rp8.450.231.999, target dan realisasi tahun 2011 tidak ada karena tidak mendapat alokasi dana Otsus, realisasi tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 100 persen dari target Rp2.800.000.000, sedangkan realisasi tahun 2013 belum dapat diketahui karena masihdalam pelaksanaan program atau tahun berjalan dari target Rp450.000.000. Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam pembangunan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Tolikara belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.6 DANA OTSUS BIDANG PRIORITAS LAIN Kebijakan pengalokasian dana otsus di Kabupaten Tolikara, selain di alokasi untuk empat bidang prioritas juga dialokasikan untuk bidang strategis lainnya dengan jumlah alokasi dana yang cukup besar. Berdasarkan data dalam Tabel diatas bahwa Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 131
alokasi dana otsus di bidang prioritas lain selama empat tahun terakhir yaitu alokasi tahun 2010 sebesar Rp27.157.728.203 atau 45 persen, alokasi tahun 2011 sebesar Rp18.070.225.000 atau 30 persen, alokasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800 atau 44 persen, dan alokasi tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 atau 20 persen. Dengan demikian jumlah alokasi dana yang dianggarkan selama 4 tahun terakhir pada bidang ini sebesar Rp96.073.451.003 atau 34 persen dari total dana Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800,- selama periode tahun 2010–2013. Artinya bidang ini mendapat alokasi dana yang cukup signifikan dibandingkan dengan 4 bidang prioritas Otsus itu sendiri. Sementara itu, dari aspek target dan realisasi alokasi dana Otsus pada bidang prioritas lain berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dana tahun 2010 sebesar Rp26.385.674.202 atau persen dari target Rp27,157.728.203, realisasi dana Tahun 2011 sebesar Rp18.070.225.000 atau 100 persen dari target Rp18.070.225.000, realisasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800 atau 100 persen dari target Rp34.303.536.800, target tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 dan realisasi belum ada data final karena masih tahun berjalan. Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dalam pembangunan bidang prioritas lain Otsus di Kabupaten Tolikara belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang memadai dan akurat dalam studi ini.
4.7
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN
4.7.1 DANA OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYA Tabel 4.22 Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Sosial Budaya Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012 TAHUN 2008
ALOKASI DANA (Rp) Rp. 34.049.533.000,-
REALISASI (Rp) Rp. 34.049.533.000,-
2009
Rp. 32.937.425.100,-
Rp. 32.937.425.100,-
2010
Rp. 39.487.802.000,-
Rp. 39.487.802.000,-
2011
Rp. 40.709.265.600,-
Rp. 40.709.265.600,-
2012
Rp. 47.483.013.000,-
Rp. 47.483.013.000,-
Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah) 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 132
Untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 bidang Sosial Budaya merupakan salah satu bidang yang menggunakan anggaran yang bersumber dari dana Otsus, dimana sektor Pendidikan dan Kesehatan masuk di dalamnya. Bidang sosial budaya mendapatkan porsi dana yang cukup besar dari 2 bidang lainnya yaitu Infrastruktur dan Ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk bidang sosial sendiri yang kemudian dipecah menjadi beberapa bagian di dalamnya terdapat 2 sektor prioritas lainnya yaitu sektor Pendidikan dan Kesehatan yang menerima porsi yang besar sesuai amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Otsus. Dari tahun ke tahun terlihat peningkatan porsi dana yang dialokasikan bagi sektor ini. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pada tahun 2009 mendapat porsi dana 29 persen dari total alokasi dana sebesar 61,19 persen yang tersebar di 9 SKPD. Kemudian untuk Dinas kesehatan sebesar 18,1 persen dari total alokasi. Pada tahun 2010 porsi anggaran untuk kedua sektor tetap persentasenya, hanya berubah pada nilai atau jumlah uangnya juga program kegiatannya. Pada tahun 2012
terjadi peningkatan sebesar 1 persen dari Dinas Kesehatan yang tadinya
hanya 29 persen menjadi 30 persen. Kemudian untuk Dinas Kesehatan menurun menjadi 14,64 persen dari tahun 2010 yang tadinya 18,1 persen. Tentunya diharapkan hasilnya akan jauh lebih menyentuh dengan jumlah yang besar bahkan meningkat terus setiap tahunnya. Namun apabila diamati dalam masyarakat di Kabupaten Kepulauan Yapen dengan berbagai program dan kegiatan yang ada sampai dengan saat ini masih dirasakan kurang menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat Asli Papua sampai dengan tingkatan yang paling bawah. Seluruh Rencana Definitif terealisasikan seluruhnya dalam berbagai dokumen hasil laporan program dan kegiatan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan, meskipun ada kendala namun dapat diselesaikan setelah adanya temuan dari BPK maupun inspektorat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 133
4.7.2 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTUR Tabel 4.23 Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Infrastruktur Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012 TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012
ALOKASI DANA (Rp) Rp. 11.740.000.000,Rp. 10.485.000.000,Rp. 7.950.000.000,Rp. 8.807.494.400,Rp. 14.384.735.500,-
REALISASI (Rp) Rp. 11.740.000.000,Rp. 10.485.000.000,Rp. 7.950.000.000,Rp. 8.807.494.400,Rp. 14.384.735.500,-
Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)
Pada tahun anggaran 2008 sampai 2012 dana Otsus yang dialokasikan bagi bidang Infrastruktur nilainya mengecil mulai dari 11 milyar sampai dengan 8 milyar rupiah. Kemudian pada tahun 2012 nilainya meningkat menjadi 14 milyar rupiah atau porsi dananya sebesar 20,05 persen dari total alokasi dana Otsus pada tahun 2012. Kenaikan ini juga perlu disikapi baik dengan mengawal dan memberikan monitoring yang baik terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh SKPD terkait. Karena nilai tersebut tentunya harus menghasilkan infrastruktur yang mampu menjembatani kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Yapen yang sebagian besar harus dijangkau dengan jalan laut oleh karena itu titik-titik yang akan dibangun untuk menjangkau distrik yang masih belum tembus oleh jalan darat sedang dikerjakan. Harapan bahwa peningkatan untuk infrastruktur akan membawa sedikit perubahan yang signifikan bagian seluruh aspek kehidupan. 4.7.3 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI Tabel 4.24 Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012 TAHUN 2008
ALOKASI DANA (Rp) Rp. 14.594.045.000,-
REALISASI (Rp) Rp. 14.594.045.000,-
2009
Rp. 9.807.307.900,-
Rp. 9.807.307.900,-
2010
Rp. 9.807.307.900,-
Rp. 9.807.307.900,-
2011
Rp. 5.602.850.000,-
Rp. 5.602.850.000,-
2012
Rp. 8.343.565.000,-
Rp. 8.343.565.000,-
Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)
Dana Otsus yang di alokasikan bagi bidang Ekonomi apabila dilihat pada tabel di atas, tahun anggaran 2012 dana Otsus mengalami peningkatan setelah selama 4
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 134
tahun anggaran terakhir mengalami penurunan. Yang menjadi hasil wawancara beberapa SKPD terkait bidang ini ada terdapat SKPD yang tidak menerima alokasi dana Otsus dalam pelaksanaan program dan kegiatan di SKPD terkait bahkan hampir 2 tahun terakhir dalam alokasi anggaran. Padahal apabila ditinjau kembali SKPD tersebut merupakan salah satu SKPD yang programnya langsung menyentuh kepada masyarakat yang hasilnya langsung dapat dinikmati. Belum dapat diketahui secara jelas alasan tidak diberikannya dana, namun untuk program dan kegiatan yang selama ini dilaksanakan bersumber dari pusat selain APBD. 4.8
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEEROM
4.8.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS Kabupaten Keerom terbentuk pada tahun 2002 berdasarkan UU 26 Tahun 2002, namun kegiatan pemerintahan baru mulai dilaksanakan pada tahun 2003. Pada tahun 2003 Kabupaten Keerom mendapat alokasi dana otsus dalam bentuk fresh money sebesar Rp5 milyar, untuk tahun 2013 sesuai SK Gubernur Provinsi Papua Kabupaten Keeerom mendapatkan alokasi dana otonomi khusus sebesar Rp84 milyar. Alokasi dana otsus Kabupaten Keerom selama beberapa tahun tersaji sebagai berikut. Tabel 4.25 Realisasi, Persentase dan Pertumbuhan Alokasi Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Realisasi (Rp) 63,641,476,000 55,100,000,000 55,100,000,000 61,398,744,000 76,767,803,000
Persentase (%) 4,73 4,35 4,24 3,79 3,79
Pertumbuhan (%) 6,38 -13,42 0.00 11,43 25,03
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008 - 2012
Kurun waktu 2003–2012 total alokasi dana otonomi khusus yang diterima Kabupaten Keerom sebesar Rp495 milyar dengan rata-rata penerimaan selama kurun waktu tersebut sebesar Rp49 milyar. Selama lima tahun terakhir penerimaan dana otsus berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,88 persen sedangkan rata-rata persentase terhadap total dana otus Papua sebesar 4,18 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 135
4.8.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Alokasi dana otsus Kabupaten Keerom untuk sektor pendidikan cenderung meningkat tahun 2008–2012. Selama kurun waktu tersebut alokasi anggaran sektor pendidikan sesuai dengan amanat otsus yaitu dianggarkan sebesar 30 persen atau rata-rata 30,14 persen. Pada tahun 2008 alokasianggaran sektor pendidikan sebesar Rp19,100 milyar atau 30,01 persen dari total dana otsus, tahun 2009 menurun Rp18,138 milyar atau 32,92 persen hingga tahun 2012 alokasi dana otsus sektor pendidikan sebesar Rp18,500 milyar. Alokasi anggaran sektor pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.26 Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Pendidikan Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Dana Otsus 63,641 55,100 55,100 61,399 76,768
Pendidikan 19,100 18,138 16,638 20,543 18,500
Persentase 30.01 32.92 30.20 33.46 24.10
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Beberapa program atau kegiatan sektor pendidikan dengan menggunakan dana otsus selama beberapa tahun terakhir, sebagai berikut: 1. Tahun Anggaran 2011 a. Penyelenggaran pendidikan gratis wajib belajar 9 tahun sebesar Rp6,812 milyar; b. Pembekana kemampuan (life skill) murid SD pada Surya Institute sebesar Rp1,320 milyar; c. Penyelenggaraan pendidikan gratis tingkat SMA/SMK sebesar Rp5,241 milyar; d. Penyediaan beasiswa bagi mahasiswa asli Keerom di Papua sebesar Rp1,523 milyar; e. Penyelenggaraan ujian nasional tingkat SD, SMP dan SMA/SMK sebesar Rp1,500 milyar. 2. Tahun Anggaran 2012 a. Pembebasan biaya pendidikan SD/MI sebesar Rp3 milyar; b. Pembebasan biaya pendidikan SMP/MTs sebesar Rp2,300 milyar; c. Pengelolaan pendidikan dan tenaga kependidikan yang bertugas di daerah khusus sebesar Rp2,200 milyar Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 136
d. Pembebasan biaya pendidikan SMA/MA/SMK sebesar Rp4,500 milyar; e. Ujian Nasional tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MI/SMK sebesar Rp1,567 milyar; f. Beasiswa mahasiswa asli Keerom sebesar Rp2,396 milyar Selain kegiatan-kegiatan tersebut terdapat pula kegiatan lainnya yang bernilai kurang dari Rp1 milyar seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan pendidikan berpola asrama, pengembangan sekolah model kontekstual Keerom, pembinaan dan penyelenggaraan olimpiade dan lomba-lomba sejenisnya tingkat SMP/MTs bagi anak Papua, ujian nasional (UN) tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK dan kesetaraan (paket A,B,C), biaya penyediaan tenaga kontrak dinas P dan P, pemilihan guru, kepala sekolah dan pengawas berprestasi, dan workshop pengembangan kelompok profesi guru (KKG,MGMP,KKKS,MKKS dan MKPS). 4.8.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATAN Sektor kesehatan memperoleh alokasi dana otsus rata-rata sebesar 15,36 persen tahun anggaran 2008–2012 atau telah sesuai dengan amanat UU Otsus. Pada tahun 2008 alokasi anggaran sektor kesehatan sebesar Rp9,541 milyar ata 14,99 persen, menurun tahun 2009 sebesar Rp9,069 milyar atau 16,46 persen pada tahun 2010 menurun menjadi Rp8,295 milyar atau 15,05 persen, namun pada tahun 2011 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi Rp10,392 milyar atau 16,93 persen. Pada tahun 2012 alokasi anggaran sektor pendidikan menurun menjadi Rp10,250 milyar atau 13,35. Alokasi dana otsus sektor kesehatan kurun waktu 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.27 Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Kesehatan Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Dana Otsus 63,641 55,100 55,100 61,399 76,768
Kesehatan 9,541 9,069 8,295 10,392 10,250
Persentase 14.99 16.46 15.05 16.93 13.35
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Alokasi dana otsus sektor kesehatan selain dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom juga dikelola oleh pihak Rumah Sakit Kwaingga. Misalnya pada tahun 2011 dari total dana sektor kesehatan sebesar Rp10,392 milyar terdapat Rp3 Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 137
milyar yang dikelola RS. Kwaingga yang diperuntukkan untuk kegiatan pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar, pelayanan dalam gedung jasa medis dan paramedic sebesar Rp787 juta, pengadaan obat pasien rawat inap sebesar Rp626,5 juta. Pada tahun 2012 RS Kwaingga mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp2 milyar seluruh dana tersebut digunakan untuk pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat. Berikut sajikan kegiatan-kegiatan sektor kesehatan yang dibiayai dana Otsus. 1. Tahun Anggaran 2011 a. Pendidikan kelas bidan sebesar Rp1,2 milyar; b. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar; c. Penyediaan tambahan kinerja tenaga kesehatan untuk 8 puskesmas sebesar Rp679 juta; d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap (tenaga kontrak) sebesar Rp800 juta; e. Pelayanan puskesmas keliling daerah terpencil, perbatasan dan terisolir sebesar Rp749 juta; f.
Penyediaan PMT berbahan local dan vitamin bagi ibu hamil KEK dan balita sebesar Rp588 juta, dan lain-lain.
2. Tahun Anggaran 2012 a. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1,400 milyar; b. Pelayanan kesehatan daerah terpencil sebesar Rp1,109 milyar; c. Pendidikan kelas khusus bidan untuk putra daerah Papua sebesar Rp925 juta; d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap sebesar Rp887 juta; e. Pengendalian penyakit HIV sebesar Rp100 juta; f.
Penyediaan biaya transport penerbangan ke kampung sangat terpencil sebesar Rp280 juta;
g. Pengadaaan bahan/sarana hidup sehat, promosi dan peningkatan pelayanan kesehatan di posyandu sebesar Rp250 juta; h. Distribusi logistik ke PKM dan jaringan sebesar Rp200 juta; dan lain sebagainya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 138
4.8.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Dana otsus yang dialokasi untuk pembangunan infrastruktur dasar kurun waktu lima tahun terakhir cukup bervariatif, tahun 2008 dialokasi sebesar Rp12 milyar atau 18,86 persen turun menjadi Rp8,103 milyar atau 14,71 persen tahun 2009 kemudian turun lagi menjadi Rp6,053 milyar atau 10,99 persen tahun 2010. Pada tahun 2011 meningkat Rp8,278 milyar atau 13,48 persen, meningkat di tahun 2012 menjadi Rp8,760 milyar atau 11,41 persen. Alokasi dana otsus untuk sektor infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.28 Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Infrastruktur Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Dana Otsus 63,641 55,100 55,100 61,399 76,768
Infrastruktur 12,000 8,103 6,053 8,278 8,760
Persentase 18.86 14.71 10.99 13.48 11.41
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Dana otsus sektor infrastruktur tahun anggaran 2011–2012 dikelola oleh BK3, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas PU dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung. Pada tahun 2011 alokasi anggaran sebesar Rp8,278 milyar, Rp7,978 milyar dikelola oleh BK3 digunakan untuk: 1) pembangunan infrastruktur lingkungan, 2) pembangunan perumahan masyarakat dan 3) energi listrik yang tersebar di Distrik Towe, Waris dan Web. Sedangkan Rp300 juta dikelola oleh Dinas Pertambangan dan Energi untuk pengadaan dan pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Listrik). Pada tahun 2012 alokasi anggaran sebesar Rp8.760 milyar dikelola oleh BK3 sebesar Rp7,623 milyar untuk kegiatan pembangunan infrastruktur lingkungan, pembangunan perumahan masyarakat dan energi listrik di Distrik Towe Waris dan Web. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung mengelola dana sebesar Rp237 juta yang digunakan untuk pengadaan solar cell, sedangkan Dinas PU mengelola dana sebesar Rp900 juta yang digunakan untuk pembangunan jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II) dan pengawasan teknis pembangunan jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 139
4.8.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Alokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2008– 2012 rata-rata sebesar 5,99 persen dari total alokasi dana otsus Kabupaten Keerom. Alokasi terbesar kurun waktu tersebut pada tahun 2010 sebesar Rp4,100 milyar atau 7,44 persen dari total alokasi dana otsus, alokasi anggaran terkecil pada tahun 2011 sebesar Rp3,138 milyar atau 5,11 persen. Tabel 4.29 Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Dana Otsus 63,641 55,100 55,100 61,399 76,768
Ekonomi Kerakyatan 3,800 3,972 4,100 3,138 3,250
Persentase 5.97 7.21 7.44 5.11 4.23
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan pada tahun 2011 sebesar Rp3,138 milyar, namun pada tahun tersebut terdapat alokasi tertentu yang dikelola oleh BK3 dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan untuk kegiatan ekonomi kerakyatan. BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,518 milyar diperuntukan pada kegiatan pembangunan ekonomi produktif yang tersebar pada Distrik Web, Towed dan Waris. Sedangkan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan mengelola sebesar Rp4,050 milyar yang diperuntukan pada kegiatankegiatan seperti, pembangunan sanggar kerja industri batik motif Keerom, bantual modal kerja industri di Senggi, bantuan modal kerja dan peralatan industri motif Keerom, pengadaan bapok dan biaya angkutan bapok, pemberdayaan koperasi melalui bantuan perkuatan modal serta berbagai pelatihan dalam rangka pengembangan industri rumah tangga (home industry). Pada tahun 2012 alokasi dana otsus bidang ekonomi kerakyatan dikelola Dinas Koperasi, perindustrian dan perdagangan dalam bentuk, seperti: perkuatan modal KSP/KSU, bantuan subsidi angkutan bahan pokok di Distrik Towe, pembangunan kios percontohan di empat distrik, bantuan perkuatan barang kios, bantuan tenda untuk pedagang kaki lima, bantuan bahan, mesin dan peralatan IKM serta kegiatan pendampingan dan pelatihan dalam rangka penguatan ekonomi masyarakat. Selain itu, BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,339 milyar untuk kegiatan ekonomi produktif.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 140
4.9
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE
4.9.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS Berdasarkan komposisi dana otsus pada tabel diatas, dijelaskan bahwa alokasi dana otsus setiap tahunnya dalam kurun waktu 2008-2012, senantiasa ada alokasi untuk bidang urusan wajib dan untuk bidang urusan pilihan. Tabel 4.30 Komposisi Dana Otonomi Khusus Kabupaten Merauke KOMPOSISI DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE Tahun TAHUN2008–2012 2008 - 2012 TAHUN 2008 NO
BIDANG/URUSAN
ALOKASI DANA
TAHUN 2009
TAHUN 2010
TAHUN 2011
TAHUN 2012
(%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%)
1
Pendidikan
2
Kesehatan
8.100.000.000 14
8.250.000.000 15
8.250.000.000 15,4
5.500.000.000 9,08
5.000.000.000 8,25
3
Rumah Sakit Umum Daerah
1.000.000.000 2
3.000.000.000 5,45
3.000.000.000 5,61
3.000.000.000 4,95
3.000.000.000 4,95
4
Dinas Tanaman Pangan
2.800.000.000 5
4.000.000.000 7,27
4.000.000.000 7,48
2.000.000.000 3,3
2.000.000.000
5
Dinas Kehutanan & Perkebunan
696.654.936 1
1.500.000.000 2,73
1.510.500.000 2,82
1.500.000.000 2,48
1.500.000.000 2,48
6
Dinas Peternakan
1.099.383.836 2
1.500.000.000 2,73
1.500.000.000 2,8
1.500.000.000 2,48
1.500.000.000 2,48
7
Dinas Perikanan & Kelautan
696.654.936 1
1.500.000.000 2,73
1.500.600.000 2,81
1.100.000.000 1,82
1.100.000.000 1,82
8
Dinas Pekerjaan Umum
9
Dinas Kebudayaan & Pariwisata
10
14.594.404.600 25 13.136.600.000 24
15.116.614.092 26
13.925.500.000 26 17.901.778.659 29,5 10.400.000.000 17,2
9.000.000.000 16,4 13.596.169.000 25,4 18.257.358.341 30 17.159.137.000
28
400.000.000 1
600.000.000 1,09
Kantor Migrasi & Permukiman
2.500.000.000- 4
5.000.000.000 9,09
11
TATAPEM (DISTRIK)
6.000.000.000 10
-
12
SETDA
4.750.865.600 8
-
13
BAPPEDA
300.000.000 1
700.000.000 1,27
300.000.000 0,56
450.000.000 0,74
450.000.000 0,74
14
Dinas Perhubungan
- -
4.000.000.000 7,27
3.069.565.000 5,74
3.178.934.000 5,25
3.178.934.000 5,25
15
Dinas Kesejahteraan Sosial dan PMK
- -
2.000.000.000 3,64
1.413.200.000 2,64
5.000.000.000 8,25
5.000.000.000 8,25
16
Bagian Pemberdayaan Perempuan
- -
413.400.000 0,75
413.400.000 0,77
500.000.000 0,83
500.000.000 0,83
17
Dinas Pemuda Olah Raga dan PLS
- -
400.000.000 0,73
700.000.000 1,16
700.000.000 1,16
18
Inspektorat TOTAL
600.000.000 1,12
3,3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9.100.000.000
15
-
-
- - 400.000.000 0,75 - 58.054.578.000 100 55.000.000.000 100 53.478.934.000 100 60.588.071.000 100 60.588.071.000 100
Sumber : Data Data Bappeda Kab.Merauk Sumber: Bappeda Kab.eMerauke
Urusan wajib seperti; pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perencanaan pembangunan, dan tanaman pangan, setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus. Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja sektor pendidikan belum memenuhi amanat dari Undang-Undang Otsus, sedangkan untuk sektor kesehatan telah memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkat dan membaik. Adapun alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, ekonomi, dan lain lain yang bersumber dari dana otsus cenderung berfluktuatif sepanjang tahun 20082012. Di mana yang paling besar adalah infrastruktur yang mendapat porsi 30 persen per tahun. Sementara, urusan wajib lainnya seperti; perhubungan, pemberdayaan masyarakat kampung, pemberdayaan perempuan, pemuda dan olah raga tidak rutin alokasinya dari dana Otsus setiap tahunnya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 141
Di lain pihak, untuk urusan pilihan ada yang rutin menerima alokasi dari dana Otsus, seperti; kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hal ini, disebabkan karena bidang urusan tersebut secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan kabupaten. Selanjutnya, nampak pada tabel diatas, bahwa alokasi dari dana Otsus kabupaten merauke untuk pelaksanaan pengawasan internal dalam hal ini inspektorat, tidak rutin dialokasikan. Artinya, dapat dikatakan bahwa untuk pengawasan internal terhadap penggunaan dana otonomi khusus di Kabupaten Merauke tidak dibiayai rutin dari sumber dana Otsus melainkan dibiayai dari sumber lain juga. 4.9.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKAN Tabel 4.31 AlokasiOtsus Dana Otsus Per Per Bidang pada SektorSektor Pendidikan Pendidikan Alokasi Dana Bidang Kabupaten Merauke Tahun Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-20122008–2012 No
Bidang
1. Bidang Pendidikan 2. Bidang Pendidikan SD 3 Bidang Pendidikan Jumlah
TA 2008 Jumlah Dana
TA 2009 %
Jumlah Dana
TA 2010 %
TA 2011
Jumlah Dana
Jumlah Dana
6.094.404.600 41,76 6.198.032.000 47,18
-
-
8.500.000.000 58,24 6.938.568.000 52,82
-
-
-
-
-
14.594.404.600 100 13.136.600.000 100 Sumber: RD Otsus2008-2012 Kab.(Data Merauke (Data Diolah) Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, Diolah)
TA 2012
-
Jumlah Dana
-
-
-
-
-
-
13.925.500.000 100 17.901.778.659 100 10.400.000.000 100 13.925.500.000 100
17.901.778.659 100
10.400.000.000 100
Alokasi dana otsus sektor pendidikan, untuk bidang pendidikan dasar (DIKDAS) pada tahun 2008 sampai dengan 2009, lebih besar jumlah dan prosentasenya dibandingkan dengan alokasi untuk bidang pendidikan menengah (DIKMEN). Di tahun 2010 sampai dengan 2012, alokasi dana otsus sektor pendidikan tidak hanya fokus pada Dikdas dan Dikmen, melainkan sudah mencakup pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi. Dengan menyatu dalam satu bidang yang disebut bidang pendidikan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 142
Tabel 4.32 Alokasi Dana Otsus Sektor Pendidikan Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 Tahun
Jumlah Dana Otsus (Milyar)
Jumlah Dana Otsus Sektor Pendidikan (Milyar)
persen
2008
58.054.578.000
14.594.404.600
25,14
2009
55.000.000.000
13.136.600.000
23,88
2010
53.478.934.000
13.925.500.000
26,04
2011
60.588.071.000
17.901.778.659
29,55
2012
60.588.071.000
10.400.000.000
17,17
Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Alokasi dana Otsus untuk bidang urusan sektor pendidikan, terus mengalami peningkatan. Namun, belum sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukkan dana Otsus bagi sektor pendidikan yakni sekurang-kurangnya 30 persen dari dana otsus yang diterima daerah, alokasi dana Otsus dalam 5 (lima) tahun terakhir mencapai paling tinggi 29,55 persen (tahun 2011). Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten Merauke belum konsisten untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
4.9.3 OTSUS SEKTOR KESEHATAN Tabel 4.33 Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor Kesehatan Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor Kesehatan Kabupaten Merauke Tahun Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-20122008–2012 No
1. 2.
Bidang
Bidang Kesehatan Bidang Rumah Sakit Jumlah
TA 2008 Jumlah Dana
TA 2009 %
Jumlah Dana
TA 2010 %
Jumlah Dana
TA 2011 %
Jumlah Dana
TA 2012 %
Jumlah Dana
%
8.100.000.000 89,01
8.250.000.000 73,33
8.250.000.000 73,33 5.500.000.000 64,71
5.000.000.000 62,50
1.000.000.000 10,99
3.000.000.000 26,67
3.000.000.000 26,67 3.000.000.000 35,29
3.000.000.000 37,50
9.100.000.000
100
11.250.000.000 100
11.250.000.000
100
8.500.000.000 100
8.000.000.000 100
Sumber: RD Otsus2008-2012 Kab.(Data Merauke (Data Diolah) Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, Diolah)
Alokasi dana otsus sektor kesehatan, untuk bidang kesehatan prosentasenya senantiasa lebih besar dari pada rumah sakit. Untuk bidang kesehatan, dalam dua tahun terakhir alokasinya menurun. Walaupun, secara keseluruhan jumlah dana otsus di kabupaten Meraukemengalami peningkatan. Artinya, ada perubahan komposisi untuk bidang kesehatan di tahun 2011 dan 2012. Alokasi untuk rumah sakit, jumlahnya tetap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yakni sebesar 3 milyar, namun prosentasenya meningkat dari 26,6 persen di tahun 2009 menjadi 37,5 persen di tahun 2012. Hal ini desebabkan karena jumlah alokasi dana otsus kabupaten merauke terus bertambah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 143
Tabel 4.34 Alokasi Dana Otsus Sektor Kesehatan Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 Tahun
Jumlah Dana Otsus (Milyar)
Jumlah Dana Otsus Sektor Kesehatan (Milyar)
%
2008
58.054.578.000
9.100.000.000
15,67
2009
55.000.000.000
11.250.000.000
20,45
2010
53.478.934.000
11.250.000.000
21,04
2011
60.588.071.000
8.500.000.000
14,03
8.000.000.000
13,20
2012 60.588.071.000 Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012(Data Diolah)
Alokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan amanat UU Otsus tentang peruntukkan dana Otsus, mencapai 20 persen di tahun 2009 dan 21 persen di tahun 2010. Namun dalam dua tahun terakhir prosentasenya menurun menjadi 14 persen di tahun 2011 dan 13 persen di tahun 2012. Artinya, alokasi dana Otsus sektor kesehatan, makin kecil walapun jumlah dana otsus kabupaten Merauke terus meningkat. Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten Merauke tetap konsisten untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, walaupun alokasi ke sektor kesehatan makin kecil. 4.9.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASAR Tabel 4.35 Alokasi Dana Alokasi Otsus Sektor Infrastruktur Dasar Dana Per Otsus PerBidang Bidang pada Sektor Infrastruktur Dasar di Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012 Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 No
Bidang
1. Bidang Fispra 2 Bidang Bina Marga & 3 Bidang Cipta Karya, Jumlah
TA 2008 Jumlah Dana
TA 2009 %
15.116.614.092 100 -
-
-
-
15.116.614.092
100
TA 2010
TA 2011
TA 2012
Jumlah Dana
%
Jumlah Dana
%
Jumlah Dana
%
Jumlah Dana
%
-
-
-
-
-
-
-
-
9.000.000.000 100 -
-
9.000.000.000 100
7.478.934.000 55,01 5.000.000.000 38,46
7.620.068.341 44,41
6.117.235.000 44,99 8.000.000.000 61,54
9.539.068.659 55,59
13.596.169.000 100
13.000.000.000 100
17.159.137.000 100
Sumber: RD Otsus2008-2012 Kab.(Data Merauke (Data Diolah) Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, Diolah)
Alokasi dana otsus pada sektor infrastruktur dasar, didistribusi ke 3 (tiga) bidang yang memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat yakni: Bidang Fisik Prasarana, Bidang Bina Marga, dan Bidang Cipta Karya. Alokasi untuk bidang fispra, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir hanya sekali dialokasikan pada tahun 2008. Sementara Alokasi untuk bidang Bina Marga, yang baru dialokasikan pada tahun 2009, rutin sampai dengan tahun 2012. Dan alokasi untuk bidang Cipta Karya, yang baru dialokasikan pada tahun 2010, rutin sampai dengan tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 144
Tabel 4.36 Alokasi Dana Otsus Sektor Infrastruktur Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 2008
Jumlah Dana Otsus (Milyar) 58.054.578.000
Jumlah Dana Otsus Sektor Infrastruktur (Milyar) 15.116.614.092
26,04
2009
55.000.000.000
9.000.000.000
16,36
2010
53.478.934.000
13.596.169.000
25,42
2011
60.588.071.000
13.000.000.000
21,46
17.159.137.000
28,32
Tahun
2012 60.588.071.000 Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
%
Alokasi dana otsus untuk sektor Infrastruktur dasar, mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini, menujukkan bahwa pemerintah Kabupaten Merauke bertekad memperlancar akses masyarakat terhadap semua bentuk pelayanan masyarakat (pendidikan dan kesehatan), melalui penyediaan dan perbaikan jalan dan jembatan, perumahan dan air bersih.
4.9.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATAN Tabel 4.37 Alokasi Dana Otsus Per Bidang Ekonomi Rakyat Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada SektorSektor Ekonomi Rakyat di Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012 Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 No
1. 2. 3 4
Bidang
TA 2008 Jumlah Dana
TA 2009 %
Jumlah Dana
Bidang Kelautan & Perikanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 Bidang Peternakan 1.099.383.836 20,77 1.500.000.000 Bidang Kehutanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 Bidang Tanaman Pangan 2.800.000.000 52,90 4.000.000.000 5.292.693.708 100 8.500.000.000 Jumlah Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah) Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)
TA 2010 %
Jumlah Dana
TA 2011 %
Jumlah Dana
TA 2012 %
Jumlah Dana
%
17,65
1.500.600.000 17,63
1.100.000.000 18,03
1.100.000.000 18,03
17,65
1.500.000.000 17,62
1.500.000.000 24,59
1.500.000.000 24,59
17,65
1.510.500.000 17,75
1.500.000.000 24,59
1.500.000.000 24,59
47,06
4.000.000.000
47
2.000.000.000 32,79
2.000.000.000 32,79
8.511.100.000
100
100
6.100.000.000
100
6.100.000.000
100
Alokasi dana otsus pada sektor ekonomi rakyat, terdistribusi ke 4 (empat) bidang yakni: Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Peternakan, Bidang Kehutanan, dan Bidang Tanaman Pangan. Bidang tanaman pangan merupakan bidang yang menerima alokasi terbesar dari total alokasi sektor ekonomi rakyat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 145
Tabel 4.38 Alokasi Dana Otsus Sektor Ekonomi Kerakyatan Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012 Jumlah Dana Otsus (Milyar)
Tahun
2008 58.054.578.000 2009 55.000.000.000 2010 53.478.934.000 2011 60.588.071.000 2012 60.588.071.000 Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Jumlah Dana Otsus Sektor Ekonomi Kerakyatan (Milyar)
%
5.292.693.708 8.500.000.000 8.511.100.000 6.100.000.000 6.100.000.000
9,12 15,45 15,91 10,07 10,07
Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan, dalam 2 (dua) tahun terakhir makin kecil baik jumlah maupun prosentasenya, walaupun secara keseluruhan jumlah dana otonomi khusus meningkat dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012).
4.10
PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURA
4.10.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS Pada Tabel di bawah terlihat bahwa alokasi Dana Otonomi Khusus di Kota Jayapura dapat dialokasikan ke beberapa SKPD, beberapa SKPD yang tidak kontinyu menerima alokasi Dana Otonomi Khusus. Sedangkan SKPD-SKPD yang Tupoksinya menyentuh langsung masyarakat Papua secara kontinyu menerima Alokasi Dana Otonomi Khusus Papua, misalnya Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum. Tabel 4.39 Alokasi Dana Otsus Di 4 Bidang Prioritas Di Kota Jayapura TAHUN
EKONOMI
KESEHATAN
PENDIDIKAN
INFRASTRUKTUR
2008
1.600.000.000
7.208.990.350
19.029.050.000
12.950.000.000,00
2009
7.297.200.000
4.725.000.000,00
15.320.468.000,00
1.144.969.000,00
2010
7.819.290.350
5.817.314.550,00
13.472.579.100,00
15.624.413.000,00
2011
7.561.358.120
9.173.550.000,00
12.950.000.000,00
10.368.386.320,00
2012
7.818.415.500
19.029.050.000,00
12.954.741.950,00
18.217.687.100,00
Sumber: RD Kota Jayapura 2008-2012
4.10.2 OTSUS BIDANG PENDIDIKAN Berikut ini akan ditampilkan Perkembangan Alokasi dan Realisasi Dana Otonomi Khusus ke beberapa SKPD, dan akan diawali dengan SKPD yang merupakan prioritas berdasarkan amanat UU Nomor 21 Tahun 2001.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 146
Tabel 4.40 Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikan Kota Jayapura TAHUN
REALISASI (Rp) 19.323.256.108,00 15.289.064.327,00
persen Reals 1,015 0,998
UU Otsus
2008 2009
ALOKASI DANA (Rp) 19.029.050.000 15.320.468.000,00
2010
13.472.579.100,00
14.136.601.200,00
1,049
0,265
2011
12.950.000.000,00
13.234.867.000,00
1,022
0,25
2012
12.954.741.950,00
12.348.324.950,00
0,953
0,212
0,30 0,314
Sumber: Bappeda Kota Jayapura, 2013.
Informasi pada Tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata alokasi dana Otonomi Khusus pada sektor Pendidikan di Kota Jayapura sangat berfluktuasi, yakni pada tahun 2008 dan 2009 mencapai 30 persen dan 31 persen sesuai amanat UU Otsus, namun setelah 3 tahun terakhir semakin menurun yakni tahun 2010 alokasinya hanya mencapai 26 persen, dan pada tahun 2012 menjadi 21 persen. 4.10.3 OTSUS BIDANG KESEHATAN Alokasi Dana Otonomi Khusus ke Bidang Kesehatan sejak tahun 2008 berfluktuasi, khusus alokasi tahun 2009 yang sangat jauh dari yang seharusnya dialokasikan, yakni dari 11 persen tahun 2008 turun menjadi 0,097 persen tahun 2009. Kemudian meningkatkan menjadi 18 persen di tahun 2011 selanjutnya turun menjadi 15 persen sesuai amanat Otsus. Sebenarnya alokasi dana Otsus di bidang kesehatan pada 2 tahun terakhir telah memenuhi amanat UU Otsus. Tabel 4.41 Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatan Kota Jayapura TAHUN
ALOKASI DANA (Rp)
REALISASI (Rp)
2008
7.208.990.350
7.194.100.933,00
persen Realisasi 0,998
2009
4.725.000.000,00
4.724.139.260,00
1,000
0,097
2010
5.817.314.550,00
5.636.843.235,00
0,969
0,114
2011
9.173.550.000,00
5.733.092.349,00
0,625
0,176
7.784.567.345,00
0,835
0,153
2012 9.319.477.050,00 Sumber: Bapeda Kota Jayapura 2013
Otsus 0,113
4.10.4 OTSUS BIDANG INFRASTRUKTUR Data pada tabel di bawah memperlihatkan bahwa alokasi dana Otsus ke bidang Infrastruktur fisik sangat berfluktuasi. Peningkatan yang cukup tajam terjadi tahun 2010 mencapai 31 persen, selanjutnya menurun tahun 20 persen tahun 2011, kemudian meningkat kembali menjadi 29 persen pada tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 147
Tabel 4.42 Alokasi Dana Otsus Bidang Pekerjaan Umum Kota Jayapura TAHUN
ALOKASI
REALISASI
2008 2009 2010 2011 2012
12.950.000.000,00
10.014.043.200,00
1.144.969.000,00 15.624.413.000,00 10.368.386.320,00
11.303.463.200,00 12.464.588.450,00 13.417.965.182,00
18.217.687.100,00 Sumber: Data Bappeda Kota 2013
17.635.245.940,00
PERSEN REALISASI
PERSEN ALOKASI
0,77 9,872 0,798 1,294 0,968
0,2042 0,0235 0,307 0,197 0,289
Selanjutnya ditampilkan data alokasi Dana Otsus untuk mendorong ekonomi kerakayatan sebagai salah satu sektor prioritas yang diatur di dalam UU No. 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Tabel 4.43 Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan Kota Jayapura TAHUN
ALOKASI DANA (Rp)
PERSENTASE (persen)
REALISASI (Rp)
2008
1.600.000.000,00
1.595.447.000,00
0,997
2009
7.510.264.700,00 7.786.842.065,00
1,029
2010
7.297.200.000,00 7.819.290.350,00
2011
7.561.358.120,00
6.945.943.020,00
0,919
2012 7.818.415.500,00 7.476.909.300,00 Sumber : Data RD Otsus Kota Jayapura 2008–2012
0,956
0,996
Sedangkan secara keseluruhan alokasi dana Otonomi Khusus sektor prioritas,yakni infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan, dan ekonom, selama 5 tahun terakhir memperlihatkan perkembangan yang fluktuatif, hanya bidang ekonomi hampir mengalami peningkatan yang relative kecil setiap tahun anggaran.
dalam jutaan rupiah
Gambar 4.19 Alokasi Dana Otsus untuk 4 Bidang Prioritas Selama 4 Tahun di Kota Jayapura (Tahun 2008–2012) 70,000,000,000.00 60,000,000,000.00 50,000,000,000.00 40,000,000,000.00 30,000,000,000.00 20,000,000,000.00 10,000,000,000.00 0.00
2
3
4
5
INFRASTRUKTUR 12,950,000,00
1
1,144,969,00
15,624,413,0
10,368,386,3
18,217,687,1
PENDIDIKAN
19,029,050,0
15,320,468,0
13,472,579,1
12,950,000,0
12,954,741,9
KESEHATAN
7,208,990,35
4,725,000,00
5,817,314,55
9,173,550,00
19,029,050,0
EKONOMI
1,600,000,000
7,297,200,00
7,819,290,35
7,561,358,12
7,818,415,50
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 148
BAB 5 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PAPUA 5.1
REGULASI Peraturan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengelolaan dana Otonomi
khusus Papua diatur dalam beberapa tingkatan. Pertama pada tingkat undangundang dikenal ada Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tanggal 21 November 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU 21/2001). Dalam Pasal 34 UU 21/2001 mengatur penerimaan, peruntukan, dan pembagian dana. Terkait penerimaan diatur penerimaan Papua dalam rangka Otsus, yaitu (1) penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) yang merupakan selisih persentase penerimaan menurut UU 21/2001 dan persentase penerimaan yang diterima daerah lain menurut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan, (2) penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional, dan (3) dana tambahan infrastruktur. Penerimaan Provinsi Papua dari Sumber Daya Alam (SDA) belum pernah direalisir karena sumber penerimaan minyak dan gas (migas) tidak ada di daerah ini. Khusus penerimaan dari Pertambangan Umum (dari PT Freeport Indonesia) tidak termasuk dalam penerimaan SDA Otsus karena tidak ada selisih persentase sebagaimana dijelaskan di atas. Penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional diterima Papua sejak tahun anggaran 2002. Peruntukan dana Otsus hanya diatur secara umum dalam UU 21/2001. Untuk dana setara 2 persen dari DAU Nasional diarahkan untuk pendidikan dan kesehatan, sedang dana tambahan infrastruktur diperuntukkan guna pembangunan infrastruktur makro seperti jalan, jembatan, dermaga, dan lapangan terbang. Dana Otsus yang besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional diatur dalam UU 21/2001 untuk dibagikan kepada kabupaten/kota yang diatur secara adil dan berimbang dengan Perdasus, dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal. Selain UU 21/2001 di atas, pemekaran Provinsi Papua Barat yang ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 (UU 35/2008) tanggal 25 Juli 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. UU Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 149
35/2008 mengatur keuangan yang diterima dalam rangka Otsus. Khusus dana yang besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional dibagi 70 persen untuk Provinsi Papua dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat. Kedua, di tingkat Kementerian Keuangan diatur 2 keputusan, yaitu keputusan yang menetapkan jumlah (nilai) dana Otsus, dan keputusan yang mengatur tahapan pencairan. Keputusan Menteri Keuangan tentang jumlah dana Otsus Papua ditetapkan sekitar November–Desember sebelum tahun pelaksanaan anggaran yang direncanakan. Perihal tahapan pencairan; pada periode tahun anggaran 2002 -2011 dicairkan dalam 4 termin (Permenkeu 47/KMK.07/2002): 1. Penyaluran triwulan pertama pada bulan Februari 15% (lima belas persen). 2. Penyaluran triwulan kedua pada bulan April sebesar 30% (tiga puluh persen). 3. Penyaluran triwulan ketiga pada bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen). 4. Penyaluran triwulan keempat pada bulan Oktober sebesar 15% (lima belas persen). Mulai tahun anggaran 2012 Pemerintah menyetujui pencairan dana Otsus dalam 3 tahap (Permenkeu 06/PMK.07/2012): 1. Penyaluran tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) pada bulan Maret; 2. penyaluran tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) pada bulan Juli; dan 3. penyaluran tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) pada bulan Oktober. Di tingkat Provinsi Papua, peraturan yang perlu ditetapkan adalah Peraturan Daerah Khusus untuk Pembagian dan Pengelolaan Dana Otsus. Peraturan ini relatif bermasalah sepanjang pelaksanaan Otsus Papua (sejak 2002). Dua penyebab utama tidak ditetapkannya Perdasus ini sampai 2013. Pertama, MRP terlambat ditetapkan dalam masa Pemerintahan Solossa, sehingga Provinsi Papua hanya menetapkan Perda No. 4 tahun 2004 tentang pembagian dan pengelolaan dana Otsus. Kedua, dalam masa Pemerintahan Suebu-Hesegem telah disusun draf Perdasus untuk hal yang sama namun gagal ditetapkan sebagai dampak perselisihan antara eksekutif dan legilastiaf (DPRP). Tidak ada yang tahu persis tentang perselisihan ini, namun sampai akhir masa jabatan Suebu-Hesegem Perdasus tidak ditetapkan. Perdasus ini baru dapat disusun dan disetujui DPRP di tahun 2013. Gubernur Provinsi Papua juga mengatur peruntukan dan pengelolaan dana Otsus melalui Keputusan Gubernur. Keputusan Gubernur ini ditetapkan setiap tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 150
untuk mengatur alokasi dana Otsus bagi urusan yang menjadi kewajiban Otsus, termasuk target dan sasaran yang dituju. Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan peraturan yang harus disusun dan dipatuhi pemerintah daerah dalam penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan anggaran dari sumber APBD Provinsi Papua. Peraturan ini juga sangat terlambat disusun dan ditetapkan sehingga Pemerintah Provinsi Papua harus mengacu pada Permendagri 13/2006 dan perubahannya, yang hanya merupakan pedoman untuk Pemda mengatur lebih lanjut dalam Perda. Perda Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Provinsi Papua baru dapat ditetapkan pada Desember 2013. 5.2
KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN/KOTA
5.2.1 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SUPIORI 5.2.1.1
PARTISIPASI
Hasil olah data menunjukkan bahwa partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus meliputi tujuh fokus pengelolaan berdasarkan penilaian SKPD dengan skor sebesar 0,5982 (59,82 persen) atau memuaskan, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan (LPK) memberikan penilaian dengan skor 50 persen atau cukup memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian dengan skor 68,42 persen atau memuaskan. Tabel 5.1 Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori Fokus Pengelolaan
SKPD Perencanaan 0,5000 Penganggaran 0,6250 Pelaksanaan Anggaran 0,7143 Pengawasan dan Monitoring 0,6250 Penatausahaan Pelaporan dan PI 0,5000 Tindak Lanjut 0,6250 Pencapaian 0,5982 Prestasi C
Partisipasi LPK Individu 0,5000 0,7018 0,6667 0,7018 0,5000 0,7719 0,5000 0,5965 0,5000 0,5000 0,3333 0,6491 0,5000 0,6842 C B
Sumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Penilaian individu atau masyarakat pada aspek partisipasi terhadap semua tahapan pengelolaan dana otsus bernilai di atas 50 persen, artinya keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan atau fokus pengelolaan sangat terbuka luas Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 151
kecuali dalam hal penatausahaan dan peloporan serta pengawasan internal karena pada kedua tahapan tersebut bukan merupakan tanggungjawab individu atau masyarakat. Penilaian tertinggi diberikan pada tahapan pelaksanaan anggaran sebesar 0,7719 atau 77,19 persen, persepsi terendah dengan skor sebesar 0,5965 atau 59,65 persen pada tahapan pengawasan dan monitoring. LPK pada aspek partisipasi memberikan penilaian tertinggi pada tahapan penganggaran dengan nilai skor sebesar 0,6667 (66,67 persen) atau memuaskan sedangkan penilaian terendah diberikan pada tahapan tindak lanjut dengan hasil skor sebesar 33,33 persen atau tidak memuaskan. Ketidakpuasan LPK pada tahapan tindak lanjut disebabkan oleh pembatasan dalam mengelola dana otsus hingga pada pelaporan dan pengendalian internal saja sedangkan tindak lanjut biasanya tidak dilakukan oleh LPK. SKPD memberikan penilaian tertinggi pada tahap pelaksanaan anggaran dengan nilai skor sebesar 0,7143 sedangkan penilaian terendah sebesar 0,5000 atau 50 persen diberikan pada tahapan perencanaan dan pelaporan atau pengendalian internal. Keadaan ini sesuai dengan jawaban salah satu bendahara SKPD bahwa SKPD kurang melibatkan masyarakat Orang Asli Papua dalam penyusunan perencanaan kegiatan yang bersumber pada dana otsus, karena perencanaan kegiatan sampai tahapan akhir pengelolaan dilakukan dalam struktur SKPD pada tingkat bagian atau sub bagian. Sedangkan tindaklanjut biasanya tidak dilakukan atau bukan merupakan prioritas, padahal tindak lanjut menjamin keberlanjutan pelaksanaan suatu kegiatan atau program hingga mencapai target tertentu. Gambar 5.1 Web Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 152
Tingkat partisipasi pengelolaan dana Otsus secara keseluruhan memiliki skor nilai di atas 50 persen berdasarkan penilaian seluruh kelompok responden. Skor penilaian tertinggi sebesar 66,45 persen atau memuaskan pada partisipasi penganggaran
sedangkan
skor
nilai
terendah
sebesar
50
persen
(cukup
memuaskan) diberikan pada partisipasi pelaporan dan pengendalian internal serta penatausahaan. Memang pada tahapan penatausahaan maupun pelaporan dan pengendalian internal tidak dapat dilakukan oleh semua orang atau semua pihak, aktivitas tersebut hanya dapat dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dengan kapasitas atau keahlian tertentu sehingga tidak melibatkan banyak pihak. 5.2.1.2
TRANSPARANSI
Aspek transparansi pengelolaan dana otonomi khusus mendapat penilaian yang berbeda diantara kelompok responden. SKPD memberikan penilaian sebesar 57,14 persen atau cukup memuaskan, LPK memberikan penilaian sebesar 12,38 persen atau tidak memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap aspek tranparansi sebesar 57,54 persen atau cukup memuaskan. Tabel 5.2 Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori Transparansi SKPD LPK Individu Perencanaan 0,3750 0,1667 0,5965 Penganggaran 0,5000 0,3333 0,5614 Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,5965 Pengawasan dan Monitoring 0,5000 0,0000 0,5263 Penatausahaan 0,8750 0,1667 Pelaporan dan PI 0,8750 0,2000 Tindak Lanjut 0,8750 0,0000 0,5965 Pencapaian 0,5714 0,1238 0,5754 Prestasi C E C Fokus Pengelolaan
Sumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Pada aspek transparansi untuk setiap tahapan pengelolaan dana Otsus pihak SKPD memberikan penilaian tertinggi sebesar 0,8750 atau 87,50 persen pada tahapan penatausahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pihak SKPD selaku pengelola dana Otsus telah berupaya untuk memberikan informasi secara terbuka ketika melakukan penatausahaan keuangan, pelaporan dan pengawasan internal hingga tindak lanjut untuk
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 153
menunjukkan kinerja pengelolaan dana Otsus. Sedangkan skor dengan nilai terendah yaitu sebesar 0,0000 diberikan untuk tahap pelaksanaan anggaran. Pada tahapan ini memang SKPD tidak menyampaikan secara terbuka karena proses pelaksanaan anggaran dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dalam struktur SKPD yang memiliki kemampuan tertentu. Pihak individu atau masyarakat merasa cukup puas atas aspek tranparansi pada tahapan perencanaan, pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut. Penilaian yang diberikan adalah sebesar 59,65 persen untuk masing-masing tahapan, sedangkan penilaian terendah diberikan untuk tahapan pengawasan dan monitoring dengan nilai persepsi sebesar 0,5263 atau 52,63 persen. Aspek transparansi menurut
penilaian
LPK
belum
secara
maksimal
diwujudkan oleh pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan dana Otsus selama ini di Kabupaten Supiori. Hal ini dapat dilihat pada penilaian yang diberikan oleh LPK pada beberapa tahapan dengan skor bernilai 0,0000, yaitu pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, serta tindak lanjut. Penilaian tertinggi sebesar 33,33 persen diberikan untuk menilai proses pada tahap penganggaran, walaupun merupakan nilai tertinggi namun besaran nilai ini masuk dalam kategori “tidak memuaskan”. Gambar 5.2 Web Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Penilaian kelompok responden terhadap aspek transparansi dengan skor penilaian berkisar antara 19,88 persen (pelaksanaan anggaran) hingga 53,75 persen (penatausahaan).
Responden
merasa
sangat
tidak
puas
terhadap
proses
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 154
pelaksanaan anggaran Otsus, dengan alasan bahwa pada tahapan ini pihak-pihak yang dianggap berperan dan mengambil bagian dalam proses ini tidak secara terbuka menyampaikan kinerjanya kepada semua pihak. Padahal pada tahapan atau proses ini kinerja pelaksana anggaran sangat menentukan kualitas pelayanan yang ditujukan kepada masyarakat terutama Orang Asli Papua sebagai kelompok prioritas penerima pelayanan yang dibiayai melalui dana Otsus. 5.2.1.3
AKUNTABILITAS
Akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Supiori dinilai secara berbeda diantara kelompok responden. Di tingkat SKPD Penilaian yang diberikan secara keseluruhan mulai dari tahap perencanaan hingga tindak lanjut adalah sebesar 0,6743 atau 67,43 persen atau memuaskan. LPK merasa tidak memuaskan sehingga memberikan penilaian dengan skor sebesar 33,33 persen, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian sebesar 52,63 persen atau cukup memuaskan. Tabel 5.3 Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori
Perencanaan Penganggaran
Akuntabilitas SKPD LPK Individu 0,7500 0,3333 0,5439 0,6667 0,1667 0,4737
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
0,4286 0,7500 0,3750 1,0000 0,7500 0,6743 B
Fokus Pengelolaan
0,1667 0,3333 0,5000 0,3333 0,5000 0,3333 D
0,6140 0,5439 0,5263 0,4561 0,5263 C
Sumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Penilaian terhadap aspek akuntabilitas untuk setiap tahapan pengelolaan dana otsus juga berbeda antar kelompok responden. SKPD memberikan penilaian dengan skor tertinggi sebesar 100 persen pada tahapan pelaporan dan pengendalian internal, penilaian dengan skor nilai terendah sebesar 42,86 persen pada tahap pelaksanaan anggaran. Sehubungan dengan skor nilai ini, SKPD menyatakan sangat puas atas pelaporan dan pengendalian secara internal yang dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan atau program yang dibiayai melalui dana otsus. Namun, SKPD merasa cukup puas dalam pelaksanaan anggaran karena pada Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 155
tahapan ini secara institusi sudah di serahkan kepada bagian atau subbagian yang secara struktural berada didalam SKPD. LPK memberikan penilaian aspek akuntabilitas terhadap setiap tahapan pengelolaan dana otsus secara berbeda dengan SKPD sebagai induk institusinya. Penilaian tertinggi diberikan pada tahap penatausahaan dan tindak lanjut dengan skor sebesar 50 persen (cukup memuaskan), sedangkan penilaian terendah diberikan pada tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran dengan sebesar 16,67 persen. LPK selama ini hanya menerima paket kegiatan atau program beserta anggarannya sehingga proses penatausahaannya dilakukan pada tingkat LPK, sedangkan tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran biasanya dilakukan di tingkat SKPD. Gambar 5.3 Web Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Individu
merasa
puas
terhadap
pelaksanaan
anggaran
Otsus
yang
dilaksanakan selama ini, beberapa kegiatan dalam bentuk fisik dapat secara langsung dapat dilihat
dan dirasakan oleh individu dan masyarakat. Pelaksana
anggaran juga secara terbuka menyampaikan informasi kepada publik walaupun pada kegiatan tertentu informasinya dibatasi pada pihak-pihak tertentu. Pada tahapan tindak lanjut menurut pandangan individu atau masyarakat cukup memuaskan karena berbagai alasan, seperti ada kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan
secara
berkelanjutan
sehingga
tidak
mengakomodir
respon
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 156
masyarakat. Kalaupun ada kegiatan yang bersifat kontinyu kurang memperhatikan umpan balik dari masyarakat. Semua
kelompok
responden
sepakat
bahwa
tahapan
penganggaran
merupakan fokus yang perlu diseriusi dalam pertanggungjawabannya. Responden merasa
cukup
puas
terhadap
pertanggungjawaban
penganggaran
yang
dilaksanakan selama ini. Namun pada tahap selajutnya pada pelaksanaan penganggaran
semua
responden
menyatakan
bahwa
pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran sudah dilakukan secara baik. 5.2.1.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Beberapa isu–isu strategis dalam penelitian ini antara lain: 1. Keterlambatan pencairan dana
Otsus dari Provinsi Papua selama ini
mengganggu kinerja pemerintah daerah dalam mengalokasi atau membiayai program atau kegiatan yang direncanakan. Alokasi anggaran atau dana Otsus untuk sektor atau bidang kesehatan dan pendidikan tidak sesuai dengan amanat UU Otsus. Alokasi terbesar justru di alokasi pada bidang infrastruktur (tahun 2012, infrastruktur mendapat 77 persen dari dana Otsus). 2. Program atau kegiatan otsus yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah tidak sesuai atau menyentuh kebutuhan masyarakat. Pembagian beras gratis kepada setiap kepala keluarga Non PNS dan PNS kurun waktu 2 tahun terakhir menyebabkan sebagian masyarakat mengurangi aktivitas bertani. Masyarakat menumpuk beras dirumah lalu dijual kepada pedagang di Supiori dan Biak. Berikut adalah beberapa rekomendasi yang disampaikan sehubungan dengan pengelolaan dana otsus di Kabupaten Supiori. 1. Monitoring dan evaluasi penggunaan dana otonomi khusus; 2. Rencana aksi percepatan dan pengalokasian dana otsus sesuai amanat UU Otsus; 3. Penyusunan petunjuk teknis (juknis) perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran,
pengawasan
dan
monitoring,
penatausahaan,
pelaporan
dan
pengawasan internal serta tindak lanjut pengelolaan dana otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 157
5.2.2 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN ASMAT 5.2.2.1
PARTISIPASI
Penerapan
sistem
pemerintahan
yang
terdesentralisasi
memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Masyarakat mendapatkan kembali kesetaraan politik dalam menjalankan
roda
pemerintahannya.
Desentralisasi
politik
bertujuan
untuk
memberikan lebih banyak kesempatan dan kekuasaan kepada para warga negara di dalam pengambilan keputusan publik. Desentralisasi politik ini identik dengan demokratisasi, yaitu dengan asumsi bahwa semakin besar partisipasi publik dalam pengambilan keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat. Partisipasi sangat penting karena mengandung aspek dasar kemanusiaan. Semua orang ingin dihargai melalui peran dan partisipasi mereka dan semua orang ingin berperan dalam kegiatan apa pun yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam era Otonomi Khusus di Tanah Papua, Pemerintah Provinsi Papua melakukan kebijakan kependudukan dalam bentuk kebijakan afirmatif untuk mempercepat partisipasi penduduk asli Papua di semua sektor pembangunan, termasuk dalam bentuk orang-orang asli Papua memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk memperoleh pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001). Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kabupaten Asmat di dalam tahap perencanaan dan manajemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga, sehingga rencana dan program pembangunan dapat disesuaikan dengan kebutuhankebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada akhirnya memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan efektif. Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga kesehatan, dan beberapa lembaga pemerintah di Kabupaten Asmat terhadap Partisipasi masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
serta
pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 158
Gambar 5.4 Web Capaian Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Asmat Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut
0.60
0.5857
0.4944
Penganggaran 0.5516
0.40 0.20
Pelaporan dan PI
0.2143
0.00
0.5413
0.2000
Pelaksanaan Anggaran
0.6000 Penatausahaan
Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Berdasarkan gambar web capaian skor tingkat partisipasi pengelolaan dana Otsus di atas, terlihat skor tertinggi adalah di fokus Pengawasan dan Monitoring dengan capaian sebesar 0,6000 atau 60 persen. Hal ini terjadi karena dalam proses penggunaan anggaran partisipasi masyarakat Asmat dalam bentuk pengawasan dan monitoring cukup memuaskan dalam mengawal penggunaan anggaran agar dana Otsus yang dipakai tepat sasaran. Pertanyaan yang diangkat dalam aspek ini adalah apakah masyarakat menilai OAP sudah aktif berpartisipasi dalam memonitor kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Hasil survei memperlihatkan bahwa tingkat capaian skor dari SKPD terkait partisipasi, apakah semua pejabat diberi kesempatan mengawasi dan menindak lanjuti hasil monitoring. Dari hasil survei terlihat tingkat partisipasi pejabat dalam pengawasan penggunaan dana Otsus sangat memuaskan, karena hal itu memperlihatkan salah satu bentuk komitmen dari para pejabat SKPD untuk turut menjamin tingkat efisiensi pengelolaan dana Otsus, hal ini dapat ditunjukkan dari skor tingkat capaian sebesar 1,0000 atau 100 persen. Selain itu senada dengan opini SKPD, tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengawasan dan monitoring sudah baik. Meskipun tingkat capaian skor baik, masih terdapat beberapa kritik terhadap proses pengawasan yaitu seperti kadang-kadang pelaksanaan pengawasan macet disebabkan karena anggota masyarakat yang dilibatkan tidak kompak ataupun hanya terbatas pada kelompok atau personalpersonal tertentu saja yang melakukan pengawasan dan monitoring.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 159
Tabel 5.4 Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Asmat Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 1,0000 0,5714 0,8571 1,0000 0,4286 0,8571 4,7143 6,0000 0,7857 B
LP&K* Individu 0,2000 0,2833 0,4000 0,6833 0,0000 0,7667 0,2000 0,6000 0,2000 0,0000 0,2000 0,7000 1,2000 3,0333 7,0000 5,0000 0,1714 0,6067 E B
Sumber; Data Primer (diolah, 2013) *Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Sedangkan menurut lembaga pendidikan dan kesehatan, tingkat partisipasi dalam pengawasan dan monitoring tidak memuaskan, hal ini dapat dilihat dari tingkat capaian skor yang hanya mencapai 0,2000 atau 20 persen. Hasil yang berbeda dengan masyarakat dan SKPD ini disebabkan karena terbatasnya akses yang diberikan kepada pihak sekolah untuk mengawasi dan memonitor program/kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu dari pihak puskesmas, jarang sekali terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah sarana dan prasarana puskesmas seperti penambahan dokter, perawat, fasilitas– fasilitas kesehatan, dan lain-lain. 5.2.2.2
TRANSPARANSI
Transparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan, kebijakan, dan praktiknya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 160
Gambar 5.5 Web Capaian Skor Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Asmat Perencanaan 1.00
Tindak Lanjut
0.75 0.5944
0.6167
0.50
Penganggaran 0.5722
0.25 0.00
0.6286
0.3810
Pelaporan dan PI 0.5286
Pelaksanaan Anggaran
0.4944
Penatausahaan
Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat sudah berjalan dengan baik. Fokus dalam pelaksanaan yang memiliki capaian skor tertinggi adalah fokus Pelaporan dan Pengawasan Internal sebesar 0,6286 atau 62,86 persen. Kegiatan pelaporan dan pengawasan internal merupakan salah bentuk nyata dari aspek transparansi pengelolaan dana Otsus. Dari survei yang dilakukan kepada SKPD, skor capaian tingkat transparansi dalam bentuk prosedur pengaduan/ komplain dari masyarakat OAP tentang pelayanan SKPD sebesar 0,8571 atau 85,71 persen, hasil ini menunjukkan tingkat transparansi dalam bentuk rekomendasi dari hasil pengawasan internal telah diketahui oleh pejabat, dan 50 persen lebih pegawai dalam SKPD. Selain itu tingkat capaian pelaporan dan pengawasan internal di lembaga pendidikan dan kesehatan hanya sebesar 0,4000 atau 40 persen, hal ini memperlihatkan bahwa maupun ke sekolah dan puskesmas/rumah sakit cukup baik dalam menerapkan SOP pelayanan pendidikan yang digunakan sekolah maupun di SOP pelayanan kesehatan di rumah sakit/puskesmas, dan selalu dikomunikasikan kepada pegawai dan masyarakat secara terbuka.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 161
Tabel 5.5 Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Asmat Fokus Pengelolaan Individu SKPD L P&K* Perencanaan 0,5833 1,0000 0,2000 Penganggaran 0,5167 1,0000 0,2000 Pelaksanaan Anggaran 0,6000 0,1429 0,4000 Pengawasan dan Monitoring 0,2833 1,0000 0,2000 Penatausahaan 0,8571 0,2000 Pelaporan dan PI 0,8571 0,4000 Tindak Lanjut 0,6500 1,0000 0,2000 Jumlah Skor 2,6333 5,8571 1,8000 Maksimum 5,0000 7,0000 7,0000 Pencapaian 0,5267 0,8367 0,2571 Prestasi C A D Sumber; Data Primer (diolah, 2013) *Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Namun hal berbeda dalam capaian skor di fokus Pelaksanaan Anggaran yaitu sangat tidak memuaskan. Isu transparansi pada tahap pelaksanaan anggaran melihat isu dalam masyarakat adalah bagaimana penilaian mereka terhadap transparansi pelaksanaan proyek dari sumber dana Otsus sudah bagi pengusaha OAP, dan informasi keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada warga. Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor sangat minimal yaitu sebesar 0,1429 atau 14,29 persen. Hal ini menunjukkan tingkat transparansi di dalam lingkungan SKPD tidak memuaskan, hal ini terjadi karena Kabupaten Asmat belum menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE), sehingga Kegiatan atau proyek dari sumber Otsus belum dimasukkan dalam LPSE. Hasil yang sangat berbeda diperoleh dari persepsi masyarakat, tingkat pelaksanaan anggaran yang berasal dari dana Otsus bisa dikatakan memuaskan, hal tersebut dapat terlihat dari capaian skor sebesar 0,6000 atau 60 persen. Begitu pun dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai skor sebesar 0,4000 atau 40 persen, meskipun skornya lebih kecil dibandingkan tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat transparansi dalam pelaksanaan anggaran, cukup baik. 5.2.2.3
AKUNTABILITAS
Akuntabilitas merupakan salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Adanya akuntabilitas memungkinkan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 162
masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari masyarakat. Gambar 5.6 Web Capaian Skor Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Asmat Perencanaan 1.00 0.75
Tindak Lanjut
0.50 0.4071
0.25 0.00
Pelaporan dan PI
0.7278 Penganggaran 0.3968
0.2794
0.3778
0.5286 Penatausahaan
Pelaksanaan Anggaran
0.6389 Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan penggunaan dana Otsus Kabupaten Asmat dianggap sudah baik. Kegiatan perencanaan merupakan tahapan awal yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui, merumuskan atau memformulasikan hal apa saja yang menjadi permasalahan dan kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program kerja yang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan persepsi masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat, yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 163
Dari hasil survei di pihak SKPD, tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan sudah sangat memuaskan, hal ini ditunjukkan dengan tingkat capaian skor sebesar 1,0000 atau 100 persen. Hal yang tidak terlalu berbeda terdapat dari persepsi lembaga pendidikan dan kesehatan, di mana total capaian skor hanya mencapai 0,4000 atau 40 persen, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan yang menyangkut pendidikan serta kesehatan berjalan dengan cukup memuaskan. Sedangkan dari penilaian individu terhadap tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan mencapai skor 0,7833 atau 78,33 persen, capaian ini menggambarkan penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan Musrenbang dianggap telah merencanakan penggunaan dana Otsus secara baik. Tabel 5.6 Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Asmat Individu SKPD L P&K* Fokus Pengelolaan 0,7833 1,0000 0,4000 Perencanaan 0,1333 0,8571 0,2000 Penganggaran 0,0667 0,5714 0,2000 Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring 0,7167 1,0000 0,2000 0,8571 0,2000 Penatausahaan 0,1333 1,0000 0,0000 Pelaporan dan PI 0,4500 0,5714 0,2000 Tindak Lanjut 2,2833 5,8571 1,4000 Jumlah Skor 6,0000 7,0000 7,0000 Maksimum 0,3806 0,8367 0,2000 Pencapaian D A D Prestasi Sumber; Data Primer (diolah, 2013) *Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Skor capaian untuk tingkat akuntabilitas terendah terdapat pada fokus Pelaksanaan Anggaran yaitu hanya sebesar 0,2794 atau 27,94 persen. Isu akuntabilitas pada tahap pelaksanaan anggaran melihat isu dalam masyarakat adalah bagaimana penilaian mereka terhadap kelompok pendamping kampung, apakah sudah terampil dalam pertanggungjawaban keuangan RESPEK atau tidak. Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor cukup tinggi yaitu sebesar 0,5714 atau 57,14 persen. Hal ini menunjukkan tingkat akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran di dalam lingkungan SKPD baik, hal ini terjadi karena Pengusaha asli Papua di Kabupaten Asmat telah mendapatkan kerja sesuai amanat Perpres 84 tahun 2012 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 164
Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. Meskipun pada kenyataannya hal ini masih cukup sulit, sehingga pelaku usaha dari AOP masih didampingi oleh para pelaku usaha yang berasal dari luar Asmat. Hasil yang sangat berbeda diperoleh darimasyarakat, tingkat pelaksanaan anggaran yang berasal dari dana Otsus sangat tidak memuaskan, hal tersebut dapat terlihat dari capaian skor hanya sebesar 0,0667 atau 6,67 persen. Begitu pun dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai skor sebesar 0,2000 atau 20 persen, meskipun skornya tidak lebih kecil dibandingkan tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran masih kurang, karena, misalnya pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun anggaran.
5.2.2.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Beberapa isu strategis yang bisa diungkapkan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Transparansi penggunaan dana Otsus sangat rendah. Rendahnya akunta-bilitas dalam
pelaporan
penggunaan
dana
Otsus
menggambarkan
rendahnya
keinginan Kabupaten Asmat untuk penerapan transparansi pelaporan keuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas dan dapat merugikan masyarakat, khususnya di Kabupaten Asmat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam alokasi sumber daya seperti dana dan manusia, memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Oleh karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut atas temuan pengelolaan. Dalam hal birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai pertanggungjawaban. 2. Selain itu diperlukan juga untuk meningkatkan transparansi untuk penentuan kebijakan dalam bentuk peraturan yang bisa mewujudkan perbaikan dan meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Segala upaya yang bisa dilakukan seperti dengan secara terbuka dan tepat menyediakan semua informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 165
maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk
meningkatkan
pemahaman
masyarakat,
contohnya
dengan
cara
menerbitkan laporan alokasi dana Otsus dalam surat kabar lokal atau dengan memajang secara cukup dan jelas dalam Majalah Dinding (Mading) di setiap kantor Pemerintahan yang strategis. Hal tersebut harus dipertimbangkan dan dilakukan agar dapat mengembalikan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Berdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat merekomendasikan: 1. Pemerintah daerah Kabupaten Asmat melakukan sosialisasi kegiatan yang menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi. 2. Dalam hal partisipasi, perlu melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-sama dalam merencanakan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini diklaim sudah berjalan, tapi kurang maksimal. 3. Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading atau menggunakan teknologi media elektronik, dll. 4. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun pendidikan seperti, puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan dana Otsus sampai pada pertanggungjawaban. 5. Membuat SOP yang khusus dilaksanakan di Kabupaten Asmat dan harus dipastikan SOP tersebut tidak bertentangan dengan Juknis yang telah dikeluarkan dari Provinsi. 6. Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus yang jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 166
5.2.3 KINERJA
OUTPUT
PENGELOLAAN
DANA
OTSUS
KABUPATEN
JAYAWIJAYA 5.2.3.1
PARTISIPASI Tabel 5.7 Olah Data SKPD Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN Partisipasi
Transparansi
Akuntabilitas
Jumlah Skor
Perencanaan
0,5556
0,8889
0,8889
2,3333
3,0000
0,7778
B
Penganggaran
0,6667
0,7778
0,6667
2,1111
3,0000
0,7037
B
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,7778
0,5556
0,7778
2,1111
3,0000
0,7037
B
0,7778
0,7778
0,7778
2,3333
3,0000
0,7778
B
0,8889
0,8889
1,7778
2,0000
0,8889
A
Pelaporan dan PI
0,0000
0,8889
0,7778
1,6667
3,0000
0,5556
C
Tindak Lanjut
0,6667
0,8333
0,8333
2,3333
3,0000
0,7778
B
Jumlah Skor
3,4444
5,6111
5,6111
14,6667
20,0000
0,7333
Maksimum
6,0000
7,0000
7,0000
Pencapaian
0,5741 C
0,8016 A
0,8016 A
20,0000 0,7333
FOKUS PENGELOLAAN
Prestasi
Maksimum
Pencapaian
Prestasi
B
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel di atas Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas SKPD di Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD tentang Partisipasi adalah 0,5741 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan, berikut pendapat SKPD tentang Transparansi adalah 0,8016 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan, pendapat SKPD tentang Akuntabilitas adalah 0,8016 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan, maka secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD tentang Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas, yang dikaitkan dengan masingmasing aspek pengelolaan dikatakan pendapat SKPD dalam fokus pengelolaan penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan Pemeriksanaan Internal dan Tindak Lanjut di Kabupaten Jayawijaya dalam keikut sertaan yang terlibat, maka dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat pendapat SKPD adalah 0,7333, (0,60) dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 167
Tabel 5.8 Skor Capaian Partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN FOKUS PENGELOLAAN
Partisipasi
Perencanaan
0,5556
Penganggaran
0,6667
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,7778
Pelaporan dan PI
0,0000
Tindak Lanjut
0,6667
Jumlah Skor
3,4444
Maksimum
6,0000
Pencapaian
0,5741 C
Prestasi
0,7778 -
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel 5.8. Skor capaian Partisipasi SKPD, dan gambar web capaian skor partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya. SKPD di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5556 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.
Aspek
pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan
memuaskan. Aspek
pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah 0,0000 dengan prestasi (E), maka dikatakan sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah pencapaiannnya rataKajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 168
ratanya pendapat SKPD untuk olah data Lembaga ini adalah 0,5741 (0,40) dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Tabel 5.9 Olah Data Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN Partisipasi
Transparansi
Akuntabilitas
Jumlah Skor
Maksimum
Pencapaian
Prestasi
Perencanaan
0,1667
0,5000
0,5000
1,1667
3,0000
0,3889
D
Penganggaran
0,6667
0,3333
0,1667
1,1667
3,0000
0,3889
D
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,0000
0,5000
0,1667
0,6667
3,0000
0,2222
D
0,0000
0,1667
0,5000
0,6667
3,0000
0,2222
D
0,6667
1,0000
0,3333
2,0000
3,0000
0,6667
B
Pelaporan dan PI
0,2000
0,6667
0,3333
1,2000
3,0000
0,4000
C
Tindak Lanjut
0,5000
0,3333
0,3333
1,1667
3,0000
0,3889
D
Jumlah Skor
2,2000
3,5000
2,3333
8,0333
21,0000
0,3825
Maksimum
7,0000
7,0000
7,0000
Pencapaian
0,3143 D
0,5000 C
0,3333 D
21,0000 0,3825
FOKUS PENGELOLAAN
Prestasi
C
Sumber: Data Diolah 2013
Dari Tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan Kesehatandi Kabupaten Jayawijaya. Maka dapat dilihat hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan dinilai dari Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,3143 (0,20), dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan, dan
Transparan
pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,5000 (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan dan Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi Akuntabilitas pencapaiannya rata-ratanya adalah 0,3333 (0,20), dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Secara keseluruhan Aspek pengelolaan untuk data Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan memuaskan yang terlibat langsung atau tidak terlibat langsung, pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden Lembaga Pendidikan dan kesehatan adalah 0,3825, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 169
Tabel 5.10 Skor Capaian Partisipasi oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan Kabupaten Jayawijaya FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN Partisipasi
Perencanaan
0,1667
Penganggaran
0,6667
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,0000
Pelaporan dan PI
0,2000
Tindak Lanjut
0,5000
Jumlah Skor
2,2000
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,3143 D
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
0,0000 0,6667
Dari tabel di atas dan gambar web capaian skor partisipasi untuk data lembaga Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,1667 dengan prestasi (E), maka dikatakan Sangat Tidak memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.0000 dengan prestasi (E), maka dikatakan Sangat Tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 170
pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.2000 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data Lembaga ini adalah 0.3143, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Tabel 5.11 Olah Data Individu di Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN Partisipasi
Transparansi
Akuntabilitas
Jumlah Skor
Maksimum
Perencanaan
0.3167
0.5167
0.5000
1.3333
3.0000
Penganggaran
0.2833
0.5667
0.3333
1.1833
3.0000
Pelaksanaan Anggaran
0.3667
0.4833
0.3333
1.1833
3.0000
Pengawasan dan Monitoring
0.4500
0.5833
0.3500
1.3833
3.0000
0.4500
0.4500
1.0000
FOKUS PENGELOLAAN
Pemeriksanaan Internal Tindak Lanjut
0.4667
0.5667
0.4167
1.4500
3.0000
1.8833
2.7167
2.3833
6.9833
16.0000
Maksimum
5.0000
5.0000
6.0000
16.0000
Pencapaian
0.3767
0.5433
0.3972
0.4365
D
C
D
C
Jumlah Skor
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Individu di Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat responden untuk data individu tentang Partisipasi adalah 0.3767 dengan Prestasi (D), maka dikatakan Tidak memuaskan karena ada sebagian Masyarakat Orang Asli Papua di kampung yang mengatakan belum pernah/tidak diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan rencana anggaran kampung, belum pernah/tidak berpartisipasi dalam program dan kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan keterlibatan dalam program Respek), belum berperan aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus (misalkan dalam Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 171
pengelolaan dana Respek), untuk tindak lanjut dari penyalahgunaan dana Otsus (misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian masyarakat Orang Asli Papua di Kampung. Pendapat responden untuk data individu ini tentang Transparansi adalah 0.5433 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan karena ada yang mengatakan sudah pernah dan ada juga yang mengatakan tidak transparan dalam menyusun perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus (Musrenbang Kampung dan Distrik), pendapat responden untuk data individu tentang Akuntabilitas adalah 0.3972 dengan Prestasi (D) maka dikatakan Tidak memuaskan karena Pelaksanaan Musrenbang tidak merencanakan penggunaan dana Otsus secara memuaskan, Warga tidak mengetahui jumlah dana Otsus yang diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD, belum ada sanksi bagi Orang Asli Papua yang salah dalam menggunakan dana Otsus di Kampung (misanya penggelapan dana Respek), Pelaporan penggunaan dana Otsus (misalnya dana Respek) belum dibuat tepat waktu, Tindak lanjut penyalahgunaan dana Otsus (misalnya pelanggaran pada dana Respek) tidak sesuai aturan, maka secara keseluruhan Aspek pengelolaan dikatakan pendapat responden untuk data individu/masyarakat dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran, pelaksanaan anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksaan Internal dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan baik yang terlibat langsung atau tidak terlibat langsung masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat setempat, maka dari hasil analisis keseluruhan pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu/masyarakat adalah 0,4365, (0,40) dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 172
Tabel 5.12 Skor Capaian Partisipasi oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN FOKUS PENGELOLAAN
Partisipasi
Perencanaan
0.3167
Penganggaran
0.2833
Pelaksanaan Anggaran
0.3667
Pengawasan dan Monitoring
0.4500
Pemeriksanaan Internal Tindak Lanjut
0.4667
Jumlah Skor
1.8833
Maksimum
5.0000
Pencapaian
0.3767 D
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor partisipasi tentang data Individu mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat responden untuk data individu/masyarakat tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0.3167 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.2833 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3667 dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.4500 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.4667 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Pendapat masyarakat/ responden untuk data individu tentang penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD memuaskan melibatkan atau tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu, diperoleh hasil analisis pencapaiannnya rata-
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 173
ratanya berada pada 0,20, dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan, sedangkan aspek pengelolaan dana Otsus untuk Partisipasi yang berfokus pengelolaan tentang Pengawasan dan Monitoring dan Tindak lanjut oleh masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, diperoleh hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0,40, dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan tindak lanjut dalam keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten dalam keiutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti okoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0.3767 (0,20) dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. 5.2.3.2
TRANSPARANSI Tabel 5.13 Skor Capaian Transparansi oleh SKPD di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN Transparansi 0,8889 0,7778 0,5556
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut
0,7778 0,8889 0,8889 0,8333
Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
5,6111 7,0000 0,8016 A
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data SKPD di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, maka pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889 dengan
Prestasi
(A),
maka
dikatakan
Sangat
memuaskan.
Dalam
aspek
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 174
pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,5556 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Dari aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.8889 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk Transparansi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016 (0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan. Tabel 5.14 Skor Capaian Transparansi oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Jayawijaya ASPEK PENGELOLAAN FOKUS PENGELOLAAN
Transparansi
Perencanaan
0,5000
Penganggaran
0,3333
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring
0,5000
Penatausahaan
1,0000
Pelaporan dan PI
0,6667
Tindak Lanjut
0,3333
Jumlah Skor
3,5000
Maksimum
7,0000
Pencapaian Prestasi
0,5000
0,1667
C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 175
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data lembaga Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Transparansi dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka dikatakan Tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 050000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.1667 dengan prestasi (E), maka dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 1.0000 dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.3333 dengan prestasi (D), maka dikatakan Tidak memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana otsus mengenai Transparansi pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data Lembaga ini adalah 0.5000, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 176
Tabel 5.15 Skor Capaian Transparansi oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN Transparansi
Perencanaan
0.5167
Penganggaran
0.5667
Pelaksanaan Anggaran
0.4833
Pengawasan dan Monitoring
0.5833
Pemeriksanaan Internal Tindak Lanjut
0.5667
Jumlah Skor
2.7167
Maksimum
5.0000
Pencapaian
0.5433 C
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013.
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data Individu mengenai Aspek pengelolaan Transparansi pada Masyarakat Orang Asli Papua khususnya, memuaskan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk transparansi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0.5167 (0,40) dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.5667 (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden untuk data dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah adalah 0.4833, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat responden untuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.5833 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 177
pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah
0.5667 dengan prestasi (C), maka
dikatakan cukup memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana Otsus untuk Transparansimasyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu di peroleh hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0.5433 (0,40), dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. 5.2.3.3
AKUNTABILITAS Tabel 5.16 Skor Capaian Akuntabilitas oleh SKPD di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN Akuntabilitas
Perencanaan
0,8889
Penganggaran
0,6667
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,7778
Pelaporan dan PI
0,7778
Tindak Lanjut
0,8333
Jumlah Skor
5,6111
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,8016 A
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
0,7778 0,8889
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data SKPD di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889 dengan prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7776 dengan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 178
Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah 0,7778 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016 (0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan. Tabel 5.17 Skor Capaian Akuntabilitas oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan Kabupaten Jayawijaya FOKUS PENGELOLAAN
Skor
Perencanaan
0,5000
Penganggaran
0,1667
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,1667
Pelaporan dan PI
0,3333
Tindak Lanjut
0,3333
Jumlah Skor
2,3333
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,3333
0,5000 0,3333
D
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data lembaga Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 179
kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan entang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka dikatakan
tidak
memuaskan.
Dari
aspek
pengelolaan
Dana
Otsus
untuk
Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tida memuaskan. Aspek
pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas,
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data Lembaga ini adalah 0.3333, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 180
Tabel 5.18 Skor capaian Akuntabilitas oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Pemeriksanaan Internal Tindak Lanjut
ASPEK PENGELOLAAN Akuntabilitas 0.5000 0.3333 0.3333 0.3500 0.4500 0.4167
Jumlah Skor Maksimum Pencapaian
2.3833 6.0000 0.3972
D
Prestasi Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data Individu mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas individu/Masyarakat Orang Asli Papua (OAP) khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah
0.5000 dengan prestasi (C),
maka dikatakan
cukup
memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.3333 dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.3500 dengan (D), maka dikatakan Tidak memuaskan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pemeriksanaan Internal adalah 0.3500 dengan (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 181
responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah 0.4167 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Pendapat tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/ individu tentang penyusunan perencanaan adalah 0,5000, Pemeriksanaan Internal adalah 0.3500 dan Tindak Lanjut adalah 0.4167, pengelolaan dana Otsus (URD), pihak SKPD memuaskan melibatkan atau tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya berada pada 0,40, dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Sedangkan Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas yang berfokus pengelolaan tentang Penganggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan, Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan, Pengawasan dan Monitoring adalah 0.3500 dikatakan tidak memuaskan, oleh masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana Otsus (URD), pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil analisis adalah pencapaiannya rata-ratanya pendapat responden adalah 0,20, dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana otsus untuk partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/ individu dalam penyusunan
perencanaan, dan penganggaran,
Pelaksanaan
Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan tindak lanjut dalam keterlibatan masyarakat orang asli Papua (OAP) khususnya di Kabupaten dalam keikutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti tokoh masyarakat, masyarakat individu dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rataratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0.3972, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. 5.2.3.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Beberapa isu–isu strategis yang terungkap dalam penelitian ini antara lain: 1. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal partisipasi di Kabupaten Jayawijaya hasil analisis adalah SKPD dengan penilain prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 182
Individu mempunyai prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Partisipasi SKPD, Skor yang diperoleh sebesar 3,444 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi SKPD di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam pelaporan dan PI dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak memuaskan”. Partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan, skor yang diperoleh sebesar 2,2000 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi lembaga Pendidikan dan kesehatan, di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dan perencanaan penggunaan dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak memuaskan”. Partisipasi Individu (Masyarakat) mempunyai skor terendah di bandingkan dengan Partisipasi Lembaga dan SKPD, dimana individu (masyarakat) yang diperoleh
skor
masyarakat
di
sebesar Distrik
1,8833
menunjukkan
Wamena
Kota
bahwa
Kabupaten
tingkat
partisipasi
Jayawijaya
dalam
penganggaran, perencanaan dan pelaksanaan anggaran dana Otsus tergolong dalam kategori “tidak memuaskan”. Hal ini disebabkan oleh tidak dilibatkannya masyarakat dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik, sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan yang akan dibiayai dari sumber dana Otsus. 2. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal transparansi di Kabupaten Jayawijaya hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta Individu mempunyai penilaian prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. 3. Aspek pengelolaan dana Otsus dalam hal Akuntabilitas di Kabupaten Jayawijaya hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta Individu (masyarakat) mempunyai penilaian prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. 4. Masyarakat sangat berharap Otonomi Khusus Papua dapat membawa perubahan dan kehidupan baru di tanah Papua. Karena harapan yang besar ini, publik (masyarakat) tak henti-hentinya menyoroti berbagai aspek yang telah dijanjikan Otonomi Khusus. Mereka terus menyuarakan agar pelayanan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan prasarana dasar seperti perumahan, air bersih, dan listrik dapat diperhatikan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 183
5. Persoalan kemudian muncul karena pemerintah daerah membelanjakan dana itu tidak transparan dan akuntabel. Sebagian besar publik di Papua, dan lebih khusus penduduk asli Papua, melihat bahwa dana itu tidak beres dalam perencanaan dan pengelolaannya. Bahkan dari pihak pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga menyadari bahwa masih banyak pengalokasian dana Otsus yang kurang tepat dan masih harus ditata ulang. Sayang sekali bahwa kesadaran
akan
kekurangan
itu
tidak
segera
ditindak
lanjuti
dengan
permemuaskanan, sehingga kekecewaan atas pengelolaan dana publik itu terus berlanjut. 6. Karena kenyataan bahwa dana itu tidak transparan dalam pengelolaannya, banyak pejabat daerah dan pegawai negeri sipil asli Papua memberikan solusi agar dana itu dikelola di luar proses penganggaran harus transparansi sesuai aturan perundangan keuangan negara harus diterapkan untuk dana Otonomi Khusus Papua. 7. Kesiapan dan kemampuan pengusaha lokal (kelompok kerja) masih sangat terbatas. Dalam merespon kebijakan dan keberpihakan kepada pengusaha lokal dalam mendapatkan prioritas ”lebih” untuk mengerjakan proyek (kegiatan), banyak pengusaha lokal kalah bersaing dari pengusaha pendatang. Saran agar pembinaan dan perhatian bagi pengusaha lokal mendapat perhatian; namun dalam kenyataannya kompetensi pengusaha lokal dalam bermitra dengan pemberi kerja kurang mampu menyamai kompetensi pengusaha pendatang. Upaya–upaya
yang
perlu
dilakukan
oleh
pemerintah
untuk
meningkatkan
pengelolaan dana Otsus, antara lain: 1. Dalam rangka pelaksanaan otonomi mengenai aspek pengelolaan dana otsus dalam hal partisipasi dan akuntabilitas yang berfokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan,
Penganggaran,
Pelaksanaan
Anggaran,
Pengawasan
dan
Monitoring, Pelaporan dan PI dan tindak Lanjut dalam keterlibatan Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta Individu (masyarakat) perlu mendapat perhatian pemerintah dalam memberikan kebijakan dan memberikan advokasi tentang peraturan yang sedang berlaku. 2. Dalam rangka pelaksanaan otonomi kampung dalam mengelola keuangan di kampung, kapasitas masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (Kelompok simpan pinjam dan kelompok Kerja), Pemerintahan Distrik sampai pemerintahan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 184
di Kampung harus diperkuat agar mampu memahami pentingnya keuangan kampung dan pola serta mekanisme pengelolaannya, lebih khusus pemerintah kampung diperkuat kapasitasnya dalam merencanakan, memformulasikan, mengalokasikan dan mengontrol. 5.2.4 KINERJA
OUTPUT
PENGELOLAAN
DANA
OTSUS
KABUPATEN
PEGUNUNGAN BINTANG Pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang melibatkan SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta masyarakat. Pengelolaan dana Otsus tersebut ditinjau dari tiga aspek yakni aspek Partisipasi, aspek Transparansi dan aspek Akuntabilitas. Setiap aspek pengelolaan dana Otsus berfokus pada perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut. Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang secara keseluruhan sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk SKPD yang diperoleh sebesar 0,7232 dengan prestasi B yakni Baik. Sedangkan, pengelolaan dana Otsus untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang secara keseluruhan sangat tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor capaian Pengelolaan Dana Otsusuntuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,1905 dengan prestasi E yakni Sangat Tidak Baik. Dan selanjutnya, pengelolaan dana Otsus menurut Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang secara keseluruhan berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk Individu yang diperoleh sebesar 0,5906 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Tabel 5.19 Total Skor Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut
SKPD 2,0000 2,2500 1,5893 2,1250 1,7500 2,3750 2,3750
LPK 0,4000 1,0000 0,2000 0,4000 0,8000 0,8000 0,4000
Individu 1,4167 1,3167 2,4500 1,5833 0,7833 1,9000
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 185
Lanjutan Tabel 5.19
Fokus Pengelolaan Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD
LPK
Individu
14,4643
4,0000
9,4500
20,0000 0,7232 B
21,0000 0,1905 E
16,0000 0,5906 C
Sumber: Data diolah, 2013
5.2.4.1
PARTISIPASI
Pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Partisipasi dapat dijelaskan dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan dana
Otsus
dari
Aspek
Partisipasi
dengan
berfokus
pada
perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut. Gambar 5.7 Skor Capaian WEB Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD
Kabupaten Pegunungan Bintang
Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Individu
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 186
Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang ditinjau dari Aspek Partisipasi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Partisipasi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6875 dengan prestasi B yakni Baik. Selama Otonomi Khusus berjalan di Provinsi Papua, perencanaan dana Otsus memang dilakukan oleh setiap SKPD selaku pengguna anggaran. Dalam melakukan perencanaan penggunaan dana Otsus, SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang telah melibatkan semua lapisan masyarakat terutama orang asli Papua (OAP) melalui pelaksanaaan Musrembang di tingkat kampung sampai dengan tingkat kabupaten. Dalam penganggaran program/kegiatan, SKPD telah melibatkan lebih dari setengah Orang Asli Papua di SKPD dalam penyusunan RKA SKPD dari sumber dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, SKPD memberikan kesempatan kepada beberapa Pengusaha Orang Asli Papua untuk mendapatkan kegiatan SKPD yang pendanaannya bersumber dari Dana Otsus. Tabel 5.20 Skor Capaian Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,6250 0,7500 0,8750 0,6250 0,5000 0,7500
LPK 0,4000 0,6000 0,0000 0,0000 0,4000 0,2000 0,2000
Individu 0,2833 0,2833 0,7667 0,6833 0,7667
4,1250 6,0000 0,6875 B
1,8000 7,0000 0,2571 D
2,7833 5,0000 0,5567 C
Sumber: Data diolah, 2013.
SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang memberikan kesempatan kepada semua pejabat SKPD untuk ikut dalam monitoring dan mengawasi serta menindak lanjuti hasil monitoring program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Dalam melakukan pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, SKPD membuat prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD. Untuk menindaklanjuti temuan BPK pada program/kegiatan dari sumber dana Otsus, pejabat dalam setiap SKPD terkait selalu melakukan pembahasan tindak lanjut temuan BPK tersebut. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 187
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak Baik. Selama ini, dalam perencanaan pengelolaan dana Otsus, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Rumah Sakit dan Puskesmas tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan alokasi dana Otsus pada bidang pendidikan dan kesehatan. Tetapi dalam penganggaran dana Otsus, pihak Sekolah serta pihak Rumah Sakit dan Puskesmas tetap mendapatkan alokasi dalam program dan kegiatan yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini SKPD Pendidikan dan Kesehatan. Memang pada dasarnya pihak Sekolah, Rumah Sakit dan Puskesmas tidak bisa mengusulkan program dan kegiatan yang sebenarnya dibutuhkan oleh mereka sesuai kondisi yang dialami, tetapi perencanaan dan penganggaran alokasi dana Otsus pada bidang pendidikan dan kesehatan masih menyentuh mereka seperti Pembebasan SPP Siswa, Bantuan Dana Operasional Sekolah, dan lain-lain. Menurut Lembaga Pendidikan, pihak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pernah sekali diundang untuk mengikuti Rakor bersama Dinas Pendidikan terkait sosialisasi kegiatan di bidang pendidikan di Kabupaten
Pegunungan
Bintang.
Dalam
pelaksanaan
anggaran,
Lembaga
Pendidikan seperti sekolah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran pembangunan gedung sekolah yang didanai dari dana Otsus. Bahkan pengusulan penambahan Ruang Kelas Belajar (RKB) oleh pihak sekolah tidak pernah direalisasikan karena alasan pembangunan sekolah hanya dipusatkan pada kawasan pendidikan saja. Sedangkan untuk dana Otsus bidang kesehatan, diketahui bahwa sejak tahun 2005 dana Otsus di bidang kesehatan tidak diperuntukan untuk pembangunan fisik gedung maupun renovasi gedung termasuk Rumah Sakit dan Puskesmas. Dana Otsus hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan seperti pengadaan obat-obatan dan membiayai pasien ke rumah sakit rujukan di Jayapura. Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah tidak diberi akses untuk mengawasi dan memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan
jumlah
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 188
sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter, perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain. Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, tidak ada prosedur pengaduan atau komplain dari masyarakat asli Papua tentang pelayanan pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Serta tidak ada prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat asli Papua yang disediakan oleh Rumah Sakit/Puskesmas tentang pelayanan kesehatan di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut, Pimpinan/Kepala Sekolah tidak ikut terlibat dalam menindaklanjuti temuan BPK tentang pengelolaan dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak melibatkan stafnya untuk menindaklanjuti hasil temuan pengelolaan dana Otsus, jika ditemukan adanya kasus oleh BPK. Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Individu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,5567 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan pengelolaan dana Otsus, masyarakat asli Papua menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik, sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan yang akan dibiayai dari sumber dana Otsus. Dalam penganggaran, masyarakat menilai bahwa warga Orang Asli Papua bukan PNS tidak diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran di SKPD terkait sebagai pengguna anggaran dari sumber dana Otsus. Dalam
pelaksanaan
anggaran,
masyarakat
kampung
menilai
bahwa
pengusaha Orang Asli Papua sudah diberi kesempatan melaksanakan proyek yang dibiayai dari sumber dana Otsus. Selain itu, warga kampung di Pegunungan Bintang telah berpartisipasi dalam kegiatan RESPEK secara baik. Dalam hal pengawasan dan monitoring, masyarakat menilai bahwa Orang Asli Papua sudah aktif dalam memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Selama ini, masyarakat juga telah mengawasi langsung berbagai kegiatan RESPEK yang dilakukan di kampung. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK selalu menjadi perhatian warga kampung. Masyarakat mengenal dana Otsus melalui Program RESPEK dan karena program RESPEK langsung bersentuhan dengan masyarakat. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 189
5.2.4.2
TRANSPARANSI
Pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Transparansi dapat dijelaskan dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan dana Otsus dari Aspek Transparansi dengan berfokus pada perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut. Gambar 5.8 Skor Capaian WEB Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Bintang SKPD Kabupaten Pegunungan Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Individu Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang ditinjau dari Aspek Transparansi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6607 dengan prestasi B yakni Memuaskan. Selama berjalannya Otsus di Kabupaten Pegunungan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 190
Bintang, perencanaan berbagai program/kegiatan yang dibiayai dari sumber dana Otsus di sampaikan oleh SKPD hanya kepada pihak-pihak terkait yakni kepada pemda Provinsi, Bappeda, Dinas Keuangan di Kabupaten, dan DPR sehingga seluruh lapisan masyarakat tidak mengetahui tentang perencanaan penggunaan dana Otsus yang dilakukan SKPD bagi peningkatan pelayanan terhadap masyarakat Orang Asli Papua. Walaupun Musrembang tingkat Kabupaten dilaksanakan tetapi tidak menjamin adanya keterbukaan informasi tentang perencanaan penggunaan dana Otsus di kabupaten. Dalam penganggaran, pegawai orang asli Papua dalam SKPD mengetahui alokasi dana untuk berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, Kabupaten Pegunungan Bintang belum menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE) sehingga berbagai kegiatan dari sumber dana Otsus belum bisa dimasukkan dalam LPSE.Dalam hal pengawasan dan monitoring, hasil pengawasan dan monitoring program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD. Dalam hal penatausahaan keuangan, penggunaan dan laporan pelaksanaan anggaran dana Otsus diketahui oleh pejabat-pejabat eselon III pada setiap SKPD pengguna dana Otsus. Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, rekomendasi pengawasan internal diketahui oleh pejabat SKPD dan 50 persen lebih pegawai dalam SKPD. Dalam hal tindak lanjut, pada umumnya tindak lanjut temuan BPK terkait pengelolaan dana Otsus diketahui pejabat dalam SKPD pengguna dana Otsus. Tabel 5.21 Skor Capaian Web Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,5000 0,7500 0,0000 0,7500 0,8750 0,8750 0,8750
LPK 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2000 0,2000
Individu 0,8167 0,7667 0,8500 0,7167 0,8667
4,6250 7,0000 0,6607 B
0,4000 7,0000 0,0571 E
4,0167 5,0000 0,8033 A
Sumber: Data diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 191
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Transparansi bagi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang sangat tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,0571 dengan prestasi E yakni Sangat Tidak Baik. Dalam perencanaan setiap Program/kegiatan pendidikan dasar dan menengah dari sumber dana Otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan tidak diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu, rencana program/kegiatan pembangunan bidang kesehatan dari dana Otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan melalui Rumah Sakit/Puskesmas tidak di sampaikan secara terbuka kepada semua pihak. Dalam penganggaran, tidak diketahui dengan jelas oleh Kepala sekolah, guru dan komite sekolah tentang adanya sumber dana Otsus yang digunakan untuk pembangunan sekolah maupun untuk program/kegiatan sekolah yang lainnya baik dalam hal jumlah dana, maupun peruntukannya. Selain itu, Kepala Rumah Sakit/Puskesmas juga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah anggaran dana Otsus yang menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang maksimum kepada masyarakat melalui Rumah Sakit/Puskesmas. Dalam pelaksanaan anggaran, setiap pembangunan dan renovasi gedung atau ruang sekolah yang bersumber pada dana Otsus tidak diinformasikan oleh pihak sekolah melalui papan proyek, banner, spanduk, atau media lainnya. Dalam hal pengawasan dan monitoring, tidak ada mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten untuk memberikan informasi kepada sekolah terkait dengan transparansi program dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus. Selain itu, dalam upaya meningkatkan kebijakan transparansi anggaran, pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat sistem informasi anggaran yang standar untuk masyarakat. Dalam hal penatausahaan keuangan, komite sekolah atau orang tua siswa tidak mengetahui laporan pertanggungjawaban kegiatan yang didanai dari dana Otsus. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus. Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal, tidak ada SOP Pelayanan Pendidikan yang digunakan sekolah, dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru, pegawai dan masyarakat secara terbuka. Selain itu, SOP pelayanan kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan tetapi tidak diketahui secara terbuka oleh dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat. Dalam hal tindak lanjut, Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 192
hasil temuan BPK atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu diinformasikan oleh Pemerintah Kabupaten dan atau DPRD kepada sekolah maupun komite sekolah. Selain itu, jika ada hasil temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus pada Rumah Sakit/Puskesmas tidak selalu diinformasikan kepada seluruh dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya. Pengelolaan
dana
Otsus
ditinjau
dari
Aspek
Transparansi
bagi
Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi untuk Individu yang diperoleh sebesar 0,8033 dengan prestasi A yakni Sangat Baik. Dalam perencanaan dan penganggaran berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, masyarakat menilai bahwa pelaksanaan Musrembang kampung, distrik bahkan Musrenbang kabupaten sudah transparan dalam perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, penilaian masyarakat kampung terhadap proyek yang dibiayai dari sumber dana Otsus sudah transparan bagi pengusaha orang asli Papua, dan juga penilaian masyarakat kampung terhadap keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada seluruh warga kampung. Tetapi perlu diketahui bahwa warga/masyarakat kampung di Pegunungan Bintang mengetahui/memahami program RESPEK sebagai suatu program tersendiri dari pemerintah Provinsi Papua dan tidak dibiayai dengan dana Otsus karena selama ini tidak pernah ada transparansi/keterbukaan informasi kepada masyarakat bahwa program RESPEK merupakan program yang dibiayai dari sumber dana Otsus. Dalam hal pengawasan dan monitoring berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, masyarakat kampung menilai bahwa informasi kegiatan RESPEK sudah disampaikan secara terbuka kepada seluruh warga kampung. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK secara terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan pemerintah daerah. 5.2.4.3
AKUNTABILITAS
Pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Akuntabilitas dapat dijelaskan dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 193
dana Otsus dari Aspek Akuntabilitas dengan berfokus pada perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut. Gambar 5.9 Skor Capaian WEB Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Lembaga Pendidikan & Kesehatan SKPD Kabupaten Pegunungan Bintang
Induvidu Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang ditinjau dari Aspek Akuntabilitas sudah berjalan dengan sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas SKPD yang diperoleh sebesar 0,8163 dengan prestasi A yakni Sangat Baik.Selama Otsus berjalan di Kabupaten Pegunungan Bintang, SKPD melakukan penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan dari sumber dana Otsus dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada pemerintah Provinsi Papua. Dalam penganggaran, Pejabat SKPD terkait setuju dengan alokasi dana Otsus untuk pendidikan sebesar 30 persen dan kesehatan sebesar 15 persen. Dan SKPD menyusun rencana anggaran dana Otsus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 194
berdasarkan UU No. 21 tentang Otonomi Khusus dan juga peraturan yang telah ditetapkan pemerintah Provinsi Papua. Dalam pelaksanaan anggaran, pengusaha asli Papua telah mendapatkan pekerjaan/kegiatan dari sumber dana Otsus. Pemberian pekerjaan kegiatan terhadap Pengusaha Orang Asli Papua berpedoman pada Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. Dalam hal pengawasan dan monitoring, SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang rutin melaksanakan monitoring pekerjaan yang bersumber dari dana Otsus. Terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut, Pemerintah Provinsi telah menyusun peraturan dan pedoman mengenai pelaksanaan monitoring dan evaluasi dana Otsus yang digunakan oleh SKPD pada saat melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan, SKPD telah membuat sesuai
dengan
laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus
aturan
yang
berlaku
dan
SKPD
menyusun
laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tersebut berdasarkan peraturan dan pedoman yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Papua. Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, tidak selalu dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Kabupaten Pegunungan Bintang terhadap dana Otsus. Dalam hal tindak lanjut, ada sanksi yang diberikan oleh SKPD terhadap pelanggaran penggunaan dana Otsus di SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang. Tabel 5.22 Skor Capaian Web Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,8750 0,7500 0,7143 0,7500 0,8750 1,0000 0,7500
LPK 0,0000 0,4000 0,2000 0,4000 0,4000 0,4000 0,0000
Individu 0,3167 0,2667 0,8333 0,1833 0,7833 0,2667
5,7143 7,0000 0,8163
1,8000 7,0000 0,2571 D
2,6500 6,0000 0,4417
A
C
Sumber: Data diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 195
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Akuntabilitas bagi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak Memuaskan. Dalam perencanaan selama ini, kebijakan pembangunan pendidikan yang dibiayai dari dana Otsus memang telah dirumuskan dan tertuang dalam dokumen URD serta terdapat juga dalam perencanaan SKPD (RENSTRA-SKPD), dan telah memperhatikan keputusan gubernur Papua. Namun, seringkali yang menjadi kebutuhan utama pihak sekolah justru tidak terakomodir dalam URD tersebut. Selain itu, pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas yang dibiayai dengan dana Otsus seringkali tidak
sesuai
dengan
rencana
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya.
Dalam
penganggaran dana Otsus, pihak sekolah mengetahui bahwa alokasi dana Otsus untuk bidang pendidikan telah sesuai dengan keputusan Gubernur yakni 30 persen. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas ikut dilibatkan oleh Dinas Kesehatan, dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahunnya.
Dalam
pelaksanaan
anggaran,
pihak
sekolah
tidak
mengetahui
besarnyaalokasi dana Otsus untuk setiap sekolah dari total alokasi dana Otsus sebesar
30
persen
untuk
bidang
pendidikan.
Selain
itu,
pihak
Rumah
Sakit/Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Kesehatan, dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus. Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah maupun pihak Rumah Sakit/Puskesmas selalu dilibatkan dalam pembuatan laporan progres pelaksanaan anggaran dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan, Dinas Pendidikan memberikan sanksi ataupun penghargaan kepada sekolah yang melaksanakan anggaran dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas juga dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan bidang kesehatan yang didanai dari dana Otsus. Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, Inspektorat Kabupaten dan Provinsi selalu melakukan pemeriksaan internal terhadap penggunaan dana Otsus bidang pendidikan yang digunakan oleh pihak sekolah dan juga terdapat laporan pengawasan
internal
kegiatan
yang
didanai
dari
dana
otsus
di
Rumah
Sakit/Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut, selama ini tidak ada tindak lanjut yang diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten atau penegak hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan dana Otsus yang dilaksanakan oleh Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 196
pihak sekolah. Dan juga tidak terdapat laporan tindak lanjut jika ditemukan ada kasus dalam penggunaan dana otsus pada Rumah Sakit/Puskesmas. Pengelolaan
dana
Otsus
ditinjau
dari
Aspek
Akuntabilitas
bagi
Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas untuk Individu yang diperoleh sebesar 0,4417 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan, masyarakat kampung menilai bahwa pelaksanaan Musrenbang kampung bahkan Musrenbang Kabupaten tidak merencanakan penggunaan dana Otsus secara baik untuk menjawab kebutuhan masyarakat asli Papua. Dalam penganggaran, masyarakat kampung di Pegunungan Bintang tidak mengetahui jumlah dana Otsus yang diturunkan ke kabupaten pada setiap Tahun Anggaran APBD. Dalam pelaksanaan anggaran, masyarakat kampung di Pegunungan Bintang menilai bahwa kelompok pendamping kampung sudah terampil dalam pertanggungjawaban keuangan RESPEK. Dalam hal pengawasan dan monitoring, masyarakat kampung belum melihat adanya sanksi yang diberikan bagi orang asli papua yang salah menggunakan dana RESPEK. Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal, masyarakat kampung menilai bahwa pelaporan Dana RESPEK telah dibuat tepat waktu. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut terhadap penyalahgunaan/penyelewengan dana RESPEK belum sesuai dengan aturan yang berlaku. 5.2.4.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Isu-isu strategis yang bisa dikemukakan dari Kabupaten Pegunungan Bintang, antara lain: 1. Di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak terdapat prosedur pengaduan dan komplain dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD. 2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus. 3. SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang belum melaksanan Layanan LPSE. 4. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana otsus tidak secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 197
5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesmas/rumah sakit kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai dana otsus dan besaran dananya. 6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter. 7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus tidak disampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas. 8. Masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang mengetahui program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, namun masyarakat lebih mengetahui program Respek. Masyarakat memang mengetahui program dan kegiatan Respek tetapi tidak mengetahui sumber dana yang membiayai program Respek tersebut. 9. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang disampaikan kepada masyarakat. Dari berbagai isu strategis yang dikemukakan di atas dapat direkomendasikan beberapa hal penting terkait pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan bintang. Rekomendasi tersebut antara lain: 1. Perlu ada prosedur pengaduan dan komplain dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD melalui penyediaan kotak saran/pengaduan/SMS Centre/call centre 2. Keterlibatan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang sejak merumuskan Usulah Rencana Definitif (URD) perlu ditingkatkan sehingga dokumen Rencana Definitif dapat konsisten dengan URD. 3. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) perlu dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara diundang dan aktif dalam rapat koordinasi. 4. Kabupaten Pegunungan Bintang harus melaksanakan dan memperkuat LPSE dan ULP (Unit Layanan Pengadaan). 5. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus dalam papan informasi atau baliho/banner.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 198
6. Lembaga pendidikan dan kesehatan harus memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus dan besaran dananya dengan cara meyampaikan dokumen perencanaan dan penganggaran dana Otsus. 7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, perawat dan dokter misalnya dalam bentuk informasi yang ditempel pada mading atau buku 8. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang harus disampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas dalam bentuk dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) penggunaan dana Otsus. 9. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus kepada masyarakat misalnya program Respek dibiayai dari dana Otsus. 10. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang harus disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk informasi yang bisa diakses melalui media massa. 11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus.
5.2.5 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SARMI 5.2.5.1
PARTISIPASI
Secara umum partisipasi SKPD dalam pengelolaan dana Otsus dikatakan sudah cukup baik. Hasil survei menunjukan fokus pengelolaan dalam perencaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dikatakan sudah baik dengan masing-masing skor 0,6250, 0,6250 dan 0,6250. Sedangkan penganggaran, palaporan dan pemerikasaan internal dan tidak lanjut pengelolaannya dikatakan cukup baik. Kondisi yang menunjukan cukup baiknya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan adalah (1) SKPD selalu melibatkan masyarakat OAP dalam penyusunan perencanaan kegiatan yang menggunakan dana Otsus, yang diatur dengan mekanisme tertentu; (2) Lebih dari setengah OAP dalam SKPD ini terlibat dalam penyusunan RKA SKPD dari sumber dana Otsus; (3) Ada beberapa Pengusaha
Orang
Asli
Papua
yang
mendapatkan
kegiatan
SKPD
yang
pendanaannya bersumber dari Dana Otsus; (4) semua pejabat diberi kesempatan untuk ikut dalam monitoring, semua pejabat diberi kesempatan mengawasi dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 199
menindak lanjuti hasil monitoring; (5) Ada pembahasan tindak lanjut atas temuan BPK oleh pejabat. Tabel 5.23 Skor Capaian Partisipasi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
SKPD
Perencanaan
0,6250
Penganggaran
0,5000
Pelaksanaan Anggaran
0,6250
Pengawasan & Monitoring
0,6250
Perencanaan 1.00
Tindak Lanjut
0.80 0.6250 0.60 0.40
0.5714
0.5000
Penganggara n
0.20
Penatausahaan
0.00
Pelaporan dan PI
0,4286
Tindak Lanjut
0,5714
Jumlah Skor
3,3750
Maksimum
6,0000
Pencapaian
0,5625
Pelaporan dan PI
0.6250
0.4286
Pelaksanaan Anggaran 0.6250
Prestasi
Pengawasan dan Monitoring
C
Sedangkan, pengelolaan dana Otsus pada lembaga pendidikan dan kesehatan secara umum dikatakan tidak baik pengelolaannya. Hasil survei menunjukan, perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, pelaporan dan pengawasan internal dan tindak lanjut diketahui tidak baik pengelolaannya dengan skor 0,3409, 0,2273, 0,3409, 0,2558 dan 0,3409. Namun, fokus pengelolaan dalam penganggaran dan penatausahaan pengelolaan dapat dikatakan cukup baik dengan skor 0,6047 dan 0,5227. Beberapa hal yang menyebabkan tidak baiknya pengelolaan dana otsus adalah (1) Pihak sekolah dan puskesmas tidak biasa diundang untuk membahas perencanaan program dan kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung, Distrik, Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan; (2) Sekolah dan puskesmas tidak diberi kesempatan oleh Dinas Pendidikan untuk menyusun kebutuhan anggaran sesuai dengan perencanaan; (3) Pihak sekolah dan puskesmas terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran pembangunan gedung sekolah yang didanai dari dana Otsus (tidak melalui Dinas Pendidikan); (4) Pihak sekolah dan Puskesmas kurang terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter, Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 200
perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain; (5) tidak tersedianya prosedur pengaduan atau Komplain dari masyarakat Orang Asli Papua tentang pelayanan pendidikan di Sekolah (SD atau SMP) dan Puskesmas tentang pelayanan kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas; (6) Pimpinan/Kepala Sekolah kurang terlibat dalam menindaklanjuti temuan pengelolaan dana Otsus. Tabel 5.24 Skor Capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Lembaga
Perencanaan
0,3409
Penganggaran
0,6047
Pelaksanaan Anggaran
0,2273
Pengawasan dan Monitoring
0,3409
Penatausahaan
0,5227
Pelaporan dan PI
0,2558
Tindak Lanjut
0,3409
Jumlah Skor
2,6332
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,3762
Prestasi
Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut
0.60 0.40
Penganggara n 0.1429 0.5714
0.00000.20 0.00
0.1429
Pelaporan dan PI
0.1429 0.0000
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
D
Sumber: Data Diolah 2013
Selain itu, secara umum pengelolaan dana otsus pada masyarakat dapat dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukan Perencanaan Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan Tindak Lanjut pengelolaanya dikatakan cukup baik sedangkan pada fokus pengelolaan perencanaan dikatakan tidak baik. Secara umum partisipasi masyarakat dikatakan cukup baik ditunjukan dengan (1) Masyarakat biasa diundang untuk hadir dalam kegiatan Musrenbang Distrik atau Kampung dalam menyusun suatu rencana program dan kegiatan kampung; (2) Masyarakat Orang Asli Papua di kampung diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan rencana anggaran kampung; (3) Masyarakat Orang Asli Papua yang ada di Kampung telah berpartisipasi dalam program dan kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan keterlibatan dalam program Respek); (4) Masyarakat Orang Asli Papua berperan aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan yang bersumber
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 201
dari dana Otsus (misalkan dalam pengelolaan dana Respek); (5) Tindak lanjut dari penyalahgunaan dana Otsus (misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian masyarakat Orang Asli Papua di Kampung. Tabel 5.25 Skor Capaian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Masyarakat
Perencanaan
0,3962
Penganggaran
0,4154
1.00
Pelaksanaan Anggaran
0,5519
0.60
Pengawasan& Monitoring
0,4808
Perencanaan 0.80
0.7833 Tindak Lanjut
Tindak Lanjut
0,5904
Jumlah Skor
2,4346
Maksimum
5,0000
Pencapaian
0,4869
5.2.5.2
0.40 0.20
0.5333 Penganggaran
0.00
Pemeriksanaan Internal
Prestasi
0.5667
0.5833 Pengawasan dan Monitoring
0.6333 Pelaksanaan Anggaran
C
TRANSPARANSI
Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus pada SKPD di Kabupaten Sarmi dikatakan sangat tidak memuaskan/baik. Data hasil survei menunjukan Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana orsus pada SKPD prestasinya sangat tidak memuaskan/baik dengan skor 0,4869. Kondisi yang mengambarkan sangat tidak memuaskan/baiknya tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus di lembaga pendidikan dan kesehatan adalah (1) Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus tidak secara terbuka di sampaikan kepada semua pihak; (2) Lebih dari setengah OAP dalam SKPD ini tidak mengetahui alokasi penggunaan dana Otsus; (3) Daerah ini sudah menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE). Kegiatan dari sumber Otsus sudah dimasukkan dalam LPSE; (4) hasil pengawasan dan monitoring dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD ini; (5) Penggunaan dan laporan pelaksanaan anggaran dana Otsus tidak diketahui oleh pejabat
eselon 3 pada
SKPD tersebut; (6) Tindak lanjut temuan BPK diketahui pejabat dalam SKPD ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 202
Tabel 5.26 Skor Capaian Transparansi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
SKPD
Perencanaan
0,1429
Penganggaran
0,5714
Pelaksanaan Anggaran
0,1429
Pengawasan& Monitoring
0,0000
Penatausahaan
0,1429
Pelaporan dan PI
0,1429
Tindak Lanjut
0,0000
Jumlah Skor
1,1429
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,1633
Prestasi
Perencanaan
Tindak Lanjut
Pelaporan dan PI
1.00 0.80 0.60 0.1429 0.40 0.00000.20 0.00 0.1429
Penatausahaan
0.0000 0.1429
Penganggaran 0.5714
0.1429
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring
E
Tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada lembaga pendidikan dan kesehatan secara umum dikatakan pengelolaannya tidak memuaskan. Hasil survei menunjukan capaian prestasinya adalah E dengan skor 0,1633. Beberapa hal yang mengambarkan tidak baiknya tingkat transparansi pengelolaan dana otsus adalah (1) Program dan atau kegiatan pendidikan dasar dan menengah dan puskesmas dari sumber dana otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan selalu diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah; (2) Kepala sekolah, guru dan komite, kepala puskesmas, para medis mengetahui dengan jelas adanya sumber dana Otsus yang digunakan untuk pembangunan sekolah (jumlah uang, dan peruntukan); (3) Pembangunan dan renovasi gedung atau ruang sekolah atau puskesmas yang bersumber pada dana Otsus selalu diinformasikan oleh sekolah atau puskesmas melalui Papan Proyek, banner, spanduk, atau media lainnya; (4) tidak adanya mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten untuk memberikan informasi kepada sekolah dan puskesmas terkait dengan transparansi program dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus (5) Laporan pertanggungjawaban kegiatan yang didanai dari dana Otsus diketahui oleh komite sekolah atau orang tua siswa; (6) Pihak Rumah Sakit/Puskesmas membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus yang dapat diketahui oleh masyarakat; (7) SOP Pelayanan Pendidikan yang digunakan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 203
sekolah, Puskesmas dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru, pegawai, para medis dan masyarakat secara terbuka; (8) SOP pelayanan kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan dan diketahui secara terbuka oleh dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat; (9) Hasil temuan BPK atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu diinformasikan oleh Pemerintah Kabupaten Pemda dan atau DPRD kepada sekolah dan atau komite sekolah dan puskesmas. Tabel 5.27 Skor Capaian Transparansi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Lembaga
Perencanaan
0,2955
Penganggaran
0,3409
Pelaksanaan Anggaran
0,2500
Pengawasan & Monitoring
0,1591
Penatausahaan
0,4318
Pelaporan dan PI
0,5349
Tindak Lanjut
0,3256
Jumlah Skor
2,3377
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,3340
Prestasi
Perencanaan 1.00 0.80 Tindak Lanjut 0.60 0.40 0.0000 0.20 0.0000 0.0000 0.2500 0.00 0.0000 Pelaporan dan 0.0000 0.0000 PI
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Penatausahaan
D
Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada masyarakat secara umum dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukkan, capaian prestasinya transparansi pengelolaan dana Otsus adalah cukup baik dengan skor 0,46554. Kondisi ini mengindikasikan bahwa (1) MUSRENBANG sudah transparan dalam perencanaan
program
dan
kegiatan
yang
dibiayai
dari
dana
Otsus;
(2)
MUSRENBANG sudah transparan dalam penganggaran program dan kegiatan yang diabiayai dari dana Otsus; (3) proyek dari sumber Otsus sudah transparan bagi pengusaha OAP, saya menilai keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada warga; (4) informasi kegiatan RESPEK sudah disampaikan secara terbuka kepada warga kampung; (5) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK secara terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan pemda.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 204
Tabel 5.28 Skor Capaian Transparansi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Masyarakat
Perencanaan
0,4596
Penganggaran
0,4346
Pelaksanaan Anggaran
0,4788
Pengawasan dan Monitoring
0,4788
Perencanaan 1.00 0.80 0.5667 0.60 0.40 Tindak Lanjut Penganggaran 0.4167 0.3667 0.20 0.00
Pemeriksanaan Internal Tindak Lanjut
0,4750
Jumlah Skor
2,3269
Maksimum
5,0000
Pencapaian
0,4654
Prestasi
5.2.5.3
0.5667
Pengawasan dan Monitoring
0.5167
Pelaksanaan Anggaran
C
AKUNTABILITAS
Secara umum akuntabilitas pengelolaan dana otsus pada SKPD di Kabupaten Sarmi dikatakan sudah baik. Hasil survei menunjukkan, capaian akuntabilitas pengelolaan dana Otsus adalah 0,7832 dengan prestasi sudah baik. Kondisi ini mengindikasikan bahwa (1) Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan Otsus dibuat dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada pemerintah provinsi; (2) Anggaran Kegiatan atau program pembangunan daerah yang dibiayai dengan dana Otsus dimasukkan kedalam dokumen anggaran; (3) Pelaksanaan anggaran kegiatan dilaporkan dalam bentuk pertanggungjawaban; (4) Pengawasan dan Monev Dana Otsus di SKPD dilakukan secara kontinue dalam pertanggungjawaban
kepada
publik;
(5)
SKPD
telah
membuat
laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus sesuai dengan aturan yang berlaku; Apakah terdapat penghargaan apabila melaporkan tepat waktu; Apakah terdapat sanksi apabila terlambat melaporkan; (6) Terdapat aturan/norma tentang jenis, persentase, program & kegiatan untuk OAP; (7) ekomendasi tersebut ditindaklanjuti oleh SKPD Anda yang diperiksa antara lain dengan melakukan perbaikan SPI, tindakan
administratif,
dan/atau
penyetoran
kas/penyerahan
aset
ke
negara/daerah/perusahaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 205
Tabel 5.29 Skor Capaian Akuntabilitas SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
SKPD
Perencanaan
1,0000
Penganggaran
0,8571
Pelaksanaan Anggaran
0,6250
Pengawasan& Monitoring
0,7500
Penatausahaan
0,7500
Pelaporan dan PI
0,8750
Tindak Lanjut
0,6250
Jumlah Skor
5,4821
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,7832
Prestasi
0.6250 Tindak Lanjut
0.8750 Pelaporan dan PI 0.7500 Penatausahaa n
Perencanaan 1.00 1.0000 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
0.7500
Penganggara n 0.8571 Pelaksanaan 0.6250 Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
B
Tingkat akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan kesehatan dikatakan tidak memuaskan/baik. Data hasil survei menunjukan skor capaian akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan kesehatan adalah 0,3744 dengan prestasi tidak memuaskan/baik. Kondisi yang mengindikasikan penilaian atas skor ini adalah (1) Pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan pendidikan dasar dan kesehatan yang dibiayai dengan dana otsus tidak sesuai rencana yang ditetapkan sebelumnya; (2) Kepala Sekolah dan Kepala Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Pendidikan, dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun ajaran; (3) Pihak sekolah dan puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan progres pelaksanaan anggaran; (4) Laporan pengawasan dan monitoring kegiatan sekolah dan puskesmas yang didanai dari dana Otsus rutin disusun oleh sekolah; (5) Sekolah dan puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan yang didanai dari dana Otsus; (6) Terdapat laporan pengawasan internal kegiatan yang didanai dari dana Otsus; (7) Tidak terdapat laporan tindak lanjut atas temuan penggunaan dana otsus pada kegiatan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 206
Tabel 5.30 Skor Capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Lembaga
Perencanaan
0,3256
Penganggaran
0,2955
Pelaksanaan Anggaran
0,2500
Pengawasan& Monitoring
0,4318
Penatausahaan
0,4091
Pelaporan dan PI
0,5000
Tindak Lanjut
0,4091
Jumlah Skor
2,6210
Maksimum
7,0000
Pencapaian
0,3744
Prestasi
Perencanaan
1.00 0.80 Penganggara Tindak Lanjut 0.60 n 0.400.2500 0.3750 0.0000 0.20 0.00 0.0000
Pelaporan dan PI
0.2500
Pelaksanaan Anggaran
0.0000
0.2500
Penatausahaa n
Pengawasan dan Monitoring
D
Secara umum akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat dikatakan
tidak
memuaskan/baik.
Data
survei
menunjukkan,
skor
capaian
akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat adalah 0,3554 dengan prestasi tidak memuaskan/baik. Beberapa hal yang menyebabkan kurangnya pengelolaan
dana
otsus
adalah
(1)
MUSRENBANG
telah
merencanakan
penggunaan dana Otsus kurang berjalan dengan baik; (2) Warga tidak mengetahui jumlah dana Otsus yang diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD; (3) pengusaha OAP kurang trampil dalam pertanggungjawaban keuangan dari kegiatan yang dikerjakan, saya menilai kelompok pendamping kampung sudah trampil dalam pertanggungjawaban keuangan RESPEK; (4) pengawasan dana RESPEK kurang dilakukan pemda kabupaten, (5) Kurangnya sanksi bagi OAP yang salah menggunakan dana RESPEK; (5) pelaporan dana RESPEK dibuat tidak tepat waktu; (6) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK belum sesuai aturan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 207
Tabel 5.31 Skor Capaian Akuntabilitas Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013 Fokus Pengelolaan
Masyarakat
Perencanaan
0,4327
Penganggaran
0,2731
Pelaksanaan Anggaran
0,3846
Pengawasan& Monitoring
0,3308
Pemeriksanaan Internal
0,3769
Tindak Lanjut
0,3346
Jumlah Skor
2,1327
Maksimum
6,0000
Pencapaian
0,3554
Prestasi
5.2.5.4
Perencanaan 1.00 0.80 0.60 0.4333 Tindak Lanjut Penganggaran 0.40 0.5000 0.3000 0.20 0.00 0.3500 Pemeriksanaan Internal
0.4500 0.2833
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
D
ISU-ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Isu-isu strategis pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Sarmi dapat dilihat aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi pada tingkat SKPD dan Masyarakat sudah berjalan cukup baik, tetapi pada lembaga pendidikan dan kesehatan belum optimal karena disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Belum terdapat prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD; 2. Lembaga pendidikan dan Kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) kurang dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus; 3. Belum ada pemahaman yang baik tetang kegiatan yang bersumber dari dana Otsus; 4. Sebagian besar wilayah kabupaten/kota belum melaksanan layanan LPSE; 5. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus tidak secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus; 6. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai dana otsus dan besaran dananya;
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 208
7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana Otsus kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter; 8. Temuan BPK atas pengelolaan dana otsus tidak disampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas; 9. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tidak tepat waktu; 10. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus belum sesuai dengan aturan atau juknis 11. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah kurang ditindaklanjuti; 12. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus; 13. Kurangnya Monitoring dan evaluasi dana Otsus oleh dinas terhadap sekolah, puskesmas dan rumah sakit. Beberapa
rekomendasi
atau
langkah
kongkrit
yang
perlu
dilakukan
pemerintah daerah antara lain: 1. Pada Perlu ada prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD; 2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) perlu dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara: 3. Setiap wilayah kabupaten/kota harus melaksanan Layanan LPSE; 4. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus; 5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit harus memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus dan besaran dananya; 6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana Otsus harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter; 7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus harus di sampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas; 8. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus kepada masyarakat misalnya program respek dibiayai dari dana Otsus;
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 209
9. Perlu penyampaian melalui media cetak/elektronik/massa kepada masyarakat tentang program dan kegiatan yang didanai oleh dana Otsus seperti Porgram Respek; 10. Hasil penggunaan dana Otsus harus di sampaikan kepada masyarakat; 11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus; 12. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus tepat waktu; 13. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai dengan aturan atau juknis; 14. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah kabupaten/kota harus ditindaklanjuti; 15. Harus ada sanksi tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus; 16. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus diserahkan tepat waktu; 17. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai dengan aturan atau juknis; 18. Harus ada sanksi tegas terhadap kepala sekolah, kepala puskesmas dan kepala rumah sakit atas penyalahgunaan dana Otsus.
5.2.6 KINERJA
OUTPUT
PENGELOLAAN
DANA
OTSUS
KABUPATEN
TOLIKARA 5.2.6.1
PARTISIPASI
Menurut Schumacher (1973), manusia itu mampu untuk membangun diri mereka sendiri tanpa mengharuskan terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan struktural yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa strategi yang paling tepat untuk menolong orang miskin (underprivileged people) adalah “memberi kail daripada ikan”, dengan demikian poor people dapat mandiri. Namun demikian, apabila orang miskin tidak diberikan hak untuk mengail di “sungai”, maka kehidupannya tidak akan menjadi lebih baik. Ini artinya bahwa untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat. Menurut Conyers (1981) partisipasi masyarakat (society participation) dalam perencanaan sangatlah penting, hal ini dikarenakan (a) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat; (b) masyarakat akan lebih mempercayai program Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 210
kegiatan pembangunan apabila dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat cenderung lebih mengetahui seluk beluk program dan kegiatan dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program dan kegiatan tersebut; (c) mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan. Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus. Tabel 5.32 Klasifikasi Skoring Excellent/Fully Acceptable Very Good/Substantially Acceptable Good/Fairly Acceptable Moderate/Partially Acceptable Poor/Not Acceptable
80 -100% 60 – 79% 40 – 59% 20 – 39% 00 – 19%
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
A B C D E
Sangat Memuaskan Memuaskan Cukup Memuaskan Tidak Memuaskan Sangat Tidak Memuaskan
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting) 0.2222, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.6667, pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.8889, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5556. Tabel 5.33 Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat
ASPEK PENGELOLAAN PARTISIPASI 0.4444 0.2222 0.6667 0.8889 0.6667 0.5556 3.4444 6.0000 0.5741 C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 211
Gambar 5.10 Participation Web Analyses of Government Institutions Perencanaan 1.00 0.80 0.60 0.4444
Tindak Lanjut 0.5556
Penganggaran
0.40 0.20
0.2222
0.00
0.6667 0.6667 Pelaporan dan PI
Pelaksanaan Anggaran
0.8889 Pengawasan dan Monitoring
Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara
telah
cukup
memuaskan
(0.4444)
melibatkan
masyarakat
dalam
penyusunan rencana program dan kegiatan melalui penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring ASMARA). Selanjutnya dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup memuaskan (0.5556) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan penggunaan dana otonomi khusus hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maka pimpinan SKPD akan segera menindaklanjutinya. Sementara itu dari aspek penganggaran dinilai tidak memuaskan (0.2222) karena ada kecenderungan penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD hanya disusun oleh pihak-pihak tertentu dalam instansi tersebut. Sedangkan dari aspek pelaksanaan anggaran, pelaporan serta pelaksanaan internal masing-masing berpredikat baik dengan skor 0.6667 (Budgeting Execution) dan 0.6667 (Reporting and Internal Auditing). Hal ini menunjukkan bahwa SKPD terkait telah melibatkan pengusaha orang asli papua (OAP) dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari dana otonomi khusus. Hal senada, dalam aspek pelaporan dan pemeriksaan internal telah baik diselenggarakan oleh aparat pengawas internal (inspektorat). Ditinjau dari aspek pengawasan dan monitoring dinilai sangat baik (0.8889), ini artinya bahwa instansi terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja maupun lapangan secara berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan. Selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara sudah “cukup memuaskan” mendapatkan “predikat nilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.5741 atau 57.41 persen (range 40 persen–59 persen).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 212
Sedangkan
Keterlibatan
lembaga
pendidikan
(sekolah)
dan
lembaga
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data dan Gambar Participation Web Analyses of Education and Health Institutions dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus,sebagai berikut: Tabel 5.34 Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah 2013
ASPEK PENGELOLAAN PARTISIPASI 0.3333 0.3333 0.3333 0.5000 0.5000 0.1667 0.5000 2.6667 7.0000 0.3810 D
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.3333, penganggaran
(budgeting) 0.3333, pelaksanaan
anggaran (budgeting execution) 0.3333, pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.5000, penatausahaan 0.5000,
pelaporan dan pemeriksaan internal
(reporting and internal auditing) 0.1667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 213
Gambar 5.11 Participation Web Analyses of Education and Health Institutions Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut 0.5000
0.60 0.3333 0.40 0.20
Penganggaran 0.3333
0.00
0.1667
0.3333
Pelaporan dan PI
Pelaksanaan Anggaran 0.5000
Pengawasan dan Monitoring
Ini artinya bahwa lembaga pendidikan (pihak sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) tidak secara langsung dilibatkan dalam penyusunan rencana program dan kegiatan, pengalokasian dana otonomi khusus tidak sepenuhnya dikelola oleh lembaga pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, fenomena yang menarik adalah lembaga pendidikan dan kesehatan telah cukup memuaskan (0.5000) dilibatkan dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana otonomi
khusus
yang
dikelola
di
lingkungannya.
Selanjutnya,
dari
aspek
penatausahaan mendapatkan predikat cukup memuaskan (0.5000) karena lembaga pendidikan dan kesehatan secara langsung melakukan pembukuan administrasi pengelolaan keuangan atas alokasi dana otonomi khusus yang dikelola oleh lembaga tersebut. Sedangkan dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup memuaskan (0.5000) karena apabila ada temuan kasus penyelewengan dana otonomi khusus maka pihak sekolah dan pihak puskesmas serta
rumah sakit
langsung menindaklanjutinya. Hal yang kontradiktif adalah aparat pengawas internal (inspektorat) tidak melakukan pengawasan dan pembinaan secara baik (0.1667). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara “tidak memuaskan” dan mendapatkan ”predikat nilai D”, dengan besaran pencapaian skor 0.3810 (range 20–39 persen). Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data individu (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat serta masyarakat) dan Gambar Participation
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 214
Web Analyses of Society dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus,sebagai berikut: Tabel 5.35 Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN PARTISIPASI 0.0167 0.0000 0.4667 0.5000 0.4000 1.3833 5.0000 0.2767 D
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah, 2013
Gambar 5.12 Participation Web Analyses of Society Perencanaan 1.00 0.80 0.60 0.40
Tindak Lanjut 0.4000
0.00
0.5000
Pengawasan dan Monitoring
Penganggaran
0.0167
0.20 0.0000
0.4667
Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan web analyses di atas dapat dijelaskan bahwa ada fenomena yang menarik dalam proses perencanaan dan penganggaran dana Otonomi Khusus di Kabupaten Tolikara yang ditunjukkan oleh perolehan hasil skor masing-masing sebesar 0,0167 (planning) dan 0,0000 (budgeting). Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini mekanisme perencanaan pembangunan di Kabupaten Tolikara tidak pernah melibatkan masyarakat dalam musrenbang distrik dan atau kampung untuk membahas tentang prioritas program dan kegiatan pembangunan serta pengusulan rencana anggaran sesuai dengan kebutuhan real masyarakat baik di tingkat distrik
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 215
maupun kampung. Ada kecenderungan usulan program dan kegiatan yang diajukan dalam musrenbang kabupaten merupakan rumusan yang telah disusun oleh kaum birokrat sendiri sehingga pada saat program dan kegiatan tersebut digulirkan kepada masyarakat tidak sesuai dengan kondisi spesifik dan kebutuhan real masyarakat setempat. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Riyadi dan Bratakusumah (2004) bahwa perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Hal yang sangat kontradiktif adalah walaupun perencanaan (planning) dan penganggaran (budgeting) mendapatkan predikat skore poor/not acceptable dengan range antara 00–19 persen namun pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) serta tindak lanjut (follow up) berpredikat cukup memuaskan (good/fairly acceptable), masing-masing skornya sebagai berikut 0,4667 (budgeting execution), 0,5000 (controlling and monitoring) dan 0,4000 (follow up). Fenomena ini memberikan makna bahwa masyarakat di tingkat distrik maupun kampung di Kabupaten Tolikara dalam kenyataannya hanya mengetahui bahwa Respek merupakan program Gubernur sejak Tahun 2007 yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama kebutuhan infrastruktur dasar wilayah. Respek lebih popular karena labelisasi yang lebih gencar dibanding Otonomi Khusus, padahal Respek bersumber dari dana Otonomi Khusus. Sehingga masyarakat memberikan apresiasi dan pencitraan yang jauh lebih baik untuk program Respek bila dibandingkan dengan program dan kegiatan lain yang dibiayai oleh dana Otonomi Khusus. Secara keseluruhan tingkat partisipasi (participation) masyarakat
di
Kabupaten
Tolikara
“tidak
memuaskan”
(moderate/partially
acceptable) dengan perolehan skor pencpaian 0.2767 khususnya dari aspek pelibatan dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena “berpredikat nilai D” dengan range 20–30 persen. Berikut disajikan Tabel perbandingan aspek partisipasi pengelolaan dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai berikut:
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 216
Tabel 5.36 Perbandingan Aspek Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Antar Stakeholders di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah 2013
SKPD 0.4444 0.2222 0.6667 0.8889 0.6667 0.5556 3.4444 6.0000 0.5741 C
LEMBAGA PENDIDIKAN & KESEHATAN 0.3333 0.3333 0.3333 0.5000 0.5000 0.1667 0.5000 2.6667 7.0000 0.3810 D
MASYARAKAT 0.0167 0.0000 0.4667 0.5000 0.4000 1.3833 5.0000 0.2767 D
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masyarakat di Kabupaten Tolikara telah dilibatkan cukup memuaskan dan mendapatkan predikat nilai C dengan besaran pencapaiannya 0.5741 (57.41persen). Itu artinya proses penjaringan aspirasi masyarakat melalui musrenbang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (SKPD) sehingga pemerintah mendapatkan informasi yang cukup memuaskan bagi pemilihan dan penetapan program dan kegiatan strategis yang bersumber dari dana otonomi khusus sehingga dalam implementasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat atau tepat sasaran bagi orang asli papua (OAP). Hal ini sangat kontradiktif dengan hasil perolehan skor menurut lembaga pendidikan (pihak sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, dewan guru dan komite sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) serta masyarakat yang meliputi tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan masyarakat asli Papua di Kabupaten Tolikara. Dalam kenyataannya, lembaga pendidikan dan kesehatan serta masyarakat menilai bahwa selama ini pelibatan dalam pengelolaan dana otonomi khusus tidak berjalan sebagaimana mestinya, hal ini ditunjukkan dengan predikat nilai D (tidak memuaskan) dengan perolehan skor masing-masing 0.3810 (38.10 persen) dan 0.2767 (27.67 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penyusunan program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara tidak melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan serta masyarakat sehingga ada ada program dan kegiatan yang tidak tepat sasaran untuk masyarakat asli Papua. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 217
5.2.6.2
TRANSPARANSI
Transparansi penyelenggaraan pemerintahan memiliki arti yang sangat penting di mana masyarakat diberikan kesempatan untuk mengetahui kebijakan yang akan dan telah diambil oleh pemerintah. Bahkan dengan adanya transparansi penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan feedback atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Ini berarti bahwa transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat memberikan makna yang sangat berarti yakni disamping sebagai salah satu wujud pertanggung jawaban
pemerintah
kepada
rakyat,
kecuali
itu
pula
dapat
menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau good governance dan juga dapat mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Menurut Mardiasmo (2003) mengemukakan bahwa transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Berikut disajikan Tabel dan Gambar yang merupakan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi dalam pengelolaan dana otonomi khusus. Tabel 5.37 Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat
ASPEK PENGELOLAAN TRANSPARANSI 0.4444 0.4444 0.1111 0.6667 0.7778 0.7778 0.5556 3.7778 7.0000 0.5397 C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 218
Gambar 5.13 Transparency Web Analyses of Government Institutions Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.60 0.4444
0.5556
0.40
0.4444
0.20
0.7778
0.00
0.1111
Pelaporan dan PI
Pelaksanaan Anggaran 0.6667
Pengawasan dan Monitoring
0.7778 Penatausahaan
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting) 0.4444, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.1111, pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, penatausahaan 0.7778, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.7778 serta tindak lanjut (follow up) 0.5556. Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara telah cukup memuaskan (0.4444) menyampaikan secara terbuka mengenai program dan kegiatan kepada masyarakat. Selanjutnya dari aspek pengganggaran (budgeting) dinilai cukup memuaskan (0.4444) yang artinya pengalokasian penggunaan dana otonomi khusus telah diketahui oleh orang asli papua yang bekerja di SKPD terkait. Sementara itu dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup memuaskan (0.5556) karena apabila ada temuan penyelewengan dana otonomi khusus akan ditindaklanjuti oleh pimpinan SKPD terkait. Ditinjau dari aspek pengawasan dan monitoring, penatausahaan serta pelaporan dan pemeriksaan internal
dinilai baik dengan skor masing-masing 0.6667, 0.7778 dan 0.7778 ini
artinya bahwa instansi terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja maupun lapangan secara berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan dan proses pengajuan permintaan dana, pembukuan dan pertanggung
jawaban
penggunaan
dana
serta
pelaporan
secara
terbuka
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 219
disampaikan kepada seluruh pejabat di lingkungan SKPD terkait. Selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara sudah “cukup transparan” karena mendapatkan ”predikat nilai C”,dengan besaran pencapaian skor 0.5397 atau 53.97 persen (range 40–59 persen). Hasil pengolahan data dari aspek transparansi pengelolaan dana Otonomi Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel tranparansi pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar transparency web analyses of education and health institutions sebagai berikut: Tabel 5.38 Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat
ASPEK PENGELOLAAN TRANSPARANSI 0.3333 0.5000 0.5000 0.0000 0.6667 0.8333 0.5000 3.3333 7.0000 0.4762 C
Sumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.3333, penganggaran
(budgeting) 0.5000, pelaksanaan
anggaran (budgeting execution) 0.5555, pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.0000, penatausahaan 0.6667, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.8333 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 220
Gambar 5.14 Transparency Web Analyses of Education and Health Institutions Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut
0.60 0.3333 0.5000 0.40 0.5000
Penganggaran
0.20 0.00
0.8333
0.0000
Pelaporan dan PI
0.6667
Penatausahaan
0.5000
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan tidak disampaikan secara terbuka kepada lembaga pendidikan (pihak sekolah), yakni kepala sekolah, dewan guru dan komite sekolah dan lembaga kesehatan (Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit) sehingga dari aspek perencanaan perolehan skornya 0.3333 dengan predikat tidak memuaskan. Namun demikian, fenomena yang menarik adalah dari aspek penganggaran, pelaksanaan anggaran, tindak lanjut mendapatkan predikat cukup memuaskan dengan perolehan skor masing-masing 0.5000, 0.5000, dan 0.5000, meskipun dari aspek pengawasan dan monitoring sangat tidak memuaskan dengan perolehan skor 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengalokasian, pengelolaan, dan pelaksanaan anggaran otonomi khusus sudah berjalan cukup memuaskan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku walaupun belum terbangun sistem informasi anggaran yang standar untuk masyarakat di Kabupaten Tolikara. Selanjutnya, apabila ditinjau dari aspek pelaporan dan pertanggungjawaban program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus, yakni penatausahaan dinilai baik (0.6667) karena pihak sekolah dan pihak kesehatan mengetahui penggunaan dana otonomi khusus. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten
Tolikara
“cukup
memuaskan”
diinformasikan
kepada
lembaga
pendidikan dan kesehatan dan mendapatkan ”predikat nilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.4762 atau 47.62 persen (range 40–59 persen). Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar transparency web analyses of society di bawah ini maka dapat dijelaskan bahwa penyelenggaraan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 221
pemerintahan di Kabupaten Tolikara belum transparan, artinya bahwa transparansi belum dibangun atas dasar pijakan kebebasan arus informasi yang memadai. Akses terhadap arus informasi hanya dimiliki oleh kaum birokrat publik tanpa memberikan kesempatan kepada seluruh komponen masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dari sisi perencanaan (planning), penganggaran (budgeting) dan pelaksanaan anggaran (budgeting execution )bila dikaji dari aspek pengelolaan dana Otonomi Khusus maka besaran skoring masing-masing sebagai berikut 0,000 (planning), 0,0167 (budgeting) dan 0,1833 (budgeting execution) dengan predikat poor/not acceptable (range 00-19 persen). Menurut Smith (2004), hal ini mengindikasikan bahwa selama ini proses pembuatan peraturan dan atau kebijakan pemerintah daerah
Kabupaten
Tolikara,
belum
melibatkan
partisipasi
masyarakat
dan
memperhatikan kebutuhan masyarakat (standard procedural requirements), di samping itu pula, dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran program dan kegiatan pembangunan belum pernah dilakukan komunikasi dua arah/dialog antara pemerintah daerah dengan masyarakat (consultation processes). Menurut pandangan masyarakat bahwa selama ini monitoring and evaluation yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara sudah cukup memuaskan dengan perolehan skor sebesar 0,4000, meskipun dalam kenyataannya apabila ada penyimpangan penggunaan dana Otonomi Khusus tidak ditindaklanjuti secara baik dan terbuka disampaikan kepada masyarakat. Perolehan skoring tindak lanjut pengelolaan dana Otonomi Khusus sebesar 0,2000 dengan predikat moderate/partially acceptable. Tabel 5.39 Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat
ASPEK PENGELOLAAN TRANSPARANSI 0.0000 0.0167 0.1833 0.4000 0.2000 0.8000 5.0000 0.1600 E
Sumber: Data Diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 222
Gambar 5.15 Transparency Web Analyses of Society Perencanaan 1.00 0.80 0.60 0.40
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.20 0.0000 0.2000 0.00
0.0167 0.1833
0.4000
Pengawasan dan Monitoring
Pelaksanaan Anggaran
Secara keseluruhan tingkat transparansi (transparency) masyarakat di Kabupaten Tolikara sangat “tidak memuaskan” (poor/not acceptable) dengan perolehan skor pencapaian 0.1600
atau 16.00 persen khususnya karena
”berpredikat nilai E dengan range 00–19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Tolikara tidak secara transparan diinformasikan kepada masyarakat. Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek transparansi pengelolaan dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai berikut: Tabel 5.40 Perbandingan Aspek Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Antar Stakeholders di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN
SKPD
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal
0.4444 0.4444 0.1111 0.6667 0.7778 0.7778
LEMBAGA PENDIDIKAN & KESEHATAN 0.3333 0.5000 0.5000 0.0000 0.6667 0.8333
0.5556 3.7778 7.0000 0.5397 C
0.5000 3.3333 7.0000 0.4762 C
Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah 2013
MASYARAKAT 0.0000 0.0167 0.1833 0.4000 0.2000 0.8000 5.0000 0.1600 E
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 223
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara telah cukup transparan dan mendapatkan
“predikat
nilai
C
(cukup
memuaskan)”,
dengan
besaran
pencapaiannya 0.5397 atau 53.97 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara cukup transparan dalam pengelolaan dana otonomi khusus baik terhadap lembaga pendidikan dan kesehatan maupun masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat. Hal ini senada dengan hasil perolehan skor lembaga pendidikan dan kesehatan, yakni 0.4762 atau 47.62 persen dengan memperoleh predikat nilai C, yakni cukup memuaskan. Namun demikian, pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan kesehatan sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus hanya diketahui oleh aparat pemerintah, dalam artian bahwa masyarakat tidak pernah mengetahui tentang perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran yang dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh dana otonomi khusus, hal ini ditunjukkan dengan hasil predikat nilai E untuk aspek transparansi dengan perolehan skor 0.1600 atau 16.00 persen (sangat tidak memuaskan). 5.2.6.3
AKUNTABILITAS
Hughes (1992) menegaskan bahwa organisasi pemerintah dibuat oleh dan untuk publik, karenanya perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik. Selanjutnya dikemukakan oleh Hatry (1980) apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tersebut ditetapkan dan tidak digunakan secara menyimpang. Akuntabilitas merupakan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi publik (Finner dalam Darwin (1993). Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Tabel dan Gambar di Kabupaten Tolikara dari aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana otonomi khusus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 224
Tabel 5.41 Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAAN AKUNTABILITAS 0.5556 0.6667 0.8889 0.8889 0.6667 0.6667 0.3333 4.6667 7.0000 0.6667 B
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.5556, penganggaran (budgeting)
0.6667,
pelaksanaan
anggaran
(budgeting
execution)
0.8889,
pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow up) 0.3333. Gambar 5.16 Accountability Web Analyses of Government Institutions Perencanaan 1.00 0.80 0.5556 0.60
Tindak Lanjut 0.3333
Penganggaran
0.6667
0.40 0.20 0.8889
0.00
Pelaporan dan
PI 0.6667
Pelaksanaan Anggaran 0.6667
Penatausahaan
Pengawasan dan Monitoring
0.8889
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 225
Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara telah cukup memuaskan (0.5556) membuat dokumen perencanaan yang memuat seluruh program dan kegiatan yang dibiayai dengan dana otonomi khusus dan secara berkala membuat laporan triwulanan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua.
Sedangkan
aspek
penganggaran,
penatausahaan
dan
pelaporan
memperoleh predikat baik dengan besaran perolehan skor yang sama yaitu 0.6667. Hal ini menunjukkan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah mengetahui dan memahami dengan baik alokasi dana otonomi khusus untuk sektor pendidikan dan kesehatan serta setiap tahun melaksanakan program dan kegiatan yang dibiayai melalui dana otonomi khusus yang telah tertuang dalam dokumen perencanaan masing-masing SKPD, salah satu bentuk dokumennya yaitu Rencana Strategis (RENSTRA SKPD) yang kemudian dijabarkan dalam rencana kerja tahunan SKPD (RENJA). Selain itu, SKPD telah memuaskan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana otonomi khusus secara berkala kepada pemerintah daerah Provinsi Papua. Ditinjau dari aspek pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring yang dilakukan oleh SKPD sudah dilaksanakan dengan sangat memuaskan yang ditunjukkan oleh perolehan skor yang sama sebesar 0.8889. Hal ini mengindikasikan bahwa sesuai amanat Perpres 84 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, maka SKPD telah memberikan kepercayaan dan melibatkan pengusaha orang asli papua (OAP) dalam melaksanakan program dan kegiatan yang dibiayai dengan dana otonomi khusus dalam rangka percepatan pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat dan juga telah sangat baik melaksanakan pengawasan dan monitoring program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus. Namun demikian, apabila ditinjau dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai tidak memuaskan (0.3333) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan penggunaan dana otonomi khusus yang dilakukan oleh pejabat pelaksana anggaran tidak dikenakan sanksi (punishment) dan tidak ditindaklanjuti secara baik oleh pimpinan SKPD. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini, Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara telah mempertanggung jawabkan
penggunaan
dana
otonomi
khusus
secara
“memuaskan”
dan
mendapatkan ”predikat nilai B” dengan besaran pencapaian skor 0.6667 atau 66.67 persen (range 60-79 persen).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 226
Hasil pengolahan data dari aspek akuntabilitas pengelolaan dana Otonomi Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar accountability web analyses of education and health institutions. Hal ini menunjukkan bahwapengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.000 penganggaran (budgeting)
0.3333,
pelaksanaan
anggaran
(budgeting
execution)
0.3333,
pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.5000, penatausahaan 0.3333, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow up) 0.6667. Tabel 5.42 Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
ASPEK PENGELOLAAN AKUNTABILITAS 0.0000 0.3333 0.3333 0.5000 0.3333 0.6667 0.6667 3.3333 7.0000 0.4048 C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 227
Gambar 5.17 Accountability Web Analyses of Education and Health Institutions Perencanaan 1.00 0.80
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.60
0.6667
0.40
0.3333
0.200.0000 0.00
Pelaporan dan PI
0.3333
0.6667
Pelaksanaan Anggaran
0.3333 0.5000
Pengawasan dan Monitoring
Penatausahaan
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perencanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan tidak dirumuskan dan dituangkan secara baik dalam usulan rencana definitif SKPDdan dalam dokumen perencanaan lainnya seperti rencana strategis SKPD sehingga dari aspek perencanaan perolehan skornya 0.000 dengan predikat sangat
tidak
memuaskan
sehingga
berimbas
kepada
sisi
penganggaran,
pelaksanaan anggaran dan penatausahaan yang dinilai tidak memuaskan dengan besaran perolehan skor yang sama yakni 0.3333. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan tidak mengetahui besaran alokasi dana otonomi khusus dan juga tidak dilibatkan secara penuh dalam proses pengelolaan dana otonomi khusus. Sementara dari aspek pengawasan dan monitoring dinilai cukup memuaskan (0.5000), yang dapat diartikan bahwa program dan kegiatan yang merupakan urusan bidang pendidikan dan kesehatan sudah cukup memuaskan diawasi, dimonitor dan dievaluasi secara kontinyu pada tahun anggaran berjalan. Sedangkan aspek pelaporan dan pemeriksaan internal serta tindak lanjut mendapatkan predikat baik dengan perolehan skor yang sama yakni sebesar 0.6667. Hal ini menunjukkan bahwa aparat pengawas internal dalam hal ini Inspektorat secara berkala melakukan pengawasan internal terhadap laporan penggunaan dana otonomi khusus. Dan apabila ada temuan penyimpangan dalam penggunaan dana tersebut maka akan tindak lanjuti ke ranah hukum. Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
selama
ini,
pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara “cukup memuaskan” dipertanggung jawabkan mendapatkan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 228
”predikat nilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.4048 atau 40.48 persen (range 40–59 persen). Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar dibawah ini dapat dijelaskan bahwa penganggaran dengan skor 0,0000 (budgeting) dan pelaksanaan anggarannya dengan skor 0,0167 berada diantara range 00–19 persen dan atau berpredikat poor/not acceptable, yang artinya bahwa selama ini masyarakat asli Papua di Kabupaten Tolikara tidak pernah mengetahui besaran peruntukkan dana Otonomi Khusus yang digulirkan kepada masyarakat dan bentuk pertanggung jawaban penggunaan dana Otonomi Khusus. Sedangkan perencanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pemeriksaan internal masing-masing skornya 0,2500, 0,2500, dan 0,2667 berpredikat moderate/partially acceptable. Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Tolikara belum melakukan pengawasan dana Otonomi Khusus secara optimal dan belum secara berkala membuat laporan penggunaan dana Otonomi Khusus. Namun demikian apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana Otonomi Khusus sudah ada tindakan nyata lebih lanjut yang cukup memuaskan dari pemerintah daerah sesuai dengan ranah hukum yang berlaku (0,4333). Tabel 5.43 Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat
ASPEK PENGELOLAAN AKUNTABILITAS 0,2667 0,0000 0,0167 0,2500 0,2500 0,4333 1,2167 6,0000 0,2028 D
Sumber: Data Diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 229
Gambar 5.18 Accountability Web Analyses of Personal Perencanaan 1.00 0.80 0.60
Tindak Lanjut 0.4333
0.40 0.2667 0.20 0.00
Penganggaran
0.0000 0.0167
0.2500 0.2500
Pemeriksanaan Internal
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Secara keseluruhan tingkat akuntabilitas (accountability) di Kabupaten Tolikara tidak memuaskan (moderate/partially acceptable) dengan perolehan skor pencapaian 0.2028 (20.28 persen) karena berpredikat D dengan range 20–39 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Tolikara tidak secara baik dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai berikut: Tabel 5.44 Perbandingan Aspek Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Antar Stakeholders di Kabupaten Tolikara FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan & Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan Pemeriksaan Internal Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Predikat Sumber: Data Diolah 2013
SKPD 0.5556 0.6667 0.8889 0.8889 0.6667 0.6667 0.3333 4.6667 7.0000 0.6667 B
LEMBAGA PENDIDIKAN & KESEHATAN 0.0000 0.3333 0.3333 0.5000 0.3333 0.6667 0.6667 2.8333 7.0000 0.4048 C
MASYARAKAT 0.2667 0.0000 0.0167 0.2500 0.4000 1.3833 5.0000 0.2767 D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 230
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara bahwa pemerintah daerah setempat accountable dengan ”predikat nilai B” (memuaskan) dengan besaran pencapaiannya 0.6667 (66.67 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara secara bertanggung jawab mengelola dana otonomi khusus baik dari aspek pengelolaan keuangan, dokumen administrasi dan bukti-bukti fisik di lapangan. Sedangkan menurut penilaian lembaga pendidikan dan kesehatan bahwa selama ini pemerintah daerah (SKPD) terkait cukup bertanggung jawab dalam pengelolaan dana otonomi khususnya, dengan mendapatkan ”predikat nilai “C” (cukup memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.4048 (40.48 persen). Sebaliknya pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan kesehatan sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus tidak dilakukan secara bertanggung jawab oleh aparat pemerintah di Kabupaten Tolikara. Hal ini ditunjukkan dengan ”predikat nilai D” (tidak memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.2028 (20.28 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Tolikara tidak dilaksanakan secara bertanggung jawab sehingga belum menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat asli Papua.
5.2.6.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Berdasarkan uraian dan analisis di atas, maka dapat dirumuskan beberapa isu strategis perlu dikaji dan dibahas dalam studi berikut ataupun menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tolikara yaitu: 1. Peningkatan alokasi dana Otsus setiap tahun tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat orang asli Papua; 2. Pembagian prosentase alokasi dana per bidang prioritas tidak sesuai dengan ketentuan Otsus; 3. Prosentase alokasi dana di bidang ekonomi kerakyatan sangat kecil, sehingga belum mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat orang asli Papua; 4. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena program dan kegiatan yang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 231
bersumber dari dana otonomi khusus di handle secara langsung oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan; 5. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua (indigenous peoples); 6. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran dana Otsus sesuai mekanisme yang berlaku; 7. Masyarakat Tolikara lebih banyak mengetahui dan terlibat dalam program Respek daripada mengetahui dan terlibat dalam program OTSUS secara keseluruhan. Beberapa rekomendasi kebijakan dan program pada masa yang akan datang adalah: 1. Pemerintah Daerah perlu konsisten dengan aturan dalam kebijakan menentukan besaran persentasi alokasi dana otsus per bidang dan program; 2. Kebijakan program sebaiknya lebih didorong untuk peningkatan ekonomi rakyat orang asli Papua agar rakyat orang Papua mampu keluar dari lingkaran kemiskinan dan ketergantungan hidup bagi rakyat di Kabupaten Tolikara; 3. Pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP) harus tetap menjaga dan memelihara tradisi dan budaya serta kelangsungan hidup masyarakat asli Papua (indigenous peoples);
5.2.7 KINERJA
OUTPUT
PENGELOLAAN
DANA
OTSUS
KABUPATEN
KEPULAUAN YAPEN 5.2.7.1
PARTISIPASI
Untuk tahapan Partisipasi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang diperoleh adalah 0,8889 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sebesar 0,3952 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,3920. Untuk setiap kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 232
Tabel 5.45 Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
SKPD 0,8333 0,8333 1,0000 0,8333 0,8333 1,0000 0,8889 A
Lembaga Pendidikan & Kesehatan 0,3333 0,6000 0,3333 0,5000 0,5000 0,1667 0,3333 0,3952 D
Individu 0,4746 0,3500 0,3729 0,2373 0,5254 0,4746 0,3920 D
Untuk partisipasi di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek yang ada mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum dalam tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total 1,0000 ada pada dua aspek yaitu Pelaksanaan anggaran dan Tindak lanjut. Sedangkan untuk hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik capaiannya yaitu di atas 0,8000 tanpa adanya nilai pada tahapan Penatausahaan yang hanya terdapat di Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sehingga capaian yang dimiliki untuk SKPD adalah 0,8889 dengan prestasi A. Hal ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang selama ini mengelola dana Otsus yang telah berupaya untuk melaksanakan setiap tahapan dengan maksimal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut juga mengalami kendala yang menjadi tantangan bagi pimpinan SKPD yang baru saja dilantik dalam melanjutkan setiap tahapan yang ada pada tahun-tahun selanjutnya. Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang dinilai maka dapat ditemukan bahwa tingkatan partisipasi baik dalam tahapan perencanaan sampai dengan tindak lanjut memiliki rata-rata yang sangat tidak baik dimana hanya ada tiga tahapan yang tingkat partisipasinya dinilai cukup baik yaitu Penganggaran, Pengawasan dan monitoring, dan Penatausahaan. Sedangkan aspek lain yang menjadikan aspek partisipasi menjadi rendah yaitu Perencanaan, Pelaksanaan anggaran, Pelaporan dan PI, dan Tindak lanjut. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tahapan yang tidak diikuti oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang terkait dengan pengelolaan dana Otsus sehingga untuk aspek partisipasi menjadi rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai 0,3952 atau dengan prestasi D.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 233
Kelompok yang diharapkan mampu memberikan respon terhadap baik buruknya pengelolaan dana Otsus adalah Individu yang terdiri dari Masyarakat Orang Asli Papua yang tidak bekerja sebagai PNS. Dari berbagai tahapan mulai dari Perencanaan sampai dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka dapat dilihat aspek Partisipasi yang ada hanya satu tahapan yaitu Pelaporan dan PI yang mendapat nilai 0,5254. Selain dari tahapan tersebut nilai yang dicapai untuk tahapan
dalam
pengelolaan
dana
Otsus
adalah
Tidak
Memuaskan
dan
menyebabkan aspek Partisipasi untuk Individu atau masyarakat yang ada di Kabupaten Kepulauan Yapen menjadi rendah dengan capaian sebesar 0,3920 atau dengan Prestasi D. Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek Partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus dimana terdapat beberapa hal menonjol yang membedakan tingkat Partisipasi di antara ketiga kelompok tersebut. Untuk tingkat partisipasi yang memiliki capaian sangat baik atau dalam rata-rata yang dikategorikan cukup adalah SKPD yang mana mendapatkan capaian prestasi B dengan skor 0,7833. Hal ini terjadi berdasarkan data yang diperoleh dari responden dimana tingkat partisipasi dalam berbagai cakupan pengelolaan dana Otsus yang ada pada SKPD dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini tidak sejalan dengan Aspek Partisipasi yang ada pada Lembaga Pendidikan dan Kesehatan maupun Individu atau Masyarakat sebagai penerima manfaat langsung atas setiap anggaran yang dikelola, dimana tahapan yang masih sangat jauh dari jangkauan mereka seperti keikutsertaan dalam perencanaan mulai dari tingkatan yang terendah sampai dengan mengawasi berbagai program kegiatan yang didanai dengan dana Otsus. Hal ini menyebabkan rendahnya capaian yang diperoleh seperti tampak pada gambar berikut.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 234
Gambar 5.19 Aspek Partisipasi Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kepulauan Yapen
5.2.7.2
TRANSPARANSI
Untuk tahapan Transparansi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang diperoleh adalah 0,6429 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sebesar 0,1905 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2772. Untuk setiap kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di bawah ini. Tabel 5.46 Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kepulauan Yapen Fokus Pengelolaan
SKPD
Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Individu
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
0,5000 0,6667 0,0000 0,6667 0,8333 0,8333 1,0000 0,6429 B
0,1667 0,1667 0,0000 0,0000 0,1667 0,5000 0,3333 0,1905 E
0,3559 0,2167 0,2203 0,2881 0,3051 0,3559 0,2772 D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 235
Untuk Transparansi di SKPD dari berbagai tahapan yang Tindak lanjut yang mendapatkan nilai sangat baik dengan total 1,0000 namun pada tahapan penting lainnya seperti yang tampak yaitu Pengangggaran tidak mendapatkan nilai sama sekali sehingga memperoleh nilai 0. Untuk tahapan yang lain nilainya rata-rata mencapai Baik. Pada penganggaran yang menyebabkan aspek Transparansi menjadi nol atau tidak ada sama sekali karena pada SKPD khususnya yang mengelola uang dengan persentase yang besar belum semua mendapatkan informasi tentang alokasi penggunaaan dana Otsus. Hal ini tidak kemudian menurunkan nilai capaian untuk SKPD maka diperoleh nilai 0,6429 dengan prestasi B. Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang dinilai maka dapat ditemukan bahwa aspek Transparansi pada tahapan Pelaksanaan anggaran dan tahapan Pengawasan dan monitoring dapat dilihat capaiannya yang tidak seperti diharapkandimana capaiannya sampai pada nilai terendah yaitu 0,0000. Hal ini dikarenakan berbagai kegiatan yang menggunakan atau bersumber dari dana Otsus belum disampaikan secara terbuka bagi umumnya masyarakat dan khususnya pengelola kepada para anggota di berbagai tingkatan pelayanan. Dari semua tahapan hanya Pelaporan dan PI yang mencapai nilai 0,5000 sehingga untuk aspek transparansi capaian maupun prestasinya yaitu Sangat tidak baik dengan mendapatkan nilai 0,1905 atau dengan prestasi E. Kelompok Individu yang merupakan Masyarakat Orang Asli Papua di dalam memberikan respon terhadap aspek Transparansi adalah menjadi Tidak baik karena dapat dilihat dari semua tahapan yang ada kecuali tahapan Penatausahaan yang tidak dilakukan dalam kelompok ini rata-rata kecil karena dari seluruh tahapan yang ada aspek transparansi yang diharapkan mampu membuka pemahaman masyarakat dalam alokasi dana Otsus dan program kegiatan yang menggunakan dana Otsus menjadi cukup sulit diakses sampai dengan dimonitoring dan tidak ada wadah yang komunikatif dalam menyampaikan berbagai masukan dalam hal penggunaan dana Otsus yang ada sehingga dari berbagai tahapan mulai dari Perencanaan sampai dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka dapat dilihat aspek Transparansi untuk Individu atau masyarakat yang ada di Kabupaten Kepulauan Yapen menjadi Tidak baik dengan capaian sebesar 0,2772 atau dengan Prestasi D. Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek Transparansi dalam pengelolaan dana Otsus hanya kelompok SKPD yang memiliki Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 236
capaian yang masuk pada kategori yang baik, sedangkan kedua kelompok lainnya yaitu Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sama-sama meniliki capaian yang tidak dapat dikategorikan baik dalam aspek ini, sehingga menjadi pekerjaan tambahan bagi semua pihak untuk terus berbenah diri dengan kondisi yang ada sehingga semua kelompok bisa sejalan dalam merencanakan sampai menindaklanjuti pengelolaan dana Otsus dan yang terpenting berujung pada kesejahteraan masyarakat atau Orang Asli Papua yang mana menjadi amanat dalam UndangUndang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal ini jelas terlihat pada gambar jaring laba-laba berikut. Gambar 5.20 Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen
5.2.7.3
AKUNTABILITAS
Untuk Aspek Akuntabiitas secara umum baik untuk SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil survei dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang diperoleh adalah 0,8333 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sebesar 0,3095 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2141. Untuk setiap kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 237
Tabel 5.47 Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kepulauan Yapen Fokus Pengelolaan
SKPD
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
0,8333 1,0000 1,0000 0,6667 0,5000 1,0000 0,8333 0,8333 A
Lembaga Pendidikan & Kesehatan 0,3333 0,0000 0,1667 0,3333 0,3333 0,6667 0,3333 0,3095 D
Individu 0,1695 0,2000 0,2881 0,2034 0,2373 0,1864 0,2141 D
Untuk aspek Akuntabilitas di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek yang ada mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum dalam tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total 1,0000 ada pada tiga tahapan yaitu Penganggaran, Pelaksanaan anggaran, Pelaporan dan PI. Sedangkan untuk hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik capaiannya yaitu di atas 0,8000 untuk dua tahapan dan yang terendah adalah tahapan Penatausahaan yaitu sebesar 0,5000. Sehingga dengan capaian yang ratarata baik membuat nilai yang diperoleh SKPD adalah 0,8333 dengan prestasi A. Hal ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang selama ini mengelola dana Otsus yang telah dipercayakan dengan memperhatikan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang tentang Otsus namun tentunya terlepas dari itu persoalan yang terjadi di lapangan yang menjadi temuan terus diperbaiki dalam meningkatkan kinerja dari setiap SKPD dimana dana tersebut dipercayakan untuk dikelola. Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek Akuntabilitas yang termasuk di dalamnya tahapan-tahapan dari Perencanaan sampai dengan Tindak lanjut, hanya tahapan Pelaporan dan PI yang mencapai prestasi C dengan nilai 0,6667 sehingga rata-rata dari capaian hanya 0,3000 dan satu tahapan yang bernilai 0 maka aspek Akuntabilitas di Lembaga Pendidikan dan Kesehatan menjadi rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai 0,3095 atau dengan prestasi D. Apabila kita lihat rendahnya aspek ini bagi kelompok Lembaga Pendidikan dan Kesehatan adalah karena dalam tahapan-tahapan awal lembaga ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 238
Pada Individu aspek Akuntabilitas sangat kecil dengan rata-rata capaian yang sama sehingga apabila diperhatikan pada gambar jaring mengerucut ke titik nol karena capaian yang sangat kecil. Rendahnya capaian aspek Akuntablitas di kelompok individu atau masyarakat disebabkan oleh tingkat pemahaman yang masih belum dilibatkan secara maksimal dalam semua tahapan yang ada sehingga capaian yang diperoleh adalah sebesar 0,2141 atau dikatakan Tidak memuaskan atau dengan Prestasi D. Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek Akuntabilitas dengan baik dalam pengelolaan dana Otsus hanyalah kelompok SKPD yang mana rata-rata penilaian berdasarkan data yang ada semua menunjukkan hasil yang baik, sehingga apabila dibandingkan dengan kedua kelompok lain yaitu Lembaga Pendidikan dan Kesehatan dan Individu akan terlihat dalam jaring labalaba banyak hal yang menjadi bahan perbaikan bagi SKPD untuk lebih terus memberikan ruang kepada kelompok lain untuk dana turut serta aktif dalam mengawal pengelolaan dana Otsus sehingga hasil yang akan datang akan jauh lebih merata untuk semua pihak, untuk ketiga gambar berdasarkan data yang ada di lapangan tampak pada gambar berikut. Gambar 5.21 Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 239
5.2.7.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Dengan berbagai keadaan dan kondisi yang ada terdapat beberapa isu strategis seperti terangkum dari berbagai sumber sebagai berikut: 1. Otsus sangat berharga dan menjadi suatu harapan banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah. 2. Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk kepada SKPD yang menyangkut pelayanan yang membawa manfaat langsung kepada masyarakat atau yang bersentuhan langsung kepada masyarakat. 3. Masyarakat banyak yang menyampaikan melalui berbagai sumber bahwa tidak pernah menikmati dana Otsus meskipun hal tersebut dijawab oleh SKPD dalam bentuk berbagai kegiatan yang berupa penyediaan sarana dan prasarana publik. 4. Pembagian porsi dana yang 60persen kepada daerah dirasakan masih tidak mencukupi mengingat kemudian dibagi kepada 29 kabupaten dan 1 kota sehingga mengurusi masyarakat yang merupakan urusan pemerintah kabupten dan kota hal ini menjadi sulit karena banyak hal yang akhirnya tidak mampu tercover kebutuhannya sehingga masyarakat sering melampiaskan dalam demo yang menolak Otsus itu sendiri. Berikut
beberapa
Rekomendasi
yang
perlu
untuk
diperhatikan
oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, antara lain: 1. Perlu dibuatkan suatu perencanaan yang mampu mengakomodir kepentingan masyarakat tanpa melupakan prioritas pelaksanaan yang dikondisikan sesuai dengan keuangan daerah. Dokumen tersebut harus memiliki dasar yang tepat sehingga
dikemudian
hari
tidak
terjadi
kesalahan
dalam
melakukan
perencanaan. Perbaikan dalam penyusunan berbagai dokumen perencanaan sampai dengan APBD disahkan. 2. Untuk program dan kegiatan agar disesuaikan dengan kebutuhan daerah di masing-masing kabupaten. Akan sangat tepat menghindari kebijakan yang dibuat generalisasi antar kabupaten satu dengan kabupaten yang lain mengingat kondisi geografis dan tingkat kebutuhan prioritas yang berbeda sehingga penganggaran yang dibuat akan lebih tepat sasaran. 3. Masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan yang menggunakan alokasi anggaran dana otsus adalah Orang Asli Papua tentunya dengan mengacu pada
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 240
amanat Undang-Undang Otsus namun disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. 4. Kondisi masing-masing SKPD seperti di SKPD Pendidikan alokasi dana diharapkan untuk bisa memecahkan masalah mendasar yang dialami oleh para tenaga pendidik seperti sertifikasi. Karena hal ini juga yang
sering menjadi
masalah para guru yang belum disertifikasi yang berdampak pada kegiatan belajar mengajar bagi siswa sekolah.
5.2.8 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN KEEROM 5.2.8.1
PARTISIPASI
Partisipasi dalam pengelolaan dana otsus meliputi
tahapan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Skor pengolahan data aspek partisipasi menurut penilaian SKPD sebesar 0,6667 atau 66,67 persen, lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,3929 atau 39,29 persen sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap aspek partisipasi sebesar 33,33 persen. Tabel 5.48 Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
SKPD 0,6667 0,3333 0,8333 0,8333 0,8333 0,5000 0,6667 B
Partisipasi LPK 0,2500 1,0000 0,2500 0,2500 0,7500 0,2000 0,0000 0,3929 D
Individu 0,3667 0,3500 0,3167 0,2667
0,3667 0,3333 D
Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
Berdasarkan tahapan pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan penilaian tertinggi pada tahapan pelaksanaan anggaran,
pengawasan dan
monitoring serta pelaporan dan pengendalian internal dengan skor sebesar 83,33 persen (kategori sangat memuaskan) untuk masing-masing tahapan tersebut. Indikasi dari penilaian tersebut adalah SKPD telah melaksanakan tupoksinya padatahapan pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring serta pelaporan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 241
dan pengendalian internal secara baik dan melibatkan semua pihak yang berkompeten dalam tahapan-tahapan tersebut. Skor nilai terendah aspek partispasi oleh SKPD diberikan pada tahapan penganggaran sebesar 33,33 persen dengan kategori tidak memuaskan. Sejak dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Keerom Program BK3 (Bantuan Keuangan Kepada Kampung) diberikan wewenang untuk mengalokasi dana otsus untuk beberapa kegiatan atau program, kondisi ini menyebabkan SKPD bergantung pada alokasi yang kerjakan oleh BK3 serta memiliki kapasitas yang terbatas dalam proses penganggaran. Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi pada aspek partisipasi untuk tahapan penganggaran sebesar 1,000 atau 100 persen. Telah dijelaskan di atas bahwa alokasi dana Otsus pada kegiatan yang bersifat teknis dialokasikan langsung melalui BK3 kepada lembaga atau institusi teknis sehingga proses penganggaran sepenuhnya dilaksanakan oleh lembaga teknis. Misalnya alokasi dana otsus untuk bidang kesehatan dialokasi kepada Dinas Kesehatan dan RSUD Kwaingga. Sedangkan penilaian terendah oleh lembaga pendidikan dan kesehatan pada tahapan tindak lanjut sebesar 0,0000. Pada tahapan ini lembaga atau institusi teknis di bawah SKPD tidak turut serta karena feedback yang disampaikan kepada BK3 atas pelaksanaan program atau kegiatan yang dibiayai dana otsus tidak direspon dengan baik. Peran serta individu dan masyarakat (tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat) dalam pengelolaan dana otsus selama ini sangat terbatas, sejak tahapan perencanaan hingga tindak lanjut. Hal dapat dilihat skor penilaian yang diberikan berkisar antara 26,67–36,67 persen atau berada dalam kategori tidak memuaskan. Skor tertinggi 36,67 persen diberikan pada tahap pengawasan dan monitoring sedangkan 36,67 persen adalah skor yang diberikan oleh individu atau masyarakat pada tahapan perencanaan dan tindak lanjut.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 242
Gambar 5.22 Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Secara keseluruhan penilaian yang diberikan oleh SKPD, lembaga pendidikan dan kesehatan dan individu dapat dilihat pada web skor di atas. Penilaian tertinggi diberikan
pada
tahapan
penatausahaan
dengan
skor
sebesar
75
persen
(memuaskan), sedangkan penilaian terendah dengan skor 28,89 persen (tidak memuaskan) diberikan pada tahap tindak lanjut. Penatausahaan memiliki nilai tertinggi karena penilaian pada tahap ini hanya diberikan oleh lembaga pendidikan dan kesehatan. 5.2.8.2
TRANSPARANSI
Pada aspek transparansi pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan nilai sebesar 0,5952 atau 59,52 persen (cukup memuaskan), lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,5000 atau 50 persen (cukup memuaskan), sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap aspek tranparansi sebesar 0,2667atau 26,67 (tidak memuaskan). Tabel 5.49 Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom Fokus Pengelolaan Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
SKPD 0,6667 0,8333 0,5000 0,5000 0,6667 0,3333 0,6667 0,5952 C
Transparansi LPK 0,7500 0,5000 0,0000 0,5000 0,5000 0,7500 0,5000 0,5000 C
Individu 0,1833 0,2167 0,2833 0,3333
0,3167 0,2667 D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 243
Dalam hal transparansi pengelolaan dana otonomi khusus SKPD memberikan penilai tertinggi pada tahap penganggaran dengan skor sebesar 0,8333 atau 83,33 persen (sangat memuaskan) sedangkan nilai terendah diberikan pada tahap pelaporan dan pengendalian internal sebesar 0,3333 atau 33,33 persen (tidak memuaskan). Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi untuk aspek transparansi pada tahapan perencanaan yaitu sebesar 0,7500 atau 75 persen sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahap pelaksanaan anggaran yaitu sebesar, 0.0000. Individu atau masyarakat selama ini masih menganggap bahwa pemerintah daerah tidak transparan atau tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait pengelolaan dana otsus pada semua proses atau tahapan, mulai dari tahapan perencanaan hingga tindak lanjut. Persepsi tertinggi sebesar 0,3333 atau 33,33 persen diberikan pada tahap pengawasan dan monitoring sedangkan persepsi terendah diberikan pada tahap perencanaan dengan nilai sebesar 0,1833 atau 18,33 persen. Berdasarkan skor penilaian tersebut disimpulkan bahwa individu atau masyarakat tidak puas atas transparansi pemerintah daerah dalam mengelola dana otsus, ada kesan bahwa masyarakat hanya sebagai objek pelaksanaan Otsus di Kabupaten Keerom. Gambar 5.23 Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Pelaksanaan anggaran dana Otsus belum diwujudkan secara baik selama ini di Kabupaten Keerom, Program BK3 sebagai eksekutor dana otsus belum bekerja secara maksimal. Sinergi pelaksanaan anggaran perlu di bangun antara BK3, SKPD, lembaga pendidikan dan kesehatan maupun individu atau masyarakat. Skor Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 244
penilaian terhadap tranparansi pelaksanaan anggaran sebesar 26,11 persen merupakan aspirasi ketidakpuasan individu atau masyakarat selama ini. Tranparansi pada tahapan penatausahaan pengelolaan dana otsus dianggap cukup memuaskan, skor penilaian yang di berikan oleh SKPD maupun lembaga pendidikan dan kesehatan sebesar 58,34 persen. Artinya SKPD dan lembaga pendidikan dan kesehatan sudah cukup transparan menyampaikan proses penatausahaan atas kegiatan yang bersumber dari Otsus.
5.2.8.3
AKUNTABILITAS
Aspek akuntabilitas pengelolaan dana otsus berdasarkan penilaian SKPD dengan skor 0,6905 atau 69,05 persen, lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,5714 atau 57,14 persen, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian sebesar 0,2861 atau 28,61 persen. SKPD telah mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam pengelolaan dana Otsus pada setiap tahapan sesuai aturan undang-undang. Pihak SKPD memberikan penilai di atas 0,6000 (60 persen) atau “memuaskan” pada beberapa tahapan pengelolaan dana otsus kecuali pada tahapan pelaksanaan anggaran.Pada tahap ini skor penilaian SKPD hanya sebesar 0,3333 atau 33,33 persen masuk dalam kategori tidak memuaskan. Tabel 5.50 Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom Fokus Pengelolaan SKPD 0,8333 0,6667 0,3333 0,6667 0,8333 0,6667 0,8333 0,6905 B
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Pencapaian Prestasi
Akuntabilitas LPK 0,2500 0,7500 0,2500 0,7500 0,5000 0,7500 0,7500 0,5714 C
Individu 0,3000 0,2000 0,2667 0,3667 0,3333 0,2500 0,2861 D
Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
Lembaga akuntabilitas
pendidikan
pengelolaan
dan
kesehatan
keuangan
tertinggi
memberikan pada
penilaian
tahapan
tentang
penganggaran,
pengawasan dan monitoring, pelaporan dan pengawasan internal, serta tahapan tindak lanjut dengan nilai masing-masing tahapan sebesar 0,7500 (75 persen). Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 245
Sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, masing-masing dengan nilai sebesar 0,2500 atau 25 persen sehingga masuk dalam kategori tidak memuaskan. Persepsi individu atau masyarakat tentang akuntabilitas pengelolaan dana otsus tertinggi pada tahap pengawasan dan monitoring dengan nilai 0,3667 (36,67 persen) sedangkan penilaian persepsi terendah pada pengganggaran dengan nilai 0,2000 (20 persen). Jika diamati secara keseluruhan individu atau masyarakat memberikan penilaian “tidak memuaskan” terhadap akuntabilitas pengelolaan dana otsus pada setiap tahapan. Keadaan ini terlihat dari respon tertulis responden yang menyatakan bahwa dana Otsus sudah masuk pada tingkat RT namun tidak dapat memenuhi atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang mereka harapkan. Ada pula yang menyatakan bahwa selama ini kegiatan pembangunan di kampung yang dibiayai oleh dana Otsus tidak dikoordinasikan baik dengan kepala kampung, Bamuskam, ketua RT, dan tokoh masyarakat. Gambar 5.24 Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Akuntabilitas
pelaksanaan
anggaran
masih
menjadi
perhatian
serius
pemerintah Kabupaten Keerom. Skor penilaian secara total atas akuntabilitas pelaksanaan anggaran sebesar 28,33 persen. Sedangkan skor tertinggi untuk aspek akuntabilitas pada tahap penantausahaan sebesar 66,67 persen. Berdasarkan hasil indepth interview terhadap responden diketahui bahwa pelaksanaan anggaran otsus selama ini masih berpedoman pada petunjuk teknis yang dibuat di tingkat provinsi. Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan anggaran tidak fleksibel dan masih kaku,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 246
sehingga perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan atas petunjuk teknis pengelolaan anggarannya.
5.2.8.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Jumlah penduduk orang asli Papua lebih sedikit dibanding penduduk Non Papua, perbandingan 40 persen orang asli Papua dan 60 persen Non Papua. Orang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di wilayah terpencil, terisolir dan di sepanjang perbatasan. Orang asli Papua yang berada di daerah perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan. Kegiatan
sektor
kesehatan
seperti
pembangunan
puskesmas,
pustu,
posyandu dengan menggunakan dana Otsus perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli Papua. Pembebasan biaya studi sebaiknya dilakukan khusus bagi murid atau siswa asli Papua terutama suku asli Keerom mulai dari tingkat SD, SMP sampai SMA atau SMK. Pembebasan biaya studi tidak harus berdasarkan sekolah atau tingkatan pendidikan, karena bisa salah sasaran. Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Berdasarkan isu stetegis yang disampaikan di atas berikut direkomendasikan program atau kegiatan sebagai berikut: 1. Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik
baik yang berada
diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan; 2. Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu pada wilayah domisili orang asli Papua; 3. Pembebasan biaya studi bagi murid atau siswa asli Papua terutama suku asli Keerom; 4. Evaluasi dan monitoring penggunaan dana Otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 247
5.2.9 KINERJA
OUTPUT
PENGELOLAAN
DANA
OTSUS
KABUPATEN
MERAUKE Pengelolaan
Dana
Otsus
Kabupaten
Merauke
rata-rata
cukup
baik
sebagaimana yang terlihat dari prestasi yang dicapai ketiga stakeholder (SKPD, Lembaga dan Individu). Di mana, pengelolaan dana Otsus pada SKPD mencapai prestasi yang baik (“B”), pada lembaga pendidikan dan kesehatan (Sekolah, Rumah Sakit dan Puskesmas) mencapai presetasi cukup baik (“C”), dan pada individu (tokoh masyarakat dan rumah tangga) mencapai prestasi cukup baik (“C”). Gambar 5.25 Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Merauke
Secara terinci, dapat dilihat pengelolaan dana Otsus Kabupaten Merauke dari aspek: Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas. Menurut ketiga stakeholder yakni: SKPD, Lembaga dan Individu.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 248
5.2.9.1
PARTISIPASI Partispasi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal
dari SKPD teknis, tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, SKPD telah melibatkan berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan perencanaan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,83, namun tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal tidak baik dengan skor capaian sebesar 0,33. Hal ini, disebabkan karena tidak ada rekomendasi dari pihak pemeriksa internal untuk diketahui oleh 50 (lima puluh) persen pegawai. Tabel 5.51 Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,833 0,500 0,667 0,833 0,333 0,667 3,833 6,000 0,639 C
Sumber: Data Diolah, 2013
Partisipasi Lembaga. Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek partisipasi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah dilibatkan dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan penganggaran dinilai baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,67, namun tahapan pelaksanaan anggaran tidak baik dengan skor capaian sebesar 0,33. Hal ini, disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak rumah sakit dan pihak puskesmas) tidak terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran untuk pembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, rumah sakit dan puskesmas.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 249
Tabel 5.52 Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
LEMBAGA 0,500 0,667 0,333 0,667 0,667 0,500 0,500 3,833 7,000 0,548 C
C
LEMBAGA
Tindak Lanjut 0,50
Perencanaan 1.00 0.80 0,50 0.60 0.40 0.20 0.00
Penganggaran 0,67
0,33 Pelaporan dan PI
0,50
Pelaksanaan Anggaran
0,67 Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Diolah, 2013
Partispasi Individu. Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah tangga), tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, tokoh masyarakat dan rumah tangga dilibatkan dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan perencanaan cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,695, namun tahapan pelaksanaan anggaran tidak baik dengan skor capaian sebesar 0,367. Hal ini, disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak rumah sakit dan pihak puskesmas) tidak terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran untuk pembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, rumah sakit dan puskesmas.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 250
Tabel 5.53 Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN
C
INDIVIDU
INDIVIDU
Perencanaan 1.00 0.80
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
0,695 0,559 0,367 0,441 0,661 2,723 5,000 0,545 C
0.60 Tindak Lanjut
0,31
0.40 0,46
0.20
Penganggaran 0,28
0.00 0,36 0.45 Pengawasan dan Monitoring
Pelaksanaan Anggaran
Sumber: Data Diolah, 2013
Perbandingan Partispasi SKPD, Lembaga dan Individu. SKPD telah melaksanakan hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus secara baik, Lembaga hanya terlibat pada tahapan perencanaan dan penganggaran, Individu hanya terlibat pada tahapan perencanaan sebatas formalitas saja. Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu melibatkan pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu. 5.2.9.2
TRANSPARANSI Transparansi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang
berasal dari SKPD teknis, tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata baik atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah terbuka memberi informasi kepada berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang sangat baik (0,833), hanya saja tahapan penganggaran dan pelaksanaan anggaran yang mencapi skor yang baik (0,667) dan cukup baik (0,500). Dalam perencanaan, pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak lanjut SKPD memberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan informasi berapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa saja. Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui level pimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 251
Tabel 5.54 Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,833 0,667 0,500 0,833 0,833 0,833 0,833 5,333 7,000 0,762 B
Sumber: Data Diolah, 2013
Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek transparansi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah menerima informasi dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Lembaga menilai tahapan perencanaan tidak terbuka ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,333, namun yang menjadi aneh pada tahapan penganggaran yang dinilai baik dengan skor capaian sebesar 0,667. Hal ini, disebabkan karena dinas (SKPD) menyusun program dan kegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayai dari dana otsus, sehingga pihak sekolah, puskesmas dan rumah sakit tidak mengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasi dana otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 252
Tabel 5.55 Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
LEMBAGA 0,333 0,667 0,500 0,500 0,667 0,667 0,500 3,833 7,000 0,548 C
Sumber: Data Diolah, 2013
Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah tangga), tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, tokoh masyarakat dan rumah tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan perencanaan individu menilai cukup baik dengan skor capaian 0,525 sedangkan dalam tahapan pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut tidak baik, dengan skor capaian sebesar 0,356. Individu senantiasa mengetahui tentang pelaksanaan Musrenbang, tetapi Individu tidak pernah mengtahui bahwa ada tindak lanjut terhadap pihak yang melakukan penyalhgunaan dana Otsus. Hal ini, disebabkan karena tokoh masyarakat dan rumah tangga melihat yang terjadi dengan program respek bahwa ada penyalahgunaan dana yang diketahui oleh semua pihak tetapi tidak ada sikap dan aturan bagaimana sanksi bagi pelakunya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 253
Tabel 5.56 Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN
INDIVIDU
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
0,525 0,525 0,483 0,559 0,356 2,449 5,000 0,490 C
Sumber: Data Diolah, 2013
SKPD tidak transparan pada tahapan pelaksanaan anggaran, Lembaga tidak mengetahui perencanaan yang disusun oleh SKPD (dinas terkait), Individu tidak mengetahui tindak lanjut yang dilakukan terhdap pihak yang menyalahgunakan dana Otsus.Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen informasi dalam pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu memberikan informasi kepada pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu. 5.2.9.3
AKUNTABILITAS Berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal dari SKPD
teknis, tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah menyusun pertanggungjawaban ke berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang sangat baik dan baik, hanya tahapan pelaksanaan anggaran yang dinilai cukup baik dengan skor capaian sebesar 0,5000. Dimana, SKPD mebuat dokumen URD dan RD dan setiap tahun melaksanakan kegiatan yang bersumber dari dana otsus serta melibatan pengusaha asli Papua sesuai amanat Perpres No.84 tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 254
Tabel 5.57 Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 0,833 0,833 0,500 0,667 0,833 0,833 0,833 5,333 7,000 0,762 B
B
SKPD
0,83 Tindak Lanjut
Perencanaan 1.00 0,83 0.80 Penganggaran
0.60 0.40
0,83
0.20 0.00 Pelaporan dan PI 0,83
0,50
Pelaksanaan Anggaran
0,67 Penatausahaan 0,83
Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Diolah, 2013
Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek akuntabilitas dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga bertanggungjawab dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal dinilai sangat baik dengan skor capaian sebesar 0,833, namun tahapan tindak lanjut dinilai cukup baik dengan skor capaian sebesar 0,500. Lembaga bersedia diperiksa internal oleh pihak yang berwenang, namun hanya sebatas pemeriksaan tanpa ada tindak lanjut. Hal ini, disebabkan karena tidak ada aturan yang diberlakukan untuk menindaklanjuti.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 255
Tabel 5.58 Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Lembaga di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
LEMBAGA 0,667 0,500 0,500 0,500 0,667 0,833 0,500 4,167 7,000 0,595 C
C
LEMBAGA
Tindak Lanjut 0,50
Perencanaan 1.00 0.80 0,67 0.60 0.40 0.20 0.00
Pelaporan dan PI 0,83
Penganggaran 0,50 0,50 Pelaksanaan Anggaran
0,50 Penatausahaan
0,67
Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Diolah, 2013
Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah tangga), tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata tidak memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “D”. Artinya, tokoh masyarakat dan rumah tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Individu menilai tahapan perencanaan dengan skor capaian sebesar 0,610 dibanding tahapan lainnya dengan skor capaian yang dinilai tidak baik. Hal ini, disebabkan karena tokoh masyarakat dan rumah tangga membuat perencanaannya. Tetapi, tidak mengetahui berapa besar alokasi dana otsus yang diterima, kepada siapa dialokasikan dan untuk kegiatan apa, sehingga hanya bisa berperan sebagai penonton pada tahap setelah perencanaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 256
Tabel 5.59 Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu di Kabupaten Merauke FOKUS PENGELOLAAN
INDIVIDU
Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
0,610 0,339 0,333 0,136 0,356 0,271 2,045 6,000 0,341 D
D
INDIVIDU Perencanaan 1.00 0.80 0.61
0.60
Tindak Lanjut 0.27
Penganggaran
0.40 0.34
0.20 0.00
0.33
0.36 0.14
Pemeriksanaan Internal
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Sumber: Data Diolah, 2013
Perbandingan Akuntabilitas, Lembaga dan Individu.
SKPD sudah
akuntabilitas, Lembaga menilai tahapan tindak lanjut belum dilaksanakan, Individu membuat perencanaan dan tahapan setelah perencanaan, tidak ada penganggaran yang dibuat. Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu membuat pertanggungjawaban kepada pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu. 5.2.9.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Isu–Isu Strategis 1. Alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan jika dilihat rata-rata per tahun belum memenuhi amanat Undang-Undang Otsus Papua. 2. Pelaksanaan Otsus di Kabupaten Merauke belum transparan. Hal ini disebabkan dari
dana-dana
Otsus
yang
mengalir
ke
Kabupaten
Merauke
belum
disosialisasikan peruntukannya kepada masyarakat. 3. Komunikasi dan informasi juga belum optimal antara SKPD teknis di Kabupaten Merauke dan Lembaga (Pendidikan dan Kesehatan) penerima manfaat dana Otsus. 4. Pelaksanaan Anggaran di Kabupaten Merauke, belum melibatkan Pengusaha Asli Papua untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 84 tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 257
Rekomendasi 1. Perlu disusun regulasi yang mengatur tentang alokasi dan pengelolaan dana Otsus 2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masayarakat tentang alokasi dana Otsus dan peruntukkannya. 3. Perlu dilakukan sosialisasi tentang Perpres No. 84 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. 5.2.10 ANALISIS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURA Berdasarkan WEB pengelolaan dana Otsus secara total menunjukkan bahwa dari 7 aspek mencapai nilai di atas 79 persen. Atau mencapai prestasi “A” artinya pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura secara total sangat baik dari sisi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan & PI, serta tindak lanjut jika ada temuan. Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana Otsus sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh SKPD di kota. Hal ini juga tercermin pada pemberian proyek kepada pengusaha OAP.
Mereka
yang
trackrecordnya
baik
akan
dibina
guna
mendapatkan
kegiatan/proyek. Gambar 5.26 Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura Perencanaan 1.00
0.9333
0.80
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.60
0.7333
0.8667
0.40 0.20 0.00
Pelaporan dan PI
0.7333
0.7333
Pelaksanaan Anggaran 0.8000
Penatausahaan 1.0000
Pengawasan dan Monitoring
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 258
Secara umum pengelolaan dana Otonomi Khusus di Kota Jayapura ditinjau dari aspek Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas “Sangat Memuaskan”. Hal ini berarti bahwa secara umum pengelolaan dana otonomi khusus sangat partisipatif, sangat Transparansi dan sangat akuntabilitas. Namun penilaian responden yakni SKPD, Lembaga dan Masyarakat agak bervariasi dan akan dibahas perkelompok responden berikut ini. 5.2.10.1 PARTISIPASI Tabel 5.60 Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan Penganggaran Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan Pelaporan dan PI Tindak Lanjut Jumlah Skor Maksimum Pencapaian Prestasi
SKPD 1,0000 0,8000 0,8000 0,8000 0,2000 1,0000 4,6000 6,0000 0,7667 B
ASPEK PENGELOLAAN Lembaga Masyarakat 0,8333 0,8276 0,3333 0,5690 0,3333 0,7759 0,5000 0,6207 0,8333 0,5000 0,6667 0,6552 4,0000 3,4483 7,0000 5,0000 0,5714 0,6897 C B
Sumber: Data Primer diolah 2013
Hasil analisis menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Dalam Perencanaan Penggunaan Dana Otsus pada tingkat SKPD di Kota Jayapura menunjukkan angka 100 persen atau sangat memuaskan.Hal ini berarti dari aspek perencanaan penggunaan Dana Otsus selama ini sangat baik. Hal yang sama juga diikuti dari aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang sama, artinya tindak lanjut terhadap temuan BPK sangat baik. Penganggaran, pelaksanaan serta pengawasan mencapai angka 80 persen berarti sangat baik.Hal ini terbukti dengan hasil wawancara dengan responden sebagai berikut: - Tingkat partisipasi pada SKPD karena selalu melibatkan OAP dalam penyusunan perencanaan kegiatan yang menggunakan dana Otsus, khususnya 8 OAP yang ada di SKPD - Tidak semua dana otsus digunakan untuk kegiatan yang menyentuh OAP, tetapi dampaknya terhadap seluruh warga kota jayapura, - Tidak ada mekanisme pengaduan masyarakat dan biasanya hanya di internal SKPD saja. (Sekret. Dinkes Kota, Sekret Bappeda)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 259
Gambar 5.27 WEB Capaian Tingkat Partisipasi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat PARTISIPASI SKPD = B
PARTISIPASI Lembaga = C Perencanaan
Perencanaan
1.00 1.0000 0.80
1.00
0.60
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.40
1.0000
0.8333
0.80 0.60
Tindak Lanjut
0.8000
0.6667
0.20
0.20
0.00
Penganggaran
0.40 0.3333
0.00
0.2000
Pelaporan dan PI
Pelaksanaan 0.8000 Anggaran
Pelaporan dan PI
0.3333
0.5000 0.5000
Pelaksanaan Anggaran
0.8000
Pengawasan dan Monitoring PARTISIPASI Masyarakat = B
Pengawasan dan Monitoring
Perencanaan 1.00 0.80
0.8276
0.60 0.40
Tindak Lanjut
0.20
0.6552
0.5690
Penganggaran
0.00
0.6207
Pengawasan dan Monitoring
0.7759
Pelaksanaan Anggaran
Hal yang sama juga diikuti dari aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang sama, artinya tindak lanjut terhadap temuan BPK sangat baik. Penganggaran, pelaksanaan serta pengawasan menunjukkan angka 80 persen berarti sangat baik. Selanjutnya aspek pelaporan & pengawasan internal pengelolaan dana Otsus mendapat nilai 0,2000 berarti sangat tidak memuaskan. Ini berarti partisipasi dalam pelaporan & Pengawasan Internal sangat buruk di tingkat SKPD. Aspek ini berpengaruh sehingga pada pencapaian Partisipasi adalah 0.7667 ini berarti tingkat partisispasi di tingkat SKPD baik. Hal ini menjadi perhatian ke depan dalam proses pelaksanaan Otsus. Partisipasi di tingkat Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota Jayapura dalam aspek pengelolaan Dana Otsus menunjukkan prestasi nilai C, seperti ditunjukkan pada WEB di atas. Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,571 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 260
memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek partisipasi adalah perencanaan dan Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya berada di bawah 6 persen. Pada aspek Transparansi pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C, maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan. Fokus Pengelolaan pada Aspek yang mendapat nilai baik adalah pada aspek Pengganggaran adalah 0,6667, sedangkan aspek perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring masingmasing mendapat nilai sebesar 0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya memberikan nilai tidak memuaskan. Artinya foku-fokus ini menurut Responden lembaga pendidikan dan kesehatan kurang memuaskan dan bermasalah. Kondisi ini jika dihubungkan dengan data sampel lapangan pada lembaga menyatakan bahwa: - Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanya pernah sekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana. - Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernah disampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas
Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasi dalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kami diundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”. Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya diminta masukan proposal saja”. Kondis ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang kampung dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah kampung. Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khusus. Hal ini menjadi perhatian pengelola dana otsus terutama pihak SKPD terkait. Selain itu, proses musrembang perlu dilakukan dengan benar artinya mencari mekanisme yang membuat semua stackholder mengemukakan pendapat baik lisan maupun tertulis dan sangat perlu menghindari diri dari forum hanya sekedar memenuhi persyaratan. Partisipasi di tingkat Masyarakat. Partisipasi sangat penting karena mengandung aspek dasar kemanusiaan. Semua orang ingin dihargai melalui peran dan partisipasi mereka dan semua orang ingin berperan dalam kegiatan apa pun yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam era Otonomi Khusus di Tanah Papua, Pemerintah Provinsi Papua melakukan kebijakan kependudukan dalam bentuk kebijakan afirmatif untuk mempercepat partisipasi penduduk asli Papua di semua sektor pembangunan, termasuk dalam bentuk orangKajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 261
orang asli Papua memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk memperoleh pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001). Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kota Jayapura di dalam tahap perencanaan dan managemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga, sehingga
rencana
dan
program
pembangunan
dapat
disesuaikan
dengan
kebutuhan-kebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada akhirnya memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan efektif. Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga kesehatan, dan beberapa lembaga pemerintah di Kota Jayapura terhadap Partisipasi masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
serta
pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini. Berikut ini akan ditampilkan WEB Tingkat Partisipasi masyarakat Distrik Muara Tami dalam menjalankan program dan kegiatan yang dibaiyai Dana Otonomi Khusus. Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui, merumuskan apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program dan kegiatan kerja yang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan persepsi masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kota Jayapura, yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap masyarakat terlihat skor yang dicapai sebesar 0,6987 atau 69,87 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi yang dicapai adalah B. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat dalam ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang berasal dari penggunaan dana Otsus Memuaskan, dalam arti Baik. Berarti musrembang yang selama ini dilakukan dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada di kota Jayapura. Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap partisispasi ini adalah “Penganggaran, Pengawasan dan Monitoring, serta Tindak lanjut. Diharapkan Ke depan aspek-aspek ini menjadi perhatian perbaikan agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 262
5.2.10.2 TRANSPARANSI Tingkat Transparansi pada responden SKPD menunjukkan pencapaian 0,8857 dengan Prestasi A. Ini berarti bahwa menurut pihak SKPD bahwa pengelolaan dana Otsus sangat transparan serta terbuka bagi semua stackholder yang berkepentingan. Tabel 5.61 Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura FOKUS PENGELOLAAN Perencanaan
ASPEK PENGELOLAAN Transparansi SKPD Transparansi Lembaga Transparansi Masyarakat 0,5000 0,8000 0,6897
Penganggaran
1,0000
0,6667
0,5517
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,8000
0,5000
0,3793
0,8000
0,5000
0,8276
1,0000
0,3333
-
Pelaporan dan PI
1,0000
0,3333
-
Tindak Lanjut
0,8000
0,1667
0,1207
Jumlah Skor
6,2000
3,0000
2,5690
Maksimum
7,0000
7,0000
5,0000
Pencapaian
0,8857 A
0,4286
0,5138 C
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
C
Ada 3 aspek yang transparansi mencapai 100 persen
yakni
penganggaran, penatausahaan, pelaporan & Pengawasan Internal. Ini berarti Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus menurut SKPD sangat transparan. Hal ini terbukti dengan pencapaian 89 persen dan prestasi A. Hal ini juga terbukti, ketika ada temuan BPK, selalu ada tindak lanjut dari pejabat SKPD, terutama membahas temuan dan biasanya dipimpin kepala Bappeda. Hal ini searah dengan wawancara dengan pihak SKPD Kota Jayapura seperti berikut. - Monitoring kegiatan Otsus selalu dilakukan oleh Bappeda - Hasil Monitoring selalu dilaporkan langsung ke Wali Kota. - Publik menilai bahwa Otsus gagal, karena itu perlu dilakukan skala-skala prioritas, dan pengukuran capaian perbidang (Sek. Bappeda)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 263
Gambar 5.28 WEB Capaian Tingkat Transparansi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat Lembaga = C
SKPD = A
Perencanaan
Perencanaan 1.00
0.8000
1.0000
0.80
Tindak Lanjut
1.00
0.8000
Penganggaran
0.60 0.5000
0.6667
0.40 0.16670.20
0.40 0.20
0.8000
0.00
Pelaporan dan PI
0.80
Tindak Lanjut
Penganggaran
0.60
Pelaksanaan Anggaran
1.0000
Pelaporan dan PI
Pengawasan 0.8000 dan Monitoring
Penatausahaa n 1.0000
Masyarakat = C
0.00
0.3333
Penatausahaa n
0.5000
Pelaksanaan Anggaran
0.5000
Pengawasan dan Monitoring
Perencanaan 1.00 0.80 0.60
Tindak Lanjut
0.3333
0.6897
0.40 0.5517
0.20 0.1207 0.00
Penganggaran
0.3793
Pengawasan dan Monitoring
0.8276
Pelaksanaan Anggaran
Transparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan, kebijakan, dan praktiknya. Penilaian dari Lembaga Pendidikan dan Kesehatan terhadap tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus mendapat capaian 43 persen atau prestasi C (cukup memuaskan). Penilaian paling buruk terjadi pada Tindak Lanjut mencapai 17 persen atau sangat tidak memuaskan. Hal ini berarti menurut lembaga bahwa tindak lanjut dari permasalahan pengelolaan dana otsus selama ini kurang mendapat respon perbaikan yang berarti. Oleh karena itu, ke depan sangat perlu mendapat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 264
perhatian perbaikan. Selanjutnya penilaian dari individu mewakili masyarakat tidak berbeda jauh dengan penilaian dari lembaga. Penilaian
masyarakat
terhadap
tingkat
transparansi
dalam
tahap
perencanaan mencapai skor 0,6897 atau 68,97 persen, capaian ini menggambarkan pada tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus sudah Baik atau memuaskan, contohnya dalam kegiatan Musrenbang di Kota Jayapura sudah dilaksanakan cukup terbuka kepada semua komponen masyarakat. Selanjutnya Fokus pengelolaan yang memberikan kontribusi kepada tingkat transparansi terbesar adalah hanya pada Pengawasan dan Monitoring mencapai skor sebesar 0,8276 atau 83 persen. Selebihnya mencapai skor di bawah 60 persen. Hal ini sangat terbukti dengan capaian 0,5138 atau 51 persen dengan Prestasi C. Artinya transparansi selama pengelolaan dana Otonomi Khusus di pandang Cukup memuaskan. Ada beberapa Fokus pengelolaan yang masih perlu mendapat perhatian serius dalam perbaikan pada aspek transparansi adalah tinjaklanjut (0,121 persen), dan pelaksanaan (0,379 persen).
5.2.10.3 AKUNTABILITAS Konsep Akuntabilitas merupakan konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Akuntabilitas dapat memungkinkan masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 265
Tabel 5.62 Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura Fokus Penelitian
SKPD
Lembaga
Masyarakat
Perencanaan
1,0000
0,5000
0,6897
Penganggaran
0,8000
0,6667
0,6207
Pelaksanaan Anggaran Pengawasan dan Monitoring Penatausahaan
0,6000
0,3333
0,3684
0,8000
0,5000
0,2241
1,0000
0,8333
-
Pelaporan dan PI
1,0000
0,3333
0,2586
Tindak Lanjut
0,4000
0,3333
0,1552
Jumlah Skor
5,6000
3,5000
2,3167
Maksimum
7,0000
7,0000
6,0000
Pencapaian
0,8000 A
0,5000 C
0,3861 D
Prestasi Sumber : Data Primer diolah 2013
Analisis SKPD. Dari Hasil analisis secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran,
Pelaksanaan
Anggaran,
Pengawasan
dan
Monitoring,
Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan
SKPD
maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.800 (0,80) dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan.
Menurut
Penilaian
SKPD
bahwa
Akuntabilitas
pada
proses
perencanaan, penatausahaan serta Pelaporan dan PI mencapai 100 persen atau sangat baik. Selanjutnya penganggaran, pengawasan dan monitoring dalam pelaksanaan dana otsus mencapai 80 persen. Artinya 2 aspek ini Memuaskan. Hal ini terbukti dengan pencapaian 80 persen dengan prestasi “A”. Sedangkan pada aspek tindak lanjut ditinjau dari sisi akuntabilitas mencapai nilai 40 persen atau cukup memuaskan. Aspek ini perlu mendapat perhatian. Analisis Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota Jayapura dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan meninjukkan prestasi nilai C, hal ini seperti ditunjukkan pada WEB di atas. Berikut ini akan diuraikan masing-masing Aspek seperti berikut. Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,571 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek partisipasi adalah perencanaan dan Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 266
berada di bawah 6 persen. Pada aspek Transparansi pengelolaan Dana otsus mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C, maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan. Fokus Pengelolaan pada Aspek yang mendapat nilai baik adalah pada aspek Pengganggaran sebesar 0,6667, sedangkan aspek perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring masing-masing mendapat nilai sebesar 0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya memberikan nilai tidak memuaskan. Artinya foku-fokus ini menurut
Responden lembaga pendidikan dan kesehatan
kurang memuaskan dan bermasalah. Selanjutnya Akuntabilitas mencapai Nilai sebesar 0,500 maka Prestasinya adalah = C. pada aspek Akuntabilitas ini fokus pengelolaan yang memberi kontribusi sangat memuaskan hanya pada Fokus pengelolaan pada Panatausahaan sebesar 0,8333, diikuti oleh penganggaran sebesar 0,666. Sedangkan fokus pengelolaan lainnya hanya berada di bawah 0,500. Kondisi ini jika dihubungkan dengan data sampel lapangan pada lembaga menyatakan bahwa: - Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanya pernah sekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana. - Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernah disampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas
Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasi dalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kami diundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”. Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya diminta masukan proposal saja”. Kondisi ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang kampung dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah kampung. Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khsus. Hal ini menjadi perhatian pengelola dana Otsus terutama pihak SKPD terkait. Dari hasil survei yang dilakukan terlihat skor yang dicapai sebesar 0,3861 atau 38,61 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi yang dicapai adalah Nilai “D”. Artinya tingkat akuntabilitas pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Kota Jayapura Tidak memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan informasi dan data yang “tidak memuaskan”
kepada
masyarakat
umum.
Terutama
informasi
menyangkut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 267
pelaporan pengelolaan dana otonomi khusus kepada masyarakat publik. Artinya peloparan terhadap penggunaan dana otonomi khusus pada daerah sampel tidak akuntabel kepada masyarakat. Dengan perkataan lain bahwa informasi tentang pengelolaan Dana Otsus tidak dipublikasikan. Gambar 5.29 WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura Lembaga = C
SKPD = A
Perencanaan
Perencanaan
1.00 0.80 Tindak Lanjut 0.60 0.40 0.4000 0.20 0.00
Penganggaran 0.8000 0.6000 Pelaksanaan Anggaran
Pelaporan dan PI 1.0000
Penatausahaan 1.0000
1.00 0.80 0.5000 Tindak Lanjut 0.60 0.40 0.3333 0.20 0.00
1.0000
Pelaporan dan PI
Penganggaran 0.6667 0.3333
0.3333
Pelaksanaan Anggaran
0.5000
0.8000 Pengawasan dan Monitoring
Penatausahaan
0.8333
Pengawasan dan Monitoring
Perencanaan 1.00 0.80
0.6897
0.60
Tindak Lanjut
0.15520.20 0.00
0.6207
0.3684
0.2586
Pemeriksanaan Internal
Penganggaran
0.40
0.2241
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap akuntabilitas adalah “Tindak lanjut (0,1552), Pengawasan dan Monitoring (0,2241), Pemeriksaan Internal (0,2586). Artinya akuntabilitas sampai saat ini belum dianggap menjadi kebutuhan masyarakat oleh pemerintah daerah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 268
5.2.10.4 Isu Strategis dan Rekomendasi Isu Strategis 1. Menurut Penilaian Lembaga dan Masyarakat bahwa Tingkat Partisipasi, Transparansi serta Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus kurang memuaskan masyarakat terutama OAP sebagai objek. Dalam Perencanaan yang dilakukan melalui musrembang kampung dan musrembang distrik tidak melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan dalam proses perencanaan awal. 2. Masyarakat lebih banyak dilibatkan dalam prses perencanaan penggunaan dana Respek daripada Dana Otsus. 3. Informasi tentang belanja Respek lebih mudah diperoleh masyarakat daripada belanja Pemerintah Menggunakan dana Otsus. 4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua (indigenous peoples); Rekomendasi 1. Sangat perlu melibatkan lembaga pengguna dana Otsus untuk melakukan Perencanaan mulai dari musrembang kampung dan musrembang distrik sampai di tingkat Kota Jayapura. 2. Dalam penyususan URD, Bapeda perlu melibatkan SKPD pengguna dana Otsus dan pembahasan URD harus ada konsistensi alokasi terhadap sektor prioritas yang diamanatkan dalam UU 21 tahun 2001. 3. Untuk keterbukaan informasi, setiap pengguna dana Otsus wajib menyajikan informasi tentang dana Otsus yang digunakan melalui papan informasi. 4. Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi tentang pengelolaan dana Otsus untuk mengakomidir ke-khusus-an Masyarakat Asli Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 269
5.3
KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS BERDASARKAN TIPOLOGI WILAYAH Berdasarkan
sampel wilayah
yang
telah
ditetapkan
sebagai
daerah
pengamatan terhadap lokus penelitian, maka berikut ini akan dianalisis capaian dari tiga (3) aspek pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan 3 Tipologi Wilayah. 5.3.1
Partisipasi
Capaian Partisipasi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah Partisipasi di tingkat SKPD dalam mengelola dana Otonomi Khusus berdasarkan Tipologi Wilayah dapat ditunjukkan pada. Dari hasil olahan data yang ditampilkan pada tabel tersebut menunjukkan prestasi di Wilayah Pegunungan Cukup Memuaskan atau nilai “C”, di wilayah Sulit Akses Memuaskan atau nilai “B”, dan di wilayah Mudah Akses juga Memuaskan atau nilai “B”. Namun Fokus Pengelolaan yang belum optimal di ke-3 tipologi wilayah adalah pada “Pelaporan dan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada semua pihak. Dalam Pengelolaan Dana Otsus ternyata belum banyak masyarakat mendapat akses informasi penggunaan dana Otsus. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor yang memicu penilaian masyarakat terhadap Otsus di Papua selalu gagal. Sehingga sangat perlu menjadi perhatian perbaikan ke depan di semua wilayah. Selanjutnya
Fokus
yang
juga
masih
perlu
mendapat
perhatian
adalah
“Penganggaran”. Karena secara rata-rata prestasinya masih di bawah 60 persen atau mendapat nilai C. Artinya bahwa aspek penganggaran secara rata-rata belum melibatkan semua komponen di dalam SKPD untuk melakukan perencanaan maupun penggunaan anggaran.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 270
Tabel 5.63 Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi SKPD pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi Papua Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,542
0,740
0,833
Penganggaran
0,546
0,632
0,544
Pelaksanaan Anggaran
0,773
0,799
0,767
Pengawasan dan Monitoring
0,764
0,771
0,822
Pelaporan dan PI
0,389
0,548
0,456
Tindak Lanjut
0,657
0,763
0,722
Jumlah Skor
3,671
4,253
4,144
Maksimum
6,000
6,000
6,000
Pencapaian
0,612
0,709
0,691
C
B
B
Penatausahaan
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Partisipasi Lembaga Prestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah Partisipasi di Tingkat Lembaga khusunya pada Puskesmas, SD dan SMP sampel dalam mengelola dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan Tipologi wilayah dapat ditunjukkan pada Tabel di bawah. Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa semua Fokus Pengelolaan yang belum optimal terjadi di ke-3 tipologi wilayah. Hal ini terbukti dengan nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah akses, sedangkan wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau “Kurang Memuaskan”. Pada wilayah muda akses hanya dua aspek yang menunjukkan
fokus
pengelolaan
baik
yakni:
“Penganggaran”
dan
“Penantausahaan”. Selebihnya mencapai nilai di bawah 60 persen. Prestasi kurang baik ini mencerminkan bahwa pihak sekolah dan puskesmas selama ini tidak dilibatkan membahas perencanaan dan pelaksanaan serta monitoring program dan kegiatan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai dana Otsus-Musrembang kampung, distrik, kabupaten, atau rapat-rapat dinas pendidikan dan kesehatan. Hal ini terjadi karena yang terlibat hanya kepala dinas berserta jajarannya. Tidak terlibatnya lembaga pengguna dana otonomi khusus ini menjadi faktor utama penilaian lembaga terhadap gagalnya pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Oleh karena itu, ke depan pelaksanaan Musrembang harus dilakukan dengan baik mulai dari kampung sampai di Kabupaten/kota.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 271
Tabel 5.64 Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Lembaga pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi Papua Fokus
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,300
0,294
0,528
Penganggaran
0,533
0,560
0,667
Pelaksanaan Anggaran
0,111
0,244
0,306
Pengawasan dan Monitoring
0,167
0,300
0,472
Penatausahaan
0,522
0,336
0,750
Pelaporan dan PI
0,189
0,202
0,417
Tindak Lanjut
0,400
0,217
0,389
Jumlah Skor
2,222
2,152
3,528
Maksimum
7,000
7,000
7,000
Pencapaian
0,317
0,307
0,504
D
D
C
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Partisipasi Individu/Masyarakat Prestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah Secara teori, partisipasi rakyat merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat, dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai, (Soetrisno,1995). Merujuk pada konsep teori tersebut, maka berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap tingkat parstisipasi masyarakat terlihat skor yang dicapai sebesar 0,403 atau 40,3 persen untuk penilaian masyarakat wilayah pegunungan, 0,582 atau 58,2 persen untuk penilaian masyarakat wilayah sulit akses dan 0,535 atau 53,5 persen penilaian masyarakat di wilayah mudah akses. Prestasi yang dicapai utuk 3 tipologi wilayah adalah C atau Cukup memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat partisipasi masyarakat yang ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang berasal dari penggunaan dana Otsus belum optimal. Hal ini terjadi karena masyarakat lebih mengenal dan mengetahui program Respek daripada kegiatan yang dibiayai dengan Dana Otsus Papua. Hal ini berarti musrembang yang selama ini dilakukan belum sepenuhnya dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada di setiap wilayah, selain itu sumber dana untuk setiap program dan kegiatan kurang disosialisasikan kepada masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 272
Tabel 5.65 Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Individu/Masyarakat pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi Papua Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,206
0,507
0,630
Penganggaran
0,189
0,567
0,493
Pelaksanaan Anggaran
0,533
0,636
0,486
Pengawasan dan Monitoring
0,544
0,504
0,443
Tindak Lanjut
0,544
0,664
0,561
Jumlah Skor
2,017
2,879
2,613
Maksimum
5,000
5,000
5,000
Pencapaian
0,403
0,576
0,523
D
C
C
Pemeriksanaan Internal
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan “Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS belum diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran. Hal ini menjadi perhatian serius untuk perbaikan ke depan. Selanjutnya Wilayah Sulit Akses, Aspek Pengelolaan yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat adalah “Perencanaan” dan “Pengawasan dan Monitoring”. Aspek yang belum optimal melibatkan partisipasi masyarakat di wilayah mudah akses adalah “Pengawasan dan Monitoring” dan “Penganggaran”. Oleh karena itu diharapkan aspek-aspek yang belum optimal dilaksnakan di setiap wilayah sangat perlu mendapat perhatian perbaikan serius, agar dapat memperbaiki penilaian negatif masyarakat bahwa peleksanaan Otonomi Khusus di Papua gagal dalam mensejahterkan rakyat Orang Asli Papua. 5.3.2
Transparansi
Prestasi Transparansi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah Dari tujuh (7) Fokus Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan penilaian SKPD pertipologi wilayah, ternyata menunjukan prestasi pada semua Aspek Pengelolaan mendapat nilai “B” atau memuaskan. Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling rendah di ketiga wilayah adalah pada pelaksanaan anggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, dimana kegiatan-
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 273
kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak, baik di wilayah mudah akses, maupun di wilayah sulit akses dan wilayah pegunungan. Oleh karena itu, diharapkan ke-depan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada masyarakat Asli Papua melalui semua media diharuskan. Termasuk OAP yang tidak dapat membaca dan menulis di wilayah sulit akses dan pegunungan. Tabel 5.66 Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi SKPD pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi Papua Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,611
0,594
0,767
Penganggaran
0,657
0,635
0,833
Pelaksanaan Anggaran
0,222
0,098
0,600
Pengawasan dan Monitoring
0,731
0,698
0,711
Penatausahaan
0,847
0,829
0,833
Pelaporan dan PI
0,847
0,766
0,722
Tindak Lanjut
0,755
0,969
0,767
Jumlah Skor
4,671
4,589
5,233
Maksimum
7,000
7,000
7,000
Pencapaian
0,667
0,656
0,748
B
B
B
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Transparansi Lembaga Prestasi Transparansi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah Berdasarkan
sampel
wilayah
kajian,
ternyata
Responden
lembaga
pendidikan dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap aspek tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”. Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau kegiatan pendidikan dasar dan menengah dari sumber dana Otsus tidak diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu, tidak dilakukan sosialisasi sumber dana dan peruntukan kepada Kepala sekolah, guru, dan komite tentang adanya sumber dana Otsus untuk sekolahnya (jumlah uang, dan peruntukan).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 274
Tabel 5.67 Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Lembaga pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,278
0,133
0,528
Penganggaran
0,278
0,175
0,611
Pelaksanaan Anggaran
0,333
0,100
0,333
Pengawasan dan Monitoring
0,056
0,050
0,500
Penatausahaan
0,556
0,133
0,500
Pelaporan dan PI
0,567
0,338
0,583
Tindak Lanjut
0,344
0,133
0,389
Jumlah Skor
2,411
1,063
3,444
Maksimum
7,000
7,000
7,000
Pencapaian
0,344
0,152
0,492
D
E
D
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Selanjutnya kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan yang dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada Kepala Puskesmas sehingga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah dana yang menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang maksimum. Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kepala dinas kesehatan dan kepala Rumah Sakit beserta jajarannya yang terlibat dalam aspek pengelolaan Dana Otsus. Artinya perencanaaan masih menganut perencanaan dari atas (top down). Penilaian yang lebih buruk justru dari Lembaga pada wilayah sulit akses memberikan penilaian terhadap tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “E” atau “sangat tidak memuaskan atau sangat buruk”. Artinya keterbukaan informasi tentang sumber dan peruntukkan dana Otsus Papua tidak sampai ke pihak guru-guru dan tenaga kesehatan di wilayah sulit akses. Transparansi Individu/Masyarakat Prestasi Transparansi Individu/masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah Kajian ini bertujuan menganalisis penilaian masyarakat terhadap upaya pemerintah daerah menyediakan semua informasi pengelolaan dana Otsus Papua yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran masyarakat dan mempertahankan tanggung jawab pemerintah atas tindakan, kebijakan, dan praktiknya dalam menyelenggarakan Otonomi Khusus di
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 275
Papua. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses dan Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus baru mencapai tahap “cukup memuaskan”. Artinya dalam kegiatan Musrenbang di ke–3 wilayah sampel relatif terbuka, terutama kegiatan Respek. Hal ini sangat terbukti dengan capaian 0,502 atau 50,2 persen dengan Prestasi C untuk wilayah pegunungan. Tabel 5.68 Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,444
0,526
0,466
Penganggaran
0,450
0,428
0,431
Pelaksanaan Anggaran
0,506
0,483
0,382
Pengawasan dan Monitoring
0,567
0,416
0,573
Tindak Lanjut
0,544
0,480
0,264
Jumlah Skor
2,511
2,333
2,117
Maksimum
5,000
5,000
5,000
Pencapaian
0,502
0,467
0,423
C
C
C
Pemeriksanaan Internal
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Wilayah sulit akses capaian 47 persen dan wilayah mudah akses capaian 43 persen. Artinya transparansi dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus dipandang Cukup memuaskan. Namun capaian masih di bawah 60 persen sehingga sangat perlu mendapat perhatian serius dalam perbaikan di semua wilayah sampel. 5.3.3
Akuntabilitas
Prestasi Akuntabilitas pada SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah Secara konsep, Akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Jika dihubungkan konsep di atas dengan kajian ini maka dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan Otsus SKPD di wilayah pegunungan menunjukan prestasi “B” atau memuaskan, wilayah sulit akses menunjukan prestasi “B” atau Memuaskan dan wilayah mudah
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 276
akses juga menunjukkan prestasi yang sama yaitu memuaskan atau nilai “B”. Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan Otsus memuaskan dan sangat memuaskan. Artinya bahwa Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan Otsus dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada pemerintah provinsi. Selain itu, Pejabat SKPD sangat setuju alokasi dana Otsus bidang pendidikan 30 persen, kesehatan 15 persen. Oleh karena itu prestasi yang telah dicapai ini perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan. Tabel 5.69 Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas SKPD Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,773
0,896
0,889
Penganggaran
0,694
0,845
0,767
Pelaksanaan Anggaran
0,794
0,656
0,478
Pengawasan dan Monitoring
0,806
0,792
0,711
Penatausahaan
0,810
0,621
0,889
Pelaporan dan PI
0,815
0,969
0,833
Tindak Lanjut
0,639
0,695
0,689
Jumlah Skor
5,331
5,473
5,256
Maksimum
7,000
7,000
7,000
Pencapaian
0,762
0,782
0,751
B
B
B
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Akuntabilitas Lembaga Prestasi Akuntabilitas pada Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah Berdasarkan hasil penilaian sampel lembaga terhadap tingkat akuntabilitas peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua terbukti bahwa wilayah pegunungan dan sulit akses keduanya mencapai Prestasi “D“ atau “tidak memuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam peneglolaan dana Otsus kepada Publik (pihak sekolah dan puskesmas) tidak memuaskan. Secara kasar dapat dikatakan bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana otsus tidak baik. Dalam arti bahwa pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas dan sekolah yang dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa melibatkan pihak puskesmas atau guru melakukan perencanan terlebih dahulu. Selain itu, pelaporan penggunaan dana otsus selama ini pihak sekolah dasar dan SLTP maupun tenaga kesehatan di puskesmas tidak ada akses.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 277
Tabel 5.70 Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Lembaga pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,167
0,329
0,472
Penganggaran
0,300
0,185
0,639
Pelaksanaan Anggaran
0,233
0,133
0,361
Pengawasan dan Monitoring
0,467
0,217
0,583
Penatausahaan
0,356
0,321
0,667
Pelaporan dan PI
0,467
0,313
0,639
Tindak Lanjut
0,333
0,258
0,528
Jumlah Skor
2,322
1,756
3,889
Maksimum
7,000
7,000
7,000
Pencapaian
0,332
0,251
0,556
D
D
C
Prestasi Sumber: Data Primer diolah 2013
Akuntabilitas Individu/Masyarakat Prestasi Akuntabilitas pada Individu/Masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah Hasil kajian ini menunjukan bahwa ternyata Penilaian Masyarakat wilayah Pegununga, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti dengan prestasi “ D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan dana otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini menjadi perhatian pemerintah daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota. Tabel 5.71 Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Individu pada Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Fokus Pengelolaan
Wilayah Pegunungan
Wilayah Sulit Akses
Wilayah Mudah Akses
Perencanaan
0,361
0,499
0,511
Penganggaran
0,200
0,293
0,431
Pelaksanaan Anggaran
0,394
0,285
0,416
Pengawasan dan Monitoring
0,261
0,335
0,378
Penatausahaan
0,494
0,269
0,373
Pelaporan dan PI
0,372
0,302
0,287
Tindak Lanjut
2,083
1,982
2,397
Jumlah Skor
6,000
6,000
6,000
Maksimum
0,347
0,330
0,400
D
D
D
Pencapaian Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 278
5.3.4
Isu-Isu Strategis dan Rekomendasi
Isu-Isu Strategis 1. Kajian ini menemukan bahwa Pengeloaan yang belum optimal di wilayah Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses adalah “Pelaporan dan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan dana otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik. 2. Lembaga pendidikan SD, SMP serta Puskesmas serta rumah sakit menunjukkan bahwa semua Fokus Pengelolaan belum optimal baik wilayah pegunungan maupun di wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses. Hal ini terbukti dengan nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah akses, sedangka wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau “Kurang Memuaskan”. Artinya pemerintah tidak melibatkan Guru dan tenaga medis melakukan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring belanja dana Otsus. 3. Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan “Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS belum diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran. 4. Tingkat transparansi pada Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling rendah di ketiga wilayah sampel adalah pada pelaksanaan anggaran. Artinya selama ini kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak yang membutuhkan, baik di wilayah mudah akses, maupun di wilayah sulit akses dan wilayah pegunungan. 5. Berdasarkan sampel wilayah kajian, ternyata Responden lembaga pendidikan dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap aspek tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”. Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau kegiatan pendidikan dasar dan menengah serta kegiatan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit dari sumber dana otsus tidak diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah maupun Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 279
petugas medis. Selain itu, tidak dilakukan sosialisasi sumber dana dan peruntukan kepada Kepala sekolah, guru, dan komite maupun tenaga medis tentang adanya sumber dana Otsus dan peruntukan). 6. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses dan Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus belum transparan. Kegiatan yang nyata di wilayah mereka hanya Respek. 7. Dari Aspek Akuntabilitas pengelolaan Otsus SKPD di wilayah pegunungan menunjukan
dan
wilayah
mudah
akses mencapai
prestasi
“B”
atau
memuaskan, dan wilayah sulit akses mencapai prestasi “A” atau Sangat Memuaskan. Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan Otsus memuaskan dan sangat memuaskan di semua wilayah. 8. Tingkat Akuntabilitas peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua terbukti bahwa wilayah pegunungan mencapai Prestasi “D“ atau “tidak memuaskan”. Wilayah sulit akses hasil penilaian mencapai Prestasi “D“ atau “tidak memuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam peneglolaan dana Otsus kepada Publik tidak memuaskan. Secara kasar dapat dikatakan bahwa selama ini banyak kegiatan yang guru-guru dan tenaga medis tidak tahu asal kegaiatan dan asal sumber dananya. 9. Penilaian Masyarakat wilayah Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan dana otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini menjadi perhatian pemerintah daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota. Rekomendasi 1. Sangat perlu informasi kegiatan dan sumber dana Otsus yang transparan kepada publik melalui papan nama kegiatan, media masa eloktronik maupun visual.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 280
2. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan kegiatan yang yang dibiayai melalui dana Otonomi Khusus Papua sangat pelu melibatkan semua komponen masyarakat Papua. 3. Pemerintah Sangat Perlu meramu model Musrembang yang lebih komunikatif dan melibatkan semua komponen masyarakat terlibat aktif.
5.4
KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PROVINSI PAPUA Berdasarkan WEB Total pengelolaan dana Otsus menunjukkan bahwa dari 7
aspek mencapai nilai di atas 70 persen. Atau mencapai prestasi “B”. Artinya pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua secara total “BAIK” atau “MEMUASKAN” dan belum mencapai “Sangat Memuaskan” dari sisi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan & PI, serta tindak lanjut jika ada temuan. Belum mencapai sangat memuaskan karena berbagai kendala. Gambar 5.30 Capaian dan Prestasi Total Aspek Pengelolaan Dana Otsus
Tindak Lanjut 0.7331
Pelaporan dan PI
0.7059
Perencanaan 1.00 0.80 0.7215 0.60 0.40 0.20 0.00
Penganggaran 0.6727
0.5677
0.7917
Penatausahaan
Pelaksanaan Anggaran
0.7546
Pengawasan dan Monitoring
Sumber; Data Primer diolah, 2013
Ada dua Fokus pengelolaan yang menjadi perhatian ke depan dalam pengelolaan dana Otsus mencapai “sangat memuaskan” atau sangat baik adalah Pelaksanaan anggaran dan panatausahaan. Dari sisi pelaksanaan anggaran selalu terlambat karena mekanisme yang panjang dan juga para birokrat di daerah selalu tidak konsisten dalam pelaksanaan anggaran (rencana lain, pelaksanaan lain).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 281
Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana otsus sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya oleh semua SKPD di kabupaten/kota. 5.4.1
PARTISIPASI Prestasi pada aspek Partisipasi pada SKPD mendapat nilai B, artinya
“memuaskan”. Fokus Pengelolaan Dana Otsus yang berkontribusi tertinggi yakni pada pengawasan dan monitoring, selanjutnya diikuti oleh pelaksanaan anggaran. Fokus pengelolaan yang nilai paling rendah adalah pelaporan dan penganggaran. Artinya tingkat partisipasi kurang di pelaporan dan penganggaran. Artinya sampai saat ini belum terdapat prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat OAP tentang pelayanan SKPD. Oleh karena itu perlu disiapkan sarana untuk pengaduan masyarakat terhadap pelayanan yang menggunakan dana Otsus. Prestasi yang dicapai pada aspek Partisipasi dan Transparansi sama– sama mencapai hasil “tidak memuaskan” atau nilai “D”. Pendapat tidak memuaskan ini sebagai akibat dari 1 aspek yakni: Partisispasi, nilai persentasenya berada di bawah 50 persen. yakni 37 persen. Artinya bahwa pengelolaan dana Otsus Papua selama ini tidak melibatkan guru-guru lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa fokus (pertanayan penelitian: apakah Pihak sekolah biasa diundang untuk membahas perencanaan program dan kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung, Distrik, Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan) (Pihak Rumah Sakit/Puskesmas dilibatkan dalam proses penyusunan rencana kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan yang dibiayai dengan dana otsus). Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kesehatan dan kepala Rumah Sakit saja yang terlibat. Dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otsus responden masyarakat menunjukkan prestasi yang “Cukup memuaskan” atau Cukup Baik”. Fokus pengelolaan yang sangat mendukung prestasi ini hanya pada fokus pengelolaan pada Tindak lanjut dan pelaksanaan anggaran. Rata-rata penilaian yang dicapai pada aspek partisipasi berada di bawah 50 persen. Fokus yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Dana Otsus ke depan adalah aspek perencanaan. Menurut masyarakat bahwa aspek perencanaan selama ini belum banyak melibatkan masyarakat. Perencanaannya lebih bersifat top down sehingga tidak menyentuh kebutuhan masyarakat asli Papua. Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 282
Gambar 5.31 WEB Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Provinsi Papua
WEB PARTISIPASI SKPD
LEMBAGA
Perencanaan
Perencanaan
1,00 0,80
1,00
0,6806
0,60
Tindak Lanjut 0,7042
0,80
Penganggaran
0,40
Tindak Lanjut
0,20
0,600,3684
Penganggaran
0,5714
0,40
0,5694
0,3333 0,20
0,00
0,00
0,7746 Pelaksanaan Anggaran
0,4648 Pelaporan dan PI
0,2281
0,2679 Pelaporan dan PI
0,3158
Pelaksanaan Anggaran
0,7778 Pengawasan dan Monitoring
Pengawasan dan Monitoring
MASYARAKAT
Perencanaan 1,00 0,80 0,60
0,4503
0,40
Tindak Lanjut
0,20
0,5970
0,00
0,4975 Pengawasan dan Monitoring
5.4.2
Penganggaran 0,4435
0,5818 Pelaksanaan Anggaran
TRANSPARANSI SKPD. Penilai SKPD menunjukkan Prestasi pada aspek Transparansi
mendapat nilai B, berarti “memuaskan”. Nilai memuaskan ini sangat didukung oleh Fokus pengeloaan pada tindak lanjut, penatausahaan, pelaporan & PI, pengawasan. Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling rendah adalah pada pelaksanaan anggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, di mana kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak. Oleh karena itu, diharapkan kedepan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada masyarakat Asli Papua melalui semua media diharuskan. Responden lembaga memberikan penilaian terhadap tingkat Transparansi berada di bawah 60 persen. Atau “cukup memuaskan”. Artinya bahwa pengelolaan dana Otsus Papua selama ini kurang transparan kepada masyarakat, terutama guru pendidik tingkat dasar dan menengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 283
pokus pengelolaan dana otsus. Hal ini diindikasikan bahwa pengeloaan dana otonomi khusus selama ini kurang transparan kepada tenaga guru dan mantri/suster di puskesmas atau rumah sakit. Oleh karena itu perlu transparansi mulai dari tahap perencanaan sampai ke monitoring. Gambar 5.32 WEB Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua
WEB PARTISIPASI SKPD
LEMBAGA
Perencanaan
Perencanaan
1,00 0,80
1,00
0,6806
0,60
Tindak Lanjut 0,7042
0,80
Penganggaran
0,40
Tindak Lanjut
0,5694
0,20
0,600,3684 0,40
0,33330,20
0,00
0,5714
Penganggaran
0,00
0,7746 Pelaksanaan Anggaran
0,4648 Pelaporan dan PI
0,2281
0,2679 Pelaporan dan PI
0,3158
Pelaksanaan Anggaran
0,7778 Pengawasan dan Monitoring
Pengawasan dan Monitoring
MASYARAKAT
Perencanaan 1,00 0,80 0,60
Tindak Lanjut
0,4503
0,40
0,5970
0,20
0,4435
Penganggaran
0,00
0,4975
Pengawasan dan Monitoring
0,5818
Pelaksanaan Anggaran
Dari aspek transparansi, semua aspek penilaian dari masyarakat mendapat bobot nilai di bawah 50persen, kecuali pengawasan dan monitoring memiliki bobot nilai 0,5076. kondisi ini terbukti dengan prestasi yang dicapai cukup baik. Hal ini berarti tingkat partisipasi kepada masyarakat relatif baik. Fokus yang perlu mendapat perhatikan serius adalah Tindak lanjut, penganggaran dan pelaksanaan anggaran. 5.4.3
AKUNTABILITAS Pada aspek Transparansi SKPD memberi nilai B, artinya “memuaskan”. Nilai
memuaskan ini sangat didukung oleh Fokus pengeloaan pada pelaporan dan Pengawasan Internal, diikuti oleh perencanaan, pengawasan dan monitoring, penganggaran, sedangkan fokus pengelolaan pada tindak lanjut mendapat nilai Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 284
paling rendah. Berarti bahwa tingkat akuntabilitas sangat kurang tindak lanjut. (Apakah Ada pembahasan tindak lanjut temuan BPK oleh pejabat) Gambar 5.33 WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua
WEB AKUNTABILITAS
SKPD
Perencanaan 1,00 0,80
Tindak Lanjut 0,6479
Perencanaan
0,8451
0,80
Penganggaran
0,60 0,40
Tindak Lanjut
0,7681
0,40
0,3448
0,20
0,00
Penatausahaan
Penganggaran
0,60 0,3333
0,3448
0,20
Pelaporan dan PI 0,8750
LEMBAGA
1,00
Pelaksanaan 0,6571 Anggaran
Pelaporan dan PI
0,7500
0,00
0,4483
0,2241
Pelaksanaan Anggaran
0,4310 0,3793
Pengawasan 0,7778 dan Monitoring
MASYARAKAT
Penatausahaan
Pengawasan dan Monitoring
Perencanaan 1,00 0,80 0,60
Tindak Lanjut
0,4604
Penganggaran
0,40
0,3187 0,20
0,3069
0,00
0,3676
Pemeriksanaan Internal
0,3784 0,3255
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Jika dilihat dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan Otsus, menunjukkan prestasi yang tidak memuaskan atau nilai “D”. Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas tidak memuaskan. Secara kasar dapat dikatakan bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana otsus tidak baik. Dalam arti bahwa pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas dan sekolah yang dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa melibatkan pihak puskesmas atau guru melakukan perencanan terlebih dahulu. Selain itu, pelaporan penggunaan dana otsus selama ini pihak sekolah dasar dan SLTP maupun tenaga kesehatan di puskesmas tidak tahun. Penilaian Masyarakat terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan dana otonomi khusus selama ini belum akuntabel.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 285
5.4.4
ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI
Isu–isu Strategis 1. Orang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di wilayah terpencil, terisolir. Orang asli Papua yang berada di daerah perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan. Oleh karena itu
program
dan
kegiatan
sektor
kesehatan
dan
pendidikan
dengan
menggunakan dana otsus perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli Papua. 2. Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah. Rendahnya
akuntabilitas
dalam
pelaporan
penggunaan
menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah
dana
Otsus
untuk penerapan
transparansi pelaporan keuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas masyarakat. Dampak negatif
tersebut
antara
lain
dapat
menimbulkan
semakin
merosotnya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintahsebagai pelayan publik. Oleh karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
dalam
perencanaan
sampai
pertanggungjawaban. 3. Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus di handle secara langsung oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. 4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua (indigenous peoples). Otsus sangat berharga dan menjadi suatu harapan banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 286
Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit
yang
melakukan pelayanan yang dapat menyentuh langsung ke masyarakat seperti puskesmas dan sekolah tingkat dasar dan menengah pertama.
Rekomendasi Berdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat merekomendasikan: 1.
Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan, sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan yang dapat menyentuh OAP. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu dan sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua.
2.
Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi. Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, melaukan dialog dengan masyarakat melalui media masa maupun media on-line seperti TV dan radio.
3.
Melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-sama dalam merencanakan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini diklaim sudah berjalan, tapi kurang maksimal. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun pendidikan seperti, puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan dana Otsus sampai pada pertanggungjawaban.
4.
Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus yang jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal. Pemerintah
Daerah
perlu
konsisten
dengan
aturan
dalam
Kebijakan
menentukan besaran persentasi alokasi dana Otsus per bidang prioritas.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 287
BAB 6 PENUTUP 6.1
ISU-ISU STRATEGIS Orang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan
distrik di wilayah terpencil, terisolir serta Orang asli Papua yang berada di daerah perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung di pinggiran perkotaan. Sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjangkau mereka dengan pelayanan kesehatan maupun pendidikan. Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus hanyasecara langsung diikuti oleh pejabat di tingkat SKPD atau Dinas yang bersangkut, dalam arti bahwa perenacanaan lebih mengarah ke topdown; Kondisi ini terjadi merata di wilayah mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan. Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah. Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan transparansi pelaporan keuangan. Kondisi terjadi merata baik di wilayah pegunugan, wilayah sulit akses maupun wilayah mudah akses. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan dana Otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik. Rendahnya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas di masyarakat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan semakin merosotnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai pelayan publik. Masyarakat yang berdomisili di wilayah mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan kurang mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua. Hal terjadi karena saat musrembang di tingkat kampung, dan distrik kurang melibatkan masyarakat dan pihak sekolah maupun tenaga medis. Format Musrembang yang selama ini dilakukan Pemerintah daerah kurang melibatkan masyarakat untuk merencanakan apa yang mereka butuhkan, sehingga dana otsus yang sangat berharga dan menjadi suatu harapan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 288
banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah. Dana Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit yang memberikan pelayanan yang menyentuh langsung kepada masyarakat asli Papua.
6.2
REKOMENDASI Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada di
wilayah mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan yang terpencil dan perbatasan, sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu dan sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua. Sangat perlu program dan kegiatan bidang kesehatan maupun pendidikan yang menggunakan dana Otsus perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli Papua. Sangat perlu melibatkan perwakilan dari setiap komponen masyarakat kampung yakni: tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersamasama dalam merencanakan kegiatan yang bersumberi dari dana Otsus, meskipun selama ini diklaim sudah berjalan, tetapi kurang maksimal. Perlu juga melibatkan kepala puskesmas, para mantri dan suster maupun guru-guru SD dan SMP untuk duduk
sama-sama
merencanakan
penggunaan
dana
Otsus
sampai
pada
pertanggungjawaban. Karena selama ini banyak sekali kegiatan yang turun tiba-tiba ke wilayah pelayanan mereka. Perlu diramu kembali Model Musrembang yang selama ini dilaksanakan karena kurang komunikatif dan kurang melibatkan semua masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal ini birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai pertanggungjawaban. Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi. Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, dialog di media eloktronik seperti TV dan Radio maupun di media massa lainnya. Sangat perlu melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus yang jelas setiap tahun anggaran agar kegiatan yang telah dilakukan Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 289
tidak berhenti di tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal. Pemerintah Daerah perlu konsisten dalam pelaksanaan anggaran sesuai perencanaan dan alokasi saat perencanaan awal dilakukan, oleh karena itu sangat perlu melibatkan DPRD dan semua stakeholder dalam penyusunan URD Otsus sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak berbeda dengan Rencana Definitif (RD).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 290