Bab 1 Pendahuluan
1. 1.
Latar Belakang
Pada situasi kompetisi global yang sangat ketat,
perusahaan harus
menyediakan produk serta layanan berdasarkan strategi yang berorientasi pada permintaan dan mempertahankan kemampuan bersaing utamanya dengan memperpendek waktu pemasaran (time-to-market), mengurangi biaya serta meningkatkan kualitas. Lyu dan Chang (2007) menyatakan bahwa pengembangan produk yang cepat dapat meningkatkan pangsa pasar (market share) dan produk yang baru dikembangkan lebih memenuhi kebutuhan konsumen. Selain itu, pengembangan produk baru diakui sebagai kunci untuk meningkatkan kompetensi suatu perusahaan sehingga penguatan kemampuan desain produk juga menjadi kunci bagi berbagai perusahaan agar dapat bertahan dan bersaing. Kemampuan bersaing suatu perusahaan dapat dinilai dari satu atribut yakni kapabilitas perusahaan untuk mengembangkan/membuat produk inovasi (market innovative products) [Zolghadri, dkk(2008)]. Pada kenyataannya hanya sedikit perusahaan atau bisnis yang memiliki sumber daya untuk mengembangkan produk baru yang kompleks. Perusahaan atau organisasi secara individu tidak memiliki seluruh keahlian dan kompetensi untuk mengembangkan dan membuat inovasi produk yang dibutuhkan oleh pasar padahal mereka membutuhkannya agar tujuan perusahaan untuk bertahan dan bersaing dapat tercapai. Kebanyakan perusahaan cenderung berkonsentrasi pada
0
teknologi inti yang diperlukan dalam pengembangan produk dan mengandalkan pihak lain dalam hal keahlian pelengkap dan sumber daya yang tidak dimilikinya [http://www.vrc.gr:8080/npd-net/npd/page.html?page_id=150
collaborative
Product development, diakses 3 Oktober 2006]. Dalam industri dengan persaingan yang ketat, setiap perusahaan biasanya hanya fokus pada bagian tertentu dari proses produksi seperti desain, produksi komponen, perakitan, testing, transportasi dan distribusi, marketing dan sebagainya. Perusahaan tersebut kemudian berkolaborasi baik secara vertikal maupun horizontal dengan perusahaan lainnya bahkan jika diperlukan dengan kompetitor pendukungnya untuk memenuhi kebutuhan
konsumen
[Chen,
dkk
(2007)].
Strategi
kolaborasi
dengan
perusahaan/mitra yang tepat dalam sebuah network perlu dipertimbangkan dalam proses pengembangan produk baru sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing.
Emden, Calantone dan Droge (2006) melansir bahwa kesuksesan produk berawal dari gabungan yang tepat antara sumber daya internal dan eksternal. Perusahaan dapat saja memiliki ide awal suatu riset pengembangan tetapi pada pelaksanaannya perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya perusahaan lain dan sebaliknya. Pada kondisi ini perusahaan pun dapat menggunakan intelektualitas (brain) pihak lain di luar perusahaan yang akan mengembangkan produk baru sehingga tercipta demand bagi produk tersebut. Kompetensi inti mitra dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan kekuatan internalnya sehingga mereka dapat mempertinggi atau mempertahankan kapabilitasnya dalam menyediakan produk dan layanan dengan kualitas terbaik. Codevelopment alliances1 sebagaimana dinyatakan oleh Emden, Calantone dan Droge (2006) adalah hubungan kolaborasi antara dua perusahaan atau lebih yang bersifat non-equity based untuk menciptakan nilai (value) melalui integrasi serta transformasi bermacam keahlian dan pengetahuan pada pengembangan produk baru atau layanan. Kolaborasi sendiri didefinisikan sebagai jenis hubungan antar organisasi yang memiliki ciri level transparansi, keseriusan dan sinergi yang tinggi dalam interaksi antar pihak di dalamnya. Kolaborasi memungkinkan 1
Generasi baru dari New Product Development (NPD)
1
integrasi antar disiplin ilmu yang penting dalam menciptakan produk yang benarbenar baru. Selain itu setiap pihak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk.
Gambar 1.1 menunjukkan diagram kausal sederhana dari Zolghadri, dkk(2008) yang menjelaskan bahwa setiap kebutuhan terhadap produk inovasi akan mengarah kepada kolaborasi antar mitra. Diagram tersebut secara sederhana dapat diartikan dalam sebuah aksioma, “No efficient network, No (innovative) products”.
Gambar 1. 1 Diagram Kausal Kolaborasi Co-Design [sumber : Zolghadri, dkk(2008)]
Jika perusahaan memutuskan akan berkolaborasi dengan perusahaan lain maka perusahaan tentunya harus memilih secara selektif dengan siapa dan dalam hal apa ia akan berkolaborasi. Kolaborasi tersebut dapat dibangun dengan mitra yang sudah dikenal atau sama sekali baru. Sebagai contoh General Motor, Suzuki dan Suzuki Motors berkolaborasi untuk mengembangkan dan memproduksi mobil sport. Perusahaan komputer Apple berkolaborasi dengan Sony, Wolfson, Toshiba dan Texas Instruments untuk mengembangkan dan memproduksi iPod MP3 player. Kemudian Microsoft co. berkolaborasi dengan Intel NVidia dan Flextronic
2
untuk mengembangkan dan memproduksi X-BOX. Flarion Technologies2 berkolaborasi dengan Flextronic dalam hal desain dan fabrikasi untuk memproduksi telepon nirkabel dengan pasar jaringan seluler generasi ke-empat [Quinnel (2004)].
McGrath dan Gordon (2003) menyebutkan bahwa manfaat yang diperoleh dari kerjasama pengembangan (codevelopment) akan tampak siginifikan pada utilisasi aset yang lebih baik, kepuasan pelanggan yang lebih besar, dan meningkatnya produktivitas. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa akibat dari pelaksanaan kerjasama pengembangan yang buruk akan terlihat pada waktu pemasaran (time to market) yang lebih panjang, biaya upaya pemulihan yang lebih besar dan buruknya relasi antara pihak-pihak yang bekerja sama. Emden, Calantone dan Droge (2006) membuat kesimpulan bahwa kolaborasi untuk New Product Development (NPD) dapat menghasilkan akses terhadap keahlian dan teknologi baru, menciptakan atau mengeksploitasi pasar baru, menanggung bersama biaya dan resiko riset dan pengembangan (R&D) serta meningkatkan kecepatan produk untuk dipasarkan. Akan tetapi kolaborasi pun memunculkan permasalahan yakni adanya perbedaan dalam kultur organisasi, pola pikir, ekspektasi dan prilaku dapat menyebabkan biaya pengelolaan dan modal aliansi menjadi sangat mahal. Dengan demikian maka kolaborasi yang efektif sangat penting dilakukan baik dalam hal desain, inovasi, pengembangan maupun produksi perusahaan. Terkait dengan kolaborasi dalam
pengembangan produk, tabel 1.1
merepresentasikan tahapan-tahapan kolaborasi pengembangan produk dan permasalahan yang biasa terjadi dalam aktivitas-aktivitasnya.
2
Flarion Technologies adalah sebuah perusahaan kecil yang hanya memiliki 200 pegawai dan tidak memiliki kemampuan manufaktur akan tetapi memiliki visi besar yaitu meyakinkan (telecom providers) untuk mengadopsi teknologi inovatifnya dalam hal broadband wireless.
3
Tabel 1. 1 Tahapan Kolaborasi, Aktivitas dan Permasalahan Sumber : http://www.vrc.gr:8080/npd-net/npd/page.html?page_id=1505 collaborative Product development , 3 Oktober 2006
Tahapan Persiapan
Aktivitas • • • • • • • • •
Formasi
Manajemen
• •
Strategi pengembangan produk Desain produk Menentukan apa yang akan dilakukan internal perusahaan Identifikasi mitra Melakukan pemilihan mitra
Permasalahan • • •
Menetapkan peraturan dasar Menyepakati syarat-syarat komersial Mengatur isu-isu hak cipta Mendefinisikan jalur komunikasi dan saluran-salurannya.
•
Komunikasi reguler dan terbuka Identifikasi resiko
•
• •
Perusahaan tidak memiliki informasi yang cukup Mitra mungkin memiliki agenda tersembunyi Mitra tidak dapat sepenuhnya diakses Menaksir kemampuan mitra terlalu tinggi. Aturan yang terlalu kaku dapat memperlambat mitra dan keseluruhan proses Terlalu hati-hati dan curiga dapat berpengaruh pada tidak tercapainya win-win solution
Terkadang manajer yang menjalankan proyek tidak diberikan saran sehingga diperlukan negosiasi ulang • Ketidaksesuaian sistem metrik, zona waktu, format arsip(file) dan software dapat menyebabkan masalah • Praktek bisnis yang tidak sesuai dan perbedaan kultur juga dapat menyebabkan permasalahan. Proses perlu dijadikan bahan terkait dengan ketidakmampuan mitra mencapai tujuan
Evolusi
Adaptasi yang cepat terhadap fakta baru dan permasalahan
Kesimpulan
• Perencanaan produksi dan pendukung • jangka panjang • Belajar dari setiap kesalahan yang telah • dilakukan
Kesepakatan pendukung harus sesuai Ketidakpastian terhadap aset gabungan, material atau inventori
Suatu kolaborasi NPD tidak terlepas dari aktivitas desain. Menurut Wang dan Feller sebagaimana dilaporkan oleh Lyu dan Chang (2007), desain kolaboratif (collaborative design) adalah desain suatu produk oleh beragam perancang yang saling bekerjasama. Perancang dalam kolaborasi tersebut dapat berasal dari pihak eksternal maupun internal perusahaan. Pihak eksternal terdiri dari customer, supplier, distributor dan subkontraktor sedangkan pihak internal merupakan
4
departemen yang ada dalam perusahaan seperti pemasaran, engineering, produksi, penjualan, servis, pengadaan dan finansial.
Wognum dalam penelitian Lyu dan Chang (2007) mendefinisikan rantai desain sebagai kumpulan aktivitas bisnis yang berhubungan dengan seluruh fase dalam rekayasa produk (product engineering), termasuk penelitian dan pengembangan. Twigg(1998) memberikan pengertian rantai desain sebagai interaksi informasi antara supplier dan customer. Customer dalam hal ini berupa focal firm sedangkan supplier adalah mitra. Rantai desain melibatkan partisipan secara keseluruhan dalam proses pengembangan produk. Setiap partisipan memberikan kontribusi berupa pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan memproduksi suatu produk [Twigg (1998)]. Dengan demikian, tipe kerjasama dalam rantai desain tidak mencakup relasi yang hanya membutuhkan interaksi antar organisasi yang sedikit seperti pemesanan komponen pada aktivitas manufaktur.
Deck dan Strom, sebagaimana dilaporkan oleh Wang dan Lin (2006) mengembangkan model konseptual rantai desain dan mengindikasikan bahwa pemilihan mitra merupakan salah satu faktor yang mendukung kesuksesan pengembangan produk. Pernyataan ini sejalan dengan tahapan pengembangan produk yang telah diilustrasikan dalam tabel 1.1. Perusahaan-perusahaan yang akan dilibatkan dalam rantai desain ini harus dipilih secara baik dan tepat. Mitra desain yang dipilih haruslah jelas misalkan siapa, apa yang akan mereka berikan sebagai bentuk partisipasi lalu mengapa perusahaan bermitra dengan mereka. Pemilihan mitra desain yang tidak tepat dapat menyebabkan waktu pengembangan produk menjadi lebih lama, membesarnya biaya pengembangan produk serta daya kompetisi produk menjadi lebih kecil. Sebaliknya, pemilihan mitra yang tepat akan memberikan manfaat yang besar dalam profit dan produktivitas perusahaan karena perusahaan akan fokus kepada apa yang menjadi kompetensi utamanya [McGrath (2003)].
5
1. 2.
Deskripsi Masalah
Rantai desain berbeda dengan rantai pasok. Studi dalam rantai pasok sebagian besar membahas mengenai pengadaan barang dan jasa (procurement) dan
aktivitas
penambahan
nilai
tanpa
secara
eksplisit
mendefinisikan
pengembangan produk sebagai bagian dari aktivitas tersebut. Desain sendiri merupakan tipe khusus dari transaksi penyediaan.
Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan antara rantai desain dengan rantai pasok. Tabel 1. 2 Perbedaan Rantai Desain dengan Rantai Pasok
Rantai Pasok
Rantai Desain
1. Unsur ketidakpastian (uncertainty) tinggi dalam hal yang dapat diperkirakan secara numerik oleh pengambil keputusan (misalkan waktu pengiriman, waktu tunggu dan biaya pengiriman).
1. Unsur ketidakpastian (uncertainty) tinggi dalam hal yang tidak dapat diperkirakan secara tepat (numerik) oleh pengambil keputusan (misal pengembangan produk dan kinerja mitra dalam kerjasama). Konsep probabilistik belum dapat mengatasi permasalahan tersebut. 2. Membutuhkan penyelesaian masalah secara bersama - sama 3. Tahapan pengembangan produk didefinisikan secara eksplisit. 4. Melibatkan transfer informasi antar mitra yang berkaitan dengan kompetensi desain, seringkali dalam bentuk yang tidak lengkap 5. Melibatkan seluruh mitra dalam proses pengembangan produk (konsep, rekayasa secara detil, rekayasa proses, fabrikasi prototype dan aktivitas peluncuran produk)
2. Penyelesaian masalah dilakukan secara parsial 3. Tidak mendefinisikan pengembangan produk secara eksplisit. 4. Transfer informasi hanya sebatas informasi mengenai barang/jasa
5. Mitra tidak terlibat secara penuh dalam tahapan pengembangan produk
Menurut Twigg (1988), perbedaan yang paling utama antara operasi dalam rantai pasok dengan rantai desain adalah dalam hal kontribusi yang diberikan oleh setiap organisasi dalam tahapan pengembangan produk. Perbedaan-perbedaan yang ada di antara rantai pasok dengan rantai desain mendorong timbulnya pertanyaan bagaimana model pemilihan mitra dalam rantai desain dibandingkan
6
dengan model pemilihan dalam rantai pasok mengingat belum banyaknya studi mengenai pemilihan mitra dalam rantai desain.
Terkait dengan pemilihan mitra, sebagian besar perusahaan memilih mitra kerjasamanya secara ad hoc, antara lain word of mouth dan cross fingers and hold breath [Wang dan Lin (2006)]. Maksudnya adalah proses pemilihan mitra dilakukan secara tidak terstruktur dan tanpa melalui metode yang lengkap dan detil. Hanya sedikit perusahaan yang memiliki pengalaman dalam berkolaborasi. Tabel 1.3 mengilustrasikan level kematangan perusahaan dan permasalahan yang mungkin muncul untuk setiap aktivitas pengembangan produk baru. Tabel 1. 3 Collaboration Maturity Grid Sumber : http://www.vrc.gr:8080/npd-net/npd/page.html?page_id=1505 collaborative Product development, diakses 3 Oktober 2006
Collaboration Strategy
Structured Development Process
System design & Task Partitioning Partner Selection
Partnership Management
Partnership Development
Level 1
Level 2
(Not) Invented here! No formal NPI process
Occasional adhoc partnering A process exists but unstructured Intuitively consider modularity Word of mouth
Interfaces not well defined Cross fingers and hold breath But we’ve already started I’ll be glad when this project’s over
Is this a good deal?
Bad relationship
Level 3 Established partners Process used and understood Formal configuration planning Review of technical capability Agreement in place
Good working relationship
Level 4 Regular views of competences Continuous NPI improvement Conscious simultaneous design Broad assessment of capabilities All ground rules agreed and communicated On-going mutually beneficial
Jenis pemilihan mitra seperti yang dilakukan perusahaan pada tingkat 1 dan 2 dalam tabel 1.3 dapat menyebabkan permasalahan dalam tahap pengembangan selanjutnya. Permasalahan tersebut antara lain 1. Keraguan ketika memulai kerjasama akibat ketidakjelasan definisi peran dan tanggung jawab masing-masing perusahaan yang berkolaborasi.
7
2. Pengelolaan hubungan antar mitra yang tidak baik akibat jalur komunikasi yang tidak terdefinisikan secara jelas dan
efektif serta tidak adanya
peninjauan ulang secara reguler terhadap pencapaian kolaborasi. 3. Tidak adanya iklim kepercayaan dan keyakinan dengan tidak
adanya
upaya membangun hubungan saling ketergantungan antar
mitra
kolaborasi. Pengaruh yang signifikan dari permasalahan di atas seperti telah dibahas dalam subbab sebelumnya akan terjadi pada waktu dan biaya serta keberhasilan dari pengembangan suatu produk baru. Menurut McGrath (2003), pemilihan mitra yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga pengembangan suatu produk baru menjadi lebih baik merupakan hal yang tidak mudah. Atas dasar tersebut, pendefinisian
kriteria untuk memilih mitra menjadi hal yang
penting.
Kriteria pemilihan mitra dalam rantai desain berbeda dengan kriteria pemilihan mitra dalam rantai pasok. Menurut McGrath (2003), kriteria pemilihan mitra rantai desain lebih memperhatikan akses terhadap inovasi, time-to-market dan memperluas lingkup internal R&D perusahaan. McGrath kemudian menyatakan bahwa pemilihan mitra rantai desain pada tahap awal pembentukan kemitraan (partnership) biasanya melibatkan banyak kriteria pemilihan dan kendala yang bersifat kualitatif seperti kemampuan dalam pengembangan produk atau kuantitatif seperti biaya. Deck dan Strom dalam laporan penelitian Wang dan Lin (2006) memberikan empat kriteria pemilihan mitra dalam rantai desain. Kriteria-kriteria tersebut yaitu pengembalian jangka pendek (short term returns), potensi jangka panjang (long term potentials), visi bersama teknologi dan pengembangan pasar serta pembagian hasil dari kerjasama. Deck dan Strom juga memasukkan kriteria yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dalam daftar kriteria pemilihannya.
Proses pemilihan mitra didasarkan pada kriteria-kriteria yang didefinisikan dari kebutuhan perusahaan dan kendala yang dimilikinya. Terkait dengan hal tersebut maka diperlukan suatu metode pemilihan yang lengkap dan detail
8
(rigorous) untuk membantu pengambil keputusan dalam menganalisa solusi dari beragam kriteria dan kendala agar terpilih sekumpulan mitra desain yang sesuai.
Permasalahan yang muncul adalah nilai kinerja akurat dari kandidat mitra pada kriteria-kriteria tertentu sulit diukur dalam suatu nilai karena kebanyakan kriteria pemilihan bersifat kualitatif dan nilainya tidak tepat (imprecise). Padahal menurut Wang dan Lin (2006), pemilihan mitra dalam kolaborasi perusahaan dapat dilakukan setelah sebelumnya perusahaan memiliki informasi mengenai kinerja dari kandidat mitra yang akan dipilih. Akibatnya sulit untuk mengevaluasi sebagian kriteria dan menyatakannya dalam bentuk kuantitatif. Selain itu waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu desain sulit diestimasi dalam satu nilai akurat karena pengambil keputusan tidak yakin (uncertain) dalam menentukan preferensinya secara konsisten. Derajat ketidakpastian itu sendiri dapat bervariasi dari hampir tidak diketahui sama sekali sampai dengan diketahuinya hampir seluruh informasi tentang suatu proses atau fenomena [Daellenbach (1995)].
Lebih lanjut, kondisi ketika perusahaan kekurangan atau bahkan tidak memiliki informasi mengenai kinerja kandidat mitra dapat menyebabkan perusahaan (focal firm) menaksir kandidat mitra terlalu rendah (under estimate) atau terlalu tinggi (over estimate) (lihat tabel 1.1). Resikonya adalah perusahaan dapat kehilangan mitra yang potensial jika penilaian kandidat mitra under estimate atau bermitra dengan kandidat mitra yang buruk jika penilaiannya over estimate. Untuk itu maka perlu disusun suatu konsep agar kandidat mitra tersebut tetap memiliki penilaian kinerja yang relatif sesuai sehingga resiko-resiko yang telah disebutkan dapat berkurang atau dihilangkan. Hal ini mendorong pertanyaan lain dalam penelitian ini, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam menilai kinerja kandidat mitra jika pengambil keputusan dihadapkan pada situasi yang tidak pasti (uncertain), tidak lengkap (incomplete) dan tidak tepat (imprecise).
9
Berdasarkan pembahasan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana metode pemilihan mitra dalam rantai desain dibandingkan dengan model pemilihan mitra dalam rantai pasok. 2. Bagaimana mengembangkan kriteria pemilihan mitra yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga pengembangan suatu produk baru dapat dilakukan dengan baik. 3. Bagaimana proses penilaian kinerja kandidat mitra dalam rantai desain jika pengambil keputusan dihadapkan pada situasi yang tidak pasti (uncertain), tidak lengkap (incomplete) dan tidak tepat (imprecise). 1. 3.
Posisi Penelitian
Studi mengenai pemilihan mitra yang sudah dilakukan antara lain dalam bidang supply chain management, agile manufacturing, innovation management,, International Joint Ventures (IJV) dan virtual enterprises.
Bagian-bagian yang dikaji dari studi mengenai pemilihan mitra tersebut antara lain penggunaan kriteria kuantitatif dan kualitatif, tipe informasi, objek penelitian, pendekatan/metodologi yang digunakan, periode dalam penelitian serta pola kolaborasi. Penggunaan kriteria kuantitatif dan kualitatif mendefinisikan jenis kriteria yang diaplikasikan dalam penelitian apakah bersifat kuantitatif atau kualitatif atau bahkan keduanya. Tipe informasi terkait dengan situasi yang pasti (certain) atau tidak pasti (uncertain), ketersediaan serta kelengkapan data. Objek penelitian menyatakan pada objek mana penelitian itu dilakukan, misalkan rantai desain atau rantai pasok. Periode dalam penelitian berhubungan dengan rentang waktu yang digunakan, yakni bersifat jangka panjang, jangka pendek atau keduanya sedangkan pola kolaborasi menyatakan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Yang dimaksud dengan focal firm adalah perusahaan yang
menjadi
integrator
dalam
pengembangan
produk
baru. Designer
didefinisikan sebagai pihak lain di luar focal firm yang menggunakan intelekt ualitasnya untuk mengembangkan produk baru dengan atau tanpa kemampuan manufaktur/fabrikasi serta menjadi subkontraktor dari focal firm.
10
Dalam bidang supply chain management; Huang dan Mak (2003) mengembangkan metodologi lengkap berupa Webid System yang memungkinkan interaksi antara supplier dengan customer dalam proses pengembangan produk baru dan mendemonstrasikan framework melalui suatu prototype platform dalam internet/intranet
menggunakan
teknologi
web.
Model
pemilihan
mitra
menggunakan empat tipe indeks numerik mitra yaitu satisfaction index (SI), flexibility index (FI), risk index (RI), dan confidence index (CI). Kemungkinan kerjasama jangka panjang dengan supplier dapat diketahui melalui model tersebut yakni jika confidence index tetap tinggi untuk periode waktu tertentu. Kelemahannya adalah sulit untuk mengetahui apakah kandidat mitra memberikan nilai yang sebenarnya mengenai kemampuan mereka ke dalam sistem Webid dan kurang mempertimbangkan karakteristik kualitatif kandidat mitra.
Kumar, dkk (2004) mengaplikasikan pendekatan fuzzy goal programming untuk memilih vendor dalam rantai pasok. Jain, Wadhwa dan Desmukh (2005) mengembangkan suatu pendekatan untuk mengevaluasi supplier berdasarkan Fuzzy Association Rule Mining yang merupakan gabungan antara kerangka kerja (framework) fuzzy dengan rules mining algorithm. Pendekatan ini memungkinkan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan baik dalam hal karakteristik yang terukur (tangible) maupun yang tidak terukur (intangible). Kelemahan dari pendekatan ini adalah hanya dapat dilakukan pada situasi tersedianya banyak data, selain itu kebutuhan akan memori (input dan output) dan komputasi sangat tinggi. Hal ini berlawanan dengan situasi dalam rantai desain yang seringkali ditandai dengan tidak ada atau minimnya data/informasi mengenai kinerja kandidat mitra.
Wang dan Shu (2007) memodelkan ketidakpastian dalam rantai pasok dengan menggunakan fuzzy sets dan mengembangkan model konfigurasi posibilistik rantai pasok untuk produk baru dengan kondisi data statistika rantai pasok tidak tersedia atau tidak reliable. Model fuzzy rantai pasok dikembangkan untuk mengevaluasi kinerja keseluruhan rantai pasok dan solusi near optimal ditentukan dengan menggunakan algoritma genetik. Studi lainnya dalam manajemen rantai pasok antara lain dilakukan oleh Sevkli, dkk (2007), Chang,
11
dkk (2005), Bottani dan Rizzi (2005).
Sevkli, dkk (2007) mengembangkan
metode hybrid pemilihan supplier berdasarkan DEAHP (Data Envelopment Analytic Hierarchy Process). Mereka mendefinisikan kriteria pemilihan secara menyeluruh dan metode tersebut terbukti lebih baik dibandingkan dengan metode AHP biasa. Akan tetapi metode tersebut hanya mempertimbangkan faktor kuantitatif saja untuk memilih mitranya. Chang, dkk (2005) mengembangkan sebuah metode fuzzy multi attribute decision making berdasarkan fuzzy linguistic quantifier untuk memilih mitra dalam rantai pasok pada berbagai fase siklus hidup produk. Bottani dan Rizzi membuat suatu framework fuzzy multi atribut untuk memilih supplier dalam suatu e-procurement environment. Mereka menggunakan metode Delphi untuk mendefinisikan kriteria pemilihan supplier. Kemudian usulan kriteria pemilihan tersebut distrukturkan dalam sebuah kerangka kerja. Formulasi aplikasi dilakukan melalui pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchical Process.
Dalam bidang international joint ventures, studi pemilihan mitra dilakukan antara lain oleh Hajidimitriou dan Georgiou (2002) sedangkan dalam bidang manajemen inovasi, studi mengenai collaborative innovation antara lain dilakukan oleh Hacklin, dkk (2004). Hajidimitriou dan Georgiou (2002) mengembangkan sebuah model kuantitatif berdasarkan teknik goal programming dengan
menggunakan
kriteria-kriteria
yang
sesuai.
Tujuannya
adalah
mengevaluasi kandidat mitra yang potensial sehingga pemilihan mitra yang optimal dapat
diperoleh.
melibatkan faktor
Model ini dapat menghasilkan keluaran yang
kualitatif dan kuantitatif secara simultan akan tetapi
membutuhkan data yang reliable. Hacklin, dkk (2004) mengembangkan DSi4P, sebuah software yang dapat digunakan pengambil keputusan untuk memilih mitra yang strategis dalam collaborative innovation. Pendekatan yang digunakan adalah sistem pengambilan keputusan (decision support system). Mereka mengadopsi teori yang telah terdefinisi dan teruji dengan baik berkaitan dengan faktor sukses dalam collaborative innovation. Informasi kualitatif dan hal-hal yang mengarah kepada soft factor lebih dominan dievaluasi dengan tujuan mendapatkan mitra yang potensial dalam hal seperti kemampuan inovasi dan kreativitas. Kelemahan
12
lainnya dari software Hacklin ini lebih banyak pada hal-hal yang bersifat teknis antara lain belum menyertakan ilustrasi yang seragam dan ringkasan mekanisme serta tidak ada informasi yang bisa diperoleh jika proses iterasi belum dimulai.
Studi pemilihan mitra dalam bidang agile manufacturing antara lain dilakukan oleh Ip, dkk (2004). Mitra yang dipilih adalah sub-kontraktor yang akan terlibat dalam proyek. Ip, dkk (2004) memperkenalkan konsep kandidat yang ideal dan kandidat tak efisien kemudian menggunakannya dalam teori yang mereka usulkan yaitu teori solution space reduction. Teori tersebut dapat mengurangi kompleksitas permasalahan secara efisien. Untuk memperoleh solusi pemilihan mitra, Ip, dkk (2004) lalu mengembangkan branch and bound algorithm dalam penjadwalan proyek. Kelemahan dari model ini adalah belum dapat melibatkan faktor kualitatif secara kuantitatif dalam model matematika yang dikembangkan. Selain itu algoritma tidak dapat diaplikasikan dalam permasalahan berskala besar dengan waktu yang singkat.
Studi dalam bidang virtual enterprises dilakukan antara lain oleh Fischer, dkk (2004), Wu dan Su (2005), Ko, dkk (2001). Fischer, dkk (2004) mengkonstruksi metode dalam memilih sel kompetensi yang paling sesuai dari sekumpulan sel kompetensi yang potensial dalam sebuah jaringan produksi (production network) dengan domain virtual enterprises. Pendekatan yang digunakan adalah Ant Colony Optimization dan Analytical Hierarchical Process. Wu dan Su (2005) memodelkan permasalahan pemilihan mitra dengan formulasi integer programming dengan meminimumkan biaya manufaktur serta melibatkan waktu penyelesaian sebagai kendala. Formulasi tersebut kemudian diubah ke dalam formulasi teori graf dan algoritma 2-phase dikembangkan untuk mencari solusi model tersebut. Solusi yang diperoleh tidak optimal akan tetapi algoritma yang dikembangkan efisien dan dapat diaplikasikan. Ko, dkk (2001) mengembangkan model heuristic realistic untuk memilih mitra manufaktur eksternal yang meminimumkan biaya operasi dan transportasi.
13
Salah satu studi dalam bidang collaborative design dilakukan oleh Wang, dkk (2002). Mereka melakukan review terhadap permintaan dan kebutuhan dari conceptual engineering design, mengklarifikasi situasi terkini dari pelaksanaan desain konseptual, mengklasifikasikan metodologi, arsitektur, perangkat dan teknologi yang tersedia serta mengidentifikasi tren masa depan dalam area ini. Studi mengenai pemilihan mitra dalam bidang rantai desain sendiri belum banyak dilakukan. Cao dan Wang mengintegrasikan simulasi Monte-Carlo dengan pendekatan algoritma genetik untuk memilih mitra yang memaksimumkan probabilitas sukses dan mencapai probabilitas target pemenuhan kendala waktu dan biaya pengembangan produk. Model ini tidak memperhatikan faktor kualitatif dan ketidaktepatan dalam proses pembentukan kemitraan dalam rantai desain [Wang dan Lin (2006)]. Lyu dan Chang (2007) melakukan studi empirik guna menjelaskan keterlibatan awal (early involvement) dalam kasus rantai desain dengan mendefinisikan konsep, menguji kepentingan serta mendeskripsikan elemen kunci dan kerangka kerja. Mereka mengaplikasikan model vertikal rantai desain pada suatu perusahaan kelas dunia yang memproduksi alat-alat elektronik informasi dan bekerjasama dengan pengguna OEM3 dan ODM4.
Emden, dkk (2006) mengembangkan suatu teori proses pemilihan mitra untuk aliansi NPD kolaboratif dengan menggunakan suatu pendekatan pengembangan teori. Mereka melakukan studi kasus terhadap beberapa manajer perusahaan melalui metode analisis naratif. Teori proses pemilihan mitra tersebut didefinisikan dalam tiga fase yakni technological alignment, strategic alignment dan relational alignment serta beberapa subkategori yang mengkarakterisasi fasefase tersebut.
3 4
Original Equipment Manufacture Original Design Manufacture
14
Tabel 1. 4 Posisi Penelitian
Peneliti
Kriteria Kuantitatif
Kriteria Kualitatif
Tipe Informasi
Objek
Pendekatan/Metodologi
Periode
Pola Kolaborasi
Wang, L., Shen, W., Xie, H., Neelamkavil, J., Pardasani, A., (2002)
X
V
Fuzzy dan tidak lengkap
Collaborative conceptual design
Teknologi Web dan internet
--
Designer-designer
Huang G.Q. and Mak K.L. (2003)
V
X
Pasti (Certain)
Supply chain
Decision support model
Short term dan Long term
Customer-supplier
V.Jain, S. Wadhwa and S. G. Desmukh (2005)
V
V
Uncertain, membutuhkan banyak data
Supply chain
Fuzzy Association Rule Mining
Short term
Focal firm - supplier
Wang, J and Lin, H. Y (2006)
V
V
Uncertain , ada data kinerja kandidat mitra terhadap kriteria tertentu, subjektif
Design chain
Metode perangkingan (Outrangking Methods), Integer programming,
Short term
Focal firm – designer
Z. Emden, R. J. Calantone, C. Droge (2006)
X
V
Uncertain
Design chain
Exploratory theory development (study case)
Short term
Focal firm – designer
J. Lyu and L. Y. Chang (2007)
X
V
Uncertain
Design chain
Quality Function Development
Short term
Focal firm-suppliermanufacturercustomer
Juite Wang, Yun-Feng Shu (2007)
V
V
Uncertain, data statistik tidak tersedia atau tidak reliable
Supply chain
Mathematical programming, Genetic Algorithm, fuzzy decision model
Short term
Focal firm-supplier
Siti Nur Chotimah (2008)
V
V
Uncertain, situasi data terbagi menjadi dua kasus, tersedia dan tidak tersedia, objektif
Design chain
Integer programming, Fuzzy group decision making, Protokol linguistik, metode utilitas fuzzy
Long term
Focal firm-designer
15
Wang dan Lin (2006) mengembangkan sebuah model pemilihan mitra dalam formasi suatu rantai desain dengan menggunakan fuzzy set theory untuk mengatasi faktor-faktor dalam penelitian yang bersifat kualitatif dan tidak tepat (imprecise). Fuzzy set theory digunakan untuk merepresentasikan informasi yang bersifat tidak tepat (imprecise), tidak pasti (uncertain) dan fleksibel pada tahap formasi rantai desain. Model pemilihan mitra tersebut memaksimumkan skor kinerja total rantai desain serta sesuai dengan batasan biaya dan waktu pengembangan. Model yang dikonstruksi oleh Wang dan Lin ini belum memasukkan potensi kerjasama jangka panjang yang disebutkan oleh Deck dan Storm dalam daftar kriterianya sehingga cukup komprehensif jika digunakan dalam kolaborasi mitra jangka pendek. Dalam penelitiannya, Wang dan Lin (2006) melaporkan bahwa sebagian besar studi dalam design chain management terfokus pada perluasan keterlibatan dalam fase pengembangan produk, sifat alami relasi buyer-supplier dan derajat pertukaran informasi. Terkait dengan proses pengambilan keputusan untuk penilaian kinerja kandidat mitra, Wang dan Lin (2006) menggunakan metode outranking untuk menilai kinerja mitra berdasarkan kriteria yang bersifat kualitatif serta kuantitatif dan dalam situasi yang tidak pasti dengan menggunakan teori posibilitas dari teori himpunan fuzzy. Dalam penelitian tersebut, Wang dan Lin mengasumsikan bahwa informasi mengenai kandidat mitra yang akan dipilih diketahui padahal seringkali informasi tersebut hanya sedikit bahkan hampir tidak ada. Penelitian lain mengenai pengambilan keputusan dalam situasi yang tidak pasti antara lain dilakukan oleh Azwir (1996). Azwir
mengembangkan metode Analisis
Keputusan Multikriteria Fuzzy Probabilistik dengan Model Keputusan "Dubois dan Prade”. Metode ini dapat digunakan dalam group decision making akan tetapi masih relatif sulit untuk diimplementasikan. Tabel 1.4 menunjukkan posisi penelitian penulis jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang telah dibahas sebelumnya. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebanyakan studi mengenai pemilihan mitra dalam rantai desain
16
memiliki periode kerjasama jangka pendek dan mempertimbangkan kriteria kualitatif dalam situasi yang tidak pasti. Penelitian mengenai pemilihan mitra yang lebih beragam ditemukan dalam rantai pasok. Penelitian yang dilakukan penulis menyertakan kriteria kualitatif dan kuantitatif, dalam situasi yang tidak pasti, tidak tepat dan tidak lengkap. Objek dalam studi pemilihan mitra adalah rantai desain dengan periode kerjasama jangka panjang. 1. 4.
Tujuan Penelitian
Dengan memperhatikan latar belakang masalah seperti yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan untuk 1. Mengembangkan metode pemilihan mitra pada kerjasama dalam jangka panjang suatu rantai desain berdasarkan model pemilihan mitra Wang dan Lin (2006). 2. Mengujikan metode pemilihan mitra yang dihasilkan pada sebuah contoh kasus yang sesuai sehingga proses pengambilan keputusan dapat dievaluasi berdasarkan •
Skor kinerja kandidat mitra dengan tipe informasi yang tidak pasti, tidak tepat dan tidak lengkap.
1. 5.
•
Fleksibilitas metode
•
Situasi normal, pesimis dan optimis
Batasan dan Asumsi Penelitian
Penelitian ini dibatasi dalam area rantai desain dengan melibatkan faktor kualitatif dan kuantitatif pada kriteria pemilihan mitra untuk kolaborasi jangka panjang. Kolaborasi diinisiasi dan diintegrasikan oleh sebuah focal firm yang berencana untuk mengembangkan inovasi produk. Focal firm bertanggung jawab terhadap pengembangan produk tersebut dan melibatkan mitra. Mitra dari focal firm memberikan kontribusi berupa keterlibatannya secara penuh dalam desain produk dan jika memungkinkan dengan sekaligus melakukan aktivitas produksi. Mitra dari focal firm selanjutnya disebut sebagai designer. Dengan demikian, pola
17
kolaborasi yang diamati pada penelitian ini terbatas pada hubungan antara focal firm dengan designer. Skor kinerja kriteria pemilihan bersifat tidak pasti (uncertain), tidak tepat (imprecise), dan tidak lengkap (incomplete).
Masing-masing tahapan dalam rantai desain bersifat independen. Artinya tiap tahapan tidak berkorelasi satu sama lain.
1. 6.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengembangan metode pemilihan mitra dalam rantai desain dengan mengevaluasi potensi kandidat mitra dalam kerjasama jangka panjang. Sebagian besar nilai kinerja kandidat mitra berdasarkan kriteria kriteria pemilihan dalam rantai desain bersifat tidak tepat (imprecise), tidak pasti (uncertain) dan tidak lengkap (incomplete). Akibatnya adalah pengambil keputusan sulit untuk menentukan nilai tersebut secara tepat dan konsisten. Oleh sebab itu karakteristik ketidaktepatan (imprecise), ketidakpastian (uncertain) dan ketidaklengkapan (incomplete) dalam rantai desain akan diatasi dengan menggunakan fuzzy set theory yang dikarakterisasi dengan possibility distribution atau fuzzy numbers. Himpunan fuzzy (fuzzy set) merupakan suatu konsep yang digunakan untuk merepresentasikan ketidaktepatan (imprecision) dan kesamaran (vagueness). Teori himpunan fuzzy dapat memodelkan suatu sistem yang kompleks dengan cara yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode konvensional tanpa mengurangi kemampuannya untuk mewakili karakteristik sistem. Rentang nilai yang mungkin dan nilai yang paling mungkin untuk skor kinerja tersebut dapat diestimasi dan dispesifikasikan oleh ahli (experts).
Untuk evaluasi kerjasama mitra dalam jangka panjang, akan digunakan metode peramalan (forecasting) nilai kandidat mitra terhadap kriteria pemilihan mitra dalam rantai desain yang didefinisikan. Solusi model optimasi kemudian diperoleh dengan menggunakan pendekatan linear programming.
18
Adapun tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara lain
Langkah 1
Persiapan
Penelitian,
terdiri
dari
perumusan
tujuan
penelitian, studi literatur, identifikasi variabel penelitian dan identifikasi elemen-elemen dari setiap variabel penelitian. Variabel penelitian yang akan dikaji antara lain adalah kriteria pemilihan mitra dan skor kinerja perusahaan. Langkah 2
Studi Pendahuluan, pada langkah ini akan dilakukan studi literatur yang berkaitan dengan penelitian sehingga dapat diperoleh informasi mengenai rantai desain sebagai objek penelitian, model-model, kriteria dan teknik solusi yang digunakan dalam pemilihan mitra serta fuzzy set theory dan pengambilan keputusan dengan multikriteria. Model dan kriteria pemilihan mitra yang dikaji dikaitkan dengan studi kerjasama dalam jangka panjang (longterm partnership).
Langkah 3
Pengembangan dikembangkan
Metode/Teknik, berasal
dari
metode
model
fuzzy
yang
akan
multicriteria
outranking dari Wang dan Lin (2006) yang mengukur nilai kinerja kandidat mitra jangka panjang. Kemudian akan dipelajari dan disusun proses pengambilan keputusan untuk menentukan nilai kinerja kandidat mitra pada pengembangan suatu rantai desain jika pengambil keputusan dihadapkan pada situasi yang tidak pasti (uncertain), tidak lengkap (incomplete) dan tidak tepat (imprecise). Langkah 4
Solusi Model Optimisasi, dengan menggunakan pendekatan linear programming.
Langkah 5
Uji Metode, dalam langkah ini metode yang telah dikonstruksi akan diujikan pada studi kasus yang sesuai.
Langkah 6
Penarikan Kesimpulan, dari langkah-langkah sebelumnya dapat diambil kesimpulan mengenai kehandalan metode pemilihan mitra yang telah dikembangkan.
Langkah 7
Penyusunan laporan penelitian
19
1. 7.
Sistematika Pembahasan
Laporan Thesis ini akan dibagi dalam lima bab. Bab pertama berupa bagian pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan dan tahapan pengerjaan thesis. Kemudian dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengkonstruksi model akan dibahas dalam Bab 2.
Bab ketiga membahas tentang pengembangan model. Bab empat berisi solusi serta aplikasi metode yang kemudian akan disusun dalam program numerik yang ditempatkan di bagian akhir laporan ini. Pembahasan dan analisis model ditempatkan masih pada bab empat. Kemudian bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dirangkum dalam bab lima.
20
Persiapan Penelitian Tujuan Penelitian
Landasan Teori/Studi Pustaka
Identifikasi variabel-variabel penelitian : - Kriteria Pemilihan - Skor Kinerja Perusahaan
Solusi Model
Pemilihan Teknik Solusi Model Optimisasi
Identifikasi elemen-elemen dari setiap variabel penelitian
Penyelesaian Model Optimisasi
Validasi Model Optimisasi
Studi Literatur tentang : - Rantai Desain - Model pemilihan mitra - Kriteria pemilihan mitra - Teknik solusi pemilihan mitra - Fuzzy Set Theory - Multi-Criteria Decision Making - Longterm Partnership
Informasi tentang : - Rantai Desain - Model pemilihan mitra - Kriteria pemilihan mitra - Teknik solusi pemilihan mitra - Fuzzy Set Theory - Multi-Criteria Decision Making - Longterm Partnership
Uji Metode
Studi Pendahuluan
Penggunaan metode yang diusulkan dengan studi kasus
Metode pemilihan mitra jangka panjang dalam rantai desain Pemilihan Kriteria dan metode yang akan digunakan dalam model
Kesimpulan Penelitian
Pengembangan Model / Teknik Kesimpulan : Kehandalan metode pemilihan partner jangka panjang rantai desain
Konstruksi Metode
Gambar 1. 2 Metodologi Penelitian
21