BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kehamilan adalah dikandungnya janin hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma (Kushartanti, 2004). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari haid pertama haid terakhir (Prawirohardjo, S. 2008). Masa kehamilan terdiri dari 3 masa yang disebut trimester. Trimester pertama adalah minggu pertama sampai 11 minggu 6 hari, trimester kedua adalah minggu ke 12 hingga 27 minggu 6 hari, dan trimester ketiga adalah minggu ke 28 hingga bayi lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). Pada setiap kehamilan masing-masing trimester mempunyai perubahan fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah perubahan hamatologi pada sistem kardiovaskuler. Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak akhir trimester pertama. Volume darah akan bertambah banyak, kira – kira 25% dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu, diikuti curah jantung (cardiacoutput) yang meningkat sebanyak kurang lebih 30%. Hemodilusi yang mulai jelas keliatan pada kehamilan 4 bulan. Kenaikan plasma darah dapat mencapai 40% saat mendekati cukup bulan (Vivian dan Tri Sunarsih, 2011). Curah jantung yang meningkat mengakibatkan menurunnya sedikit daya tahan tubuh. Dinding -
dinding pembuluh darah mengalami relaksasi dan
membesar akibat pengaruh hormon progesterone, selain itu kapasitas pembuluh darah dan kapiler juga bertambah serta curah jantung juga akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur kehamilan 16
1
minggu, dan volume darah meningkat, tetapi tekanan darah cenderung akan menurun. Pada trimester III volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah sehingga terjadi semacam pengenceran darah. Hemodilusi mencapai puncaknya pada umur kehamilan 32 minggu, serum darah dan volume darah juga bertambah sebesar 25 – 30% (Vivian dan Tri Sunarsih, 2011). Peningkatan volume darah meliputi volume plasma, sel darah merah dan sel darah putih. Volume plasma meningkat 40-50% sedangkan sel darah merah meningkat hanya 15-20% yang menyebabkan anemia fisiologis (keadaan normal Hb 12 gr% dan hematokrit 35%). Oleh karena adanya hemodilusi, viksositas darah menurun kurang lebih 20% yang menyebabkan kadar hemoglobin menurun. (Hadisaputro, 2008). Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah (Evelyn, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin antara lain kecukupan besi dan metabolisme besi dalam tubuh serta kecukupan protein dalam tubuh. Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin. Selain itu besi juga berperan dalam sintesis haemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot (Zarianis, 2006). Sel darah merah, hemoglobin dan hematokrit saling terkait dan dipengaruhi oleh asupan protein. Sel darah merah adalah sel-sel dalam tubuh yang membawa oksigen. Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang mengandung zat besi, membawa oksigen dan memberikan warna merah sel darah. Protein tinggi meningkatkan sintesis hemoglobin. Protein tinggi meningkatkan jumlah sel darah merah, yang meningkatkan hematokrit. Sebuah studi di tahun 1971 "Journal of Nutrition" yang dipimpin oleh Joseph Edozein dinilai tingkat hematokrit pada tikus yang diberi
2
berbagai tingkat protein. Jumlah protein tinggi diumpankan ke tikus menyebabkan tingkat hematokrit yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa tingkat hematokrit yang responsif
terhadap
jumlah
protein
yang
dikonsumsi
dalam
makanan.
(¶http://www.livestrong.com/article/339698-effects-of-a-high-protein-diet-onrbc-hemoglobin-and-hematocrit/diakses pada tanggal 23 April 2011). Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia (Widayanti, 2008). Akibat kurangnya kadar haemoglobin dapat berpengaruh pada kehamilan dan janin. Bahaya selama hamil dapat menyebabkan terjadinya abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dan rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD). Selain itu juga berbahaya terhadap janin yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, terjadinya kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, cacat bawaan, itelegensi rendah, bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal. Cara untuk mengetahui ibu hamil mengalami kekurangan kadar haemoglobin atau tidak yaitu dilakukan pemeriksaan haemoglobin. Pemeriksaan haemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan cara sahli, dilakukan 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I (umur kehamilan sebelum 12 minggu dan trimester III (umur kehamilan 28 sampai 36 minggu). Hasil pemeriksaan haemoglobin dapat dogolongkon sebagai berikut : (1) Hb 11g%: Tidak anemia; (2) Hb 9-10gr%: Anemia ringan; (3) Hb 7-8gr%: Anemia sedang; (4) Hb <7gr%: Anemia berat (Manuaba,2001). Apabila setelah pemeriksaan ditemukan ibu hamil mengalami anemia dan tidak segera ditangani maka bisa menyebabkan beberapa pengaruh yang buruk sampai dengan kematian. Hal tersebut akan meningkatkan
3
Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. WHO menyatakan bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. (Studi Kasus Kontrol Faktor Biomedis Terhadap kejadian Anemia Ibu Hamil Di Puskesmas Bantimurung. Available from : ed.unhas.ac.id). Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi. Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia (Prawirohardjo, 2002). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/ WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75% serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara yang sedang berkembang daripada Negara yang sudah maju. 36% atau sekitar 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT, 2001). Apalagi menurut Sarana Komunikasi dan Diseminasi
4
Informasi (SKDI) pada tahun 2002-2003 jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 307/100.00 kelahiran hidup. Tingginya angka tersebut disebabkan antara lain oleh keadan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama masa hamil, terlihat dengan masih banyaknya kejadian anemia gizi besi pada ibu hamil yaitu 63.5 %. Sasaran akhir pelita VII adalah menurunkan AKI menjadi 189 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil menjadi sekitar 35 %. Salah satu faktor masih tingginya angka kejadian anemia, kurangnya pengetahuan disini adalah ketidaktahuan akan tanda-tanda, gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh anemia akibatnya kalaupun individu tersebut terkena anemia ia tidak merasa dirinya “sakit“ (Gillespie, 1998. Cit Widiyanto, 2001). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan menurut sistem pencatatan dan pelaporan KIA di UPTD Kesehatan Kepanjen Kidul Kota Blitar pada bulan Maret tahun 2011 menunjukkan bahwa dari jumlah kunjungan ibu hamil 60 orang, 19 orang (31,67%) diantaranya menderita anemia. Selain itu di poli KIA juga didapatkan kurangnya tenaga kesehatan sehingga untuk pengadaan acara penyuluhan sangat jarang dilakukan. Dari sejumlah ibu hamil yang mengalami anemia, semua memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan di puskesmas. Dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penyuluhan tentang zat besi dan protein terhadap peningkatan kadar haemoglobin sehingga mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil di wilayah UPTD Kesehatan Kepanjen Kidul Kota Blitar. Mengingat pentingnya zat besi (fe) dan protein serta pengaruh kurangnya kadar haemoglobin selama kehamilan bagi kesehatan atau keselamatan ibu dan janin, dilihat masih tingginya angka kematian ibu akibat banyaknya kejadian anemia defisiensi besi. Salah satu faktor masih tingginya angka kejadian tersebut adalah kurangnya pengetahuan ibu hamil seperti ketidaktahuan akan tanda-tanda
5
gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh anemia. Maka sesuai tugasnya perawat berperan sebagai pendidik perlu memberikan kegiatan edukasi bagi ibu hamil dengan tujuan meningkatkan pengetahuan tentang zat besi dan protein. Dimana pengetahuan dapat berperan pada sikap seseorang. Pengetahuan dan sikap dapat menentukan tindakan dari seseorang. Tindakan yang dimaksud adalah meningkatkan konsumsi zat besi dan protein bagi ibu hamil sehingga dapat meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) dan mencegah terjadinya anemia. Salah satu kegiatannya adalah penyuluhan pentingnya zat besi (Fe) dan protein terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil trimester III di UPTD Kesehatan Kepanjenkidul Kota Blitar dengan metode ceramah dan pemberian leaflet.
B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efektifitas penyuluhan tentang zat besi (fe) dan protein terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil trimester III di UPTD Kesehatan Kepanjen Kidul Kota Blitar ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan tentang zat besi (Fe) dan protein terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil trimester III di UPTD Kesehatan Kepanjenkidul Kota Blitar.
6
2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden. b. Mengidentifikasi kadar Hb pada ibu hamil trimester III sebelum mendapatkan perlakuan penyuluhan. c. Mengidentifikasi kadar Hb pada ibu hamil trimester III setelah mendapatkan perlakuan penyuluhan. d. Menganalisa efektifitas penyuluhan terhadap peningkatan kadar Hb.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas khususnya pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada ibu hamil. 2. Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kadar Hb melalui penyuluhan dan dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya yang terkait dengan pemberian pendidikan kesehatan pada ibu hamil. 3. Bagi Ibu Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan pada ibu tentang pentingnya zat besi (fe) dan protein sehingga dapat diterapkan pada diri ibu hamil yang berupa tindakan mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi dan protein setiap hari. Selain itu ibu dapat menyadari pentingnya zat besi dan protein terhadap peningkatan kadar Hb untuk mencegah terjadinya anemia selama kehamilan.
7