BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu hamil. Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa Negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian Negara Eropa (Depkes, 2009). Setiap tahun lebih dari 500 juta penduduk terinfeksi malaria dan lebih dari 1.000.000 orang meninggal dunia. Kasus terbanyak di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa. Jumlah kasus dan kematian akibat malaria yang tercatat pada tahun 2000 menjadi 50% atau lebih pada akhir tahun 2010 dan 75% atau lebih pada akhir tahun 2015 (World Malaria Report 2014). Berdasarkan data WHO (2011) diketahui bahwa prevalensi kesakitan penyakit malaria masih terjadi di beberapa negara ASEAN namun terdapat pula negara yang tidak memiliki kasus kesakitan malaria seperti Singapura dan Brunai Darussalam sedangkan Indonesia memiliki prevalensi kesakitan malaria sebesar 3.6%, Kamboja sebesar 3,6, Malaysia dan Vietnam sebesar 0,1%, Thailand, sebesar 0,4% (WHO, 2011). 1
2
Di Indonesia penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 ditemukan bahwa terjadi penurunan kasus kesakitan malaria per 1000 penduduk yaitu sebesar 1,75 pada tahun 2011, sebesar 1,69 pada tahun 2012 dan sebesar 1,38 pada tahun 2013 akan tetapi dengan masih terdapatnya kasus kesakitan malaria di Indonesia akan tetap menurunkan derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes, 2014). Penyakit malaria masih ditemukan di berbagai daerah di Indonesia yang dapat dilihat dari tingginya Annual Parasite Incidence (API) per 1000 penduduk. Data laporan Profil Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa Provinsi Papua menjadi daerah dengan API tertinggi sebesar 42,65 selanjutnya di ikuti provinsi Papua barat dengan API sebesar 38,44, Provinsi NTT dengan API sebesar 16,37, Provinsi Maluku dengan API sebesar 8,25, Provinsi Maluku Utara dengan API sebesar 4.51 dan Provinsi Sumatera Utara dengan API sebesar 1,30 (Kemenkes, 2014). Penyakit malaria di Provinsi Sumatera Utara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di daerah pedesaan, dimana Anopheles sp. banyak dan mudah ditemukan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Asahan, Labuhan Batu, Nias dan Kabupaten Karo. Pada tahun 2013 terdapat 14 orang yang meninggal akibat penyakit malaria dari 15.131 kasus penyakit malaria (Dinkes Prov. Sumatera Utara, 2014).
3
Kasus penyakit malaria menempati urutan ke-7 dalam daftar penyakit terbesar di Provinsi Sumatera Utara dengan rata-rata 82,405 kasus klinis per tahun dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000. Penyebaran malaria hampir merata di semua Kabupaten/ Kota tetapi yang paling banyak terdapat di Kabupaten Nias dan di Kabupaten Mandailing Natal. Pada tahun 2013 kasus penyakit malaria terjadi di 19 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara dimana kejadian penyakit malaria terbanyak terdapat di Kabupaten Mandailing Natal dengan kasus sebanyak 8.311 orang dengan 9 orang diantaranya meninggal dunia (Dinkes Prov. Sumatera Utara, 2014). Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh berbagai faktor yang menunjang sehingga nyamuk anopheles bisa tetap survival karena menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Hal ini serupa yang diungkapkan oleh Blum (1974) bahwa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa (Kemenkes, 2014). Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging disease yang mengalami peningkatan hampir setiap tahunnya baik di Indonesia maupun di negara-negara tropis (Ivo Mueller et all, 2003).
4
Kejadian malaria sangat ditentukan oleh faktor karakteristik populasi lokal spesifik, antara lain manusia, nyamuk, lingkungan, kegiatan pembangunan dan proses kegiatan ekonomi. Pada setiap daerah, situasi kejadian malaria sangat bervariasi, tergantung faktor apa yang paling dominan. Letak geografis, lingkungan ekologi dan sosial budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi penyebarannya. Faktor-faktor ekologis umumnya sangat dominan sebagai penentu prevalensi dan insidensi malaria pada suatu wilayah endemis malaria (Mardihusodo dalam Santoso, 2006). Kabupaten Mandailing Natal secara geografis terletak di bagian selatan Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau dengan luas wilayah sekitar 6620,70 km. Kabupaten Mandailing Natal dibagi menjadi 17 wilayah kecamatan dengan 322 desa. Kabupaten Mandailing Natal mempunyai 8 kecamatan dengan kondisi geografis yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai-sungai dan sawah (Dinkes Kabupaten Mandailing Natal, 2006). Jumlah Penderita malaria positif di Kabupaten Mandailing Natal sebagai daerah endemis malaria dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2012 jumlah penderita malaria positif sebanyak 7.901 orang (Dinkes Mandailing Natal, 2012), kemudian pada tahun 2013 jumlah penderita malaria positif mengalami penurunan yaitu sebanyak 6.858 orang dan pada tahun 2014 jumlah penderita sebanyak 4.622 orang (Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Mandailing Natal, 2013)
5
Dari seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, pada tahun 2014 penderita malaria paling tinggi kedua terdapat di Kecamatan Siabu dengan kejadian malaria disertai pemeriksaan sediaan darah sebanyak 589 kasus. Sedangkan kecamatan dengan kejadian malaria tertinggi terdapat di Kecamatan Penyabungan Kota dengan jumlah penderita dengan sediaan darah sebanyak 1803 kasus (Dinkes Kab. Mandailing Natal, 2014). Kecamatan Siabu pada tahun 2013 termasuk daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi (High insidens Area) yang diukur dengan indikator API yaitu Jumlah penderita Positif Malaria dalam 1 tahun > 50 kasus per 1.000 penduduk sebesar 23,1‰. Lingkungan fisik, lingkungan biologis dan sosial budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit malaria, demikian pula dengan kondisi lingkungan Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal, merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Mandailing Natal terletak antara 00100 10500 Lintang Utara dan 980500 – 1000100 Bujur Timur dan ketinggian antara 400700 m. Beberapa daerah di Kabupaten Mandailing Natal ini terdapat parit/saluran irigasi, sungai, sawah dan rawa-rawa serta kolam ikan yang dapat menjadi habitat paling disenangi nyamuk Anopheles sp. Hasil penelitian Irnawati (2008) menjelaskan bahwa nyamuk An. sundaicus, An. nigerrimus dan An. kochi merupakan vektor malaria di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dan banyak ditemukan di sawah, kolam, saluran irigasi dan bekas galian pasir di sungai.
6
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2013 menjelaskan bahwa jenis nyamuk yang ada di Kecamatan Siabu tidak berubah dari tahun ke tahun, yaitu mayoritas An. Sundaicus, An. kochi dan An. Nigerrimus. Hal ini sesuai dengan kondisi lingkungan di Kecamatan Siabu yang terdiri dari sawah, kolam dan terdapat aliran sungai. Penelitian Rofiqoh (2014) menunjukkan bahwa faktor lingkungan fisik rumah meliputi kerapatan dinding, pemakaian kawat kasa pada ventilasi, langit-langit, pencahayaan dan kelembapan berhubungan dengan kejadian malaria. Hal ini juga didukung oleh penelitian Nainggolan (2012) dimana faktor lingkungan memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian penyakit malaria. Keadaan ekosistem setempat sangat mendukung berkembangbiaknya nyamuk sepanjang tahun, karena ditemukan tempat berkembangbiak yang potensial yaitu sawah, saluran irigasi, sungai dan kolam-kolam ikan yang dijadikan penduduk sebagai tambahan mata pencaharian. Tingginya kejadian malaria juga dipengaruhi oleh perilaku masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan penelitian Inraini (2012) yang mengatakan bahwa penduduk yang melakukan pencegahan malaria terlindungi dari kejadian malaria. Perilaku lainnya adalah kebiasaan keluar malam, dimana masyarakat yang tidak biasa keluar malam tidak mendapat penyakit malaria. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Dasril (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan perilaku masyarakat terhadap kejadian malaria. Masyarakat
7
yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang penularan, pencegahan dan pengobatan malaria memiliki resiko menderita penyakit malaria (Afridah, 2009).
1.2
Perumusan Masalah Wilayah Kabupaten Mandailing Natal, khususnya Kecamatan Siabu
merupakan daerah endemis malaria dimana ada 589 orang yang terjangkit penyakit malaria (Klinik Malaria Mandailing Natal, 2014). Program pencegahan malaria yang dilaksanakan belum sepenuhnya berhasil karena beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria masih belum terlaksana dengan baik. Kecamatan Siabu merupakan daerah yang berpotensi terhadap kejadian malaria karena banyak persawahan serta kondisi lingkungan fisik di sekitar rumah penduduk yang masih tergolong buruk. Tingginya kejadian malaria ini juga didukung oleh perilaku masyarakat yang masih tergolong buruk terhadap pencegahan malaria secara terpadu (Profil Dinkes Mandailing Natal, 2011). Hal inilah yang menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk melakukan penelitian di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara sehingga perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor lingkungan dan faktor perilaku terhadap kejadian penyakit malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara tahun 2015.
8
1.3
Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan dan perilaku terhadap
kejadian penyakit malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.
1.4.
Hipotesis Penelitian Ada pengaruh faktor lingkungan dan perilaku masyarakat terhadap kejadian
penyakit malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.
1.5
Manfaat Penelitian 1) Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dalam melaksanakan Program Pencegahan Penyakit Malaria. 2) Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Mandailing Natal khususnya di Kecamatan Siabu untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangbiakan spesies nyamuk Anopheles sp. 3) Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan malaria secara efektif dan efisien.