BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja maka pencapaian kinerja para pekerja akan lebih maksimal. Pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja disetiap industri dapat dilakukan dengan penerapan penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan alat pelindung diri dalam Undang-Undang ketenagakerjaan juga merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan bagi para pekerjanya. Pemakaian alat pelindung diri dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang melindungi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis. Perlindungan tersebut merupakan hak azasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 yang bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident) dan penyakit dermatitis. Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan berlimpah pada masa yang akan datang. Salah satu investasi yang paling penting adalah pekerja. 1
Universitas Sumatera Utara
Sebagai sumber daya terpenting dalam organisasi, wajar apabila pekerja dijamin kesehatannya yang setinggi-tingginya
dari kemungkinan pengaruh yang
merugikan kesehatan karena pemajanan oleh bahaya potensial terhadap kesehatan di tempat kerja. Oleh karena itu upaya perlindungan pekerja dari bahaya potensial penyakit dermatitis juga harus didukung oleh pekerja itu sendiri. Partisipasi pekerja untuk mau menggunakan alat pelindung diri sesuai standar kerja yang dipersyaratkan harus benar-benar disadari oleh pekerja. Fokus program promosi kesehatan kerja melalui upaya penyuluhan di tempat kerja, dapat dilakukan oleh pihak pengusaha bekerjasama dengan instansi terkait untuk dapat mensosialisasikan penggunaan alat pelindung diri. Hal ini bermanfaat selain untuk meningkatkan pengetahuan, dan sikap pekerja (WHO, 1996). Diketahui masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, apalagi dari sebuah industri informal yang masih mempekerjakan sedikit tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena masih banyak para pimpinan perusahaan yang kurang menghubungkan antara pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang sebenarnya
sangat penting untuk
keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi kesehatan di tempat kerja melalui penyuluhan merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja terutama untuk melindungi pekerja dari berbagai potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yudistira (2009: 21-22) bahaya potensial yang sering muncul pada pekerja adalah yang menyerang kulit. Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu bentuk penyakit dermatitis, merupakan jenis penyakit dermatitis terbanyak yang kedua setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22 persen dari seluruh penyakit dermatitis. Data di Inggris menunjukkan 129 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 persen merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit. Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena, yakni 50 % dari jumlah seluruh penderita penyakit dermatitis (PAK). Dari suatu penelitian epidemiologik di luar negeri mengemukakan, PAK dapat berdampak pada hilangnya hari kerja sebesar 25 % dari jumlah hari kerja (Yudistira, 2009: 27-28). Effendi (2007: 2-4) melaporkan bahwa insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penyakit dermatitis juga terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya. Pengrajin tahu misalnya, penyakit dermatitis dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan zat-zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan yang mengakibatkan penyakit dermatitis
Universitas Sumatera Utara
dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah, kemerahmerahan, dan koreng yang sulit sembuh (Depkes, 2009). Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Maret tahun 2010, Kecamatan Medan Deli dengan mengambil 9 orang sampel pada
9 pabrik tahu
ditemukan 9 orang atau 80 persen para pengrajin tahu umumnya mengalami gangguan penyakit kulit berupa dermatitis kontak dengan tipe berat ringan penyakit yang bervariasi. Data yang diperoleh dari Puskesmas setempat menunjukkan angka kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu: 93,42 persen dengan kasus dermatitis kontak dan 6, 58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil Puskesmas Medan Deli, 2009). Data lain yang diperoleh peneliti pada saat survei pendahuluan juga menunjukkan bahwa kejadian penyakit kulit disebabkan oleh karena proses pembuatannya ternyata tidak melalui steam terlebih dahulu pada bahan kedelai sebelum dicampurkan dengan pati kental, sehingga hal ini memungkinkan jamur lebih mudah berkembang dan dapat menimbulkan reaksi pada kulit. Menyangkut bahan kimia yang dicampurkan pada pembuatan tahu maka peneliti menemukan bahwa bahan yang dicampurkan untuk menggumpalkan pati kedelai agar menjadi tahu adalah asam cuka 90 %, CaSO 4 yaitu: sulfat kapur yang dibakar kemudian ditumbuk menjadi tepung halus. Wawancara yang dilakukan pada pengrajin tahu menyangkut penggunaan alat pelindung diri saat bekerja, mereka menyebutkan bahwa hampir seluruh pekerja tidak
Universitas Sumatera Utara
pernah memakai alat pelindung diri saat bekerja. Alasan yang diungkapkan adalah bahwa pekerjaan ini sudah mereka lakoni dari orang tua mereka sebelumnya dan gangguan penyakit kulit yang mengenai mereka tidak terlalu memberi kerisauan yang cukup berarti. Hasil wawancara juga menyebutkan bahwa mereka tidak pernah mendapat penyuluhan dari dinas kesehatan menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan alat pelindung diri dan bahaya potensial yang mungkin timbul berupa penyakit dermatitis. Ketika dikonfirmasikan kepada Puskesmas setempat maka petugas Puskesmas menyebutkan bahwa mereka melakukan program penyuluhan 2 (dua) kali setahun, namun hanya kepada para pekerja formal. Diakui pihak Puskesmas memang mereka belum membuat perencanaan program penyuluhan kepada para pengrajin atau pekerja informal sampai saat ini. Para pengrajin tahu menyebutkan bahwa kurang diperhatikannya mereka dalam perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja mungkin disebabkan usaha mereka adalah usaha kecil yang tidak terlalu melibatkan banyak pekerja. Ungkapan yang sangat miris didengar dari pengrajin tahu adalah bahwa jika terjadi gangguan kulit mereka cukup mengoleskan oli bekas pada kulit yang terkena dan bisa sembuh dengan sendirinya. Kasus yang sama juga terjadi di Lamongan Jawa Timur, dimana para pengrajin tahu mengalami gatal-gatal di daerah tangannya dan kaki akibat sering kontak dengan bahan-bahan pembuat tahu. Dari beberapa mereka juga menyebutkan bahwa penyakit kulit yang mereka alami diakibatkan oleh karena mereka tidak menggunakan alat
Universitas Sumatera Utara
pelindung diri seperti sarung tangan pada saat melakukan proses pembuatan tahu (Sherine, 2007: 42-44). Penelitian yang dilakukan oleh Elisandri (2007: 46-49) kasus yang terjadi pada pengrajin tahu di beberapa pabrik tahu, seperti yang terjadi di daerah Binjai juga menyebutkan bahwa 72 persen dari mereka mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama Kondisi ini seharusnya menjadi fokus perhatian dinas kesehatan setempat, khususnya pemberi pelayanan pada lini terendah yaitu Puskesmas Medan Deli. Berbagai upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyampaikan berbagai informasi tentang upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya melalui penyuluhan langsung pada pengrajin tahu tersebut. Sehingga diharapkan dengan penyuluhan tersebut para pengrajin tahu dapat meningkatkan pemahaman mereka untuk mencegah terjadinya penyakit dermatitis kontak yang mereka alami saat ini. Dilema ini seharusnya menjadi perhatian para pemerintah setempat untuk memberi pengayoman bagi para pengrajin tahu khususnya menyangkut kesehatan dan keselamatan pengrajin. Dari keterangan pengrajin di atas diketahui bahwa pengetahuan pengrajin pada perlindungan diri masih sangat kurang, belum lagi tidak adanya perhatian dari pemberi pelayanan kesehatan setempat. Berdasarkan kenyataan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana merubah pengetahuan dan sikap pengrajin
Universitas Sumatera Utara
tahu terhadap upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja untuk mencegah terjadinya penyakit dermatitis melalui upaya pemberian penyuluhan kesehatan.
1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh penyuluhan dermatitis kontak
terhadap
pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar
Kecamatan Medan Deli Tahun 2011?
1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap para pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011 1.4. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1.
Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
2.
Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bahwa penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan, sepatu boat, celemek serta
Universitas Sumatera Utara
alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan sangat dibutuhkan pengrajin untuk menghindari diri dari penyakit akibat kerja seperti dermatitis kontak. Oleh karena itu sangat diperlukan perilaku yang baik bagi setiap pekerja seperti pengetahuan yang baik, sikap yang positif dan tindakan yang selaras dalam melaksanakan pekerjaan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pengrajin tahu dan merubah sikap dan tindakan yang selama ini tidak mau menggunakan alat pelindung diri. 3. Sebagai
informasi
dan
pengembangan
untuk
penelitian
sejenis
secara
berkelanjutan
Universitas Sumatera Utara