BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS sendiri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (Horisson, 2000). Sebagian besar penderita AIDS di Indonesia masih tergolong ke dalam usia remaja ( usia 15-29 tahun), yakni dengan prosentase mencapai 60% dari 1.204 total kasus HIV-AIDS yang terdaftar oleh Ditjen PPM dan Depkes RI tahun 2007 (Solehah, 2008) Anak jalanan merupakan salah satu kelompok remaja yang rentan terhadap perilaku berisiko penularan HIV-AIDS (Hutami, 2014). Adapun definisi anak jalanan menurut PBB adalah setiap anak laki-laki atau perempuan, dimana jalanan telah menjadi tempat tinggal dan/atau sumber mata pencahariaan mereka, dan yang tidak dilindungi, diawasi atau diarahkan secara memadai oleh orang dewasa yang bertanggungjawab (ILO, 2008). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial (Depsos) tahun 2009 pada 12 kota besar, jumlah anak jalanan yang tercatat mencapai 39.861 anak (Azwari, 2014). Namun hingga tahun 2011, hanya sejumlah 4800 anak jalanan dari 8 provinsi yang berada di bawah naungan LKSA (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) (Kemensos, 2011). Data Depkes RI pada tahun 2010, menyatakan dari 144.889 anak yang hidup di jalanan, 8.581 anak telah terinfeksi HIV (Amirrudin & Yanti, 2014).
1
Dari segi lingkungan, anak jalanan berada dalam situasi yang berpotensi besar membentuk perilaku berisiko atau menempatkan mereka sebagai korban dari berbagi perilaku berisiko penularan HIV-AIDS. Beberapa diantaranya yang sering dihadapi
2
2
yakni, penyalahgunaan obat terlarang, alkohol, rokok, penggunaan tato dan tindik, serta tindakan kekerasan yang dilakukan baik oleh sesama anak jalanan maupun orang dewasa. Penelitian Alex H. Kral et al, tahun 1998 pada anak jalanan pengguna NAPZA di Amerika menjelaskan 12,7% pengguna NAPZA pada anak jalanan telah terinfeksi HIV (Hutami, 2014). Sementara penelitian yang dilakukan Mughnizah tahun 2012 di Makassar, menggambarkan tindakan berisiko tertular HIV-AIDS yang dilakukan oleh anak jalanan, diantaranya mengkonsumsi NAPZA sebanyak 24%, memakai tato dan tindik sebanya 15,2%, serta aktivitas seks, diantaranya 2,4% pernah melakukan seks oral, dan 1,6% pernah melakukan hubungan kelamin (intercourse) (Amirrudin & Yanti, 2014). Disamping itu, tidak jarang juga anak jalanan menjadi korban eksploitasi seksual dan pergaulan bebas (Hutami, 2014). Farid M (1999) mengindikasi jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan sekitar 30% dari total prostitusi yaitu sekitar 40.000-70.000 atau bahkan lebih. Hampir 18% kasus kekerasan seksual, perkosaan, dan kehamilan diluar nikah dialami anak jalanan perempuan (Haryanto, 2009). Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi dengan kasus HIV-AIDS yang tinggi. Pada tahun 2009, Bali menjadi daerah dengan kasus HIV-AIDS tertinggi kedua setelah Papua dengan case rate sebesar 45,5 per 100.000 penduduk. Angka ini menurun di tahun 2010 menjadi 24,05 per 100.000 penduduk, 14,03 per 100.000 penduduk di tahun 2011, dan meningkat kembali di angka 16,41 per 100.000 penduduk di tahun 2012. Sementara di tahun 2013, terjadi penurunan case rate menjadi 12,73 per 100.000 penduduk dengan kematian kumulatif 28 orang (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Kota Denpasar merupakan daerah yang memiliki jumlah kasus HIV-AIDS tertinggi sebesar 616 kasus (40%), diikuti Kabupaten Badung sebesar 228 kasus (15%), dan Kabupaten Buleleng sebesar 224 kasus (14%) (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Sementara keberadaan anak jalanan menurut data Dinas Sosial Provinsi Bali tahun 2010, yakni sejumlah
3
24.601 anak jalanan. Jumlah ini tersebar di sembilan Kabupaten di Bali. Adapun 1.430 orang (5.8% ) anak jalanan tersebut berasal dari Kota Denpasar. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan kabupaten lainnya. Jumlah tertinggi berasal dari Kabupaten Bangli sebesar 10.965 (44%), diikuti Kabupaten Tabanan 4.383 orang (17.8%), Jembrana 3.252 orang (13.2%), dan Buleleng 2.550 orang (10.3%) (Bali Post, 2011). Selama ini penelitian terkait HIV AIDS dan faktor yang menimbulkan perilaku berisiko hanya di lakukan pada populasi berisiko tinggi seperti WPS (Wanita Pekerja Seks) serta IDUs (Injection Drug Users). Sementara penelitian terhadap populasi anak jalanan yang juga merupakan populasi rentan masih minim dilakukan terutama di Bali. Kondisi ini menimbulkan permasalahan serius karena penularan HIV di subpopulasi ini tinggi dan terus meningkat. Berdasarkan latar belakang inilah, peneliti ingin memberikan gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku berisiko tertular HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penularan HIV-AIDS pada remaja
khususnya pada populasi anak jalanan terus meningkat. Anak jalanan di Kota Denpasar termasuk salah satu populasi yang rentan terhadap perilaku berisiko tertular HIV-AIDS. Salah satu cara untuk menurunkan peningkatan kasus HIV-AIDS adalah dengan mengetahui dan menghindari berbagai perilaku berisiko tertular HIV-AIDS. Oleh karena itu, adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku berisiko tertular HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015 .
4
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku berisiko tertular HIVAIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran pengetahuan HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015 2. Mengetahui gambaran sikap terhadap perilaku berisiko tertular HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar Tahun 2015. 3. Mengetahui gambaran perilaku berisiko tertular HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis 1. Bagi Pemerintah a. Menjadi bahan masukan dan informasi terkait perilaku berisiko penularan HIV-AIDS serta faktor perilaku yang mempengaruhi pada populasi rentan seperti populasi anak jalanan di Kota Denpasar b. Menjadi referensi dalam pengambilan langkah-langkah upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS pada populasi rentan seperti populasi anak jalanan di Kota Denpasar. 2. Bagi Peneliti a. Menambah wawasan mengenai gambaran perilaku berisiko tertular HIVAIDS pada anak jalanan
b. Sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama perkuliahan. 3. Bagi Anak Jalanan Memberi informasi kepada anak jalanan terkait HIV-AIDS dan berbagai perilaku berisiko tertular HIV-AIDS, sehingga penularan HIV dapat dihindari. 4. Bagi Masyarakat Menjadi sumber informasi terkait berbagai perilaku berisiko tertular HIVAIDS pada populasi anak jalanan, sehingga diharapkan dapat membantu dalam upaya pencegahan. 1.4.2 Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan terutama mengenai gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku berisiko tertular HIV-AIDS pada anak jalanan di Kota Denpasar tahun 2015. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang disiplin ilmu Epidemiologi penyakit
infeksi.
74