BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan pandemi global yang menimbulkan dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini dapat dipahami karena paling tidak ada empat faktor utama yang mendasarinya. Pertama, penyebarannya yang pesat, pada awalnya AIDS hanya terdapat di negara-negara Afrika, tetapi saat ini telah ditemukan hampir di seluruh dunia. Kedua, pertambahan jumlah penderitanya yang cepat, untuk Indonesia pada tahun 2000, bila tidak dilakukan intervensi diperkirakan kasus HIV-AIDS 2.500.000 orang sedangkan bila dilakukan intervensi dengan melaksanakan program pencegahan yang intensif angka tersebut dapat ditekan menjadi 500.000 orang. Ketiga, cara pencegahan dan penanggulangannya yang efektif belum ditemukan dan berbagai penelitian tentang tindakan imunisasi dan obat-obatan yang dapat melumpuhkan penyebab AIDS, belum terbukti kemanjurannya. Keempat, akibat yang ditimbulkannya sangat berbahaya. Seorang yang telah didiagnosa HIV positif, dalam waktu 5-10 tahun akan masuk dalam stadium AIDS yang akan menyebabkan kematian (Harahap & Andayani, 2004). Akhir tahun 2007 diperkirakan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) didunia sekitar 33 juta dimana 90% diantaranya terdapat dinegara berkembang. Tingkat perkembangan virus HIV-AIDS di Indonesia sangat mengkhawatirkan, dari seluruh
Universitas Sumatera Utara
Negara di Asia, negara kita tergolong yang paling cepat terjadi peningkatan penyebaran virus mematikan ini (Darmasih, 2009). Jumlah kasus baru HIV-AIDS menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, sejak kasus pertama 1987 hingga Desember 2011 ada sebanyak 26.483 jiwa pengidap AIDS dan ada 66.600 jiwa yang positif terinfeksi HIV dan yang meninggal 5.056 jiwa, yang dilaporkan dari 33 provinsi (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2011).
Kelompok remaja dari waktu kewaktu kasus HIV-AIDS cenderung
meningkat, dari data Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2011 terdapat 26.483 kasus HIV-AIDS , 821 kasus pada kelompok umur 15-19 tahun dan pada kelompok umur 20-29 tahun dijumpai 12.288 kasus HIV-AIDS. Data dari
komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Riau 2011 menyatakan
sekitar 620 kasus HIV-AIDS yang tersebar diseluruh kabupaten/kota, dimana sebarannya terbanyak diibukota Riau Pekanbaru, dengan jumlah kasus yang mencapai 373 kasus, kemudian disusul Kota Dumai sebanyak 54 kasus, kabupaten Rokan Hilir 40 kasus, Bengkalis 37 kasus, Kampar 24 kasus, Siak 23 kasus, Indragiri Hilir 18 kasus, Rokan Hulu 16 kasus, Pelalawan 14 kasus, Indragiri Hulu 13 kasus, Meranti 5 kasus dan kabupaten Kuatansingingi ada 3 kasus. Dengan demikian Kota Dumai berada diperingkat kedua setelah Kota Pekanbaru. Data yang didapat dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Dumai dari 54 kasus yang ada terdapat 2 kasus usia < 16 tahun, 10 kasus usia 17-24 tahun dan 42 kasus pada usia > 25 tahun. Remaja adalah bagian dari penduduk dunia yang berskala kecil namun memiliki sumbangan besar bagi perkembangan masa dunia, sangat sedikit remaja
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki pengetahuan memadai dan benar tentang IMS termasuk HIV-AIDS pada hal pengetahuan tersebut dibutuhkan untuk terhindar dari resiko penularan dan tidak diskriminatif kepada penderita AIDS. (Ghifari, 2004) Data yang didapat dari UNAIDS (United Nation For AIDS. 2007) dan United Nation Population Fund pada akhir tahun 2007 menyebutkan kalangan remaja dunia dewasa ini hidup berdampingan dengan HIV-AIDS karena sebagian kasus baru HIV-AIDS telah menyerang remaja usia 15-24 tahun. Dilaporkan bahwa setiap 14 detik, satu orang remaja terinfeksi virus HIV/AIDS. Setiap hari sekitar 6000 orang berusia 15-24 tahun tercatat sebagai penderita baru HIV. Sebanyak 87% pengidap HIV-AIDS hidup dinegara miskin dan berkembang. Banyak kalangan remaja tidak mempunyai informasi mengenai kesehatan, pencegahan kehamilan, infeksi yang ditimbulkan akibat hubungan seks serta HIV-AIDS. Sebagaimana disadari bahwa jumlah penduduk Indonesia ini mencapai 210 juta jiwa dimana didalamnya yang disebut remaja kira-kira 30%. Terancamnya remaja dunia oleh penyakit HIV-AIDS, juga tidak terluput mengancam remaja Indonesia. Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan pertualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Sekitar 30% dari penderita HIV-AIDS ini adalah remaja. Diserangnya usia produktif ini merupakan suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat usia produktif adalah aset pembangunan bangsa (BKKBN, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik remaja yang rasa ingin tahunya sangat tinggi menyebabkan mereka mencoba segala sesuatu yang menurut mereka menarik. Jika tidak tersedia informasi yang benar mengenai masa remaja dapat mengakibatkan prilaku yang merugikan bagi remaja termasuk terinfeksi HIV-AIDS (Depkes RI,2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangindaan (1996), dimana sebagian besar partisipan cukup berpendidikan, mempunyai pengetahuan yang salah tentang penyebab AIDS, banyak warga Negara Indonesia pernah mendengar tentang HIV-AIDS, tetapi pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahannya belum dikenal luas. Mereka menganggap AIDS adalah penyakit kutukan Tuhan. Akibat pengetahuan yang salah, penderita AIDS menghadapi masalah dan berbagai penderitaan sehubungan dengan penyakit mereka disamping penderitaan secara fisik juga penderitaan sosial akibat kesan buruk masyarakat. Banyak penderita HIV-AIDS yang mengalami diskriminasi dan prasangka buruk masyarakat. Berdasarkan laporan Komisi Penanggulangan Aids Nasional Tahun 2007 menyatakan bahwa penyakit menular seksual dan HIV-AIDS bukanlah topik yang baru lagi, karena berbagai media informasi sudah sering menyiarkan atau mengangkat topik tersebut. Banyak warga negara Indonesia pernah mendengar tentang HIV-AIDS namun pengetahuan tentang cara penularan dan pencegahannya belum dikenal luas terutama dikalangan remaja Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eni Wiyanti (2001) memperlihatkan 45,6% bersikap positif terhadap HIV/AIDS pada remaja sementara 54,4% bersikap negatif. Hal ini diperkuat oleh Haeriyanto.S (1997) yang menyatakan bahwa remaja
Universitas Sumatera Utara
dengan sikap yang baik ataupun rendah dapat saja memiliki perilaku seksual yang beresiko. Sikap bukan merupakan suatu tindakan aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo,2003). Hasil penelitian yang dilakukan Darmasih (2009) dengan judul ”Faktor-faktor yang mempengaruhi seksual remaja di Jawa Tengah: implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi”, pada umumnya terdapat sikap negatif terhadap hubungan seksual pranikah. Dari hasil survey awal yang telah penulis lakukan dengan mengajukan 6 pertanyaan lisan mengenai pencegahan penularan HIV/AIDS, dari 10 orang siswa/I yang diajukan pertanyaan, 45% dari mereka hanya bisa menjawab 2 – 3 pertanyaan dan 55% nya bisa menjawab 4 – 6 pertanyaan. Alasan mereka tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar karena mereka tidak pernah mendapatkan informasi dari sumber yang benar dan tidak adanya tempat atau layanan khusus remaja dimana mereka bisa menanyakan tentang hal-hal seperti itu. Karena pengetahuan mereka tentang HIV-AIDS yang sedikit tersebut peneliti juga ingin mengetahui bagaimana sikap mereka mengenai HIV-AIDS. Karena cara bersikap terhadap suatu objek juga ditentukan dari pengetahuan tentang objek tersebut. Berdasakan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 kota Dumai dan penelitian ini belum pernah dilakukan oleh karena itulah informasinya masih sangat minim dan ini menjadi fenomena yang perlu digali lebih dalam oleh peneliti.
Universitas Sumatera Utara
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikemukakan bahwa perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota Dumai. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan
HIV-AIDS di SMU Negeri 2 Kota
Dumai. 4. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 4.1. Pemerintah daerah setempat Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam upaya pencegahan peningkatan kasus HIV-AIDS. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan program kesehatan yang diberikan melalui sekolah-sekolah. 4.2.Petugas kesehatan setempat Puskesmas setempat dapat mengaktifkanUsaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang dapat memberikan penyuluhan kepada siswa-siswi disekolah setempat mengenai HIV-AIDS agar mereka memiliki pengetahuan yang benar mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS. 4.3. Pihak Sekolah Pihak sekolah dapat memberikan program pendidikan kesehatan melalui ceramah, seminar maupun dimasukkan dalam mata pelajaran sekolah untuk
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan pengetahuan remaja terutama mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS. 4.4.Para Pendidik di sekolah Bagi pendidik disekolah dapat lebih memperhatikan pendidikan kesehatan bagi siswa-siswi sekolah tersebut dan memberikan informasi mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS yang diperlukan oleh siswa-siswi sekolah tersebut. 4.5. Bagi Penelitian Keperawatan Sebagai sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan dan sikap remaja mengenai pencegahan penularan HIV-AIDS.
Universitas Sumatera Utara