BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang selama ini dilakukan telah membawa pertumbuhan ekonomi dan perkembangan tekhnologi yang pesat. Hal tersebut membawa dampak pada sikap peningkatan pendapatan masyarakat, perubahan struktur harga, perubahan pada sikap serta tingkah laku masyarakat yang selanjutnya menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat. Secara umum tingkat hidup atau kemakmuran suatu masyarakat tercermin dari tingkat dan pola konsumsinya dan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah dengan mengukur tingkat dan pola konsumsi masyarakat tersebut. Konsep perilaku konsumen (masyarakat) yang mengungkapkan bagaimana upaya pencapaian maksimum kepuasaan (maximize satisfaction) dengan mengkonsumsi berbagai jenis dan tingkat harga barang disesuaikan dengan pendapatan yang diterima. Untuk pencapaian maksimum kepuasan, konsumen (masyarakat) dihadapkan kepada alternatif produk sekaligus dinilai sebagai barang yang berguna. Sejauh mana alternatif produk dapat berguna dan mampu mencapai maksimum kepuasan atau sebaliknya, kelangkaan produk merupakan tantangan yang perlu dipecahkan, meskipun konsumen (masyarakat) memiliki kemampuan untuk membeli produk yang diinginkan. Oleh karena itu pihak konsumen perlu mempertimbangkan pola konsumsi terhadap berbagai kemungkinan perubahan yang akan terjadi, apakah perubahan dimaksud berakibat kepada
Universitas Sumatera Utara
perubahan tingkat harga atau perubahan tingkat pendapatan yang diterima. Pengeluaran konsumsi individu atau rumah tangga merupakan gambaran penggunaan pendapatan individu. Teori ekonomi menyatakan baik tingkat konsumsi maupun pola konsumsi erat hubungannya dengan besarnya pendapatan (Nasution, & Tarmizi 2006: 59-60). Besarnya pendapatan berbeda antar lapisan masyarakat, antar daerah perkotaan dan pedesaan, serta antar propinsi, kawasan, dan negara. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya, semakin besar pendapatannya maka semakin besar pula pengeluaran untuk konsumsi. Pengeluaran masyarakat khususnya untuk konsumsi pada dasarnya dipengaruhi oleh baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Beberapa faktor yang diyakini mempengaruhi keadaan masyarakat untuk mengkonsumsi sesuatu adalah jumlah pendapatan, harga (yang ditentukan oleh tingkat inflasi yang terjadi), dan lain-lain. Sedangakan faktor kualitatifnya adalah seperti tingkat pendidikan dan selera. Pola konsumsi sangat tergantung dari tingkat pendapatan dan jenis barang konsumsi yang ada dipasar yang harganya sangat dipengaruhi oleh tingkat/laju inflasi di daerah tersebut. Pola konsumsi masyarakat juga selalu berubah-ubah dari tahun ke tahun disebabkan oleh tingkat pendapatan masyarakat yang semakin tinggi dan jenis barang yang ada dipasar. Tingkat hidup atau kemakmuran dari suatu masyarakat tercermin dalam tingkat dan pola konsumsinya yang meliputi unsur-unsur pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kelima unsur ini bagi kebanyakan penduduk masih kurang terpenuhi baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk mempertahankan derajat kehidupan secara wajar, hal ini diakibatkan karena begitu kompleksnya dimensi kehidupan sosial yang tidak mudah diukur dari semua sisi. Dinegara berkembang, seperti halnya di Indonesia pengeluaran pangan masih merupakan bagian terbesar dari
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran rumah tangga. Biasanya pengeluaran itu lebih 50% dari seluruh pengeluaran. Tingginya pengeluaran pangan dinegara berkembang berkaitan dengan proses perbaikan pendapatan yang dirasakan masyarakatnya. Disamping itu untuk menaikkan nutrisi penduduk dinegara berkembang adalah menambah pengeluaran pangan. Sementara untuk kebutuhan diluar pangan, seperti sandang baru dipenuhi setelah pengeluaran konsumsi makanan tercapai. Tingkat inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum (inflasi) menyebabkan terjadinya efek substitusi. Konsumen akan mengurangi pembelian terhadap barangbarang yang harganya relatif mahal dan menambah pengeluaran konsumsi terhadap barang-barang yang harganya relatif murah. Adanya inflasi berarti harga semua barang mengalami kenaikan dan ini akan menimbulkan efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dengan tabungan. Kenaikan tingkat harga umum tidaklah berarti bahwa kenaikan harga barang terjadi secara proporsional. Hal ini mendorong konsumen untuk mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu ke barang lainnya. Inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi dalam negeri yang selanjutnya akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional. (Guritno, 1998 : 78-79). Laju inflasi di Sumatera Utara sendiri pada bulan Maret 2008 tercatat 7,22% mengalami peningkatan dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,60% dan jauh berbanding dari inflasi yang terjadi pada tahun 2006 yang hanya sebesar 6,11%. Namun, sebagaimana periode sebelumnya laju inflasi ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional Maret 2008 yang sebesar 8,17%. Dinamika harga beberapa komoditi khususnya kelompok bahan makanan mewarnai perkembangan inflasi sepanjang triwulan
Universitas Sumatera Utara
I , 2008. Tingginya harga minyak goreng, cabe merah, dan sayur-sayuran pada bulan Januari-Februari 2008 masih berlanjut hingga Maret 2008 (Laporan Badan Pusat Statistik Medan, 2008). Sejauh ini kita telah mendiskusikan banyak biaya inflasi, biaya ini menuntut banyak ekonom untuk menyimpulkan bahwa pembuat kebijakan moneter sebaiknya menyetujui inflasi nol. Fakta menunjukkan bahwa inflasi dapat membuat pasar tenaga kerja berjalan dengan baik. Penawaran dan permintaan untuk berbagai jenis tenaga kerja selalu berubah. Kadang kenaikan penawaran atau penurunan permintaan berdampak pada penurunan ekuilibrium upah rill untuk sekelompok pekerja. Jika upah nominal tidak dapat dipotong, maka satu-satunya cara untuk memotong upah rill yaitu dengan membiarkan inflasi melakukannya. Tanpa inflasi, upah rill akan terpaku diatas tingkat ekuilibrium yang berdampak dengan makin tingginya pengangguran (Mankiw, 2003). Sumatera Utara merupakan provinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus) berjumlah 10.26 juta jiwa dan dari hasil SP2000 jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11.51 juta jiwa. Pada bulan April 2003 dilakukan pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa, selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2005 adalah 12.326.678 dan pada Juni 2006 diperkirakan sebesar 12.634.494 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km2 dan tahun 2005 meningkat menjadi 172 juta jiwa per km2 dan pada tahun 2006 menjadi 176 juta jiwa per-km2. Laju pertumbuhan penduduk
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1.20% pertahun dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1.37% per tahun dan laju pertumbuhan penduduk 2005-2006 mencapai 1.57% per tahun. Dalam menganalisa tingkat konsumsi di Provinsi Sumatera Utara perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhinya, beberapa diantaranya adalah pendapatan perkapita, inflasi dan jumlah penduduk. Ketiga faktor tersebut berperan penting dalam menentukan naik turunnya tingkat konsumsi. Berdasarkan uraian-uraian dan fenomena-fenomena yang telah dikemukakan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi di Sumatera Utara ”. 1.2 Perumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diperoleh suatu rumusan masalah yang akan diteliti yaitu : 1. Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita terhadap tingkat konsumsi di Sumatera Utara. 2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi di Sumatera Utara. 3. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap tingkat konsumsi di Sumatera Utara. 1.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, yang masih perlu dikaji kembali kebenarannya melalui data yang terkumpul. Dari rumusan masalah tersebut diatas maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Pendapatan perkapita (atas dasar harga konstan) berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi masyarakat di Sumatera Utara. 2. Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat konsumsi masyarakat Sumatera Utara. 3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi masyarakat Sumatera Utara. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan perkapita (atas dasar harga konstan) terhadap tingkat konsumsi di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap terhadap tingkat konsumsi di Sumatera Utara. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap tingkat konsumsi masyarakat di Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni. 2. Sebagai tambahan informasi dan masukkan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara terutama mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitain selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai masukan maupun perbandingan bagi kalangan akademisi dan peneliti lain yang tertarik dan menaruh perhatian pada penelitian sejenis.
Universitas Sumatera Utara