BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul 1.1.1 Aktualitas Kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi masyarakat dan pemerintah. Salah satu pokok masalah yang mendapat perhatian dari Pemprov DKI Jakarta adalah masalah kesehatan masyarakat DKI Jakarta. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, biaya terkendali serta berdasarkan prinsip keadilan, dan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pemprov DKI Jakarta merencanakan suatu sistem jaminan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk miskin dan rentan yang diberi nama program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana kepuasan masyarakat miskin terhadap implementasi program pelayanan kesehatan masyarakat dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat di RSUP Fatmawati selaku rumah sakit pemerintah di Jakarta Selatan. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati merupakan salah satu Rumah Sakit Umum Pusat yang berada di Jakarta Selatan yang merupakan Rumah sakit yang menjadi tempat dimana saya melakukan penelitian. Implementasi program Kartu Jakarta Sehat sebagai penunjang jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin tentu masih hangat dikaitkan dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yang salah satu konsentrasinya adalah
1
kebijakan sosial. Masyarakat miskin dalam realitasnya wajib mendapatkan hak dan kewajiban kesehatan. Masyarakat miskin merupakan tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahanan kesehatan karena kesehatan merupakan salah satu tolak ukur untuk menciptakan kesejahteraan sosial. Dengan adanya kebijakan yang diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan kesehatan. Sehingga kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) bisa dirasakan secara luas manfaatnya oleh masyarakat miskin. Kartu Jakarta Sehat (KJS) merupakan alat penunjang jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin DKI Jakarta. 1.1.2 Orisinalitas Kebijakan Kartu Jakarta Sehat sebagai penunjang jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin di Jakarta Selatan menjadi topik yang sangat hangat dibicarakan karena kesehatan merupakan salah satu tolak ukur dalam kesejahteraan. Kebijakan kartu jakarta sehat merupakan alternatif untuk memfokuskan kepada kesehatan khususnya di DKI Jakarta. Pemberian jaminan kesehatan kepada masyarakat ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin di DKI Jakarta. Kesehatan merupakan faktor penting yang dapat dijadikan parameter kesejahteraan masyarakat perkotaaan. Sejatinya manusia sendiri memiliki hak memperoleh kesehatan, ketika rakyat yang tidak mampu membutuhkan jaminan kesehatan,
disinilah
peran
pemerintah
dibutuhkan.
Masalah
kesehatan
di perkotaan lebih kompleks dari pada di pedesaan, permasalahannya bukan saja pada banyaknya jenis penyakit yang ada melainkan kelebihan kepada jaminan
2
hak rakyat miskin dalam memperoleh kesehatan di daerahnya yang notabene segala akses kesehatan sangatlah komersil. Tabel 1.1: Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu No. Penulis 1. Sakti (2001)
Tujuan Menganalisis kepuasan pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Muaro dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Metode Wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
2.
Andri (2001)
Meneliti tingkat kepuasan pasien rawat inap RS di RSUD Majenang, Cilacap
Kualitatif
3.
Handrianto (2002)
Menganalisis tingkat kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan Rumah Sakit Borromeus, Bandung.
Kualitatif
4.
Mukhtiar,
Menganalisis tingkat
Kualitatif
Hasil Penelitian ini menyatakan tingkat kepuasan pasien bervariasai, bahwa pasien yang puas dalam sistem pelayanan yang diberikan oleh RSUD Muaro Bungo, Jambi 28% menyatakan puas. Penelitian ini menyatakan bahwa kepuasan pasien rawat inap di RSUD Majenang, Cilacap adalah 51% yang menyatakan puas dengan hasil pelayanan yang didapatkan. Dalam hasil penelitian yang didapatkan bahwa tingkat kepuasan pasien yang menyatakan puas akan pelayanan sebesar 59,3%. Tingkat kepuasan pasien ini bisa didapatkan dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. Dari hasil
3
5.
(2004)
kepuasan pasien rawat jalan di RS Internasional Bintaro
Sumampouw (2003)
Menganalisis tingkat kepuasan pasien di RSAL Mintohardjo
Kualitatif
penelitian yang terletak di RS Internasional Bintaro menyebutkan bahwa sebesar 52,3% pasien menyatakan puas dari pelayanan rawat jalan yang di dapat. Berdasarkan hasil yang didapatkan ini menjelaskan tingkat kepuasan ini diukur dari pelayanan yang diberikan Rumah Sakit kepada pasien rawat jalan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat kepuasan pasien yang meraasa puas sebanyak 27,3%. Kecilnya tingkat kepuasan yang didapatkan oleh pasien diakibatkan oleh kurangnya mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah sakit diantara lain pelayanan dari dokter, perawat dan peralatan medis yang tersedia di RSAL Mintohardjo
Sumber : Diolah Dari Berbagai Sumber
4
Dari kelima tabel diatas menyebutkan bahwa di indonesiaa, tingkat kepuasan pasien juga bervariasi, penelitian di RSUD Muaro Bungo, Jambi menyatakan bahwa pasien yang puas 28% (Sakti, 2001). Andri (2001) meneliti bahwa kepuasan pasien rawat inap di RSUD Majenang, Cilacap adalah 51%. Sementara di RS Borromeus, Bandung, pasien yang puas akan pelayanan sebesar 59,3% (Handrianto, 2002). Di RS Internasional Bintaro kepuasan pasien rawat jalan sebesar 52,3% (Mukhtiar, 2004). Sedangkan di Jakarta, berdasarkan penelitian Sumampouw (2003), di RSAL Mintohardjo, diketahui tingkat kepuasan pasien adalah 27,3%. Perbedaan yang terjadi antara penelitian terdahulu dengan penelitian kali ini mengenai implementasi program kartu jakarta sehat sebagai penunjang jaminan kesehatan bagi pasien terhadap kepuasan pelayanan di rumah sakit adalah penelitian ini mempunyai lokasi penelitian yang berbeda, sistem jaminan yang diberikan dalam penelitian ini terfokus kepada kepuasan pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS), penelitian ini mencangkup secara luas berbagai faktor yang membuat pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS) merasa terpuaskan dan tidak nya dengan pelayanan yang diberikan, penelitian ini menganalisis implementasi pelayanan Kartu Jakarta Sehat di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan dan penelitian ini menganalisis kepuasan pasien atas pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Unit Rawat Inap RSUP Fatmawati Jakarta Selatan. 1.1.3 Relevansi dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Pembangunan Sosial dan kesejahteraan (PSdK) merupakan cabang dari ilmu yang mempelajari berbagai aspek kehidupan sosial dalam masyarakat yang
5
begitu kompleks dengan berbagai permasalahan serta bagaimana mendapatkan solusinya. Pembangunan dan kesejahteraan mempunyai tiga konsentrasi yaitu social policy, community empowerment dan corporate sosial responsibility. Salah satu aspek
adalah community development. Konsep dasar community dalam
community empowerment development atau pembangunan masyarakat menurut ilmu sosiatri atau sekarang yang disebut sebagai Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) adalah suatu usaha untuk menciptakan hubungan yang seimbang antara kebutuhan hidup masyarakat (needs) dengan sumber-sumber daya hidup (resources) yang terdapat di suatu daerah sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat yang penuh baik fisik, mental maupun sosial. Misalnya upaya menyelesaikan masalah kemiskinan ini. Pada pembuatan suatu kebijakan, pemerintah akan menggunakan indikator-indikator kesejahteraan. Indikator ini penting sebagai alat ukur untuk menyelesaikan masalah kemiskinan yang tidak kunjung usai di tengah kehidupan masyarakat. Alat ukur yang efektif dan tepat diharapkan dapat dengan benar memberikan bukti yang nyata atas perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Setelah mengetahui kebenaran lapangan dengan tepat maka pemerintah dapat melaksanakan program-program untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan optimal. Kebutuhan masyarakat akan bantuan pemerintah berbeda antar tempat yang satu dengan tempat lain, meskipun permasalahan sosial yang dialami memiliki karakteristik yang sama. Maka dari itu, pemerintah dan pengambil kebijakan terkait perlu mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi sesungguhnya oleh masyarakat yang ‘ditolong’. Pemahaman mengenai
6
kondisi kesejahteraan masyarakat menjadi fokus kajian dari pemerintah. Dari paparan tersebut terlihat adanya relevansi dengan Jurusan, pada indikator kesejahteraan subjektif yang juga merupakan kajian ilmu di Jurusan Pembanguan Sosial dan Kesejahteraan. 1.2 Latar Belakang Hakikat dasar diselenggarakannya pelayanan kesehatan adalah bahwa pelayanan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pengguna jasa, yang apabila terpenuhi akan menimbulkan rasa puas. Makin sempurna kepuasan pasien, makin baik pula penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan. Orientasi kepuasan sangat individual dan bergantung pada latar belakang individual serta bersifat subjektif. Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan kesehatan adalah pasien yang menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diharapkan. Pada era globalisasi dan persaian bebas dalam bidang pelayanan kesehatan saat ini, pihak pengelola pelayanan kesehatan
dituntut untuk meningkatkan
kualitas pelayanan. Salah satu indikator untuk mengukur kualitas pelayanan adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien yang rendah menggambarkan kualitas pelayanan berada di bawah standar. Oleh karenanya, memberikan pelayanan yang berkualitas prima adalah hal yang harus dilakukan untuk menciptakan pelanggan yang puas dan setia.1 Hal yang juga menentukan dalam kualitas pelayanan kesehatan adalah service excellent, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayanani serta 1
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan Jakarta: Binarupa Aksara. Hal 10. 7
memuaskan pelanggan. Di antaranya karyawan harus memiliki keterampilan tertentu, berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, maupun berkomunikasi dengan baik dan memiliki kemampuan menangani keluhan pelanggan secara profesional.2 Kepuasan pelanggan akan mempengaruhi minat untuk memanfaatkan kembali layanan jasa yang sama di waktu yang akan datang. Pelangggan yang puas dan setia akan memanfaatkan dan memperkenalkan produk, juga membicarakan hal-hal yang baik tentang produk itu kepada orang lain. Menurut
Zeithaml-Parasuraman-Berry
untuk
mengetahui
kualitas
pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada 5 dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen. Kelima dimensi servqual itu mencakup beberapa sub dimensi yaitu: 1) Tangibles: Kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu dan tempat informasi). 2) Reliability: Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. 3) Responsiveness: Kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen. 4) Assurance: Kemampuan dan keramahan serta sopan sanun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen. 5) Emphaty: Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pergawai terhadap konsumen. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas, maka diluncurkanlah Program Kartu Jakarta Sehat oleh Gubernur Jakarta terpilih, Joko 2
Nasution M.N. 2004. Manajemen Jasa Terpadu. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. Hal 15. 8
Widodo. Program ini mulai dilaksanakan pada bulan November 2012, berdasarkan peraturan Gubernur nomor 187/2012. Tampak adanya upaya serius Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kualitas layanan dan kepastian layanan pada masyarakatnya dalam hal penduduk DKI Jakarta. Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia, di mana ibukota negara dapat dijadikan parameter baik buruknya pengelolaan anggaran pemerintahan. Sederhananya, suatu kota dikatakan mampu menjadi metafora akan sebuah sejarah maupun masa depan dan membangun struktur tradisional atau sebuah ruang khusus untuk terjadinya sebuah kemungkinan yang revolusioner atau harapan yang lebih. Sehingga, eksistensi kota dapat dikatakan menjadi sebuah harapan hidup bagi rakyat miskin ataupun kaum urban yang mengais rezeki di ibukota.
Namun,
di
samping
itu
kota
secara
umumnya
memiliki
permasalahan pula dalam eksistensinya, terkhususnya seperti kota DKI Jakarta. DKI Jakarta merupakan daerah khusus ibukota Indonesia. Jakarta menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Menurut data BPS tahun 2012 Jakarta memiliki luas sekitar 662,33 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 data Bappeda Jakarta sekitar 9.991.788 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang padat, dalam pedoman pelaksanaan KJS tahun 2013 diperkirakan sebanyak 4.700.000 jiwa terdiri dari penduduk miskin dan rentan. Menurut data pendataan program perlindungan sosial (PPLS) dalam Pedoman Pelakasanaan KJS tahun 2013 penduduk miskin di DKI Jakarta sebanyak 1.200.000 jiwa dan diperkirakan sebanyak 3.500.000 jiwa adalah penduduk yang
9
masuk dalam kelompok rentan. Diperkirakan sebanyak 4.700.000 jiwa penduduk DKI Jakarta belum memiliki jaminan pemeliharaan pelayanan kesehatan.3 Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan amanat UUD1945, UU No 36 Tahun 2009 Pasal 5 Tentang Kesehatan dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta No. 4 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah, baru-baru ini DKI Jakarta meluncurkan sistem Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi masyarakat miskin dan rentan dengan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat DKI Jakarta yang diberi nama Program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Pelaksanaan Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 187 Tahun 2012 Tentang Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan. Dalam Pergub No. 187 Tahun 2012 Tentang Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan pada pasal 6 disebutkan bahwa masyarakat yang dapat menerima pembebasan biaya pelayanan kesehatan adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam Judul penelitian ini peneliti mengambil studi kasus di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati merupakan salah satu Rumah Sakit yang menerima pasien pengguna Kartu Jakarta Sehat. Sehingga Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati menjadi Rumah Sakit rujukan bagi masyarakat miskin. Visi dan misi dari pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati ini antara lain Terdepan, Paripurna, Terpercaya di Indonesia.
3
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.2, No. 1, Hal. 175-181/ diakses pada tanggal 10 februari 2015/pukul 12:00. Hal 15.
10
Permasalahan utama yang terjadi di Jakarta sebenarnya berawal dari masalah
kesejahteraan
rakyat
miskin
kota,
hingga
kemiskinan
yang
berdampak pada merajalelanya pemukiman kumuh. Banyaknya pemukiman kumuh yang terdapat di ibukota tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah lainnya, termasuk masalah kesehatan yang di akibatkan dari masalah kemiskinan. Selama ini Jakarta dianggap sebagai pusat pemenuhan ekonomi yang menjanjikan. Namun pada kenyataanya, masih banyak ditemukan kemiskinan. Proses urbanisasi yang tidak tersinergi, menyumbang besar bagi kemajemukan masyarakat Jakarta serta kompleksitas masalah yang ada. Dalam hal ini, proses urbanisasi menimbulkan berbagai dampak lingkungan kota, masyarakat, maupun keadaan lingkungan sekitarnya. Dampak-dampak yang ditimbulkan membuat kesehatan menjadi sangat penting diperhatikan karena kesehatan identik dengan kesejahteraan. Chambers mengatakan bahwa rakyat yang terperangkap dalam ruang marginalisasi dalam 5 unsur kemiskinan. Pertama, kemiskinan merupakan salah satu faktor yang membuat orang-orang merginal itu hidup menjadi susah, miskin, penghasilannya kecil, pegawai golongan rendahan, orang yang penghasilannya tidak tetap. Kedua, kerentanan dan kemiskinan rentan itu rapuh, orang yang tidak memiliki tabungan cukup jika kehidupan sehari-hari itu normal. Istrinya dan anaknya tidak pernah sakit, tidak pernah kecelakaan, kondisinya selalu dibayang-bayangi ketakutan karena hidup tidak selalu berjalan sesuai apa adanya. Sementara miskin bagi chambers adalah hidupnya sangat rawan dan fluktuatif. Orang miskin tidak memiliki tabungan dan asuransi sosial, sedikit ada goncangan, maka aset
11
produktif dijual. Ketiga, ketidakberdayaan, ketidakberdayaan itu menyangkut posisi tawar, orang miskin posisi tawarnya lemah, tidak memiliki akses ekonomi, politik. Karena posisi tawar tidak dimiliki rakyat miskin, sering kali petani selalu kalah dipermainkan oleh para tengkulak, pengepul. Keempat, secara fisik orang miskin mudah sakit, hal ini akibat dari kurangnya asupan gizi yang dikonsumsi. Bahkan jika sakit tidak hanya mengeluarkan uang, tetapi penghasilan juga akan hilang lantaran tidak bekerja. Kelima, masyarakat miskin seringkali terisolasi, terisolasi tidak sekedar dalam pengertian geografis, tetapi secara sosial pun menjadi penyebab utama bagi orang miskin, tidak adanya akses informasi yang kerap kali di derita orang miskin menyebabkan ketidak berdayaan, orang yang tidak berdaya itu gampang percaya dan seringkali tertipu4. Pelayanan
sosial
bagi
masyarakat
yang
menyandang
masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) masih dipandang sebelah mata oleh negara. Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial dan pelayanan sosial yang prima terhadap rakyat miskin tidak dijadikan hal utama. Inilah pengingkaran nyata terhadap konstitusi dan ideologi negara dimana rakyat miskin menjadi tanggung jawab negara. Ketidak seriusan negara dalam memberikan pelayanan sosial terhadap peyandang kesejahteraan sosial terbukti ketika perlindungan sosial, pelayanan sosial tidak diatur secara sistematis dan terlembaga. Walaupun UU Dasar 45 secara eksplisit menyatakan bahwa setiap warga negara merupakan tanggungjawab negara. Pelayanan sosial yang residualistik dan karitatif bahkan 4
Purwowibowo dalam buku Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Oleh Robert Chambers, 1987. Jakarta LP3ES.Hal 15.
12
selektif adalah wujud nyata bahwa negara setengah hati dalam memberikan pelayanan sosial terhadap warganya. Anggaran terhadap penyandang masalah sosial yang sangat menimalis semakin menegaskan ketidak becusan negara melindungi rakyat miskin. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah proses urbanisasi yang terjadi di DKI Jakarta. Proses ini menghasilkan klasifikasi beberapa kelas dalam masyarakat Jakarta yakni kelas menegah, kelas kaya dan kelas miskin. Realitasnya, klasifikasi kelas sosial masyarakat kota Jakarta lebih terlihat jelas perbedaannya, khususnya antara golongan kaya dan golongan miskin. Seperti yang diungkapkan oleh Firman Lubis bahwa istilah “gedongan” dan “orang kampoeng” menjadi istilah ketika itu, untuk membedakan golongan kaya dan miskin 5. Melihat ketiga kelas yang ada, golongan miskin adalah golongan yang paling tidak beruntung karena merasakan dampak secara langsung dari penerapan politik yang kurang tepat sasaran atau tidak pro rakyat miskin. Misalnya, tidak sanggupnya memenuhi kebutuhan kesejahteraan kesehatan karena mahalnya biaya operasional rumah sakit, pendidikan, dll. Faktor utama adalah kesehatan, kesehatan merupakan salah satu parameter kesejahteraan masyarakat perkotaaan. Sejatinya manusia sendiri memiliki hak memperoleh kesehatan, ketika rakyat yang tidak mampu membutuhkan jaminan kesehatan,
disinilah
peran
pemerintah
dibutuhkan.
Masalah
kesehatan
di perkotaan lebih kompleks dari pada di pedesaan, permasalahannya bukan saja pada banyaknya jenis penyakit yang ada melainkan lebih kepada jaminan hak 5
Firman Lubis. Jakarta 1950. Kenangan Semasa Remaja. Jakarta: Masup Jakarta, 2008), Hal.34. 13
rakyat miskin dalam memperoleh kesehatan di daerahnya yang notabene segala akses kesehatan sangatlah komersil. Kemiskinan merupakan fenomena global yang muncul baik di pedesaan maupun perkotaan termasuk Jakarta. Kemiskinan bukan hanya terjadi karena seseorang tidak mempunyai semangat kerja ataupun pendidikan yang tinggi, melainkan karena adanya struktur sosial yang timpang dan menindas. Hal tersebut tergolong dalam kemiskinan struktural, yang diakibatkan karena rakyat miskin tidak memiliki kekuatan politik. Fenomena seperti ini menjadikan peran pemerintah bersama stakeholder sangat penting untuk menanggulangi kemiskinan. Hal tersebut, menjadikan pemerintah harus bijak dalam mencari solusi permasalahan mengenai kemiskinan. Sebagai oknum yang harus menciptakan solusi atas faktor kemiskinan. Pada dasarnya pemerintah daerah wajib mengembangkan berbagai inovasi yang relevan. Seperti yang dilakukan oleh Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur DKI Jakarta yang membuat kebijakan pro rakyat miskin dalam bidang kesehatan dengan menerbitkan “Kartu Jakarta Sehat” atau biasa disingkat dengan KJS. Kebijakan yang dilakukan oleh Jokowi merupakan hasil dari praktek otonomi daerah yang memberi wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, tak terkecuali masalah penganggaran untuk penanggulangan kesehatan rakyat miskin di Ibukota Jakarta. Jika melihat misi yang diusung pasangan Jokowi-Basuki dalam periode pemerintahannya, yaitu: (1) mewujudkan Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapi serta konsisten dengan rencana tata ruang wilayah, (2) menjadikan Jakarta sebagai kota yang bebas dari masalah-masalah menahun seperti macet, banjir,
14
pemukiman kumuh, sampah, dan lain-lain, (3) menjamin ketersediaan hunian dan ruang publik yang layak serta terjangkau bagi warga kota dan ketersediaan pelayanan kesehatan yang gratis sampai rawat inap dan pendidikan yang berkualitas secara gratis selama dua belas tahun untuk warga Jakarta, (4) membangun budaya masyarakat perkotaan yang toleran, tetapi juga sekaligus memiliki kesadaran dalam memelihara kota, dan (5) membangun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik
6
.
Berdasarkan misi yang diemban selama lima tahun kepemimpinannya, JokowiAhok lebih berfokus kepada peningkatan kualitas pelayanan publik. Meski dalam rumusannya tak satu pun menyebut “hak asasi manusia”, namun sangat jelas bahwa misi ini syarat komitmen penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM), baik hak sipil maupun, terutama, hak ekonomi, sosial, dan budaya. Salah satu yang menonjol dalam misi tersebut adalah realisasi program Kartu Jakarta Sehat. Dalam usaha memenuhi hak atas kesehatan warganya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) meluncurkan program Kartu Jakarta Sehat pada 10 November 2012. Lewat program ini, biaya pengobatan bagi warga Jakarta di Puskesmas dan rawat inap kelas tiga di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) maupun rumah sakit swasta yang menjadi rekanan Pemprov DKI ditiadakan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Jakarta tercatat sebanyak 10.187.151 jiwa, 40% atau 4,5 Juta jiwa di antaranya termasuk kedalam kategori penduduk miskin, 6
Diakses dari https://gubernurdki.wordpress.com/visi-misi-jb/ pada tanggal 15 februari 2015 pukul 11:24. Hal 2. 15
cukup ironis penduduk di Ibu Kota hampir setengahnya merupakan penduduk miskin. Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan pemerintah sebelumnya yang dirasakan kurang berpihak kepada masyarakat miskin, salah satunya adalah pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Jakarta, bahkan tidak sedikit warga miskin yang meninggal karena tidak mampu untuk berobat ke rumah sakit 7 Hal tersebutlah yang mendasari Jokowi-Ahok untuk membuat terobosan kebijakan dalam memfasilitasi masyarakat miskin dibidang kesehatan melalui Kartu Jakarta Sehat, sehingga sebagian masyarakat menaruh harapan yang besar terhadap konsep tersebut dan pada akhirnya Jokowi-Basuki terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Namun pada kenyaatannya kebijakan tersebut tidak selalu berjalan lancar, karena proses serentak sebagai upaya dari realisasi janji politik yang disampaikan oleh Jokowi-Ahok pada saat kampanye politiknya menemui kendala dengan banyaknya masyarakat Jakarta yang menggunakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) untuk berobat, sehingga sebagian besar Rumah Sakit rujukan tidak bisa melayaninya. Kasus lainnya muncul ketika bayi Dera Nur Anggraini, bayi yang baru berusia enam hari, meninggal lantaran sakit pada saluran pencernaannya. Ironisnya, Dera meninggal setelah ditolak oleh 10 rumah sakit yang diminta menangani operasinya. 8 Fenomena tersebut kemudian memunculkan kembali sebuah sindiran yaitu “orang miskin dilarang sakit”, padahal puncak pimpinan daerah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan kebijakan yang memfasilitasi masyarakat miskin 7
Diakses dari http://www.badanpusatstatistikjakarta.angka2012jakarta,bps//provinsi dki Jakarta/pada tanggal 15 februari 2015 pukul 12:10. Hal 1. 8 Tempo 12 agustus 2014. Hal 4. 16
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melaui Kartu jakarta Sehat (KJS). Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengurai permasalahan yang terjadi dalam proses implementasi Kartu Jakarta Sehat yang di jalankan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengambil sample di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang dilakukan pemerintahan Jokowi merupakan salah satu langkah memenuhi hak kesehatan warga di provinsi Jakarta. Kartu Jakarta Sehat (KJS) merupakan suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan ide gagasan yang meliputi proses, metode, maupun upaya-upaya untuk efektifitas mencapai kesejahteraan masyarakat, utamanya masalah kesehatan bagi rakyat miskin kota. Kartu Jakarta Sehat (KJS) juga merupakan ide gagasan dengan pengawasan yang diharapkan dapat memberikan hasil maksimal dengan lebih sedikit mengurai permasalahan dan kompleksitas kemiskinan yang terjadi selama ini. Dalam hal ini, Kartu Jakarta Sehat dinilai sebagai salah satu cara penyelesaian suatu permasalahan yang berdasarkan prosedur dengan memberikan bukti nyata yang dapat mengubah perilaku sejumlah orang. Kepuasan pelanggan merupakan isu yang paling kerap dibincangkan dalam semua pasien Rumah Sakit. Dalam Implementasi Program Kartu Jakarta Sehat Sebagai Penunjang Jaminan Kesehatan Bagi Pasien Terhadap Kepuasan Pelayanan Di Rumah Sakit sangat bergantung pada pelanggan, Jika pelanggan sudah tidak percaya lagi pada Rumah Sakit karena hasil yang buruk (kualitas layanan dan produk yang buruk), maka Rumah Sakit akan kehilangan kepercayaan pelanggan karena tanggapan buruk yang dibentuk.
17
Kepuasan atau ketidakpuasan adalah ukuran sesuatu terhadap sesuatu pengalaman berkaitan perkhidmatan yang lepas. Kualitas perkhidmatan ialah penilaian keseluruhan terhadap suatu pengalaman perkhidmatan. Kajian mendapati bahwa penilaian persepsi pelanggan berkaitan mempunyai kesan terhadap tahap kepuasan pelanggan. Jadi jelaslah bahawa kualiti perkhidmatan datang sebelum kepuasan pelanggan. Dalam konteks teori gelagat pengguna, kepuasan lebih banyak didefiniisikan dari perspektif pengalaman pelanggan itu sendiri setelah menggunakan sesuatu produk atau perkhidmatan. Kepuasan juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu keadaan dalam diri seseorang atau sekelompok manusia yang telah berhasil mendapat sesuatu yang diperlukan dan diinginkan.
Kepuasan pelanggan juga merupakan tingkat
kesepadanan antara keperluan dengan harapan. Kepuasan pelanggan akan menghasilkan kepercayaan dan hubungan jangka panjang yang berterusan maka seterusnya terciptalah kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang berpuashati akan membuat pembelian yang berulang dan mereka akan memberitahu pengguna yang lain tentang
pengalaman
mereka
menggunakan
perkhidmatan
tersebut.
Kepuasan boleh ditafsirkan sebagai : Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan hasil prestasi perkhidmatan yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Kartu
Jakarta
Sehat
(KJS)
merupakan
produk
kebijakan
yang
diformulasikan melalui proses penganggaran yang terpadu. Oleh karena itu Implementasi Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) Sebagai Penunjang Jaminan
18
Kesehatan Bagi Pasien Terhadap Kepuasan Pelayanan Di Rumah Sakit tersebut sangat menarik untuk dianalisis karena diasumsikan sebagai sebuah kebijakan inovasi untuk mengefektifkan permasalahan kesehatan rakyat miskin. Namun tidak lupa juga harus adanya evaluasi implementasi kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS) tersebut dalam perkembangannya sebagai jaminan kesehatan bagi masyarakat Jakarta sampai sekarang. 1.3 Rumusan Masalah Dengan adanya program yang diberikan oleh gubernur DKI Jakarta Jokowi dan Ahok pada Tahun 2012 ini memunculkan suatu program yang direncanakan oleh Gubernur. Dengan adanya program kartu jakarta sehat ini memfokuskan bahwa setiap warga miskin DKI Jakarta wajib mendapatkan hak nya atas pemeliharaan Kesehatan. Karena seperti apa yang direncanakan oleh Jokowi dan Ahok ini setiap warga Miskin wajib mendapatkan hak tersebut. Dengan adanya program yang diberikan oleh Gubernur Jokowi-Ahok ini peneliti ini meneliti kepuasan masyarakat miskin terhadap implementasi pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana tingkat kepuasan peserta dalam implementasi pelayanan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan?
19
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta dalam implementasi pelayanan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Akademis Melalui penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi kajian Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial dalam implementasi kebijakan pemerintah.
2.
Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintahan Daerah (Dinas Kesehatan) Melalui penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan evaluasi tentang implementasi program pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) bagi masyarakat miskin DKI Jakarta. b. Bagi Masyarakat Miskin Jakarta Selatan Melalui penelitian ini dapat mengetahui tingkat kepuasan peserta Kartu Jakarta Sehat (KJS) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan sebagai penerapan kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam aspek kesehatan masyarakat miskin.
20
c. Bagi RSUP Fatmawati Melalui penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati guna meningkatkan kepuasan pasien Kartu Jakarta Sehat terhadap pelayanan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. 1.6 Konsep dan Landasan Teori Dalam penelitian ini konsep dan landasan teori yang menjadi dasar antara lain kebijakan publik menjadi sesuatu yang esensial dan substansial bahkan fundamental. James Anderson mengungkapkan bahwa kebijakan itu adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi masalah atau persoalan. Salah satu bentuk kebijakan publik adalah kebijakan sosial. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Menrut Bessant, Watts, Dalton dan Smith 9, secara singkat kebijakan sosial menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan, dan program-program tunjangan sosial lainnya. Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan developmental (pengembangan). Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah
9
Suharto, Edi. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik: Peran Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan (Welfare) di Indonesia. Bandung: ALFABETA. Hal 30. 21
terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif), dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban Negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosual warganya. 1.6.1 Kebijakan Publik Kebijakan publik (Public Policy) menurut Dye dalam Widodo diartikan sebagai “whatever governments choose to do or not” yang artinya kebijakan publik apa pun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Menurut Widodo kebijakan publik dibuat bukannya tanpa maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh kembang di masyarakat. Masalah tersebut begitu banyak macam, variasi, dan intensitasnya. Oleh karena itu, tidak semua masalah publik tadi bisa melahirkan suatu kebijakan publik. Hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan sebuah kebijakan publik.10 Abdul Wahab menguraikan bahwa implementasi sebagian besar kebijakan publik atau program-program pemerintah pasti akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan, yang masing-masing berusaha keras untuk memengaruhi perilaku birokrat garda depan/pejabat lapangan (street level bureucrats) dalam
10
Widodo, Joko.2010. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia. Hal. 12. 22
rangka memberikan pelayanan atau jasa tertentu kepada masyarakat, atau mengatur perilaku dari satu atau lebih kelompok sasaran.11 Menurut model Edward III dalam Widodo mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan. Empat variabel atau faktor tadi antara lain meliputi variabel atau faktor communication, resources, dispositions, dan bureaucratic structure: 12 a.
Faktor komunikasi (communication) Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat Kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).
b.
Sumber Daya (Resources) Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bila sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya informasi dan kewenangan.
11
Abdul Wahab, Solichin. (2012) Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta, Bumi Aksara. Hal 20-21. 12 Widodo, Joko.2010. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia. Hal 96107. 23
c.
Sikap (Dispotition or Attitude) Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan.
d.
Struktur Birokrasi (Bureaucratic structure) Menurut Edward 13, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif
karena
adanya
ketidakefisienan
struktur
birokrasi
(deficiencies in bureaucratic structure). Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti strukrur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. 1.6.2 Pelayanan Publik Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, Bab 1, Pasal 1, ayat (1)14, pengertian pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
13
Edward III. Dalam Widodo, Joko.2010. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia. Hal 96-107. Bureaucratic structure (struktur birokrasi) Hal.125 14 UU Nomor 25 Tahun 2009, Bab 1, Pasal 1, ayat (1). Pengertian Pelayanan Publik. Hal 20 24
1.6.2.1 Asas-Asas Pelayanan Publik Dalam memberikan pelayanan publik, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas pelayanan publik. Asas-asas pelayanan publik menurut Keputusan Menpen Nomor 63/2003 sebagai berikut : 1. Transparansi Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah di mengerti. 2. Akuntabilitas Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan pemerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. 5. Kesamaan Hak Tidak deskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
25
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak 1.6.2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Publik Dalam Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara 63/KEP/MPAN/7/200315
Nomor
tentang
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, terdapat sepuluh prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik, kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Kesederhanaan Prosedur
pelayanan
publik
tidak
berbelit-belit,
mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan. 2.
Kejelasan a) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b) Unit kerja/pejabat yang wewenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan
pelayanan
dan
penyelesaian
keuhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
15
Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/MPAN/7/2003, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Hal 3. 26
3.
Kepastian waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurung waktu yang telah ditentukan.
4.
Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
5.
Tanggung jawab Pimpinan penyelanggaraan pelayanan publik atau pejabat yang di tunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan
penyelesaian
keluhan/persoalan
dalam
pelaksanaan
pelayanan publik. 6.
Kelengkapan sarana dan prasarana kerja Peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi, telekomunikasi dan informatika (teletematika).
7.
Kemudahan akses tempat dan lokasi sarana prasarana pelayanan yang memadai mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi.
8.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan: pemberi pelayanan harus bersikap didipilin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayaanan dengan ikhlas.
27
9.
Kenyamanan:
lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,
disediakan ruang tertentu yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya. 1.6.3 Pelayanan Kesehatan Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia16. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pendapat lain diungkapkan oleh Sampara bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Zeithaml
dan
Bitner17,
menyatakan
bahwa
kepuasan
pelanggan
dipengaruhi oleh faktor kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, faktor situasi dan faktor pribadi pelanggan. Untuk mengukur berkualitas tidaknya suatu pelayanan yang diberikan kepada konsumen pengguna jasa, maka ada lima dimensi karakteristik yang diidentifikasi dan digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. 16
Sinambela, L.P. 2010. Reformasi Pelayanan Publik;Teori,Kebijakan dan Implementasi, cetakan kelima Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal 3. 17 Parasuraman, A., V. A. Zeithaml, dan L.L. Berry, 1998, SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, Vol. 64, No. 1. Hal 50.
28
Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: (a) Bukti Nyata, yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi, (b) Kehandalan, yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang dijanjikan, (c) Daya Tanggap, yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap, (d) Kepastian, yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan, (e) Empati, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 1.6.4. Kepuasan 1.6.4.1 Pengertian Kepuasan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. Menurut Oliver dalam Supranto18 mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai 18
Supranto, J. (2001), Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar, Rineke Cipta, Jakarta. Hal 33. 29
harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Menurut Kotler19 kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi. 1.6.4.2 Pengertian Kepuasan Pasien Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya,
19
Kotler, P and Donald H., Irving R. (1998), Marketing Places : Attracting Investment, Industry and Tourism to Cities, State and nations, The Free Press Admission Of macmillan inc, New York. Hal 20. 30
tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.20 Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa.
20
Junaidi, S., 2002. Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Hal 19. 31
Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu21. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan Aditama berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang di obati dirumah sakit. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan22. 1.6.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Menurut pendapat Budiastuti mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain
23
: Kualitas produk atau jasa yakni
pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.
21
Indarjati, A., 2001. Kepuasan Konsumen. Pranata No. 1 Th IV. Hal 70-75. Aditama, YT (2002). Rumah Sakit dan Konsumen. Jakarta PPFKM UI. Hal 34. 23 Budiastuti. (2002). Faktor-faktor dalam meningkatkan kepuasan pasien di rumah sakit, http// www//klinis.wordpress//kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan diunduh pada tanggal 3 oktober 2015. Hal 22. 22
32
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Faktor emosional merupakan pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. Biaya sebagai upaya untuk mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Tjiptono (1997) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu: a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan
33
jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan
(features), merupakan
karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya: Kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya. c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan. e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
34
f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu. g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya. h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat. Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)
menyebutkan
faktor-faktor
yang mempengaruhi
kepuasan
konsumen, yaitu: a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
35
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya: pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan. d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
36
f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan
untuk
proses
penyembuhan.
Pasien
dalam
menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien. g. Desain visual: Meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. h. Suasana: Meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
37
i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang bekunjung di rumah sakit. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual. 1.6.4.4 Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Aspek–aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Griffith ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu24 : a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit. b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang
24
Griffin, R.W., 1987. Management, Second Edition, Boston: Houhton Mifflin Press. Hal 15. 38
diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit. c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit. d. Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk berkunjung maupun untuk menjaga dari keluarga maupun orang lain dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standarstandar rumah sakit antara lain : ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang memadai misalnya televisi, kursi, air minum dan sebagainya. e. Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang berkunjung di rumah sakit. f. Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap yang dikehendakinya. g. Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien baik berapa operasi, kunjungan dokter atau perawat. Tingkat kepuasan antar individu satu dengan individu lain berbeda. Hal ini terjadi karena adanya
39
pengaruh dari faktor jabatan, umur, kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pendidikan, jenis kelamin, sikap mental dan kepribadian. Kepuasan pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit baik dokter, perawat, dan karyawan-karyawan lainnya. Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut : a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit. b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit. c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit. d. Fasilitas – fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya, privasi dan waktu kunjungan pasien.
40
1.6.5 Kartu Jakarta Sehat Kartu Jakarta Sehat (KJS) adalah suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jakarta melalui UP Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta kepada masyarakat dalam bentuk bantuan pengobatan. Program yang diusung pasangan pemenang pemilukada Jakarta 2012 Jokowi-Ahok ini, memiliki tujuan untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk Jakarta, terutama bagi keluarga miskin dan kurang mampu dengan sistem rujukan berjenjang. Sasaran Kartu Jakarta Sehat yaitu semua penduduk Jakarta yang mempunyai KTP/KK Jakarta yang belum memiliki jaminan kesehatan, di luar program Askes, atau asuransi kesehatan lainnya. Kartu Jakarta Sehat (KJS) idealnya merupakan sebuah program pemberian jaminan kesehatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan seluruh warga Jakarta yang mempunyai KTP/KK Jakarta, terutama memudahkan rakyat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah untuk mengakses pelayanan kesehatan. Kartu Jakarta Sehat mempunyai beberapa manfaat, yaitu pasien berhak mendapatkan Rawat Jalan diseluruh Puskesmas Kecamatan/Kelurahan di Provinsi Jakarta, Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat II, (RSUD, RS vertikal dan RS Swasta yang bekerjasama dengan UP Jamkesda) wajib dengan rujukan dari Puskesmas Rawat Inap (RI) di Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerjasama dengan UP Jamkesda di kelas III. Rumah sakit yang menerima KJS terdiri 63 Rumah Sakit Umum (RSU) di Jakarta dan 26 Rumah Sakit Khusus di Jakarta, serta tiga rumah sakit diluar jakarta. KJS ini memberikan peluang kesehatan bagi warga jakarta kurang mampu untuk
41
mendapatkan pelayanan kesehatan secara lebih luas. Sebagai hasil kebijakan pemprov DKI Jakarta, anggaran KJS diperoleh dari APBD tahun 2013 sebesat 1,2 truliun rupiah. Kartu Jakarta Sehat (KJS) pada dasarnya merupakan perpanjangan dari Jamkesda yang tentunya anggaran ini dikeluarkan oleh pemprov DKI Jakarta. Seperti yang telah disebutkan dalam latar belakang sebelumnya bahwa Kartu Jakarta Sehat (KJS) ini hadir sebagai salah satu bentuk kebijakan best practice, dimana best practice ini dimaksudkan untuk mengefefisienkan sebuah kegiatan. Implementasi kebijakan tersebut untuk mengurai masalah kesehatan warga miskin Jakarta dilakukan Jokowi dengan mengeluarkan sebuah kebijakan Kartu Jakarta Sehat (KJS). Penganggaran kegiatan Kartu Jakarta Sehat (KJS) ini sudah pasti dirumuskan dalam APBD sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Anggaran Kartu Jakarta Sehat (KJS) dirumuskan dan dimasukan dalam draft kegiatan perencanaan anggaran selama periode tertentu dalam APBD.25 1.7 Landasan Teori Menurut
Zeithaml-Parasuraman-Berry26
untuk
mengetahui
kualitas
pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada 5 dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen. Kelima dimensi servqual itu mencakup beberapa sub dimensi sebagai berikut :
25
Dian Maharani, “DKI Luncurkan Kartu Jakarta Sehat,” Kliping Berita Kesehatan, no. 13 (12 November 2012). Hal 25. 26 Parasuraman, A., V. A. Zeithaml, dan L.L. Berry, 1998, SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, Vol. 64, No. 1. Hal 50. 42
a. Tangibles (kualitas pelayanan yang berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu dan tempat informasi). Dimensi ini berkaitan dengan kemodernan peralatan yang digunakan, daya tarik fasilitas yang digunakan, kerapian petugas serta kelengkapan peralatan penunjang (pamlet atau flow chart). b. Reliability (kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya).
Dimensi
berkaitan
dengan
janji
menyelesaikan
sesuatu
sepertidiinginkan, penanganan keluhan konsumen, kinerja pelayanan yang tepat, menyediakan pelayanan sesuai waktu yang dijanjikan serta tuntutan pada kesalahan pencatatan. c. Responsiveness (kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen). Dimensi responsiveness mencakup antara lain : pemberitahuan petugas kepada konsumen tentang pelayanan yang diberikan, pemberian pelayanan dengan cepat, kesediaan petugas memberi bantuan kepada konsumen serta petugas tidak pernah merasa sibuk untuk melayani permintaan konsumen. d. Assurance (kemampuan dan keramahan serta sopan sanun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen). Dimensi assurance berkaitan dengan perilaku petugas yang tetap percaya diri pada konsumen, perasaan aman konsumen dan kemampuan (ilmu pengetahuan) petugas untuk menjawab pertanyaan konsumen. e. Emphaty (sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen). Dimensi emphaty memuat antara lain : pemberian perhatian individual kepada
43
konsumen, ketepatan waktu pelayanan bagi semua konsumen, peusahaan memiliki petugas yang memberikan perhatian khusus pada konsumen, pelayanan yang melekat di hati konsumen dan petugas yang memahami kebutuhan spesifik dari pelanggannya Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, Bab 1, Pasal 1, ayat (1), 27pengertian pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sementara menurut Pohan,28 pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang selalu berupaya memenuhi harapan pasien sehingga akan selalu merasa berhutang budi serta sangat berterima kasih. Dr. Patricia Patton mengemukakan bahwa nilai sebenarnya pelayanan sepenuh hati terletak pada kesungguhan sikap 4P dari orang-orang yang bertanggung jawab atas pemberian layanan tersebut : 1.
Gairah (Passionate) Jika pelayanan dilakukan dengan mempunyai gairah hidup yang tinggi, maka pelayanan akan cenderung diberikan dengana senyum, vitalitas, dan antusiasme yang akan menular kepada orang yang dilayani, sehingga orang yang dilayani akan merasa senang bekerja sama, berbisnis dan berkomunikasi dengan instansi.
27
Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, Bab 1, Pasal 1, ayat (1),Pengertian Pelayanan Publik. Hal 3. 28 Pohan, S, Imbalo. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal. 22-28. 44
2.
Progesif (Progressive) Pelayanan harus senantiasa berusaha menciptakan cara-cara baru yang lebih efektif, lebih efisien, dan lebih menarik untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
3.
Proaktif (Proactive) Sikap proaktif ini dapat dilakukan untuk bekerja lebih dari sekedar apa yang seharusnya dilakukan dan secara aktif berupaya menemukan cara-cara baru untuk menambah makna dan rasa cinta pada pekerjaan.
4.
Positif (Positive) Bersikap positif dalam melakukan pelayanan akan membuat lebih fokus pada penyelesaian bukannya pada masalah, apabila terjadi sebuah masalah.
Menurut Wirawan29, faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yakni pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien saat pertama kali berkunjung, mutu informasi yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu, fasilitas yang tersedia, privasi dan keberhasilan perawatan. Dengan pelayanan yang baik apabila diberikan kepada pasien akan berorientasi kepada lahirnya kepercayaan publik akan rumah sakit, kesenangan dan kepuasan, loyalitas, kemudahan akses, dan kecepatan pelayanan. Pasien rumah sakit akan mengangap pelayanan yang baik apabila mendapatkan kemudahan prosedur, kenyamanan tempat, jaminan keamanan barang, dan kecepatan dan ketepatan (realisasi & janji pelayanan). 29
Wirawan, Sarlito. 1994. Psikologi Remaja, Jakarta. PT. Raja Grafindo Perkasa. Hal 66. 45
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pengguna jasa layanan kesehatan, sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk dan pelaksanaanya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang ditetapkan. Wijono30 mendefisikan mutu layanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya standar profesi (standar operasional prosedur) dalam pelayanan pasien yang berampak pada hasil yang diharapkan pasien menyangkut pelayanan, diagnosis, terapi, prosedur atau tindakan pemecahan klinis. Gerson
31
mengemukakan tujuh alasan yang mendasari perlunya mengukur mutu dan kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Untuk mempelajari persepsi pelanggan. Dalam hal ini karena sifat individu pada diri pelanggan, maka ia akan memandang dengan cara berbeda satu dengan lainnya. Sehingga dapat di identifikasi apa yang dicari pelanggan, alasan pelanggan beralih tempat pelayanan, kriteria minimal untuk bisa memuaskan pelanggan dll. 2. Untuk menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan. Hal ini berguna sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan pelanggan pada saat ini dan yang akan datang. 3. Untuk menutup kesenjangan. Misalnya saja kesenjangan antara pandangan
pemberi
layanan
dengan
keinginan
pelanggan
sesungguhnya, kesenjangan antara pemberi layanan tentang jasa yang diberikan dan pandangan pelanggan terhadap jasa yang diterimanya.
30
Azwar A. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan ed 2. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal 40. 31 Gerson, F.G. 2002. Mengukur Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PPM. Hal 17. 46
Selain itu ada kesenjangan antara pandangan pemberi layanan dan pelanggan terhadap mutu pelayanan dengan kinerja pelayanan yang sesungguhnya. Terakhir, adalah kesenjangan antara janji pemberi layanan dengan pelayanan yang sebenernya. 4. Untuk mengecek peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan sesuai dengan harapan pemberi layanan atau tidak. Pemberi layanan harus menetapkan standar yang sesuai dengan persepsi pelanggan, sehingga pemenuhan atau pelampauan standar itu menjadi indikator kepuasan pelanggan. 5. Agar terjadi peningkatan kinerja yang diikuti peningkatan laba. Peningkatan harga yang dikombinasikan dengan penurunan biaya (dari proses peningkatan mutu) akan memberikan profitabilitas yang baik. 6. Untuk mempelajari bagaimana melakukan dan apa yang harus dilakukan kemudian, hal ini merupakan alasan terpenting dari semua alasan, karena walaupun kita tahu kesenjangan yang ada dan cara mengatasinya, apa yang menjadi harapan dan keinginan pelanggan, tetapi kita harus tahu bagaimana kita melakukannya saat ini. 7. Untuk menerapkan proses perbaikan yang berkesinambungan. Karena jika pemberi layanan tidak berusaha terus menerus meningkatkan pelayanan, maka pelanggan akan beralih ke pesaing.
47
Bagan 1.1 Alur Pelayanan Kartu Jakarta Sehat (KJS) 32:
Dalam gambar diatas dijelaskan bahwa alur bagaimana seorang pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam gambar tersebut pasien ada 2 gambaran bila mengalami sakit. Ada pasien yang berobat melalui puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit dan ada pasien yang secara emergency bisa dibawa ke rumah sakit terdekat. Dalam gambar diatas seorang pasien bisa mendapatkan perawatan langsung dari rumah sakit bila orang tersebut memang harus ditangani secara cepat. Namun, bila seseorang tidak mengalami emergency seseorang yang sakit tersebut harus melewati puskesmas dan bila memang wajib untuk mendapatkan rujukan maka akan diberikan surat rujukan oleh puskesmas untuk bisa mendapatkan pelayanan ke rumah sakit dengan menggunakan Kartu Jakarta Sehat (KJS).
32
http://ahok.org/berita/news/alur-penggunaan-kartu-jakarta-sehat/ diakses pada 26 februari 2015/pukul 17:00 . Hal 7. 48
Persyaratan yang harus dibawa saat berobat di Puskesmas antara lain Kartu Jakarta Sehat atau Kartu Gakin/Kartu Jamkesda serta bagi yang belum memiliki KJS, dapat menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta. Persyaratan Pasien berobat gratis di Rumah Sakit antara lain (1) Wajib membawa surat rujukan dari Puskesmas, (2)Kartu Jakarta Sehat / Kartu Jamkesda / Kartu Gakin, (3) Bagi yang tidak memiliki Kartu Jakarta Sehat (KJS) cukup menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga Provinsi DKI Jakarta. Unit Gawat Darurat di Rumah sakit dikhususkan untuk menerima kasus-kasus emergency, untuk penentuan rawat inap pasien UGD dirawat ditentukan oleh Dokter yang merawat. Serta pasien UGD tidak perlu rawat inap tetap dilayani (Life Saving) kemudian diarahkan kembali ke Puskesmas jika obat habis. Tujuan dari pengimplementasian Kartu Jakarta Sehat (KJS), ingin memberikan jaminan pemiliharaan kesehatan bagi penduduk Provinsi DKI Jakarta khususnya bagi masyarakat miskin dan kurang mampu secara gratis dengan sistem rujukan berjenjang. Dengan adanya Kartu Jakarta Sehat Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan pembenahan dalam bidang kesehatan. Terbukti dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu secara gratis, dan pelayanan kesehatan juga diperluas dengan bukan rumah sakit pemerintah/daerah saja yang memberikan pelayanan tetapi Pemprov DKI Jakarta juga mengikutsertakan rumah sakit swasta dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kartu Jakarta Sehat (KJS) adalah suatu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah DKI Jakarta berdasarkan peraturan Gubernur Nomor 187 tahun 2012
49
tentang pembebasan biaya pelayanan kesehatan. Pergub tersebut ditetapkan oleh Gubernuh joko widodo pada tanggal 9 November 2012. Dalam pasal 6 disebutkan bahwa masyarakat yang dapat menerima pembebasan biaya pelayanan kesehatan adalah penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta. Adapun tujuan dari Pergub Nomor 187 tahun 2012 adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. b. Meningkatkan kepastian pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada fasilitas pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan tertib pelayanan kepada masyarakat pada fasilitas kesehatan. Yang dimaksud dengan pembebasan biaya adalah mencangkup biaya administrasi, biaya pelayanan medis dan biaya asuhan keperawatan. Adapun pembiayaan untuk klaim Kartu Jakarta Sehat akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pembebasan biaya Kartu Jakarta Sehat berlaku pada unit-unit: a. Puskesmas Kelurahan b. Puskesmas Kecamatan c. RSUD/RSKD d. RS yang bekerjasama dengan dinas kesehatan DKI Jakarta e. Pelayanan Ambulans f. Pelayanan PMI
50
Kartu Jakarta Sehat (KJS) ini dapat diperoleh melalui Rukun Tetangga (RT) ataupun Rukun Warga (RW) di tempat warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk DKI berdomisili ataupun langsung ke puskesmas terdekat. Pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dalam launching KJS, 2012, ada sedikitnya 3 perbedaan antara kartu terdahulu, yaitu Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan KJS. Pertama, KJS menggunakan manajement keuangan dengan belling system yang terpantau dan terkendali dengan baik. Kedua, KJS menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan riwayat kesehatan warga. Sehingga setiap kali berobat ke Puskesmas maupun ke Rumah Sakit, kedua instansi ini langsung mendapatkan data dan rekam medis pasien. Sehingga memudahkan petugas medis memberikan penanganan perawatan yang tepat bagi pasien tersebut. Perbedaan ketiga, adalah cara mendapatkan KJS jauh lebih mudah dibandingkan Jamkesda. Warga hanya datang kepada ketua RT maupun Ketua RW di tempat tinggalnya atau langsung mendapatkannya dari puskesmas, tanpa ada syarat administrasi yang menyulitkan warga, serta tidak melewati prosedur tahapan atau birokrasi panjang. Syaratnya hanya satu, yaitu mempunyai Kartu Tanda Penduduk DKI Jakarta, maka akan mendapatkan Kartu Jakarta Sehat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjamin sistem Kartu Jakarta Sehat (KJS) lebih baik dan lebih teratur dibandingkan dengan sistem Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dilakukan masa pemerintahan sebelumnya.
51
Menurut azwar33, pemanfaatan pelayanan kesehatan juga dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi. Apabila tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonominya relatif baik, maka pemanfaatan pelayanan kesehatannya pun lebih tinggi. Ada pula teori menurut J.Hanlon sebagaimana
dikutip
Syaer34,
bahwa
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
dipengaruhi oleh : a. Tersediannya sumber daya b. Pendapatan keluarga c. Jarak tempat tinggal dari pusat pelayanan d. Persepsi sehat dari penerima dan pemberi pelayanan Upaya pencarian pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan gambaran perilaku pola pemanfaatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang dapat menggambarkan tingkat pengetahuan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pemanfaatan kesehatan dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator, diantaranya kunjungan perhari buka layanan dan frekuensi kunjungan pasien. Banyak faktor yang berperan dalam hal penggunaan fasilitas kesehatan. Faktor tersebut dikelompokan dalam dua kelompok yaitu yang berasal dari fasilitas kesehatan itu sendiri dan faktor yang berasal dari masyarakat.
33
Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal 40. 34 Syaer. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Menjaci Pengobatan. Syehaceh.wordpress.com/. Hal 5. 52
1.
Dari segi penyelenggaraan layanan kesehatan: Faktor yang berasal dari penyelenggaraan layanan kesehatan adalah faktor tenaga, perilaku petugas, program pelayanan, letak fasilitas kesehatan dan sumber daya yang tersedia. a. Faktor Tenaga Faktor tenaga sangat menentukan terlaksananya suatu program yang ada di fasilitas kesehatan. Pada saat ini hampir semua puskesmas dan rumah sakit kekurangan tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Selain jumlahnya kurang, mutunya pun sering dikeluhkan masyarakat.35 b. Perilaku petugas Perilaku petugas yang baik dan ramah dalam memberikan layanan
kepada
masyarakat,
akan
membuat
masyarakat
cenderung memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam pemeliharaan kesehatannya. Perilaku petugas kesehatan merupakan salah satu faktor dalam meningkatkan mutu pelayanan.36 c. Program pelayanan Dalam sistem kesehatan masyarakat disebut bahwa upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dan dikembangkan meliputi: kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). 35
Broto, Wasisto Dalam Syaer. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Menjadi Pengobatan. Hal 45. 36 Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal 40. 53
d. Letak fasilitas kesehatan Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik maupun secara psikologis, tentu tidak mudah dicapai. Jarak dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ke pusat layanan kesehatan, makin dekat tempat tinggal dari pelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak rumah dari tempat atau pusat pelayanan kesehatan maka makin kecil pula jumlah kunjungan ke pusat pelayanan tersebut. e. Sumber daya yang tersedia Sumber daya yang tersedia sangat mendukung terlaksananya program yang ada di fasilitas kesehatan tersebut. Pengembangan tenaga dapat merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, keterampilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang di berikan kepadanya.37 2.
Dari segi masyarakat Faktor yang berasal dari masyarakat dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut antara lain, pendidikan, penghasilan dan jarak. a. Pendidikan
37
Broto, Wasisto Dalam Syaer. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Menjaci Pengobatan. Hal 45. 54
Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta untuk memudahkan bagi seseorang menerima pengetahuan sikap dan perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal peenah diperoleh seseorang akan meningkatkan daya nalar seseorang dan cara untuk memudahkan seseorang dalam menerima motivasi. b. Penghasilan Tingkat
penghasilan
yang
memadai
akan
memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan, memeriksa diri, serta menebus obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transpor yang dimiliki. Jadi dengan tingkat penghasilan yang memadai dapat diharapkan penderita akan berobat secara teratur walaupun jarak tempat pelayanan kesehatan jauh. c. Waktu Segi waktu juga merupakan hal yang penting dalam permintaan pelayanan apalagi bila dikaitkan dengan waktu yang hilang dalam mencari nafkah atau berkurangnya jam kerja. Lama waktu yang digunakan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dapat berarti kehilangan dalam segi pendapatan (time cost). Waktu cenderung
mengurangi
permintaan
terhadap
pemanfaatan
fasilitas kesehatan.
55
d. Jarak Sulitnya pelayanan kesehatan yang dicapai secara fisik menentukan permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak fisik adalah jarak antara tempat tinggalnya dengan fasilitas kesehatan. Hal ini juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam memanfaakan pelayanan kesehatan. Makin dekat jarak ke pusat layanan kesehatan, makin besar pula kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan.38 Untuk dapat lebih meningkatkan utlisasi/ pemanfaatan fasilitas kesehatan, dalam hal ini rumah sakit, maka diperlukan analisis berbagai faktor yang menyebabkan, sehingga dapat dibuat suatu perencanaan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Perlu dicari informasi mengenai apa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat pengguna jasa. Pelayanan yang berkualitas adalah hal penting yang diinginkan oleh masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan. Adapaun mutu pelayanan kesehatan di sarana kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat dan alat kesehatan serta proses pemberian layanan39. Sedangkan menurut Azwar40 mutu pelayanan kesehatan adalah terpenuhinya kebutuhan masyarakat atau individu sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efesien,
38
Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal 40. 39 Bustami.2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabiitasnya. Jakarta. Erlangga. Hal 51 40 Azwar A. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan ed 2. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Hal 40. 56
efektif dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat, serta dilakukan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma dan etika. 1.9 Framework Pada studi tentang kepuasan pelayanan dalam implementasi program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin maka perlu diperhatikan ukuran-ukuran yang didasarkan pada karakteristik pasien yang terdaftar sebagai pengguna kebijakan dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit maupun yang dirasakan oleh pasien. Berdasarkan diskusi teori di atas, maka peneliti akan melihat aspek-aspek berikut untuk menjawab rumusan masalah mengenai kepuasan masyrakat miskin terhadap implementasi pelayanan Kartu Jakarta Sehat di Rumah Sakit.
57