BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan (Kemenkes RI, 2011). Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, berdampak kepada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional, resiko bayi berat lahir rendah pada ibu dengan malaria, dampak ekonomi disebabkan kehilangan waktu bekerja, biaya pengobatan sampai terjadinya penurunan tingkat kecerdasan dan produktivitas kerja serta menurunnya kunjungan wisatawan. Penyebaran Malaria disebabkan berbagai faktor yang komplek seperti perubahan lingkungan, vektor, sosial budaya masyarakat, resistensi obat dan akses pelayanan kesehatan (Kemenkes RI,2011). Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar
100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut. Malaria merupakan salah satu penyakit yang menjadi bagian komitmen global MDGs (Millenium Development Gools) yaitu: “mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015”. MDGs memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria (Eliminasi Malaria) sampai tahun 2030, dengan menurunnya kasus malaria positif (API= Annual Parasit Incidence) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Tujuan khusus yaitu semua kabupaten/kota mampu melaksanakan pemeriksaan sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan tepat dan terjangkau dengan ACT (Arthemisinin based Combination Therapy). Data API malaria tahun 2010 adalah 1,96 ‰, API tahun 2011 adalah 1,75 ‰, API tahun 2012 adalah1,5 ‰ dan API tahun 2013 adalah 1,25 ‰ (Kemenkes RI, 2011). Upaya pemberantasan malaria di Indonesia seperti pendirian Malaria Center di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara oleh Presiden RI pada tanggal 7 Mei 2008. Hari Malaria Sedunia di Halmahera tanggal 25 April 2009
bertema ”Menuju Indonesia Bebas Malaria”. Kegiatan-kegiatan penanggulangan penyakit malaria oleh Kantor Malaria Center di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara menuju Indonesia bebas malaria dilaksanakan dengan berbagai cara seperti: pendistribusian obat malaria, kelambu ke daerah endemis dan berbagai media campaign, talkshow interaktif melalui TV dan Seminar Klinis. Kegiatan-kegiatan di Kantor Malaria Center di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara diatas memperlihatkan bahwa faktor komunikasi, faktor strategi dan faktor sarana/prasarana sangat efektif dalam penanggulangan penyakit malaria (Kemenkes RI, 2011). Propinsi Sumatera Utara rawan terhadap malaria yang ditularkan oleh nyamuk anopheles, tercatat sebanyak 67.314 warga positif terkena penyakit malaria. Hal tersebut diketahui setelah dilakukan pemeriksaan spesimen darah dengan menggunakan mikroskop sebanyak 38.380 jiwa dan Rapid Disease Test (RDT) sebanyak 28.961 jiwa dari pemeriksaan malaria klinis sebanyak 88.165 jiwa. Terdapat 453 ibu hamil yang terkena malaria dan terancam mengalami keguguran. Pulau Sumatera menargetkan melakukan eliminasi malaria tahun 2020 (Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2013). Berdasarkan profil Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012 diperoleh bahwa kasus malaria positif di Kabupaten Mandailing Natal sebanyak 7.696 kasus dan API sebesar 19,2 ‰.Sedangkan target API tahun 2012 adalah 15‰ sedangkan tahun 2016, target API 3‰. Berdasarkan pemantauan jentik, banyak daerah yang terdapat vektor malaria, sehingga menjadi
faktor pendorong tingginya penularan ataupun angka kejadian penyakit malaria. Beberapa survei sediaan darah yang dilaksanakan, daerah yang belum menjadi prioritas penanggulangan malaria ternyata memiliki penderita positif yang cukup tinggi. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa seluruh Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal merata dalam hal penularan penyakit malaria. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pusat Penanggulangan Malaria sepertinya belum terlalu besar pengaruhnya dalam upaya penanggulangan malaria, hal tersebut tentunya disebabkan masih terbatasnya kegiatan seperti pengadaan kelambu yang sangat terbatas, penyemprotan yang masih mencakup sedikit desa/ kelurahan. Masalah ini karena kurangnya komunikasi antara petugas Kantor Pusat Penanggulangan Malaria dengan masyarakat, kurangnya strategi dalam pencarian penderita dan kurangnya sarana dan prasarana dalam penemuan dan pengobatan penderita malaria. Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal dibentuk melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Balai Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal. Perda tersebut telah diubah beberapa kali, yaitu Perda Kabupaten Mandailing Natal No. 41 tahun 2007 tentang Perubahan Balai Pusat Penanggulangan Malaria menjadi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria. Pada Tahun 2008, diterbitkan Perda No. 17 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tujuan Pokok dan Fungsi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria. Pendirian Kantor Pusat Penanggulangan Malaria bertujuan untuk dapat menuntaskan permasalahan malaria dalam rentang
waktu tertentu dengan konsep penanggulangan yang terpadu, terpusat, terencana dan terarah yang berdasarkan pada kegiatan-kegiatan ilmiah objektif dan transparan. Ide pembentukan Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal dicetuskan oleh Program Malaria Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Ide tersebut langsung ditindaklanjuti dengan dukungan instruksi Gubernur Tahun 2007 tentang Pembentukan Pusat Pengendalian Malaria (Malaria Center) di wilayah Propinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara selanjutnya melakukan advokasi ke Bupati/Walikota se-Propinsi Sumatera Utara untuk setiap Kabupaten/Kota dapat membentuk Kantor Pusat Penanggulangan Malaria dalam upaya memperkuat sistem pengendalian malaria di Sumatera Utara. Fungsi Kantor Pusat Penanggulangan Malaria di Kabupaten Mandailing Natal dari sejak dikeluarkannya SK Bupati hingga sekarang dalam penanggulangan penyakit malaria belum efektif. Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2009, ada tiga program yang belum mencapai target dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yaitu komunikasi (72%), sarana/prasarana (99,99%) dan strategi penyediaan obat dan perbekalan kesehatan (99,99%), sementara target yang hendak dicapai oleh masing-masing program adalah 100%.
Berdasarkan Laporan LAKIP Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2010, ada dua program yang belum mencapai target dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yaitu komunikasi (84%) dan strategi dalam penyediaan padat karya penanggulangan malaria (97%), sementara target yang hendak dicapai oleh masing-masing program adalah 100%. Berdasarkan Laporan LAKIP Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011, ada satu program belum mencapai target dalam
penanggulangan
penyakit
malaria
di
wilayah
kerja
Kantor
Pusat
Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yaitu penyemprotan di daerah endemis malaria (90%), dimana target yang hendak dicapai adalah 100%. Berdasarkan Laporan LAKIP Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2012, ada tiga program yang belum mencapai target dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yaitu penurunan angka kesakitan malaria (85%) dan penurunan daerah endemis malaria nihil kecamatan dari target 2 Kecamatan,serta pendeteksian jenis dan tempat hidup nyamuk malaria serta pengetahuan masyarakat terhadap malaria hanya 10 % dari target yang harusnya dicapai yaitu 50%. Berdasarkan Laporan LAKIP Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013, ada dua program yang belum mencapai target dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Kantor Pusat
Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal yaitu penurunan daerah endemis malaria nihil kecamatan padahal target adalah 2 kecamatan serta pendeteksian jenis dan tempat hidup nyamuk malaria serta pengetahuan masyarakat terhadap malaria hanya 50 % dari target yang harusnya dicapai yaitu 60%. Program penanggulangan penyakit malaria di Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal belum efektif karena: 1. API Kabupaten Mandailing Natal masih sangat tinggi, yaitu 19,2 per 1000 penduduk pada tahun 2012. Masih sangat jauh jika dibandingkan target API 3 per 1000 penduduk pada tahun 2016, atau belum mencapai target pada tahun 2012 sebesar 15 per 1000 penduduk. 2. Berdasarkan pemantauan jentik, banyak daerah yang terdapat vektor malaria. Hal tersebut akan menjadi faktor pendorong tingginya penularan ataupun angka kejadian penyakit malaria. 3. Beberapa survey sediaan darah yang dilaksanakan, daerah yang belum menjadi prioritas penanggulangan malaria ternyata memiliki penderita positif yang cukup tinggi. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal merata dalam hal penularan penyakit malaria. 4. Upaya – upaya yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pusat Penanggulangan Malaria sepertinya belum terlalu besar pengaruhnya dalam upaya penanggulangan malaria, hal tersebut tentunya disebabkan masih terbatasnya kegiatan seperti pengadaan kelambu yang sangat terbatas, penyemprotan yang masih mencakup
sedikit desa/kelurahan, ketersediaan obat, dan sosisalisasi yang kurang terhadap masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap malaria.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : “ Belum tercapainya target program penanggulangan
malaria di Kantor Pusat Penanggulangan Malaria
Kabupaten Mandailing Natal.”
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui unsur-unsur yang efektif untuk mencapai target dalam program penanggulangan malaria di Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Kabupaten Mandailing Natal.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat: a.
Bagi Petugas Kantor Pusat Penanggulangan Malaria Sebagai masukan bagi petugas Kantor Pusat Penanggulangan Malaria di Kabupaten Mandailing Natal dalam mengkampanyekan Program Gebrak Malaria.
b.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Sebagai bahan informasi dan pertimbangan program pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria dalam pencapaian target MDGs.
c.
Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya dibidang pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria.