15
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang dimulai tahun 1997 hingga beberapa tahun terakhir mengakibatkan banyak kerugian, hal ini cepat atau lambat akan berkembang menjadi krisis multidimensional, krisis ini menghadapi situasi dimana bangsa dan negeri kita dewasa ini sedang dilanda oleh beranekaragam pertentangan besar maupun kecil dan berbagai keruwetan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebobrokan moral. Hal ini terbukti dengan banyaknya usaha yang bangkrut dan meninggalkan tidak sedikit sumber daya manusia yang menganggur. Ditengah berbagai tantangan dan hambatan tersebut salah satu bagian penting dan juga sebagai tonggak perekonomian Indonesia adalah usaha mikro kecil dan menengah atau biasa disebut UMKM yang justru memiliki daya tahan terhadap krisis ekonomi tersebut dan menjadi penyangga kehidupan suatu negara juga daerah termasuk Indonesia. Dalam perkembangan perekonomian Indonesia, terdapat banyak usaha yang berkembang dalam masyarakat, dari usaha yang bernilai tinggi hingga usaha kecil dan menengah. Bakrie (2013) menyatakan bahwabesarnya kontribusi UMKM dalam menopang kemakmuran
dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia,
jumlah
UMKM lebih dari 99% dari total keseluruhan perusahaan di Indonesia. Total tenaga kerja yang diserap mencapai 97%.Dalam beberapa kali krisis ekonomi,
16
UMKM menjadi sumber ketahanan yang terbukti dapat menjadi bantal peredam perekonomian Indonesia. UMKM juga mampu menciptakan pemerataan ekonomi. Karena itu sangat layak kita mengharapkan UMKM dapat terus memainkan perannya dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan kemakmuran bangsa (Bakrie, 2013). Semakin berkembangnya suatu usaha, semakin besar modal yang dibutuhkan, salah satunya yaitu yang berasal dari pinjaman modal dari pihak perbankan ataupun lembaga keuangan lainnya, namun tak lepas dari kendala dan hambatan yang dialami suatu UMKM terhadap pinjaman modal tersebut, salah satu kendala yang dialami oleh pengusaha pengusaha UMKM adalah kesulitan terhadap akses ke perbankan, karena persyaratan yang harus dipenuhi seperti laporan keuangan entitas di berbagai negara memiliki kewajiban untuk melaporkan kondisi keuangannya, laporan keuangan ditujukan kepada pemerintah terkait pelaporan pajaknya, kreditur dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan aruskas perusahaan yang juga bermanfaat bagi para pengguna dalam rangka pembuatan keputusan ekonomi. Salam (2010) menyatakan bahwa Laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan sebagai satu kesatuan dari bagian yang tidak dipisahkan dari masing- masing laporan keuangan itu sendiri dianggap sulit diterapkan bagi entitas kecil dan menengah.
17
Praktek akuntansi, khususnya akuntansi keuangan pada UMKM di Indonesia masih rendah dan memiliki banyak kelemahan Wahdini (2006) dalam Salam (2010). Kelemahan itu, antara lain disebabkan rendahnya pendidikan, kurangnya pemahaman terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dari manajer pemilik dan karena tidak adanya peraturan yang mewajibkan penyusunan laporan keuangan bagi UMKM. Hal ini juga membuktikan bahwa perusahaan kecil di Indonesia cenderung untuk memilih normal perhitungan (tanpa menyusun laporan keuangan) sebagai dasar penghitungan pajak. Karena, biaya yang dikeluarkan untuk menyusun laporan keuangan jauh lebih besar daripada kelebihan pajak yang harus dibayar. Untuk dapat memudahkan memahami laporan keuangan, maka dibutuhkan suatu standar yang digunakan oleh para pengguna laporan keuangan sejauh mana sumber daya yang dipercayakan digunakan dan dikelola secara baik. Menghadapi masalah terkait, International Accounting Standard Board (IASB) selaku badan yang berwenang dalam pengembangan ilmu akuntansi, akhirnya membuat standar untuk UMKM yaitu yang kemudian dinamakanInternational Financial Reporting Standardfor Small Medium Entities(IFRS For SMEs) Salam (2010) . Kemudian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui dewan standar akuntansi keuangan (DSAK) telah menerbitkan pelaporan keuangan bagi UMKM yang kemudian dinamakan SAK ETAP pada tanggal 17 juli 2009 dan berlaku efektif 1 januari 2011. Diperlukan SAK ETAP ini karena Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang mengadopsi IFRS terlalu kompleks jika untuk diterapkan oleh UMKM di
18
Indonesia.” Oleh Karena itu, SAK-ETAP dianggap cocok untuk karakter bisnis UMKM khususnya di Indonesia. Memang pada mulanya SAK-ETAP diusulkan untuk mengikuti “IFRS for SMEs”,namun setelah dikaji ternyata tidak sederhana bagi
perusahaan
kecil
menengah
di
Indonesia.
SAK-ETAP
memiliki
beberapa karakteristik yaitu berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAKUMUM, menggunakan historical cost, hanya mengatur transaksi umum yang terjadi pada ETAP, lebih sederhana, dan tidak berubah dalam beberapa tahun ke depan. Diterbitkannya standar ini bertujuan untuk diimplementasikan dan dikembangkan sebagai langkah awal menjadi standar yang diterima umum. Fitakhurrokhmah (2013) menyatakan bahwa sejak diberlakukannya SAK ETAP bagi bank perkreditan rakyat (BPR) maka persepi dari berbagai pihakmuncul sebagai tanggapan atas tingkat efektivitas, efisiensi, tingkat kemudahan maupunkegunaan (kebermanfaatan) adanya standar yang baru. Apabila SAKETAP ini telah berlaku efektif, maka perusahaan kecil seperti UMKM tidak perlu membuat laporan keuangan dengan menggunakan SAK UMUM yang berlaku. Dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk perusahaan dibandingkan dengan SAK UMUM dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Perbedaan secara kasat mata dapat dilihat dari ketebalan SAK-ETAP yang hanya sekitar seratus halaman dengan menyajikan 30 bab. Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP maka standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan tidak menerbitkan
19
laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. pengguna eksternal disini adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit. Beberapa penelitian telah melaporkan hasil penelitian tentang penerapan akuntansi berdasarkan SAK ETAP dan persepsi tentang SAK ETAP. Auliyah(2012) menyatakan bahwa kehadiran Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau lebih dikenal dengan (SAK ETAP) diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk UMKM dalam menyajikan laporan keuangan, SAK ETAP juga diharapkan menjadi solusi permasalahan internal perusahaan, terutama bagi manajemen yang hanya melihat hasil laba yang diperoleh tanpa melihat kondisi keuangan yang sebenarnya. Salam (2010) menyatakan bahwa dengan munculnya SAK ETAP ini diharapkan entitas-entitas bisnis yangtidak terdaftar dalam pasar modal dapat mengaplikasikannya sebagai standar akuntansi bagi entitas mereka. Hal ini merupakan langkah awal untuk mensosialisasikan SAK ETAP yang kemudian diproyeksikan untuk menjadi Standar akuntansi yang berterima umum di Indonesia. Disisi lain, mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan di masa depan yang sedang disiapkan melalui proses belajar dalam perkuliahan di nilai harus dapat menghadapi tantangan dan peluang dalam dunia kerja, mahasiswa di tuntut dapat mempersiapkan sedini mungkin untuk menghadapi masalah yang berkembang dalam profesinya (Mufdholi, 2010).
20
Persepsi
mahasiswa
akuntansi
sebagian
besar
dipengaruhi
oleh
lingkungannya yaitu dunia perkuliahan, untuk itu peranan akuntan pendidik dalam mendidik mahasiswa akuntansi memegang andil yang sangat penting dalam memberikan pemahamannya, agar persepsi mahasiswa tidak menyimpang, karena itu para akuntan pendidik seharusnya memberikan persepsi yang positif tentang lingkungan kerja (Mufdholi, 2010). Dengan kata lain dilihat di sisi lain mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan mengenal SAK ETAP secara keseluruhan dan juga dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja, namun dari kacamata akuntan pendidik mahasiswa hanya di kenalkan terhadap apa itu SAK ETAP dan masih dalam proses sosialisasi, tanpa diberikan gambaran kasus ataupun permasalahan untuk diselesaikan. Dari gambaran di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana pandangan akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap keberadaan SAK ETAP dengan mengetahui persepsi akuntan publik dan akuntan pendidik serta mahasiswa akuntansi yang dijabarkan dalam judul penelitian : “ Persepsi Akuntan Publik dan Akuntan Pendidik Serta Mahasiswa Akuntansi Terhadap Ekspektasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) ” . 1.2
Rumusan Masalah Indriantoro dan Supomo (1999 : 49) menyatakan bahwa perumusan masalah
atau pertanyaan penelitian merupakan tahap akhir dari penemuan setelah peneliti memilih bidang dan pokok masalah yang diteliti. Kriteria penelitian yang baik menghendaki rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang jelas dan tidak
21
ambiguitas. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti menetapkan rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dan akuntan pendidik terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP)?
2
Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan publik dan mahasiswa akuntansi terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP)?
3
Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP)?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan rumusan dari apa yang hendak dicapai oleh
peneliti dalam penelitiannya (Soewadji, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut peneliti menetapkan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perbedaan persepsi akuntan publik dan akuntan pendidik terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP). 2. Untuk mengetahui perbedaan persepsi akuntan publik dan mahasiswa akuntansi terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP).
22
3. Untuk mengetahui perbedaan persepsi akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terhadap ekspektasi standar akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP). 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat membantu untuk memperoleh suatu jawaban atas
pertanyaan dalam rumusan masalah yang terkait dari segi akademik, segi praktis, dan segi penelitian lanjutan. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kontribusi Praktis Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan bahan pertimbangan kepada masyarakat umum dan pengguna standar SAK ETAP,
terkait dengan pengembangnan SAK
ETAP
yang akan
diproyeksikan ekspektasinya dikalangan akuntan publik, ak untan pendidik dan mahasiswa akuntansi. 2. Kontribusi Teoretis 1. Memberikan sumbangsih pada dunia pendidikan terutama pengetahuan yang berkaitan dengan SAK ETAP. 2. Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai standar akuntansi, terutama SAK ETAP. 3. Sebagai referensi pembaca atau penelitian selanjutnya.
23
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yaitu suatu batasan studi yang menjelaskan fokus penelitian agar tujuan penelitian dapat dicapai. Dengan demikian, supaya penelitian yang dilakukan lebih terfokus dan terarah maka penelitian ini dibatasi oleh subyek maupun obyek penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi. Sedangkan obyek dalam penelitian ini yaitu Persepsi para akuntan publik, akuntan pendidik dan mahasiswa akuntansi terkait ekspektasi SAK ETAP , sehingga dapat mengetahui perbedaan persepsi antara akuntan publik dengan akuntan pendidik, akuntan publik dengan mahasiswa akuntansi dan akuntan pendidik dengan mahasiswa akuntansi.