BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejak tahun 1957, Soeharto memprakasai PKBI (Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia) dan pelaksanaannya masih tersembunyi. Tahun demi tahun perkumpulan ini kemudian dikembangkan hingga menjadi sebuah badan resmi pemerintah. Meskipun telah dilakukan pengembangan program keluarga berencana secara terus-menerus namun sampai saat ini kita masih menghadapi masalah kependudukan yang belum banyak berbeda dengan kondisi tahun 1970 (Meilani dkk, 2010). Berdasarkan data Penduduk Indonesia 2010, jumlah penduduk di Indonesia berada di angka 237.641.326 jiwa, semakin jauh lebih banyak dibanding tahun 1971 dengan angka 119.208.229 jiwa (BPS, 2010). Bahkan tahun 2013 Angka fantastis tersebut menempatkan Indonesia pada posisi keempat dengan penduduk terbanyak di dunia. Tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) menempatkan Sumatera Utara pada posisi keempat provinsi dengan penduduk terbanyak di Indonesia, yang berjumlah ±12,9 juta jiwa setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jumlah penduduk di Kabupaten Nias tahun 2011 tercatat 128.434 jiwa. Bahkan tahun 2011, jumlah penduduk di Sumatera Utara meningkat menjadi 13.254.682 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kemenkes RI: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Badan PPSDMK,Pusat Data dan Informasi, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Angka – angkayang begitu tinggi tersebut layak menjadi perhatian pemerintah. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk ini melalui program Keluarga Berencana (KB). Menurut BKKBN (2004), Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengontrol jumlah dan jarak kelahiran anak, untuk menghindari kehamilan yang bersifat sementara dengan menggunakan kontrasepsisedangkan untuk menghindari kehamilan yang sifatnya menetap yang bisa dilakukan dengan cara sterilisasi, dan aborsi digunakan untuk mengakhiri kehamilan jika terjadi kegagalan kontrasepsi. Akseptor Keluarga Berencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang sedang menggunakan salah satu metode atau alat kontrasepsi (BKKBN, 1995). Sejak ditetapkannya BKKBN menjadi organisasi resmi pemerintah sebagai pelaksana dan pengelola program KB nasional sampai dengan saat ini, BKKBN sukses melaksanakan programnya pada tahun 1980 – 1990, dan sempat menjadikan Indonesia sebagai kiblat dunia internasional dalam pengelolaan KB. Namun terjadi penurunan citra dan BKKBN nyaris tidak terdengar lagi kiprahnya (Meilani dkk, 2010). Hal ini disebabkan adanya demokrasi dan kebebasan dalam menetukan jumlah anak. Nurannisa (2009) dalam Meilani dkk (2010) menuliskan bahwa program KB untuk mensejahterakan bangsa bukan tugas pemerintah saja, tetapi seluruh elemen masyarakat, akademisi, agamawan, dan lain – lain. Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi, antara lain karena mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena pasangan yang
Universitas Sumatera Utara
menolak, alasan karena masalah agama, dan alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal (BKKBN, 2010 dalam Choiriah P., 2011). Sebenarnya untuk menjadi peserta atau akseptor KB tidak hanya diberlakukan untuk wanita saja. Program KB tidak bersifat diskriminatif., artinya laki – laki dan perempuan bisa menjadi akseptor KB. Tetapi masyarakat Indonesia masih belum lazim akan hal ini dan masih memiliki kesan bahwa hanya perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi untuk mensukseskan program KB. Padahal yang menjadi target utama BKKBN adalah Pasangan Usia Subur (PUS) (Meilani dkk, 2010). Berdasarkan hasil presurvey BKKBN pada tahun 2012, jumlah PUS di Indonesia ada 45.504.450. PUS yang menjadi peserta KB ada 32.773.343 (72,02 persen), sedangkan yang tidak ikut KB ada 12.731.107 (27,98 persen). Sumatera Utara, jumlah Pasangan Usia Subur sebanyak 2.156.758, pasangan yang menjadi peserta KB sebanyak 1.354.930 (62,84 persen). Sementara pasangan usia subur yang bukan peserta KB ada sebanyak 801.482 (37,16 persen) (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2013). Sedangkan di Kabupaten Nias, dari 23.749 Pasangan Usia Subur, peserta KB yang didata tahun 2013 hanya berjumlah 12.751 peserta. Dan secara khusus di Kecamatan Ulugawo Kabupaten Nias, jumlah Pasangan Usia Subur tercatat 1.826 pasangan. Dari jumlah PUS di kecamatan ini hanya ada 705 peserta KB atau 38,61 persen (Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh salah seorang petugas kesehatan di
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Kecamatan Ulugawo, dari 277 kepala keluarga di desa Holi hanya ada 96 pasangan yang menggunakan alat kontrasepsi atau 34,66 persen yang menjadi akseptor KB. Dari pernyataan salah seorang petugas kesehatan di Puskesmas Kecamatan Ulugawo, Kabupaten Nias, masyarakat setempat, termasuk masyarakat di desa Holi, masih belum paham pentingnya menjadi akseptor KB. Peneliti berasumsi adanya faktor – faktor yang mempengaruhi keluarga di wilayah Kecamatan Ulugawo tidak menjadi akseptor KB, terutama faktor pengetahuan yang semakin menciptakan keadaan keluarga tidak menjadi akseptor KB. Oleh karena itu, berdasarkan data - data tersebut, terlebih data di Kecamatan Ulugawo, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi keluarga di Kecamatan Ulugawo, Kabupaten Nias, tidak menjadi akseptor KB, secara khusus di desa Holi. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, adapun yang menjadi permasalahan
penelitian adalah faktor – faktor apakah yang mempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB di Desa Holi Kecamatan Ulugawo, Kabupaten Nias.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk menggambarkan faktor - faktor yang mempengaruhi keluarga tidak
menjadi akseptor KB di Kecamatan Ulugawo, Kabupaten Nias.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2 -
Tujuan Khusus Menggambarkan apakah faktor pengetahuanmempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB.
-
Menggambarkan apakah faktorbudaya mempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB.
-
Menggambarkan apakah faktoragama mempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB.
-
Menggambarkan apakah faktorpenghasilan keluarga mempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB.
-
Menggambarkan apakah faktorpelayan kesehatan mempengaruhi keluarga tidak menjadi akseptor KB.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.2
Bagi Petugas Kesehatan Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi petugas kesehatan,
terutama perawat komunitas dan keluarga untuk melakukan pendekatan yang lebih efektif kepada keluarga dalam mengikuti program KB, sehingga visi BKKBN pun bisa tercapai. 1.4.3
Bagi Pendidikan Keperawatan Sebagai bahan pengajaran bagi mahasiswa keperawatan komunitas dan
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
1.4.4
Bagi Masyarakat Melalui penelitian ini ada perbaikan terhadap metode pendekatan oleh
petugas kesehatan, sehingga masyarakat, secara khusus keluarga dan Pasangan Usia Subur lebih terbuka dan mau mensukseskan program KB, dan kesejahteraan keluarga pun meningkat.
Universitas Sumatera Utara