BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konflik secara umum didefinisikan sebagai perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih. Konflik terjadi secara alami dan merupakan fenomena yang akan terjadi di dalam organisasi (Marquis & Huston, 2010). Konflik yang terjadi di dalam suatu organisasi terdiri dari berbagai bentuk seperti permusuhan, gangguan dalam berkomunikasi, perasaan saling tidak percaya, adanya sabotase, penggunaan kata-kata yang tidak sopan, dan pemaksaan (Kelly, 2006). Secara tradisional, konflik dianggap sebagai indikasi manajemen organisasi yang buruk, destruktif, dan dihindari. Namun, pada pertengahan abad ke dua puluh, konflik telah diterima secara pasif dan dipersepsikan sebagai hal yang normal dan diperkirakan akan terjadi. Perhatian difokuskan pada cara menyelesaikan konflik, bukan cara mencegahnya. Sehingga manajer dalam suatu organisasi tidak dapat lagi berespon terhadap konflik secara tradisional seperti menekan atau menghindari konflik karena cara ini tidak produktif (Marquis & Huston, 2010). Konflik diantara perawat sudah teridentifikasi sebagai salah satu permasalahan yang signifikan di seluruh dunia. Frekuensi konflik di antara perawat telah mengalami peningkatan di berbagai negara seperti Australia, Jepang, Kanada, dan Selandia Baru. Adanya konflik secara terus me nerus akan
Universitas Sumatera Utara
merusak suasana kerja dan berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan fisik dan psikologis, yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan koordinasi dan efisiensi dalam bekerja (Almost, 2006). Cara yang baik untuk menangani suatu konflik dalam suatu organisasi disebut manajemen konflik (Morrison, 2008). Manajemen konflik telah berkembang menjadi suatu sub-bagian dari perilaku organisasi (Hendel, Fish, & Galon, 2005). Manajemen konflik sudah dinilai setara dengan perencanaan, komunikasi, motivasi, dan pengambilan keputusan dalam organisasi (McElhaney, 1996). Konflik dalam suatu kelompok atau organisasi sudah dianggap memiliki keuntungan bagi indentitas, perkembangan, dan fungsi kelompok atau organisasi itu sendiri (Hendel et al., 2005). Konflik tidak baik maupun tidak buruk, bergantung pada cara konflik itu dikelola. Terlalu sedikit konflik akan mengakibatkan organisasi menjadi statis, sedangkan terlalu banyak konflik akan menurunkan efektivitas organisasi yang pada akhirnya akan melumpuhkan kerja pegawai (Marquis & Huston, 2010). Menggunakan model manajemen konflik yang tepat dalam pengambilan keputusan sehari-hari merupakan salah satu dari beberapa tantangan yang dihadapi oleh perawat manejer. Menangani konflik dengan efektif akan meningkatkan pertumbuhan personal dan sangat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada pasien. Pada zaman sekarang ini, suatu organisasi akan mencapai kesuksesan apabila pada organisasi itu terdapat pengembangan proses, budaya, dan perilaku yang mampu menangani konflik pada pegawai dan konsumen (Hendel et al., 2005).
Universitas Sumatera Utara
Manajemen konflik disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu berfokus pada diri sendiri dan berfokus pada orang lain (cocern for self dan concern for others). Kedua dimensi ini menggambarkan tentang kecenderungan motivasi yang dilakukan individu pada saat terjadinya suatu konflik. Dimensi berfokus pada diri sendiri menjelaskan tentang derajat (tinggi atau rendah) usaha seseorang untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri. Dimensi berfokus pada orang lain menjelaskan menjelaskan tentang derajat (tinggi atau rendah) usaha seseorang untuk memenuhi kepentingan orang lain. Kombinasi dari kedua dimensi ini menghasilkan
lima
gaya
manajemen
konflik,
yaitu
mengintegrasikan
(integrating), mengharuskan (obliging), mendominasi (dominating), menghindari (avoiding), dan berkompromi (compromising) (Rahim, 1983). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perawat manejer di rumah sakit masih lebih sering menggunakan cara menghindari (avoiding) sebagai metode penanganan konflik (Cavanagh, 1991). Hal ini berbeda dengan pernyataan Marquis dan Huston (2010) yang menyatakan bahwa perawat manajer tidak boleh lagi menggunakan cara menghindar untuk menangani konflik. Menurut Kelly (2006), menggunakan cara menghindar sebagai metode penanganan konflik tidak akan menghasilkan kesuksesan dalam menangani konflik, tapi hanya menunda konflik itu sendiri. Pemilihan gaya manajemen konflik dapat dipengaruhi oleh beberapa karakteristik demografi individu seperti umur, jenis kelamin, masa kerja, dan tingkat pendidikan. Perbedaan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan dalam menangani konflik (Almost, 2006). Hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian menunjukkan bahwa manejer laki-laki secara signifikan lebih sering menggunakan gaya dominating dibandingkan dengan perempuan (Thomas & Thomas, 2008). Perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi individu dalam menyelesaikan suatu tugas (Almost, 2006). Perbedaan tingkat pendidikan secara signifikan mempengaruhi pemilihan gaya manajemen konflik. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka gaya manajemen konflik yang paling sering digunakan adalah dominating (Al-Hamdan, Shukri, & Anthony, 2011). Demikian pula pada usia, perbedaan tingkat usia akan menjadikan perbedaan dalam memahami nilai dan kepercayaan, pengalaman hidup, dan sikap individu terhadap lingkungan kerja. Pada abad sekarang, usia tidak lagi membatasi seseorang untuk memegang suatu jabatan sehingga orang yang lebih muda bisa saja menjadi pimpinan orang yang lebih tua, sehingga adanya perbedaan asumsi, perspektif, dan ekspektasi dapat memicu terjadinya konflik (Almost, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan usia secara signifikan mempengaruhi pemilihan gaya manajemen konflik (Green, 2008). Pemilihan gaya manajemen konflik berbeda juga berdasarkan masa kerja pada suatu organisasi (Al-Hamdan et al., 2011; Green, 2008). Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan telah beroperasi sejak tahun 1991 dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pingadi Kota Medan telah diresmikan pada tahun 1930. Kedua rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A dan tipe B yang terbesar di Sumatera Utara, rumah sakit pendidikan, serta rumah sakit milik pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap dimulai tanggal 2 Mei 1992. Instalasi Rawat Inap terbagi dalam 2 gedung dengan jumlah tempat tidur sebanyak 650 tempat tidur, terdiri dari Rawat Inap Terpadu (Rindu) A terdiri dari 3 lantai dengan jumlah tempat tidur sebanyak 305 tempat tidur Rawat Inap Terpadu (Rindu) B terdiri dari 3 lantai dengan jumlah tempat tidur sebanyak 345 tempat tidur (rsuphadammalik.com). Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pingadi Kota Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan peletakan batu pertamanya pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Setelah sekian tahun beroperasi masih sangat sedikit penelitian mengenai gaya manajemen konflik yang dilakukan pada kepala ruangan di kedua rumah sakit tersebut.
1.2. Permasalahan 1.2.1.
Bagaimanakah gaya manajemen konflik yang digunakan oleh kepala ruangan di Rumah Sakit?
1.2.2.
Adakah perbedaan pemilihan gaya manajemen konflik berdasarkan karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, masa kerja, dan tingkat pendidikan) kepala ruangan di Rumah Sakit?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Untuk mengetahui gaya manajemen konflik yang digunakan oleh kepala ruangan di Rumah Sakit. 1.3.2. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan umur kepala ruangan rumah di Rumah Sakit. 1.3.3. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan di Rumah Sakit. 1.3.4. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan masa kerja kepala ruangan di Rumah Sakit. 1.3.5. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan di Rumah Sakit.
1.4. Hipotesis Hipotesis yang di uji pada penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yang terdiri dari: Ha 1:
Ada perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan umur kepala ruangan di Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara
Ha 2:
Ada perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan jenis kelamin
kepala ruangan di Rumah Sakit. Ha 3:
Ada perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing, avoiding, dan compromising berdasarkan masa kerja
kepala ruangan di Rumah Sakit. Ha 4:
Ada perbedaan gaya manajemen konflik integrating, obliging, dominataing,
avoiding,
dan
compromising
berdasarkan
tingkat
pendidikan kepala ruangan di Rumah Sakit.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk memahami gaya manajemen konflik pada kepala ruangan di Rumah Sakit.
1.5.2.
Hasil temuan penelitian ini dapat menambah pemahaman tentang pemahaman tentang perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan karakteristik kepala ruangan di Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara