1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada wilayah-wilayah potensial gerakan massa (m...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada wilayah-wilayah potensial gerakan massa (mass movement) di Indonesia. Elemen pemicu longsor yaitu curah hujan, lapisan kedap air dan lereng. Wilayah Indonesia merupakan bagian dari cincin api jajaran gunung api yang melingkari cekung samudra Pasifik dari Benua Amerika di timur Samudra Pasifik serta memiliki iklim tropis. Material vulkanik melalui proses alam melapuk menjadi tanah yang mudah bergerak (longsor) saat terjadi hujan lebat. Selain itu wilayah Indonesia merupakan pertemuan 3 lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik sehingga sering terjadi gempa bumi tektonik (Wuryanto, 2003). Potensi ini berakibat pada daerah perbukitan atau pegunungan dengan lereng curam mudah terjadi longsor. Menurut Wacano (2010) Kecamatan Samigaluh memiliki potensi 80 %-an kawasan rawan longsor kategori sedang dan tinggi. Kecamatan ini mayoritas berada pada landscape Sub DAS Tinalah sebagai aktivitas sistem hidrologis kawasan Daerah Aliran Sungsi (DAS). Sub DAS ini memiliki bentuk agak bulat sehingga aliran air menuju pada bagian pusat DAS. Bentuk DAS yang semakin kearah bulat menunjukkan bahwa limpasan permukaan (surface run off) semakin cepat terkumpul/ terkonsentrasi pada titik luaran (outlet) sehingga stok air DAS tersebut semakin besar (Paimin, 2009). Longsor di Sub DAS Tinalah dipicu curah
1
2
hujan yang tinggi > 2500 mm/th. Penggunaan lahan yang kompleks dan kepadatan penduduk yang tinggi. Kebutuhan lahan untuk aktivitas pertanian atau non pertanian memaksa penduduk tinggal di wilayah tersebut. Potensi longsoran di Sub DAS Tinalah memiliki berbagai tipe longsoran yaitu rayapan (creep) nendatan (slump), jatuhan batu (rock fall) dan longsoran (slide) (Gunadi, 2004). Pendekatan pengendalian tanah longsor dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan berbeda dengan pegendalian erosi permukaan, bahkan bertolak belakang. Pengendalian tanah longsor diupayakan air tidak terlalu banyak masuk ke dalam tanah yang bisa menjenuhi lapisan kedap air dan lapisan tanah sehingga berakibat meningkatnya kuat geser tanah. Sementara pengendalian erosi permukaan air harus masuk ke dalam tanah (infiltrasi) sebanyak mungkin untuk mengurangi energi kinetik pengikisan tanah dan pengangkutan partikel tanah oleh run off (Paimin, 2009). Penelitian tanah longsor di Indonesia masih terbatas pada konsep kerawanan longsor dengan pengembangan model analisis tertentu, belum sepenuhnya sebagai upaya tindakan rehabilitasi lahan untuk mencegah bencana longsoran akan datang. Hal ini karena tanah longsor bersifat tidak pasti terjadinya, bentuk atau tipe longsor dan akibatnya belum mampu diprediksi. Penelitian dengan pendekatan kasus-kasus longsor sebelumnya dapat dimanfaatkan untuk menduga potensi longsoran wilayah catchment area. Penalaran berbasis kasus ini diprediksi dengan kecerdasan buatan sistem pakar melalui manajemen pengetahuan (knowledge management) oleh pengambil keputusan (decision makers). Konteks rehabilitasi kawasan rawan longsor, knowledge management
3
bertujuan untuk meningkatkan kinerja mitigasi pra-bencana melalui komunikasi dan meningkatkan ilmu pengetahuan dalam upaya pengelolaan DAS. Prinsip Cases Based Reasoning (CBR) digunakan sebagai salah satu teknik penalaran komputer berbasis kecerdasan buatan yang dapat diaplikasikan untuk pengambilan keputusan seperti diagnosis, prediksi, penilaian, kendali proses dan perancangan (Watson, 1997 dalam Soeprijadi 2012). CBR mengupayakan pengetahuan spesifik dari pengetahuan sebelumnya atau situasi permasalahan (kasus) yang konkrit. Permasalahan baru diselesaikan dengan cara menerapkan solusi dari kasus sebelumnya yang serupa. Selaian itu CBR memberikan penerapan pembelajaran berkelanjutan dengan perbaikan bertahap berupa pengalaman baru dipertahankan ketika problem bisa diselesaikan dan disiapkan untuk menangani kasus berikutnya. Fenomena bencana tanah longsor yang beragam menumbuhkan beberapa situasi yang mendorong diterapkan CBR sebagai upaya pra-mitigasi, yaitu (1) situasi ketersediaan basis aturan sangat terbatas dan jika tersedia konsistensinya sulit dijaga karena sifatnya yang dinamis setiap periode waktu, (2) mampu mendapatkan kesimpulan permasalahan baru berdasarkan kemiripan masalah dari kasus-kasus yang ada, (3) apabila referensi kasus cukup tinggi dan dikelola dengan baik memungkinkan untuk menggenerasi kesimpulan berdasarkan kasus yang relevan. Implementasi sistem CBR pada kasus tanah longsor memiliki siklus representing case-retrieving-reuse-revise-retain dari keberhasilan kasus-kasus yang ada. Representasi kasus berdasarkan prinsip Multi Atributes Decision
4
Making untuk penilaian estimasi kasus longsor. Retrieving didasarkan pada prinsip pengenalan kemiripan tipe dan ukuran antar kasus. Reuse dan revise didasarkan pada sistem konsultasi dengan pakar. Sistem CBR untuk mendukung sistem pengambilan keputusan pra-mitigasi bencana tanah longsor sangat penting melalui aktivitas rehabilitasi hutan dan lahan. Rehabilitasi dapat dilakukan secara vegetatif atau mekanik serta gabungan. Dengan demikian penelitian ini sangat penting dikembangkan untuk mendukung pengelolaan hutan dan lahan agar sesuai kondisi dan fungsi alami wilayah catcment area, sehingga berbagai bentuk kerusakan lahan dapat diminimalkan salah satunya tanah longsor. 1.2 Permasalahan 1. SUB DAS Tinalah memiliki tingkat kerawanan longsor tinggi dengan berbagai tipe longsor yang bervariasi. 2. Ketersediaan informasi kasus longsor belum dikembangkan menjadi rancangan untuk mendukung sistem keputusan pra-bencana. Rancangan ini belum dikembangkan melalui manajemen pengetahuan berbasis kasus dengan pemanfaatan aplikasi komputer. 3. Bagaimana peran aktor berkepentingan dalam penanggulangan bencana longsor agar mendukung keputusan pengelolaan kawasan DAS secara optimal? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menerapkan prinsip CBR untuk penyusunan sistem penduga longsor sebagai aplikasi rehabilitasi hutan dan lahan dalam upaya mitigasi prabencana longsor.
5
2. Menduga tipe dan ukuran bencana longsor melalui sistem penduga longsor sebagai pendukung rehabilitasi hutan dan lahan dalam upaya mitigasi prabencana longsor. 3. Menyusun strategi implementasi sistem informasi penduga longsor sebagai sistem pendukung keputusan pengelolaan DAS oleh setiap aktor berkepentingan dalam upaya mitigasi pra-bencana longsor. 2
Manfaat Penelitian 1. Mendukung pengembangan ilmu penanganan longsor berupa pendugaan tipe dan ukuran longsor yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi prabencana longsor. 2. Memberikan masukan bagi instansi berkepentingan untuk mendukung pengelolaan kawasan DAS dalam upaya mengurangi resiko bencana longsor. 3. Memperjelas peran dan fungsi aktor berkepentingan dalam upaya mitigasi pra-bencana longsor melalui sistem penduga longsor.