BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemiskinan merupakan penyakit sosial ekonomi terbesar yang samapai saat ini masih dialami oleh bangsa Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2015 lalu menyatakan bahwa masyarakat miskin di Indonesia mencapai 11,22 persen atau sebanyak 28,59 Juta orang dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sendiri, penduduk yang memiliki pendapatan rendah di tahun 2015 mencapai 2,48 juta penduduk. FAO (Food and Agriculture Organization) juga menyatakan bahwa Indonesia berada di level serius dalam Indeks kelaparan global. Faktor utama yang mengakibatkan melonjaknya tingkat kelaparan di Indonesia adalah kondisi ketahanan pangan Indonesia semakin memburuk, padahal untuk penduduk di Indonesia sendiri 95% mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan utama. Kebutuhan konsumsi beras rata-rata per hari penduduk Indonesia mencapai 0,31 kg atau setara dengan 113,7 kg/jiwa/tahun (BPS:2011), angka yang sangat tinggi hampir dua kali lipat apabila dibandingkan dengan
rata-rata
kosumsi
penduduk
dunia
yang
hanya
sebesar
60kg/kapita/tahun. Dari data jumlah konsumsi penduduk Indonesia tersebut menunjukkan bahwa jumlah kebutuhan beras bangsa Indonesia
1
setiap tahun mencapai 28.666.550,88 ton. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia sendiri masih belum terpenuhi secara maksimal. hal ini dikarenakan beralih fungsinya lahan pertanian di Indonesia dan semakin sempitnya peluang kerja yang berakibat melonjaknya tingkat pengangguran di Indonesia.
Sehingga untuk
masyarakat yang memiliki penghasilan rendah sangat sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Pemenuhan kebutuhan pangan untuk masyarakat Indonesia yang sangat rendah khususnya bagi masyarakat miskin, perlu adanya tindakan perbaikan untuk menjaga kestabilan pangan. Dalam menjaga kestabilan pangan, maka pemerintah memberikan instruksi kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk menjaga ketersediaan pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Perum Bulog merupakan salah satu perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik khususnya dalam pengadaan dan pendistribusian Beras Miskin atau yang biasa dikenal dengan sebutan Raskin kepada Rumah Tangga SasaranPenerima Manfaat (RTS-PM) yang penyediaannya mengutamakan pengadaan gabah/beras dari petani dalam negeri.Penugasan pada Perum Bulog untuk menjaga kestabilan pangan didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional. Presiden menginstruksikan kepada Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani,
2
ketahanan pangan, pengembangan ekonomi pedesaan dan stabilitas ekonomi nasional. Pertimbangan tersebut mendasari hukum terbitnya Undang-Undang No.18 tahun 2012, tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Dalam mengefektifkan kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan pangan maka Perum Bulog membangun cabang-cabang kantor Bulog di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya adalah Perum Bulog Sub Divre III Surakarta. Perum Bulog Sub Divre III Surakarta bertanggungjawab dalam menjaga kestabilan pangan di wilayah Eks-karesidenan Surakarta yang terdiri dari 7 (tujuh) Kabupaten yang salah satunya adalah di Kabupaten Boyolali. Berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis) Raskin di Kabupaten Boyolali terdapat pada Keputusan Bupati Boyolali Nomor 500/74 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Program Raskin di Kabupaten Boyolali Tahun 2015 jumlah RTS-PM hasil pemutakhiran Daftar Penerima Manfaat (DPM) oleh musyawarah desa/kelurahan di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 64.166 RTS-PM yang tersebar di 19 (Sembilan belas) Kecamatan yang berada di Kabupaten Boyolali. Untuk tahun 2012 hingga tahun 2015, Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin berhak untuk menebus beras Raskin sebanyak 15 kg per RTS-PM per bulan. Pembayaran dilakukan secarai tunai oleh masyarakat penerima manfaat sebesar Rp 1.600,-/kg pada titik distribusi langsung pada
3
masyarakat.Selain itu tanggung jawab Perum Bulog Sub Divre III Surakarta adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok dan sebagai salah satu hak dasarnya. Lebih jauh , program Raskin diharapkan mampu membantu kelompok miskin dan rentan miskin mendapat cukup pangan tanpa adanya hambatan. Salah satu tingkat keberhasilan penyaluran Raskin khususnya di Kabupaten Boyolali, apabila dalam pelaksanaanya telah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (Juklak) yang terdapat di dalam buku Pedoman Raskin tahun 2015 yang biasa disebut dengan 6T yaitu: 1. Tepat sasaran, Raskin hanya diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) yang terdaftar dalam Daftar Penerima Manfaat (DPM). 2. Tepat jumlah, jumlah beras Raskin yang merupakan hak RTS harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu 15 kg/RTS/bulan. 3. Tepat harga, harga beras yang dibayar keluarga sasaran penerima manfaat sebesar Rp 1.600,-/Kg netto di titik distribusi. 4. Tapat waktu, waktu pelaksanaan penyaluran beras kepada RTS sesuai dengn rencana penyaluran yakni diadakan setiap bulan. 5. Tepat administrasi, terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap dan tepat waktu. 6. Tepat kualitas, terpenuhinya kualitas beras yang sesuai dengan kualitas beras BULOG.
4
Namun dalam pelaksanaan Program Raskin yang dijalankan oleh Perum BULOG khususnya di Kabupaten Boyolali masih terdapat beberapa kendala seperti pertama, sesuai peratuaran yang telah ditetapkan dalam Pedoman Umum Raskin Tahun 2015, Harga Tebus Raskin (HTR) yang harus dibayar oleh keluarga sasaran penerima manfaat adalah sebesar Rp 1.600,-/Kg. Pada kenyataanya di lapangan, pendistribusian kerap tidak tepat harga dengan perencanaan awal, di wilayah Boyolali seperti di masing-masing titik distribusi kabupaten Boyolali dan sekitarnya Harga Tebus Raskin (HTR) yang harus ditanggung oleh RTS-PM masih sering menebus beras Raskin dengan harga lebih mahal dari yang telah ditetapkan. Seperti kasus dugaan penyelewengan Raskin yang terpublikasi yaitu kasus di RW 06 Sembir, Kelurahan Bugel, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Penyelewengan yang dimaksud adalah terkait dengan harga raskin dan cara distribusi ke warga. Seharusnya RTS-PM menebus beras Raskin dengan harga per kilogramnya Rp 1.600 (sesuai dengan aturan dan regulasi) namun justru di RW 06 sembir ini, warga menebusnya dengan harga Rp 2.250/kg. Selain itu, seharusnya hanya 15 kepala keluarga (KK) yang menerimanya, namun dalam prakteknya semua Kepala Keluarga di RW 06 menerima Raskin dengan menebus masing-masing Kepala Keluarga sebanyak 4 Kg dengan harga Rp 9.000 (Sumber: Harian 7: 2015) Kedua, kurang tepatnya waktu.Waktu pelaksanaan penyaluran Raskin kepada rumah tangga sasaran, seharusnya dilakukan setiap bulan.Namun pada kenyataannya banyak wilayah di Kabupaten Boyolali mengalami
5
keterlambatan pendistribusian Raskin. Keterlambatan penyaluran Raskin di Boyolali, lantaran Pemkab belum mengajukan kuota penerima Raskin ke Pemerintah Pusat. Pasalnya Pemkab masih menunggu data keluarga miskin (Gakin) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Padahal menurut Kabag Perekonomian Setda Boyolali, Sri Prihastoro, data Gakin itu menjadi dasar pengajuan Raskin, selain itu penyebab dari terlambatnya penyaluran Raskin adalah seretnya pembayaran Raskin. Keterlambatan tersebut menurut Sri Prihastoro justru pada tingkat kecamatan, yaitu ditingkat Satgas Raskin dan bukan pada pembayaran dari RTS (Sumber: Harian Joglo Semar, 2012). Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya komunikasi dalam bentuk sosialisasi kepada RTS-PM mengenai hak yang seharusnya mereka terima. Ketiga, kualitas beras miskin yang disalurkan masih kurang layak, masih sering ditemukan ketidak sesuaian antara lain beras berbau apek, berkutu dan berwarna kuning, beras patah-patah dan terdapat benda asing. Hal tersebut terbukti bahwa sebagian besar RTS Kabupaten Boyolali yang bertumpu pada beras Raskin, malah banyak yang dijual lagi untuk ditukarkan dengan beras yang lebih berkualitas. Mereka berharap pemerintah untuk lebih peduli dengan tidak memberi beras yang tidak layak konsumsi (Sumber: Lintas Solo, 2016). Selain itu, di Kabupaten Wonosegoro pada bulan Desember 2015 yang lalu diduga telah melakukan penjualan beras Raskin sebanyak 215 karung beras Raskin ke penggilingan beras di Kecamatan Klego yang dilakukan atas perintah Kepala Desa Bangle Kabupaten Wonosegoro (Sumber: Suara Merdeka:
6
2015) . Uraian diatas hanya sebagian kecil tindakan kecurangan maupun permasalahan yang terpublikasi di berbagai daerah di wilayah Kabupaten Boyolali maupun disekitarnya yang telah menghambat kelancaran penyaluran Raskin. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap jalannya sistem penyaluran Raskin di Kabupaten Boyolali, dimana penyaluran Raskin merupakan salah satu program yang perlu dikaji lebih lanjut akibat banyaknya permasalahan yang terjadi dalam prosesnya. Sedangakan Kabupaten Boyolali merupakan salah satu Kabupaten yang cukup stabil jika dilihat dari laju pertumbuhan penduduk miskinnya.Sehingga memaksimalkan
perlu
program
dilakukan yang
evaluasi
ditujukan
untuk
kembali
guna
penanggulangan
kemiskinan, dalam hal ini Program Raskin diharapkan mampu memperlambat laju pertumbuhan penduduk miskin. Dengan adanya faktor-faktor tersebut, maka penulis mencoba menyusun Tugas Akhir yang berjudul “EVALUASI SISTEM PENYALURAN RASKIN OLEH PERUM BULOG SUB DIVRE III SURAKARTA DALAM UPAYA MEMENUHI
KEBUTUHAN
PANGAN
BAGI
MASYARAKAT
BERPENGHASILAN RENDAH DI KABUPATEN BOYOLALI”.
7
B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah pelaksanaan sistem penyaluran Raskin oleh Perum Bulog Sub Divre III Surakarta telah sesuai dengan Pedoman Umum Raskin tahun 2015 dan SOP-20/DO402/11/2014?
C. TUJUAN PENELITIAN Atas dasar latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penilitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Untuk mengevaluasi kesesuaian antara Sistem pelaksanaan penyaluran Raskin dengan Pedoman Umum Raskin Tahun 2015 dan SOP20/DO402/11/2014.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan wawasan baru mengenai Program Raskin dan kondisi tingkat kemiskinan serta ketahanan pangan masyarakat di Kabupaten Boyolali. Selain itu dapat memahami sedikit lebihnya tentang prosedur pelaksanaan program Raskin sehingga apabila dimungkinkan penulis dapat membagikan
8
informasi kepada masyarakat penerima manfaat beras bersubidi untuk mengetahui hak yang seharusnya mereka terima. 2. Bagi Perusahaan (Instansi) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi masukan positif dan manfaat bagi pemerintah khususnya pada bidang pelaksanaan program Raskin untuk dapat dipergunakan menjadi bahan masukan pada perbaikan pelaksanaan dan penyaluran Raskin dalam mengatasi kemiskinan serta ketahanan pangan di Kabupaten Boyolali. 3. Bagi Pembaca Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada pembaca mengenai pelaksanaan Program Raskin di Kabupaten Boyolali, sehingga tidak memunculkan salah persepsi dan dapat dijadikan referensi penulisan Tugas Akhir, sebagai bahan acuan pembanding dan informasi tambahan yang berkaitan dengan pelaksanaan program Raskin maupun sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.
9