BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kelanjutan hidup manusia. Manusia tidak akan bisa menjalani hidup ini dengan baik dan teratur tanpa ada bahasa. Bisa dikatakan bahwa bahasa merupakan bagian dari kebutuhan primer. Segala aktifitas yang akan dilakukan harus diawali dengan bahasa. Diera globalisasi ini seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi penggunaan bahasa sangat mempengaruhi. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup berkelompok dan membentuk lingkungan pergaulan yang didalamnya mereka menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Sehubungan dengan komunikasi, Keraf (1997:23) berpendapat, komunikasi merupakan akibat dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Ketika ingin menyampaikan ide atau pikiran kepada seseorang, tentunya orang tersebut mampu menangkap apa yang ingin kita sampaikan. Dalam hal ini, penting kemampuan kita untuk bisa menyampaikan maksud atau tujuan yang ingin disampaikan kepada orang lain dengan baik dan benar. Sehingga kesalahpahaman dalam hal penyampaian maksud atau tujuan antara pembicara dan pendengar bisa dihindari sekecil mungkin. Setiap bahasa yang ada di negara masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan tingkat kesulitan dalam hal mempelajarinya. Hal itu, merupakan ciri daripada bahasa di tiap-tiap negara yang ada di belahan bumi ini. Seiring dengan era globalisasi bahasa memiliki peranan penting dalam berkomunikasi baik dalam pergaulan maupun
dunia kerja. Dalam hal ini, kita tidak hanya dituntut untuk
menguasai satu bahasa, namun juga diperlukan untuk menguasai satu bahasa lain. Mempelajari bahasa lain tentunya akan memberikan keuntungan bagi diri sendiri dalam menghadapi perkembangan era globalisasi dimana kita dituntut untuk bisa berbahasa lain selain bahasa dari negeri sendiri. Bahasa Jepang sendiri merupakan salah satu bahasa asing yang banyak diminati, terbukti dengan semakin meningkatnya orang asing yang mempelajari bahasa Jepang 1
2 dari tahun ke tahun. Masuknya budaya J-POP ke dalam berbagai negeri lain tentunya menimbulkan ketertarikan bagi penyuka budaya Jepang untuk lebih mempelajari budaya maupun bahasanya. Salah satunya, Indonesia. Di Indonesia sendiri budaya Jepang sudah menjadi bagian daripada kebudayaan masyarakat itu sendiri. Keunikkan bahasa maupun budayanya mampu membuat siapa saja jadi ingin mempelajari lebih dalam tentang Jepang. Melalui komik, anime ataupun drama diyakini menjadi jalan untuk lebih mempelajari tentang budaya maupun bahasanya. Selain itu, bahasa Jepang adalah bahasa yang unik, karena memiliki karakteristik tertentu yang selalu digunakan dalam setiap percakapan yang terjadi diantaranya huruf yang dipakai, kosakata, sistem pengucapan dan gramatikalnya. Gramatikalnya sendiri memiliki pola “subjek-objek-predikat” yang didalamnya terdapat salah satu unsur kalimat berupa joshi (partikel). Joshi merupakan partikel yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai satu kata atau satu kalimat. Joshi (
助詞 ) akan menunjukkan maknanya apabila sudah dipakai
setelah kelas kata lain yang dapat berdiri sendiri sehingga membentuk sebuah
助詞) sendiri dibagi menjadi 4 macam yaitu kakujoshi (格助詞) 、 setsuzokushi ( 接続助詞 ) 、 fukujoshi ( 副助詞 ) 、 dan shuujoshi ( 終助詞 ) . kalimat. Joshi (
Shuujoshi digunakan di akhir kalimat dan pemakaiannya banyak dijumpai dalam kalimat percakapan sebagai mempertegas pernyataan sikap yang disampaikan oleh penutur. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti penggunaan janai secara lebih mendalam dengan menggunakan teori Saegusa (2004) penulis mencoba untuk memahami lebih baik mengenai penggunaan janai ini. Selama ini diketahui bahwa kata " janai " merupakan bentuk negatif daripada kata “desu”. Akan tetapi, dalam penelitian ini, ternyata kata " janai " tidak hanya memiliki penggunaan sebagai menyangkal saja. Menurut Saegusa (2004) kata " janai " juga bisa untuk memastikan sesuatu, misalnya " kore wa, kare no jisho janai? " yang artinya " bukannya kamus ini punya dia? ". Selain untuk memastikan sesuatu, juga bisa untuk memperkuat suatu pendapat, misalnya " anata no uchi wa chikai janai? " yang artinya " bukannya rumahmu dekat dari sini? ". Melalui penjelasan diatas, kata " janai " tidak hanya untuk menyangkal tetapi juga bisa untuk penggunaan yang lain. Tentunya dalam hal ini, intonasi yang digunakan penting sekali untuk mengetahui makna yang terdapat dalam kata " janai ". Sering
3 kali intonasi digunakan untuk menunjukkan maksud yang diucapkan oleh penutur (pembicara) kepada petutur (pendengar). Selain itu, penggunaan kata " janai " juga tergantung daripada situasi yang dialami oleh penutur maupun petutur. Dalam penelitan ini, penulis memulainya dari pengumpulan data dari berbagai dialog dari korpus data yang terdapat kata janai. Selanjutnya mengidentifikasikan data yang terkumpul berdasarkan teori Saegusa (2004) dan menganalisis dialog tersebut kedalam empat penggunaan dari kata janai. menggunakan drama Jepang Yamato Nadeshiko Shichi Henge sebagai sumber data. Yamato Nadeshiko Shichi Henge merupakan drama yang diadaptasi dari komik dengan judul yang sama yaitu, Yamato Nadeshiko Shichi Henge karangan Hayakawa Tomoko. Drama ini menceritakan tentang gadis bernama Sunako yang memiliki kepribadian unik, menyukai segala hal yang berbau misteri. Kyohei, Takenaga, Yukinojo dan Ranmaru pun ditugaskan oleh ibunya Takeru untuk mengubahnya menjadi seorang lady dengan imbalan mereka akan terbebas dari biaya sewa rumah yang mereka tinggali. Selama mereka menjalani usahanya untuk mengubah Sunako menjadi seorang lady, perlahan-lahan terungkap masa lalu Sunako yang menyebabkan dirinya menjadi penyuka segala hal yang berbau misteri. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deksriptif analisis. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka. Langkah-langkah pengolahan data yaitu: mengumpulkan kalimat yang dijadikan sebagai sumber data, mencatat dan menerjemahkan sumber data tersebut, menganalisis sumber data tersebut serta mencocokkan dengan teori yang sudah ada. Penelitian ini menggunakan teori hinshi, teori joshi, teori shuujoshi, teori penggunaan " shuujoshi janai " oleh Saegusa (2004:21-26) dan teori montase dalam menganalisis setiap cuplikan percakapan yang ada dalam drama Jepang Yamato Nadeshiko Shichi Henge.
1.2 Masalah Pokok Permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah pengertian penggunaan janai (
じゃない
berjudul Yamato Nadeshiko Shichi Henge.
) dalam sebuah drama Jepang yang
4 1.3 Formulasi Masalah Penulis akan menganalisis penggunaan penggunaan "
じゃない"
"
じゃない"
berdasarkan teori
oleh Saegusa (2004:21-26) dalam drama Jepang yang
berjudul Yamato Nadeshiko Shichi Henge.
1.4 Ruang Lingkup Permasalahan
じゃない" berdasarkan teori discourse, teori hinshi, teori joshi, teori shuujoshi, teori montase dan teori " じゃない" oleh Penulis akan menganalisis penggunaan "
Saegusa (2004:21-26) dalam sebuah drama Jepang Yamato Nadeshiko Shichi Henge episode 1-7 sebagai korpus data dan mengaitkannya ke dalam teori janai (
い).
じゃな
1.5 Tujuan dan Manfaat Penilitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk lebih bisa memahami dengan jelas mengenai penggunaan janai. Manfaat penelitian ini adalah supaya dapat membantu pembelajar yang sedang mempelajari bahasa Jepang baik melalui komik maupun drama untuk lebih memahami penggunaan janai.
1.6 Tinjauan Pustaka Sebelum penulisan Skripsi ini, penulis juga mempelajari penelitian-penelitian orang lain yang telah dilakukan sebelumnya sebagai landasan dalam penulisan skripsi ini, khususnya penelitian mengenai penggunaan “janai” (
じゃない). Pada
tahun 2011, Miriam Nurul Paramita dalam skripsinya yang berjudul “ Analisis Fungsi Penggunaan Janaika dalam Serial Drama Ruri no Shime” membahas bentuk janaika yang dilihat dari segi pragmatik. Dari penelitian terdahulu tersebut, ada beberapa perbedaan dengan penelitian penulis. Perbedaan penelitian penulis dengan Miriam Nurul Paramita adalah terdapat pada teori yang digunakan dalam penelitian masing-masing. Dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan teori hinshi dan teori joshi. Selain itu, penulis tidak menganalisis penelitian ini melalui konteks tindak tutur.
5