BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang
sangat penting. Air pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, bahkan lebih dari separuh komponen tubuh manusia terdiri dari air. Dahulu air dapat dikonsumsi sebanyak yang diinginkan. Namun, seiring dengan pertumbuhan jumlah populasi manusia, hal tersebut tidak dimungkinkan lagi. Meningkatnya pertumbuhan populasi berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan. Kajian global terhadap kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Den Haag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi krisis air di beberapa negara. Pada saat ini pun, penyediaan air bersih di kota-kota negara berkembang sudah menjadi masalah pelik, tidak terkecuali di Indonesia. Sekitar 21% rumah tangga (atau 11 juta rumah tangga) di Indonesia tidak mendapatkan air bersih. 1 Masalah terbesar mengenai persediaan air di negara berkembang bukan hanya dari masalah kelangkaan air dibanding dengan jumlah penduduk, melainkan dari kekeliruan menentukan kebijakan tentang air. 2 Bank Dunia 3 mengidentifikasi tiga indikator umum yang menyebabkan rendahnya kinerja sektor air bersih di negara sedang berkembang, yakni: (a) kebocoran air sangat tinggi, mencapai 40 hingga 50 persen, (b) kelebihan tenaga kerja, dan (c) kualitas air yang tidak stabil dan tidak memenuhi standar. Pada hakikatnya, air sebagai kebutuhan dasar manusia merupakan hak. Bahkan konferensi tentang air yang pertama, yaitu Konferensi Mar del Plata 4
1 2 3 4
M. Pradhan, “Better Access to Basic Services Crucial for Public Well-Being”, Jakarta Post, 25 April 2005 Richard Middleton, Air Bersih: Sumber Daya Yang Rawan, Seri Makalah Hijau E. Idelovitch and Ringskog. Private Sector Participation in Water Supply and Sanitation in Latin America (Washington: The World Bank,1995) United Nations (1992). Protection of The Quality and Supply of Freshwater Resources: Application of Integrated Approaches to The Development, Management and Use of Water Resources. Agenda 21, ch. 18, New York: United Nations Publications dikutip oleh Gleick, H. The human Right to Water (Pacifc Institute for Studies in Development, Environment, and Security.USA: 1999)
pada tahun 1977 telah memberikan pernyataan secara eksplisit tentang hak untuk memperoleh akses terhadap air dalam memenuhi kebutuhan dasar. “Semua orang, apapun tingkat pembangunan dan kondisi sosial ekonominya, mempunyai hak untuk mengkonsumsi air dengan kuantitas dan kualitas sesuai dengan kebutuhan dasar.”
Demikian pula hasil Earth Summit di Rio de Janeiro 5
tahun 1992,
serta
didukung oleh target Milennium Development Goals (MDGs) 1990-2015 yang menyatakan bahwa pada tahun 2015 mendatang diharapkan dapat mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat. Melihat kecenderungan yang terjadi pada pola pembangunan saat ini, konsentrasi aktivitas ekonomi cenderung berpusat di kota besar. 6 Kota-kota besar menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, sedangkan peran kota-kota kecil melemah. Padahal tingginya pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan ketersediaan fasilitas dan utilitas perkotaan. Secara tidak langsung, hal tersebut akan mempengaruhi kondisi pelayanan infrastruktur di kota kecil, salah satunya pelayanan air bersih. Selain itu, kota kecil yang terletak di tepi-tepi kota besar merupakan wilayah ’abu-abu’ yang kurang mendapatkan pelayanan air bersih. 7 Hal ini diakibatkan oleh perbedaan pendekatan dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) selama ini yang dibagi dalam wilayah ‘perkotaan’ dan ‘perdesaan’. Di wilayah perkotaan, proses penyediaan air bersih cenderung dilakukan secara top down melalui PDAM, sedangkan di perdesaan dilakukan secara bottom up melalui pemberdayaan warga. Dengan melihat kembali sifat permukiman yang tidak homogen; di dalam kota-kota kecil masih banyak masyarakatnya yang hidup dari ekonomi informal dengan tingkat kesejahteraan mirip masyarakat perdesaan. Dalam kerangka penyediaan air bersih, hal tersebut ditunjukkan oleh kenyataan bahwa persentase jumlah penduduk yang berlangganan PDAM di kota kecil lebih sedikit daripada persentase jumlah penduduk yang berlangganan PDAM di kota besar.
5 6 7
Ibid. Tommy Firman, Urbanisasi, Persebaran Penduduk Dan Tata Ruang Di Indonesia, http://cippad.usc.edu/ai/uploaded_files/Politics/Type0/File1/Tommy%20Firman.pdf. Gleick, H. The human Right to Water (Pacific Institute for Studies in Development, Environment, and Security.USA: 1999)
Kurangnya pelayanan air bersih di kota kecil juga didukung oleh pernyataan Kessler 8 bahwa sektor swasta akan menghindari daerah yang tidak menguntungkan (cherry picking), seperti daerah kumuh atau perdesaan, dengan topografi yang sulit, konsumsi air per kapita yang rendah dan pendapatan yang rendah. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pelayanan air bersih sebagai hak seharusnya mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang kemampuan ekonomi maupun batas wilayah. 1.2
Rumusan Persoalan Selama ini proses pembangunan terfokus pada peran kota besar sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi nasional dan persoalan internal kota besar yang dapat membahayakan perannya sebagai penggerak pertumbuhan tersebut. Padahal peran kota kecil sebagai penyokong pembangunan kota-kota besar tidak kalah pentingnya. Dalam perkembangan sistem perkotaan di Indonesia pada saat ini, perkembangan mega-city seperti Jabodetabek, Metropolitan Bandung dan lainnya berjalan pesat. Hal ini membawa konsekuensi pada daerah belakangnya (phery-phery). Di kawasan pinggir kota besar terjadi alih fungsi (konversi) penggunaan lahan secara besar-besaran dari tanah pertanian subur ke kawasan industri dan permukiman berskala besar. Perkembangan kota kecil ini tentunya harus diakomodasi oleh pembangunan fasilitas dan utilitas perkotaan yang memadai, salah satunya yang penting adalah utilitas air bersih. Bahwasanya pembangunan utilitas air bersih harus disertai oleh keberlanjutan proses penyediaan air bersih agar dapat memberikan manfaat atau pelayanan kepada sebagian besar masyarakat secara terus menerus dan memuaskan. 9 Untuk menjamin keberlanjutan proses penyediaan air bersih, maka hal yang harus diperhatikan adalah kinerja penyedia penyedia air bersih. Oleh karena itu, melalui studi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai kinerja pelayanan air bersih di kota kecil yang diselenggarakan oleh pihak penyedia air bersih yang ada. Dengan demikian, maka hal yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini, yaitu ”Bagaimana kinerja pihak penyedia air 8 9
Hamong Santono, Kebijakan Infrastruktur Air Bersih dan Kemiskinan, Percik, April 2006 --, Kebijakan Nasional Penyelenggaraan Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Lembaga (Jakarta: Bappenas, 2005)
bersih perpipaan di kota kecil?” Pertanyaan penelitian ini kemudian dipecah menjadi beberapa sub pertanyaan seperti di bawah ini:
Apa saja yang menjadi kriteria dan indikator dalam mengukur kinerja penyediaan air bersih?
Siapa saja pihak penyedia air bersih perpipaan di kota kecil?
Berdasarkan analisis terhadap kinerja, apa keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penyedia penyedia air bersih tersebut?
Dalam rangka menjaga keberlanjutan proses penyediaan air bersih, perbaikan apa saja yang perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja masing-masing penyedia air perpipaan?
1.3
Tujuan dan Sasaran Tujuan penulisan studi adalah mengevaluasi kinerja pihak penyedia air
bersih di kota kecil. Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah:
Menentukan kriteria dan indikator kinerja pelayanan penyediaan air bersih
Mengidentifikasi bentuk-bentuk penyedia air bersih perpipaan di kota kecil
Mengevaluasi keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penyedia pelayanan air bersih perpipaan yang ada di kota kecil
Merumuskan saran bagi peningkatan kinerja masing-masing penyedia pelayanan air bersih perpipaan
1.4
Ruang Lingkup Lingkup pembahasan dalam studi ini dibedakan menjadi ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi. Ruang lingkup wilayah berisi batasan wilayah penelitian, dan ruang lingkup materi berisi batasan-batasan studi yang dikaji pada penelitian ini. 1.4.1
Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah studi meliputi dua kota kecil di sekitar Kota
Bandung yang tercakup dalam Bandung Metropolitan Area (BMA), antara lain Kota Soreang dan Kota Banjaran. Kota Soreang secara geografis berada ± 20 km sebelah selatan Kota Bandung. Dengan posisi geografis tersebut, maka interaksi antara Kota Soreang
dengan Kota Bandung banyak mempengaruhi perkembangan Kota Soreang. Selain itu Kota Soreang juga memiliki kedudukan sebagai ibukota kabupaten. Sesuai
dengan
misi
Kota
Soreang,
yakni
melayani
masyarakat
yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas dan utilitas kota yang diperlukan oleh masyarakat, maka ketersediaan jaringan air bersih tentunya merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung fungsi dan peran Kota Soreang. Kota Banjaran berdasarkan RTRW Kabupaten Bandung mempunyai fungsi sebagai daerah permukiman untuk mendukung Kota Bandung sebagai wilayah inti dalam Metropolitan Bandung dan Kota Soreang sebagai Ibukota Kabupaten Bandung. Selain itu Kota Banjaran juga termasuk sebagai kota Sub Pusat Wilayah I. Permukiman di Kota Banjaran ini memiliki pertumbuhan yang cukup pesat dimulai sejak tahun 1980-an, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk. Namun hal ini tidak didukung oleh pelayanan air bersih PDAM yang cakupannya hingga tahun 2005 hanya 2,3%. 1.4.2
Ruang Lingkup Materi Penelitian dilakukan terhadap proses penyediaan air bersih untuk
kebutuhan domestik atau rumah tangga. Proses penyediaan air bersih harus dilihat sebagai suatu sistem yang berlanjut, dalam artian bahwa setiap kegiatan penyediaan air bersih yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat atau pelayanan kepada sebagian besar masyarakat secara terus menerus dan memuaskan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini jenis penyediaan air bersih yang dimaksud adalah penyediaan air bersih sistem perpipaan dengan asumsi lebih andal (reliable) dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya. Agar pelayanan air bersih dapat berlanjut, maka kinerja pihak penyedia air bersih harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dalam hal ini standar yang digunakan yaitu standar penilaian kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Proses penyediaan air bersih yang diteliti meliputi aspek operasional, tarif, dan administrasi. Aspek operasional berhubungan dengan kualitas pelayanan air bersih
yang diterima oleh pelanggan. Sedangkan aspek tarif
berhubungan dengan kemampuan pihak penyedia air bersih mengakomodasi kemampuan ekonomi masyarakat dan prinsip efisiensi penggunaan air. Adapun
aspek administrasi berhubungan dengan kelengkapan dokumen dasar yang menjadi pedoman dan alat kontrol dalam kegiatan tersebut. Penetapan kriteria dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini secara lebih lanjut dijelaskan dalam bab 2. •
Aspek Operasional ¾ Kriteria cakupan pelayanan ¾ Kriteria kuantitas air ¾ Kriteria kualitas air ¾ Kriteria kontinuitas air ¾ Kriteria tingkat kehilangan air ¾ Kriteria kecepatan penyambungan baru ¾ Kriteria kemampuan penanganan pengaduan rata-rata per bulan
•
Aspek Tarif ¾ Kriteria sistem penetapan tarif ¾ Kriteria dasar penetapan tarif
•
Aspek Administrasi ¾ Kriteria dokumen dasar
1.5
Metodologi Studi Subbab ini terdiri dari metoda pengumpulan data dan metoda analisis.
1.5.1
Metoda Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah
triangulasi karena data diperoleh melalui wawancara, kuesioner, maupun. dokumentasi. Adapun pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga metoda, yaitu: 1. Studi literatur Studi literatur digunakan dalam menjabarkan definisi dan peran kota kecil serta konsep air bersih sebagai hak yang meliputi standar kuantitas dan kualitas air yang harus dipenuhi.
2. Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan kuesioner. •
Wawancara Jenis wawancara yang dilakukan adalah semi terstruktur. Pertanyaan
wawancara disusun berdasarkan beberapa kriteria yang dapat menggambarkan kinerja penyedia air bersih di Kota Soreang dan Banjaran. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan adalah nonprobability sampling, khususnya purposive sampling. Teknik ini digunakan dengan pertimbangan bahwa sampel dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek/ situasi sosial yang diteliti. Penentuan sampel ini berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. 10 Wawancara dilakukan terhadap responden yang mewakili pihak penyedia air bersih. Pihak penyedia air bersih yang diteliti meliputi PDAM Kabupaten Bandung dan pengelola air bersih sistem komunal atau dikenal dengan Badan Pengelola Air Bersih Desa (BPABD). Kota Soreang dan Kota Banjaran dalam hal ini termasuk dalam wilayah pelayanan PDAM cabang yang sama. Sampel dipilih berdasarkan kompetensi dan peran dalam proses penyediaan air bersih.
Untuk memperoleh responden yang sesuai dengan kompetensi dan peran, sebelumnya
dilakukan pra survei terhadap pihak yang dianggap memiliki informasi yang luas dalam penyediaan air bersih di Kota Soreang dan Banjaran, yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung yang diwakili oleh Dinas Permukiman dan Tata Wilayah (Kimtawil).
Kompetensi dan peran dalam hal ini ditunjukkan oleh jabatan responden dalam struktur organisasi pihak penyedia. PDAM diwakili oleh kepala dari divisi yang berwenang. Sedangkan penyedia air bersih komunal diwakili oleh salah satu anggota pengurus. Sampel penyedia air bersih sistem komunal diambil sebanyak empat, dengan komposisi dua penyedia air bersih di Kota Soreang dan dua penyedia air bersih di Kota Banjaran. Dua sampel di masing-masing kota diambil dengan pertimbangan memenuhi kriteria pihak yang dianggap berhasil dan pihak yang dianggap kurang berhasil. Penilaian awal keberhasilan tersebut diperoleh dari hasil wawancara pra survei. Tahapan wawancara pada penelitian ini dapat dilihat
10
Ibid.
pada gambar 1.1. Sedangkan daftar responden yang diwawancarai dapat dilihat pada tabel I.1. GAMBAR 1.1 TAHAPAN WAWANCARA
PDAM
Komunal
Bappeda Kabupaten Bandung
PraSurvei
Human Resources Development Dinas Kimtawil Kabupaten Bandung
BPABD Sindangpanon
Divisi Penelitian dan Pengembangan
Kota Soreang
Kota Banjaran
Survei
Sistem komunal RT 04 Desa Kamasan
BPABD Karamat Mulya
BPABD Soreang
Divisi Humas dan Pemasaran
TABEL I.1 DAFTAR RESPONDEN WAWANCARA Penyedia Air Nama Bersih/ Dinas Responden Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Bandung Dinas Permukiman 1. Bu Ratna dan Tata Wilayah PDAM No
Bu Eva 2.
PDAM Tirta Raharja Pak Suryana
Sistem Komunal BPABD Karamat 3. Mulya
•
4.
BPABD Soreang
5.
BPABD Kamasan
6.
BPABD Sindangpanon
Kuesioner
Pak Arieffudin Pak Maman Hidayat Pak Sambas Saefuddin Pak Ahmad Saefudin
Jabatan
Kabag Permukiman Kasubbag Litbang Bagian Teknik Kabag Humas dan Pemasaran Bendahara BUMDES Sekretaris Ketua RW Desa Kamasan Sekretaris
Pembagian kuesioner dilakukan terhadap masyarakat pengguna air bersih PDAM dan sistem komunal komunal di Kota Soreang dan Banjaran dimana masing-masing kota mendapat 30 kuesioner dengan proporsi pelanggan PDAM dan sistem komunal seimbang. Pembagian kuesioner ini dimaksudkan sebagai keterangan tambahan sekaligus validasi dari hasil wawancara yang telah dilakukan. GAMBAR 1.2 METODA PENGAMBILAN SAMPEL KUESIONER Kota Banjaran
Kota Soreang
BPABD Karamat Mulya (tidak terlayani PDAM)
BPABD Soreang
15 kuesioner pengguna PDAM
BPABD Sindangpanon (tidak terlayani PDAM)
15 kuesioner pengguna komunal
BPABD Kamasan
15 kuesioner pengguna PDAM
15 kuesioner pengguna komunal
3. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Corporate Plan PDAM, Laporan Hasil Evaluasi Kinerja PDAM, Laporan Evaluasi BPABD Kabupaten Bandung, serta peraturan perundangan yang terdiri dari peraturan daerah, keputusan menteri dalam negeri, dan keputusan bupati. 1.5.2
Metoda Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif deskriptif. Pendekatan analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik evaluasi formal karena proses evaluasi dilakukan berdasarkan tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program kinerja pelayanan penyediaan air bersih. 11
Dalam
penelitian evaluasi, yang menjadi pertanyaan pokok adalah sampai seberapa
11
William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), hlm.608
jauh tujuan yang digariskan pada awal program tercapai atau mempunyai tandatanda akan tercapai. 12 Dalam analisis ini, sajian data mengacu pada indikator kinerja yang telah dirumuskan sebagai alat analisis, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci dan mendalam untuk menceriterakan dan menjawab kinerja dari setiap kriteria dalam pelayanan penyediaan air bersih. Data berupa hasil wawancara, data sekunder maupun hasil kuesioner direduksi sehingga dapat menjawab indikator-indikator yang telah ditetapkan, kemudian dikompilasi. Pada akhirnya unit data tersebut dievaluasi terhadap tolok ukur indikator. Setelah dievaluasi, hasil identifikasi kinerja masing-masing penyedia air bersih ini dibagi ke dalam dua kategori. Apabila hasil identifikasi terhadap unit data sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan, maka kinerja penyedia air bersih pada kriteria tersebut termasuk dalam kategori ‘baik’. Sedangkan hasil identifikasi tidak sesuai dengan tolok ukur, diklasifikasikan dalam kategori ‘buruk’. Identifikasi kinerja dilakukan untuk setiap kriteria sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penyedia air bersih.
12
Masri Singarimbun, Metoda Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1989)
GAMBAR 1.3 METODA ANALISIS PENELITIAN
Hasil wawancara
input
Data sekunder
Kuesioner
REDUKSI DATA EVALUASI
proses
Indikator kinerja
Memenuhi tolok ukur?
1.6
ya
tidak
Kinerja: baik
Kinerja: buruk
keunggulan
kelemahan
output
Sistematika Pembahasan
Penelitian ini diuraikan dalam sistematika seperti berikut: BAB 2
KONSEP PENYEDIAAN AIR BERSIH SEBAGAI HAK DI KOTA KECIL Pada bab ini, diuraikan konsep kota kecil, konsep air sebagai hak, sistem penyediaan air, serta dijelaskan pula mengenai kriteria, indikator, dan tolok ukur yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja penyedia air bersih.
BAB 3
GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN SERTA KARAKTERISTIK PENYEDIA PELAYANAN AIR BERSIH SISTEM PERPIPAAN
Pada bab ini, diuraikan peran Kota Soreang dan Kota Banjaran dalam lingkup Bandung Metropolitan Area (BMA), gambaran wilayah Kota Soreang dan Kota Banjaran. Kemudian dijelaskan karakteristik dari masing-masing penyedia air bersih. BAB 4
EVALUASI KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN Pada bab ini dilakukan evaluasi kinerja dari masing-masing penyedia air bersih dalam aspek operasional, tarif, dan administrasi sebagai salah satu upaya untuk melihat sejauh mana keberlanjutan proses penyediaan air sebagai hak telah diupayakan oleh masing-masing penyedia air bersih.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DI KOTA KECIL Bab ini berisi kesimpulan mengenai proses penyediaan air bersih di kota kecil berupa keunggulan dan kelemahan dari masing-masing penyedia air bersih di kota kecil serta saran untuk perbaikan kinerja penyedia air bersih.
GAMBAR 1.4 KERANGKA PIKIR
Ketidakmerataan akses air bersih, terutama di kota kecil
Latar Belakang
• Fasilitas cenderung berpusat di kota besar • Karakteristik ekonomi masyarakat kota kecil mirip dengan di perdesaan • Sektor swasta menghindari daerah yang kurang potensial
Hakikatnya air adalah hak
Rumusan Persoalan
Keberlanjutan proses pelayanan air bersih dapat diukur melalui kinerja pihak penyedia air bersih
Tujuan
Mengevaluasi kinerja penyedia air bersih di kota kecil
Gambaran Umum
Identifikasi karakteristik masingmasing penyedia air bersih perpipaan
Evaluasi kinerja penyedia air bersih
Analisis
operasional tarif administrasi
Keunggulan dan kelemahan masingmasing pihak penyedia air bersih
Kesimpulan & Rekomendasi
Saran untuk peningkatan kinerja pihak penyedia air bersih