BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota yang pesat merupakan salah satu ciri dari suatu negara yang sedang berkembang. Begitu pula dengan Indonesia, berbagai kota berkembang secara pesat di Indonesia dan salah satunya adalah Kota Bandung. Sejak jaman kolonial, Kota Bandung telah difungsikan sebagai salah satu kota pemerintahan dan salah satu kota tujuan wisata. Sebagai pusat pemerintahan, maka Kota Bandung memiliki berbagai infrastruktur utama seperti jalan raya guna mendukung kegiatan yang ada di Kota Bandung pada masa itu. Kegiatan pariwisata yang terdapat di Kota Bandung dapat dilihat sejak jaman kolonial. Hal tersebut dapat dilihat dari dipersiapkannya berbagai macam sarana dan prasarana pendukung seperti jalan raya, hotel, gedung pertemuan, bioskop/teater dan lainnya. Selain mengacu pada sejarah perkembangan Kota Bandung, dalam RTRW Kota Bandung tahun 2003-2013 juga disebutkan bahwa Kota Bandung berperan sebagai kota jasa dengan satu sektor andalan adalah sektor pariwisata khususnya wisata perkotaan yang dapat membantu pertumbuhan ekonomi Kota Bandung. Dalam RENSTRA Kota Bandung tahun 2004-2008 juga disebutkan bahwa Pemerintah Kota Bandung ingin menjadikan kegiatan pariwisata Kota Bandung sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Bandung tahun 2006, disebutkan betapa pentingnya sektor pariwisata bagi pengembangan Kota Bandung. Pengembangan pariwisata diharapkan dapat memberikan pemasukan bagi Kota Bandung misalnya dalam Pendapatan Asli Daerah. Sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 35% dari total Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung pada tahun 2004 (Sumber: RKPD Kota Bandung tahun 2006).
Dalam perkembangannya, pola perkembangan pariwisata Kota Bandung dipengaruhi oleh pola perkembangan Kota Bandung pada masa kolonial dimana terdapat sedikit perbedaan antara jenis kegiatan di kawasan Bandung Utara dan Bandung Selatan. Perbedaan yang dimaksud antara lain adalah fungsi guna lahan bagian Bandung Utara yang lebih dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan bagi golongan “atas” yang ditandai dengan banyaknya rumah-rumah peristirahatan (vila) dan terdapatnya bangunan hotel pada ruas jalan utama di Kota Bandung seperti Hotel Grand Preanger dan Savoy Homann, sedangkan wilayah Bandung Selatan merupakan wilayah yang dihuni oleh kaum pribumi dan golongan “bawah”.
Perbedaan
pola kegiatan
pekembangan kegiatan
pariwisata
tersebut
dapat
yang kemudian
mempengaruhi dapat
pola
mempengaruhi
karakteristik wisatawan yang datang ke Kota Bandung. Berdasarkan temuan studi awal, untuk wilayah Bandung Utara, wisatawan yang datang didominasi oleh wisatawan yang datang dari Jakarta, sedangkan untuk wilayah Bandung Selatan, wisatawan yang datang cenderung berasal dari daerah sekitar Kota Bandung seperti Cimahi, Garut, Sumedang, Kabupaten Bandung dan daerah lain di sekitar Kota Bandung. Perkembangan
pariwisata
Kota
Bandung
berkaitan
erat
dengan
ketersediaan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang ada seperti jaringan transportasi dan penyediaan akomodasi (Jansen-Verbeke dalam Gunn, 1986). Sebagai suatu destinasi pariwisata, dibutuhkan aksesibilitas yang baik dengan daerah sekitar, linkage antara daya tarik wisata lain di sekitarnya, akomodasi, dan berbagai sarana pendukung lainnya. Pembangunan jaringan transportasi dimulai dengan pembangunan jalur kereta api yang telah tersedia sejak jaman penjajahan, hingga pembangunan berbagai sarana dan prasarana pendukung perkembangan kota. Berbagai sarana dan prasarana pendukung seperti pembangunan jalan layang Pasupati, jalan tol Purbaleunyi, dan pesatnya perkembangan jasa transportasi “travel” yang menjadi faktor yang membantu perkembangan pariwisata Kota Bandung. Selain itu, Kota Bandung juga didukung oleh ketersediaan terminal bus, stasiun kereta api serta Bandar udara Husein Sastranegara. Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung diatas menyebabkan tingginya pergerakan terutama
wisatawan yang datang ke Kota Bandung dan di dalam Kota Bandung sendiri. Sebagai gambaran, jumlah kendaraan (mobil) yang masuk Kota Bandung melewati pintu tol Pasteur pada Tahun 2005 sebanyak 7 juta unit (Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun 2005). Untuk ketersediaan jaringan jalan, panjang jaringan jalan yang tersedia di Kota Bandung sekitar 1.221 Km (Bandung Dalam Angka tahun 2005) dan luas permukaan jalan di Kota Bandung hanya sekitar 3,8% dari total keseluruhan luas Kota Bandung yang seharusnya mampu mencapai 20% dari total keseluruhan luas kota Bandung. Sedangkan untuk ketersediaan fasilitas lahan parkir hanya tersedia sebanyak 238 titik (Sumber: Bandung Dalam Angka Tahun 2005). Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pembangunan berbagai sarana kegiatan pariwisata seperti hotel dan pusat perbelanjaan. Saat ini, jumlah hotel di Kota Bandung mencapai 227 unit, pusat perbelanjaan mencapai 24 unit, Factory Outlet mencapai 80 unit, restoran mencapai 121 unit dan berbagai jasa lainnya (Sumber: www.bandung.go.id). Peningkatan jumlah sarana prasarana pendukung kegiatan pariwisata tersebut dapat menjadi salah satu faktor pendukung tingginya jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung (sekitar 2,5 juta jiwa wisatawan pada tahun 2008 (Sumber: RIPPDA Kota Bandung 2006)). Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi dengan penambahan jaringan jalan maupun fasilitas parkir yang memadai sehingga menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan. Permasalahan yang timbul adalah kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata yang dapat terjadi karena penumpukan kendaraan di jalan akibat dari sulitnya mencari parkir. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung dapat menjadi salah satu pertanda bahwa daya dukung yang dimiliki Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata mulai mendekati puncaknya. Apabila daya dukung yang dimiliki oleh Kota Bandung telah melampaui batasnya, maka dihawatirkan akan berpengaruh terhadap kepariwisataan Kota Bandung.
1.2 Rumusan Persoalan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan pariwisata memberikan kontribusi yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Namun pada kenyataannya, perkembangan kegiatan pariwisata di Kota Bandung tidak diikuti oleh perkembangan sarana prasarana pendukung kegiatan pariwisata, sehingga menimbulkan permasalahan seperti kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata. Pertumbuhan berbagai sarana prasarana pendukung kegiatan pariwisata seperti sarana akomodasi, pusat perbelanjaan, dan restoran tidak diimbangi oleh perkembangan dan penyediaan sarana prasarana lain seperti penambahan kapasitas jalan serta penyediaan fasilitas parkir. Kemacetan lalu lintas yang disebabkan ketidakseimbangan diatas memberikan dampak negatif bagi berbagai pihak, seperti bagi masyarakat Kota Bandung, wisatawan yang datang ke Kota Bandung, Pemerintah Kota Bandung dan investor/pedagang. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang lebih besar dapat timbul apabila perkembangan kegiatan pariwisata di Kota Bandung tidak diikuti oleh perkembangan sarana dan parasana pendukung seperti jaringan jalan dan fasilitas parkir. Permasalahan yang dimaksud adalah terlampauinya daya dukung Kota Bandung sebagai kota tujuan wisata, yang akan berpengaruh terhadap kondisi kepariwisataan Kota Bandung. Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah Kota Bandung telah kehilangan daya dukungnya sebagai salah satu kota tujuan wisata? 1.3 Tujuan dan Sasaran Berdasarkan persoalan yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kepariwisataan Kota Bandung akibat pengaruh kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung. Berdasarkan tujuan tersebut, maka sasaran penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik pengunjung dan kunjungan wisatawan yang datang ke Kota Bandung. 2. Mengetahui persepsi pengunjung Kota Bandung mengenai “toleransi” atau daya tahan mereka dalam menghadapi kemacetan lalu lintas ketika melakukan kegiatan pariwisata di Kota Bandung.
3. Mengidentifikasi sarana dan prasarana apa saja yang masih dianggap kurang oleh pengunjung untuk mendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup studi. 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini adalah kawasan-kawasan wisata di Kota Bandung, khususnya yang memiliki permasalahan seperti kemacetan lalu lintas dan kurangnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata. Wilayah studi dipilih berdasarkan kantong-kantong pengembangan wisata di Kota Bandung yang kemudian dipilih dengan berbagai pertimbangan. Kawasan-kawasan wisata yang terletak di Kota Bandung tersebut akan diwakilkan oleh beberapa titik pusat kegiatan wisata yang dianggap dapat mewakili pariwisata Kota Bandung. 1.4.2 Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup studi pada penelitian ini akan mengacu pada studi-studi mengenai pariwisata dan infrastruktur atau sarana dan prasarana yang akan didapat melalui berbagai sumber seperti literatur dan observasi. Studi mengenai pariwisata yang dimaksud antara lain mengenai karakteristik pengunjung, peranan sektor pariwisata, dan melihat pariwisata sebagai suatu sistem yang terkait antara satu dengan lainnya. Studi mengenai pariwisata juga dilakukan dengan melihat kondisi dan kegiatan pariwisata yang terdapat di Kota Bandung khususnya di daerah yang menjadi wilayah studi penulis berdasarkan hasil
observasi. Selain itu, studi kali ini akan lebih memfokuskan pada persepsi pengunjung mengenai toleransi mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas pada akhir pekan di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung dan pengaruhnya terhadap pola perjalanan mereka. Studi infrastruktur yang dimaksud antara lain mengenai jenis-jenis infrastruktur atau sarana dan prasarana penunjang kegiatan perkotaan, peranan infrastruktur, dan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan pariwisata, khususnya kegiatan wisata perkotaan di Kota Bandung. Untuk studi mengenai infrastruktur akan lebih difokuskan mengenai persepsi pengunjung mengenai sarana prasarana yang paling dibutuhkan pengunjung guna mempermudah dan memberikan kenyamanan kepada pengunjung selama berkegiatan di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. 1.5 Metodologi Penelitian Penelitian ini diawali dengan mengumpulkan berbagai informasi awal mengenai berbagai permasalahan yang terkait dengan kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Selain diawali dengan mengetahui berbagai permasalahan, penelitian ini juga diawali dengan pengumpulan berbagai informasi tentang kebutuhan data yang didapat dari berbagai sumber. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai metoda pengumpulan data, metoda pemilihan lokasi, dan metoda pemilihan sampel. 1.5.1 Metoda Pengumpulan Data Metoda yang akan digunakan dalam pengumpulan data dibagi kedalam dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. 1. Data Primer Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian kali ini akan didapatkan dengan cara sebagai berikut: -
Wawancara
dengan
pengunjung
mengenai
kebutuhan
infrastruktur penunjang kegiatan pariwisata. -
Wawancara dengan pengunjung mengenai toleransi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata di Kota Bandung.
-
Observasi lapangan.
2. Data Sekunder Untuk
pengumpulan
data
sekunder,
data
didapat
dengan
cara
mengumpulkan berbagai data instansional yang didapat dari berbagai instansi terkait di Kota Bandung yang terkait dengan permasalahan yang terjadi. 1.5.2 Metoda Pemilihan Kawasan Wisata Metoda yang digunakan penulis dalam menentukan lokasi adalah dengan menggunakan metoda stratified dan metoda purposif. Pada dasarnya, ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Kota Bandung dengan memfokuskan kepada lokasi-lokasi yang menjadi tujuan utama wisata di Kota Bandung. Pada awalnya penulis memilih lokasi-lokasi kegiatan wisata di Kota Bandung berdasarkan kantong-kantong pariwisata yang terdapat dalam RIPPDA Kota Bandung Tahun 2006. Berdasarkan RIPPDA Kota Bandung Tahun 2006 tersebut, penulis mendapatkan bahwa terdapat 15 kantong-kantong wisata yang merupakan daya tarik wisata yang dimiliki Kota Bandung. Dari ke 15 kantongkantong kawasan wisata tersebut, penulis menentukan beberapa kawasan yang dianggap paling dapat mewakili kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Penulis menentukan beberapa titik-titik kawasan wisata yang menjadi pemusatan kegiatan pariwisata berdasarkan berbagai sumber dan pertimbangan, seperti berdasarkan RTRW, RIPPDA, artikel, serta hasil observasi. Pemilihan lokasi yang dimaksud dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pariwisata di kawasan tersebut, pemusatan kegiatan wisatawan, kemacetan lalu lintas, dan
jumlah
kunjungan wisatawan. Beberapa lokasi yang menjadi pilihan penulis yang dianggap dapat mewakili kegiatan pariwisata Kota Bandung antara lain adalah sebagai berikut:
Kawasan wisata belanja Jl. Ir. H. Juanda (Dago)
Kawasan wisata belanja Jl. L.L.R.E. Martadinata (Riau)
Kawasan wisata belanja Jl. Setiabudi
Kawasan wisata belanja Jl.Cihampelas
Kawasan wisata Kebon Binatang Bandung
Kawasan wisata Alun-alun Kota Bandung dan sekitarnya Berdasarkan beberapa kawasan yang telah penulis tentukan tersebut,
penulis kemudian kembali mengklasifikasikan kawasan-kawasan wisata tersebut berdasarkan karakteristik di masing-masing kawasan berdasarkan beberapa variabel seperti jenis kegiatan wisata, karakteristik wisatawan, permasalahan serta ketersediaan sarana dan prasarana. Setelah melakukan klasifikasi berdasarkan karakteristiknya, penulis kemudian menemukan bahwa terdapat 4 kawasan yang menjadi lokasi sasaran penyebaran kuesioner. Ke empat kawasan tersebut dapat dilihat pada TABEL I-1 berikut ini: TABEL I-1 PENENTUAN LOKASI KAWASAN WISATA No
1
Kawasan Wisata
Dago, Riau, Setiabudi
2
Cihampelas
3
Alun-alun
4
Kebon Binatang Bandung
Lokasi penyebaran Kuesioner
Pertimbangan Lokasi wisata belanja yang menjadi daya tarik utama Kota Bandung saat ini (RTRW Kota Bandung Tahun 2003-2013) yang memiliki karakteristik yang sama dalam berbagai hal. Wisatawan yang datang didominasi oleh wisatawan dari Jabodetabek dan menggunakan kendaraan pribadi. Lokasi wisata belanja yang menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang dari daerah sekitar Kota Bandung. Salah satu lokasi tujuan wisata daerah sekitar Kota Bandung dan menjadi ikon Kota Bandung bagi daerah-daerah disekitarnya. Salah satu lokasi tujuan wisata yang memiliki jumlah wisatawan terbanyak dibandingkan dengan jumlah wisatawan di objek wisata lain (BDA Tahun 2005).
Factory Ooutlet, tempat makan di kawasan tersebut.
Alun-alun, dalem kaum, pusat perbelanjaan Kings.
Kebon Binatang
Dari tabel diatas kemudian akan diambil 4 kawasan lokasi penyebaran kuesioner yang dianggap akan mewakili kegiatan pariwisata di Kota Bnadung. Ke empat lokasi itu antara lain adalah sebagai berikut:
Beberapa Factory Outlet di Kawasan Wisata belanja Jl. L.L.R.E. Martadinata (Riau) yang akan difokuskan pada Factory Outlet Heritage, Cascade, dll.
Beberapa Factory Outlet atau pertokoan di kawasan wisata belanja Jl. Cihampelas seperti di Rambo, Batman, dll.
Alun-alun Kota Bandung, pasar dalem kaum serta pusat perbelanjaan Kings.
Kebon Binatang Kota Bandung
1.5.3 Metoda Pemilihan Sampel Sebelum menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan, terlebih dahulu dilakukan kategorisasi populasi. Untuk penelitian kali ini, penulis memilih populasi berupa para pengunjung yang datang ke Kota Bandung, baik itu pada hari-hari kerja, maupun pada akhir pekan. Jumlah populasi wisatawan yang datang ke Kota Bandung tidak dapat dipastikan dengan pasti berapa jumlahnya karena sulit mengidentifikasi antara wisatawan, pengunjung, maupun warga Kota Bandung.
Hal tersebut menyebabkan tidak mungkin untuk mendapatkan
kerangka survei yang menjadi dasar untuk menentukan jumlah sampel secara acak (random sampling). Oleh karena hal tersebut, penulis memanfaatkan bantuan software SSCALC untuk menghitung jumlah sampel dengan asumsi tingkat kepercayaan sebesar 95% dan sampling error sebesar 7%. Dari perhitungan menggunakan bantuan software tersebut, maka didapat jumlah sampel sebanyak 196 sampel untuk mewakili populiasi “wisatawan” yang ada di Kota Bandung. Kemudian, penulis memutuskan untuk melakukan penyebaran kuesioner pada weekdays dan weekends. Karena keterbatasan biaya, tanaga dan waktu, dimutuskan untuk menggunakan sampel sebanyak 300 buah. Berdasarkan pemilihan lokasi, didapat 4 lokasi yang menjadi lokasi penyebaran kuesioner. Oleh karena itu, penyebaran kuesioner akan dibagikan secara merata di 4 lokasi, yaitu sebanyak 75 kuesioner di tiap lokasi. Untuk proporsi jumlah sampel pada weekdays dan weekends, diputuskan untuk meberikan proporsi sebesar 40% dari jumlah sampel untuk weekdays dan 60% dari jumlah sampel untuk weekends. Hal tersebut didapat dari asumsi bahwa jumlah pengunjung akhir pekan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pengunjung pada waktu hari kerja. Jumlah sampel di setiap titik untuk hari weekdays adalah 30 sampel, dan jumlah sampel di tiap titik untuk hari weekends adalah sebanyak 45 sampel. Metoda yang digunakan adalah dengan menyebarkan
kuesioner dan melakukan wawancara langsung kepada para pengunjung. Pemilihan pengunjung yang akan diwawancara adalah pengunjung yang dewasa atau dengan umur diatas 17 tahun. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kesahan data yang dikumpulkan. Pemilihan sampel dilakukan dengan metoda kuota karena tidak terdapat kerangka sampel yang dapat digunakan untuk menggunakan metoda random sampling. Pemilihan sampel dengan menggunakan metoda tersebut karena hanya akan mewawancarai pengunjung yang telah dianggap dewasa dan sedang dalam keadaan tidak sibuk. Pemilihan sampel yang ingin diberikan kuesioner dilakukan dengan mencari wisatawan yang tidak sedang melakukan kegiatan belanja agar tidak mengganggu pengunjung yang bersangkutan. Penyebaran kuesioner akan dilakukan kepada wisatawan yang sedang menunggu keluarga atau kerabat di beberapa lokasi yang telah ditetapkan, baik itu di kawasan objek wisata maupun di halaman parkir objek wisata. Wawancara juga dapat dilakukan pada pengunjung yang sedang beristirahat atau sedang dalam waktu senggang, sehingga pengunjung tidak merasa terganggu dan dapat memberikan jawaban yang menurutnya paling cocok. Diusahakan penyebaran kuesioner tidak berasal dari kelompok pengunjung yang sama. Metoda penyebaran kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner di beberapa titik dalam waktu yang bersamaan dan pada waktu yang dirasa menjadi peak hours di kawasan tersebut. Metoda yang digunakan dalam pengisian kuesioner adalah dengan memberikan kuesioner kepada pengunjung, lalu pengunjung tersebut secara langsung mengisi kuesioner yang diberikan.
TABEL I-2 METODA PENGUMPULAN DATA
Masukan Sasaran
Mengetahui sarana dan prasarana apa saja yang masih dianggap kurang dalam mendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung berdasarkan persepsi wisatawan.
Mengetahui persepsi wisatawan mangenai “daya tahan” mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul ketika melakukan kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Mengetahui perilaku wisatawan yang datang ke Kota Bandung dalam berwisata.
Data Yang Diperlukan Tipologi kegiatan pariwisata di Kota Bandung Mengetahui jumlah penduduk, wisatawan, sarana prasarana pendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Jenis sarana dan prasarana perkotaan Jenis sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata
Jenis Data
Sumber
Data Sekunder
RIPPDA Kota Bandung, Jansen, internet,
Teknik Analisis
Hasil
Deskriptif
Jenis kegiatan pariwisata di Kota Bandung
Data Sekunder
BPS
Deskriptif kualitatif
Perbandingan antara ketersediaan sarana prasarana dengan kebutuhan wisatawan dan penduduk
Data Sekunder
Catatan kuliah, Literatur
Deskriptif
Sarana prasarana perkotaan
Data Sekunder, Data Primer
Gunn, Lawson, Inskeep, Internet, Wawancara kuesioner
Deskriptif
Sarana prasarana penunjang pariwisata
Deskriptif
Rumusan persoalan
Deskriptif
Wilayah studi
Permasalahan pariwisata di Kota Bandung
Data Sekunder, Data Primer
Titik - titik lokasi wisatawan di Kota Bandung. Tipologi wisatawan Karakteristik wisatawan di Kota Bandung
Data Sekunder, Data Primer
RTRW Kota Bandung, RIPPDA Kota Bandung, Observasi, Wawancara kuesioner RIPPDA Kota Bandung, Observasi
Data Sekunder
Gunn, Lawson
Deskriptif
Jenis wisatawan
Data primer
Wawancara kuesioner, Observasi
Deskriptif
Karakteristik wisatawan di Kota Bandung
1.5.4 Metoda Analisis Metoda analisis yang digunakan akan lebih mengarah kepada analisis deskriptif dan kualitatif berdasarkan studi literatur dan persepsi wisatawan. Metoda penelitian dilakukan dengan menggali persoalan, permasalahan, kondisi yang terdapat di lapangan berdasarkan persepsi pengunjung maupun yang didapatkan melalui kuesioner serta dari hasil pengumpulan data dan informasi sekunder yang kemudian akan dibandingkan dengan literatur yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata dan infrastruktur penunjang pariwisata. Untuk mengetahui tingkat toleransi pengunjung terhadap kemacetan lalu lintas dan kepuasan terhadap sarana prasarana, akan dilakukan dengan menggunakan rentang 1 sampai dengan 10. Untuk tingkat toleransi, angka 1 berarti tingkat toleransi sangat besar, dimana pengunjung sama sekali merasa tidak terpengaruh terhadap kemacetan lalu lintas yang terjadi di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Angka 10 akan menunjukkan bahwa pengunjung telah merasa jera untuk kembali ke Kota Bandung setelah menghadapi kemacetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Untuk tingkat toleransi pengunjung, semakin besar angka yang didapat akan menunjukkan bahwa semakin kecil tingkat toleransinya atau semakin merasa tidak tahan dalam menghadapi kemcaetan lalu lintas di berbagai kawasan wisata di Kota Bandung. Seperti tingkat toleransi, kepuasan pengunjung terhadap sarana prasarana juga akan menggunakan rentang 1 sampai dengan 10. Untuk kepuasan akan sarana prasarana, angka 1 akan dianggap sebagai tingkat kepuasan terendah, sedangkan angka 10 akan dianggap sebagai tingkat kepuasan tertinggi. Semakin besar angka yang didapat, maka semakin besar tingkat kepuasan pengunjung terhadap sarana prasarana penunjang kegiatan pariwisata di berbagai kawasab wisata di Kota Bandung. Metoda analisis yang akan dilakukan adalah dengan menghubungkan berbagai variabel yang berkaitan dan melihat bagaimana hubungan antara variabel-variabel tersebut, antara lain dengan menggunakan metoda analisis tabulasi silang. Dalam melihat kaitan dan hubungan antara variabel-variabel yang telah ditetapkan, akan menggunakan bantuan software pengolah data yang akan membantu penulis dalam melalukan analisis.
GAMBAR 1.2 DIAGRAM ALUR KERANGKA PIKIR
Rumusan Persoalan
Latar Belakang Penelitian
Terlampauinya daya dukung Kota Bandung yang menyebabkan sering terjadi kemacetan lalu lintas. Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya daya tarik Kota Bandung sebagai destinasi pariwisata.
Perkembangan kegiatan pariwisata di Kota Bandung yang didukung oleh berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata.
Pertanyaan
Kebijakan pengembangan kepariwisataan Kebijakan pembangunan infrastruktur perkotaan
Apakah Kota Bandung telah kehilangan daya dukungnya sebagai kota tujuan wisata. Pendahuluan Tujuan Studi
Mengetahui kondisi kepariwisataan Kota Bandung akibat pengaruh kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandung.
Mengetahui karakteristik pengunjung dan kunjungan wisatawan yang datang ke Kota Bandung.
Mengetahui persepsi pengunjung Kota Bandung mengenai “toleransi” atau daya tahan mereka dalam menghadapi kemacetan lalu lintas ketika melakukan kegiatan pariwisata di Kota Bandung.
Mengidentifikasi sarana dan prasarana apa saja yang masih dianggap kurang oleh pengunjung untuk mendukung kegiatan pariwisata di Kota Bandung. Tujuan dan Sasaran Asumsi Daya dukung Kota Bandung telah terlampaui dan dapat mempengaruhi perkembangan kepariwisataan Kota Bandung.
Analisis Analisis
Kesimpulan Temuan studi dan Rekomendasi studi Kesimpulan
1.6 Sistematika Pembahasan BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan dan diceritakan mengenai latar belakang penelitian yang dilakukan, tujuan dan sasaran dari penelitian ini, ruang lingkup penelitian baik wilayah maupun studi, serta metoda penelitian yang akan dilakukan serta tahapan penulisan penelitian yang dilakukan penulis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab tinjauan pustaka, akan dijelaskan mengenai teori-teori yang terkait dengan penelitian. Teori-teori yang akan dijelaskan didapat dari berbagai sumber literatur yang didapat penulis mengenai pariwisata dan infrastruktur. Pada tinjauan teori akan dijelaskan mengenai definisi pariwisata, tipologi wisatawan di Kota Bandung, pengembangan pariwisata, kebutuhan infrastruktur perkotaan, serta kebutuhan akan infrastruktur penunjang kegiatan pariwisata.
BAB III
GAMBARAN UMUM PARIWISATA KOTA BANDUNG
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kota Bandung mulai dari kondisi pariwisata Kota Bandung sejak jaman kolonial sampai sekarang serta kegiatan pariwisata yang terdapat di Kota Bandung. Pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai pemetaan kawasan pariwisata di Kota Bandung.
BAB IV
TOLERANSI PENGUNJUNG DAN WISATAWAN TERHADAP KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA BANDUNG
Pada bab ini akan dilakukan penjabaran mengenai hasil pengumpulan data dan berbagai informasi yang telah dilakukan. Kemudian akan dilakukan analisis dan pengolahan data dari hasil observasi dan hasil pengumpulan data maupun informasi yang telah didapat melalui wawancara atau kuesioner. Pada bab ini akan dibahas mengenai karakteristik pengunjung dan kunjungan yang datang ke Kota Bandung berdasarkan hasil pengoilahan data dan wawancara.
BAB V
KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA Pada bab ini akan dilakukan penjabaran mengenai hasil pengumpulan data dan berbagai informasi yang telah dilakukan. Kemudian akan dilakukan analisis dan pengolahan data dari hasil observasi dan hasil pengumpulan data maupun informasi yang telah didapat melalui wawancara atau kuesioner. Pada bab ini akan dibahas mengenai ketersediaan berbagai sarana dan prasarana yang terkait dengan kegiatan pariwisata. Pada bab ini juga akan dilihat kaitan antara hasil temuan dalam analisis dengan studi literatur yang akan menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dilihat pada bab selanjutnya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil analisis dan temuan studi yang telah dilakukan. Pada bab ini juga akan diberikan rekomendasi dan masukan untuk studi lanjutan.