BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes Mellitus pada dasarnya merupakan kelainan kronis pada homeostasis glukosa yang ditandai dengan beberapa hal yaitu peninggian kadar gula darah, kelainan dari kerja insulin, sekresi insulin dari pankreas yang abnormal dan peningkatan produksi glukosa oleh hepar (Camacho et al, 2007). Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. Bentuk paling umum dari diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (CDC, 2012). Pada Diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes M ellitus (IDDM), terjadi gangguan proses autoimun dimana tubuh menyerang sel beta pankreas sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), dapat terjadi dua kondisi dimana pankreas memproduksi insulin , tetapi jumlah insulin yang diproduksi tidak adekuat atau terjadinya resistensi insulin (Rizzo, 2001). Diabetes gestasional adalah hiperglikemia dengan onset atau pertama kali diketahui selama kehamilan. Gejala diabetes gestational mirip dengan diabetes tipe 2 (CDC, 2012). Pada tahun 2012, dikatakan prevalensi angka kejadian diabetes me litus di dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2012). Menurut laporan badan kesehatan dunia atau World Health Organisation (WHO) pada tahun 2000 dianggarkan sebanyak 171 juta jiwa menderita diabetes melitus tipe 2 dan diperkirakan pada 2030 akan terjadi peningkatan sebanyak 195 juta jiwa lagi yang akan menderita diabetes tipe 2 (WHO, 2013). Studi populasi Diabetes Mellitus tipe 2 di berbagai Negara oleh WHO menunjukkan jumlah penderita diabetes me litus pada tahun 2000 di
Indonesia menempati urutan ke -4 terbesar dengan 8,426 juta orang dan diperkirakan akan menjadi sekitar 21,257 juta pada tahun 2030. (WHO, 2013). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis progresif yang menjadi salah satu permasalahan medis, bukan hanya karena prevalensinya yang meningkat dari tahun ketahun, tetapi juga karena penyakit ini umumnya dapat bermanifestasi ke gangguan
penyakit
sistemik
lain
seperti
kelainan
makrovaskuler
dan
mikrovaskuler (Wild et al, 2000). Anemia secara fungsional dapat didefinisikan sebagai penurunan massa se l darah merah sehingga tidak memadai untuk transportasi oksigen yang optimal ke jaringan perifer (Tkachuk et al, 2007). Definisi anemia menurut WHO pula adalah konsentrasi Hb dibawah 13 gr/dl pada laki -laki dan perempuan postmenopouse dan konsentrasi Hb dibawah 12 g/dl pada perempuan lainnya (WHO, 2008). Menurut laporan penelitian yang dilak ukan WHO pada tahun 1993-2005 diperkirakan 24.8% dari populasi dunia menderita anemia dan pr evelensi tertinggi adalah pada negara-negara yang sedang berkembang (WHO, 2008). Anemia bukanlah diagnosa akhir dari suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit dasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu, gangguan pada mekanisme produksi eritrosit, siklus penghancuran eri trosit memendek atau adanya faktor eksternal seperti pendarahan. Prevelensi anemia penyakit kronis merupakan yang kedua terbesar selepas anemia defisiensi besi dengan proporsi sepertiga dari populasi dunia dengan anemia.(Agustriadi et al, 2006). Anemia penyakit kronis atau anemia of chronic disease (ACD) sering dikatakan terjadi pada penderita dengan penyakit inflamasi kronis dan gagal ginjal seperti pada pasien diabetes dengan nefropati, namun besar proporsi kejadian nefropati hanyalah 7% dari jumlah penderita diabetes (Jerums et al, 2006). Bila terjadi penurunan dari fungsi ginjal disebabkan diabetes melitus dengan nefropati, kemampuan ginjal untuk memproduksi eritropoetin yang adekuat untuk regulasi eritrosit baru akan terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya peningkatan dari produksi sit okin dan sel retikuloendotelial yang menginduksi perubahan homeostasis besi dan produksi eritropoetin. Prevalensi
penderita diabetes melitus yang didiagnosa anemia dengan atau tanpa nefropati adalah sebanyak 57.1% (Jerums et al, 2006). Berdasarkan data dan kondisi yang dikemukakan di atas, yaitu tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, besar resiko penderita diabetes melitus tipe 2 menderita anemia serta melihatkan belum ada data tentang anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik, maka peneliti tertarik untuk mengetahui angka kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik, Medan.
1.2
Rumusan Masalah
“Bagaimana kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap, Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 – 31 Disember 2012”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan
1.
Mengetahui kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 di ruang
Umum
:..................................................................................
rawat jalan dan ruang rawat inap , Divisi Endokrinologi, Departe men Ilmu Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik, Medan , pada 1 Januari 2011 31 Disember 2012.
1.3.2
Tujuan
Khusus
:................................................................................
1.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat jalan di RSUP H. Adam Malik, Medan.
2.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dan anemia pada pasien yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan.
3.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tip e 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis kelamin.
4.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Mal ik, Medan berdasarkan kelompok usia.
5.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan lama menderita diabetes melitus tipe 2.
6.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap di RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan HbA1c.
7.
Mengetahui besar kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan anemia pada pasien yang dirawat jalan dan dirawat inap d i RSUP H. Adam Malik, Medan berdasarkan jenis terapi yang diberikan.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Kepada RSUP H. Adam Malik, Medan : 1.
Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan di RSUP H.Adam Malik, mengenai kejadian anemia pada penderita diabetes melitus tipe 2 dalam meningkatkan fasilitas serta pelayanan bagi penderita diabetes melitus tipe 2
dengan
anemia
yang
Medan....................................
berobat
di
RSUP
H.
Adam
Malik,
....................................... ..............
1.4.2
Kepada masyarakat
1.
Menyediakan dasar informasi kesehatan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap deteks i dini diabetes melitus tipe 2 agar terhindar dari komplikasi.
2.
Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang kejadian anemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sebagai upaya pengendalian faktor resiko kejadian anemia pada diabetes melitus tipe 2.
1.4.3
Kepada peneliti
1.
Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pe neliti tentang penyakit diabetes melitus tipe 2 dan anemia.
2.
Dapat memperoleh informasi dasar ilmiah terbaru tentang ke jadian diabetes melitus tipe 2 .
3.
Mempelajari proses melakukan penelitian dengan turun ke lapangan.