Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Persaingan antar daerah mungkin salah satu tantangan terbesar yang tersisa dari proses globalisasi (Hazime, 2011), fenomena persaingan persaingan antar Kota mulai hangat dimana banyak Kota-Kota di dunia ingin menjadi yang terbaik. Pada 2008, majalah The Economist melakukan wawancara dengan John Ross, seorang consultant ekonomi waliKota London, tentang posisi Kota London terhadap Kota Paris. Ia mengatakan, saat ini Kota London sudah menang melawan Kota Paris dan sedang mengincar posisi Kota New York. Pertanyataan ini membuktikan bahwa sedang terjadi persaingan antarKota di dunia (Yananda & Salamah, 2014). Salah satu program city branding yang sukses adalah Kota New York yang dimulai karena krisis keuangan, rasio penganguran yang meningkat, penerimaan pajak yang rendah, dan tidak ada solusi yang baik untuk saat itu yang dialaminya yang diperparah penolakan oleh pemerintah pusat yang tidak memberikan bantuan dan New York diharapkan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. John Dyson komisaris dari New York State Department of Commerce meminta bantuan kepada seorang ahli marketing untuk mengembangkan ekonomi dan pariwisata yaitu William S. Doyle yang melibatkan Consumer Behavior, InC. dan untuk meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan dan usaha perbaikan citra New York sebagai lokasi bisnis serta mengadakan pertemuan-pertemuan penting. Salah satu kampaye pemasaran yang paling sukses dalam sejarah pemasaran Kota adalah kampaye “I Love New York” yang dibuat oleh Milton Glaser pada 1977 yang dipasang pada pernak-pernik, seperti kaus T-shirt, pin, serta sticker membuat wisatawan yang pernah pergi ke New York pasti akan membeli dan membawa sebagai buah tangan yang meningkatkan citra dan dapat menyelamatkan New York dari masalah yang dihadapi. Sehingga untuk meningkatkan citra Kota dibutuhkan peran dari seorang marketing untuk dapat mengkomunikasikan keunggulan dari sebuah Kota dengan menggunakan kampanye marketing untuk meningkatkan citra (Peggy, 2011).
1
2 Menurut (Kapferer, 2011) dalam buku city brand theory and case citra sebuah
Kota
dibangun
berdasarkan
produk
khas
yang
dihasilkan,
cara
mengkomunikasikan, dan karakter dari penduduk yang tinggal dalam Kota itu. Seperti Kota London menghasilkan produk London Eyes, menara jam Big Bang, London School of Economics, Museum Tate, dan produk yang dihasilkan dari percampuran budaya seperti istana Buckingham dan Carnaby Street yang dikomunikasikan melalui artis seperti One Direction, Mr. Bean, dan TV international BBC. Paris menghasilkan menara Eiffel, Beauborg, The Lourve, dan Fauborg Saint Horone yang dikomunikasikan dengan Kota yang romantis melalui karya arsitektur yang indah, pagelaran busana yang mendunia, dan restaurant. Menurut (Yananda & Salamah, 2014) sebuah Kota membutuhkan branding karena dua alasan, yaitu Kota sebagai entitas politik dan ekonomi. Kota yang baik harus mampu membuat pelaku bisnis dan investor masuk dan tertarik untuk membuat usaha atau menanamkan modalnya, mampu membuat turis untuk datang berkunjung dan berbelanja, mampu melakukan diplomasi publik untuk mendukung promosi produk yang dihasilkan, dan mampu mempertegas identitas dan meningkatkan harkat yang dimiliki oleh warganya. Melalui Citra Positif yang kuat Kota dan pemaku kepentingan citra Kota juga akan membantu pemasaran produk yang terkait dengan Kota itu sendiri. Keterkaitan antara tempat dan produk yang dilihat pada efek negara asal (country – of – origin effect, disingkat COO effect) seperti produk yang dihasilkan dari negara mesin buatan Jerman memiliki citra produk berkualitas yang baik. Di tingkat Kota, dodol garut memiliki citra lebih baik daripada dodol yang diproduksi dari Kota lain padahal Kota lain mampu untuk menghasilkan kualitas yang sama atau lebih baik. COO effect membuat asosiasi secara instan karena kurangan informasi dari sebuah produk, konsumen akan mengandalkan informasi yang dimilikinya yaitu tempat asal produk dan cenderung konstan. Perkembangan city branding di dunia mulai menjadi perhatian para consultant di Indonesia seperti Markplus yang memberikan perhatian kepada kasus city branding melalui training, publikasi, dan marketing conference yang menghadirkan waliKota untuk membahas tentang city branding. Indonesia mulai menunjukan keunggulan dalam produk yang dihasilkan seperti Solo yang memiliki
3 Jokowi yang terpilih sebagai waliKota terbaik dunia 2012 di peringkat ke-tiga versi webmayor.com karena berhasil mengubah citra solo yang rentan kriminalitas menjadi pusat seni dan budaya yang mulai menjadi tujuan wisata atau Surabaya yang menghasilkan Tri Rismaharini yang terpilih menjadi wali Kota terbaik dunia untuk bulan Februari versi Citymayors.com karena berhasil membawa perubahan signifikan terhadap perkembangan Kota Surabaya. Dengan penghargaan yang diterima oleh waliKota diharapkan dapat meningkatkan citra Indonesia di mata International. Indonesia dengan luas negara 1,904,569 Km2 atau 42,52% dari total wilayah ASEAN yang mempunyai 13,466 pulau dengan keaneka ragaman flora dan fauna serta keindahan alam yang menarik membuat Indonesia mempunyai differensiasi yang kuat, tetapi menurut data dari Kementrian Pariwisata pada tahun 2013 jumlah kunjungan wisman ke Malaysia sudah mencapai 25,7 juta, Singapore 15,5 juta, dan Thailand 26,5 juta. Sementara jumlah wisman ke Indonesia hanya 9 juta atau 9% dari total kunjungan wisman ke ASEAN sebesar 97,22 juta. Hal ini merupakan kelemahan karena belum bisa membuat keaneka ragaman menjadi daya tarik sekaligus melupakan peluang karena dengan kekuatan Indonesia bisa mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar lagi. Kementrian pariwisata berencana untuk meningkatkan kedatangan wisatawan asing menjadi 20 juta dan wisatawan lokal menjadi 275 juta pada akhir tahun 2015. Tabel 1. 1 Grafik Target wisatawan 2019 2014
2019
Kontribusi terhadap GDP
4%
8%
Pendapatan Devisa dari pariwisata
Rp. 120 Triliun Rp. 240 Triliun
Tourism Competitiveness Index
Peringkat 70
Peringkat 30
Kedatangan wisatawan mancanegara 9 juta
20 juta
Kedatangan wisatawan Nusantara
275 juta
250 juta
Sumber: Majalah SWA Peningkatan kedatangan wisatawan asing diharapkan dapat meningkatkan devisa dari 120 triliun menjadi 240 Triliun, sehingga merupakan potensi besar bagi para pelaku usaha travel, makanan, penginapan, dan tempat wisata untuk ikut mengambil bagian dalam mengembangkan pariwisata di Indonesia. Dalam mengimplementasikan strategi pemasaran untuk mencapat peningkatkan devisa
4 hingga 100%, Arief Yahya Menteri Pariwisata memperkenalkan konsep “Great” untuk meningkatkan target kunjungan wisatawan asing sebesar 20 juta pada akhir 2019 atau meningkat 100% dibandingkan pada tahun 2014 sehingga kemenpar menggunakan pendekatan yang disebut Destination, Origination, dan Time. Dengan fokus pada 3 destinasi wisata yaitu Great Batam, Jakarta, dan Bali, melalui tiga kawasan Great yang diutamakan karena merupakan penyumbang terbanyak dari 9,42 juta wisman yang datang ke Indonesia, Great Bali menyumbang 3,51 juta (39,42%), Great Jakarta 2,3 juta (27,68%), dan Great Batam 2,15 juta (25,88%) sehingga melalui ketiga destinasi sudah menyumbang 93% dari total kunjungan wisman ke Indonesia. Sementara destinasi lain akan mendapat perhatian tetapi secara proposional. Pendekatan origination difokuskan pada potensi wisman dari lima negara yakni Singapura, Malaysia, Australia, China, dan Jepang karena menurut data dari BPS pengunjung terbanyak ke Indonesia berasal dari 5 negara tersebut. Ditambah dengan pendekatan time dengan upaya pemasaran dilakukan dengan melihat musim pasar wisata international (market seasonal), misalnya Imlek, Natal, dan Tahun Baru. Great Jakarta memiliki potensi pariwisata yang besar karena Jakarta adalah pintu masuk bagi wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia, dimana Soekarno Hatta adalah airport terbesar sebagai tujuan mendarat bagi 49 maskapai asing. Great Jakarta akan menjadi sebuah tempat yang besar bukan hanya Kota Jakarta tetapi Bodetabek (termasuk kawasan puncak), Sukabumi hingga Cianjur akan membentuk suatu kawasan yang terintergrasi. Jakarta juga merupakan Kota yang paling maju diantara Kota-Kota lain di Indonesia dan tempat dari pusat pemerintahan. Tetapi Jakarta sebagai Ibu Kota negara belum dapat bersaing atau menunjukan kekuatanya dibandingkan dengan Kota-Kota di sekitar ASEAN berdasarkan penelitian dari City RepTrack pada tahun 2014 mengevaluasi 100 Kota dan membuat indeks yang disusun berdasarkan persepsi responden terhadap 13 indikator kinerja utama yang dikelompokan dalam 3 dimensi utama: ketercapaian ekonomi tahap lanjut, daya tarik lingkungan, dan efektivitas pemerintahan. City RepTrack mencerminkan tingkat kepercayaan, kebangaan, kehormatan dan perasaan terhadap sebuah Kota yang merupakan hasil dari kinerja Kota.
Kota
Tabel 1. 2 City RepTrack 2014 Peringkat Kota
Peringkat
5 Singapore
48
Manila
87
Kuala Lumpur
66
Hanoi
88
Bangkok
80
Jakarta
92
Sumber: http://www.reputationinstitute.com/thought-leadership/city-reptrak pada Kota-Kota besar di ASEAN negara tetangga seperti Singapore mendapat peringkat 48, Kuala Lumpur 66, Bangkok 80, Manila 87, dan Hanoi 88 sementara Jakarta berada di posisi paling bawah diantara Kota-Kota di ASEAN yaitu peringkat ke 92. Indeks untuk mengukur Kota sebagai tempat pariwisata diukur menggunakan Euromonitor International’s Top Destination memeringkat 100 Kota sebagai tempat kedatangan turis international memberikan Jakarta di peringkat 81 peringkat pada 2013 dengan pertumbuhan 7,7%. Pertumbungan Kota di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan Kota Hanoi tumbuh 15%, manila 10%, dan Bangkok 10,4%. Dari penilaian tersebut dari sisi branding Jakarta belum menunjukan citra yang baik dibandingkan dengan Kota-Kota besar di ASEAN karena pertumbuhan dari pertumbuhan
turis
berdasarkan
Euromonitor
maupun
tingkat
kepercayaan
berdasarkan City RepTrack. Dari dua penilaian ini Jakarta belum menunjukan branding yang baik.
Gambar 1. 1 Persepsi Kota Jakarta Sumber: preliminary test penulis
6 Dalam mengetahui citra Kota yang dihasilkan dari branding Kota Jakarta dilakukan
preliminary
test
untuk
mengetahui
hasil
dari
branding
yang
dikomunikasikan dengan melihat tanggapan dari masyarakat terhadap Kota Jakarta yang akan menghasilkan citra yang positif atau negatif. Tahap Pertama preliminary test dilakukan kepada 100 orang yang merupakan penduduk Jakarta terdapat 30,61% citra positif dan 69,39% citra negatif sementara untuk wisatawan yang berkunjung ke Jakarta terdapat 31,71% citra positif dan 68,28% citra negatif. Beberapa pendapat yang menghasilkan citra positif seperti modern, pusat bisnis atau tempat untuk bekerja, shopping atau mall, Kota besar, dan pusat perekonomian. Pendapat yang menghasilkan citra negatif seperti macet, banjir, dan berbahaya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh PT. Medapro Consultant pada tahun 2010 terhadap persepsi Kota Jakarta terhadap tingkat kesuaisan responden (TKI) lalu lintas jalan sebesar 66,26% paling rendah dibandingkan indikator lainnya.
Gambar 1. 2 Persepsi menurut penduduk United State Sumber: preliminary test penulis Sebagai data tambahan dilakukan tahap kedua preliminary test dibantu dengan google consumer insight tool yang dapat menyebarkan kuesioner secara online kepada penduduk United State lebih dari 1000 orang untuk mengetahui citra Kota Jakarta di United State. United State dipilih karena dari segi bahasa menggunakan bahasa inggris dan United State adalah negara yang sering mendapat berita dari New York Times dan CNN tentang Jakarta. Dari hasil yang diberikan oleh google menghasilkan 50% citra positif, 50% citra negative, untuk pendapat yang bias seperti oke, good, dan unknown dihapus dari hasil penelitian. Pendapat yang menghasilkan citra positif seperti indah, esotik, menyenangkan, rapih sementara
7 pendapat yang menghasilkan citra negatif seperti penuh sesak, berbahaya, kotor, tua, pengalaman yang tidak menyenangkan saat berkunjung, intoleransi agama. Analisis dari preliminary test menunjukan sebagian besar orang mempunyai citra yang negatif terhadap Jakarta. Menurut Dwyer & Chulton (2003), Gordon & Buck (2005), dan Markusen & Shrock (2006) dalam (Carlo & d’Angella, 2012) Kota dan wilayah harus bekerja keras untuk memperkenalkan dirinya dari tempat lainnya dan menciptakan gambaran tempat yang positif, jelas, dan berkelanjutan dalam menarik target yang berbeda, pendanaan dari pemerintah, inventasi perusahaan. Dalam konteks, place branding, berdasarkan pada core value pada tempat, harus dibuat sebisa mungkin untuk membuat brand memiliki image yang positif. Persepsi yang negatif bila tidak segera diperbaiki akan membuat menjadi bom waktu dan krisis brand yang mengakibatkan semua marketing program tidak berhasil karena masyarakat sudah punya persepsi negatif terhadap Jakarta.
Gambar 1. 3 Hubungan antara Efektifitas Positioning Sumber: Buku Strategic Marketing Berdasarkan (Cravens & Piercy, 2013) efektifitas positioning yaitu gambaran atau penerimaan yang didapat oleh target market sebuah Kota yaitu wisatawan dan penduduk berasal dari konsep positioning yang telah ditawarkan oleh manajemen yang dikomunikasikan menggunakan strategi positioning yaitu berupa kombinasi dari marketing program (mix).
8
Gambar 1. 4 Hubungan Antara Positioning dan Citra Kota Sumber: Buku Branding Tempat Membangun Kota Dalam buku Branding tempat (Yananda & Salamah, 2014) citra merupakan dampak dari tindakan pemasaran. Citra adalah tujuan akhir dari sebuah Kota memasarkan dirinya. Awal dari citra adalah kegiatan mengembangkan indentitas Kota yang akan menghasilkan sebuah positioning yang akan mempengaruhi marketing mix dan berdampak pada citra Kota. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa indentitas Kota yaitu product dari Kota Jakarta akan membuat positioning yang mempengaruhi citra dari sebuah Kota melalui marketing program yang dibuat. Berdasarkan laporan final brand Jakarta hal 19, Dinas Pariwisata yang ditulis kembali oleh (Vience , 2011) positioning Jakarta adalah Positioning Statement-Tourism “Jakarta is a fast developing modern capital city, with a rich history and the traditions of a multicultural society.” Which provides a wide variety of enjoyable experiences through the friendliness of people and the professionalism of the hospitality industry,” Berdasarkan dari prelimary test sudah menunjukan citra modern sesuai dengan positioning tetapi belum mengambarkan jelas mengambarkan positioning Jakarta seperti yang diinginkan oleh manajemen. Untuk meningkatkan citra Kota Jakarta perlu dibuat strategi untuk mengubah positioning lama yang menghasilkan citra negatif menjadi lebih banyak citra positif dengan melakukan strategi repositioning dan rebranding. (Trout & Rivkin, 2010) Melihat repositioning merek adalah strategi yang menjadi kebutuhan organisasi ketika perilaku target market,
9 persaingan, teknologi, dan persepsi berubah. Repositioning mereka adalah strategi pemasaran untuk mengubah persepsi konsumen terhadap produk atau jasa di pasar seperti update merek, diferensiasi, relevansi dan meningkatkan atribut. (Ryan, Moroney , Geoghegan, & Cunningham, 2007). Sehingga strategi repositioning adalah cara untuk meningkatkan hal positif apa yang dibenak konsumen untuk semakin kuat. Sementara strategi rebranding secara definisi berarti perubahan identitas, yang harus dilihat sebagai sebuah keputusan strategis dengan rencana yang matang. (Daly & Moloney, 2004). Sehingga rebranding adalah membuat perubahan identitas seperti nama, istilah, symbol, dan kombinasi antar itu untuk mengembarkan sebuah strategis yang matang untuk menjadi pembeda di benak stakeholder. Dengan strategi repositioning dan rebranding dapat meningkatkan hal-hal positif yang akan konsumen rasakan dan meningkatan citra dari sebuah produk atau Kota. Strategi repositioning dan rebranding pernah dilakukan oleh Pemprop Jakarta untuk membuat slogan “Enjoy Jakarta” yang bertujuan untuk memperbaiki citra Jakarta yang terkesan negatif sehingga bisa meningkatkan persaingan dalam kompetisi yang ketat. Postioning dan branding yang baru akan dikomunikasikan kepada target market yaitu orang yang berkunjung ke Jakarta yaitu orang Jakarta, pebisnis, dan wisatawan. Melalui pariwisata dapat mendorong sektor ekonomi seperti New York dan Hongkong walaupun mereka terkenal dengan pusat bisnis tetapi mereka tetap mempunyai sektor pariwisata. Dari positioning dan branding yang baru perlu dibuat marketing program yang menghasilkan image baru sehingga menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan asing atau lokal. Dalam pengembangan city branding menurut Lianti Raharjo, “City branding is NOT simply a communication strategy, a tag line, visual identity, logos & events” tetapi, “City Branding is a strategic process for city image communication to existing & potential customers & other stakeholders.” Yang disampaikan dalam Markplus Marketing Conference 2014. Sehingga branding bukan hanya proses pembuata logo atau event tetapi bagaimana sebuah Kota bisa mengkomunikasikan keunggulan dari Kota tersebut untuk stakeholders. Dalam mengkomunikasi keunggulan dari sebuah kota diperlukan sesuatu indentitas yang unik. Transportasi adalah hal yang dibutuhkan oleh setiap orang untuk mencapai suatu tempat ketika kita berpergian sebagian kegiatan kita akan dihabiskan menggunakan alat transportasi sehingga alat transportasi menjadi suatu
10 hal yang penting dan bisa menjadi icon suatu Kota seperti Kota New York mempunyai yellow cab atau London yang mempunyai double decker. Beberapa website pariwisata dan travel blogger turut memberikan informasi alat transportasi sebagai suatu yang penting seperti saat ke Jepang diberikan informasi tentang Japan Rail Pass (JRP), bila pergi London menggunakan alat transportation yang bernama underground, bila pergi Korea perlu informasi tentang fungsi T-Money sebagai alat pembayaran perjalanan. Beberapa negara juga sudah memberikan peta transportasi pada hotel atau bandara sehingga memudahkan wisatawan untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata. Sesuai dengan (NewsWire, 2012) dimana sistem Transportasi mempunyai dampak positif bagi wisata di Niagara Falls. Jakarta adalah kota yang mempunyai beberapa alat transportasi yang dapat membantu perjalanan seperti Transjakarta, kartu untuk pembayaran perjalanan, dan informasi seputar alat transportasi. Sehingga dengan mengembangkan Transportasi secara marketing dapat meningkatkan image dari Kota Jakarta. Dalam perkembangan city branding setiap tempat unik dan tidak dimiliki oleh Kota lain seperti Paris tidak akan pernah sama dengan London atau New York karena memiliki budaya dan sejarah yang sudah berlangsung dengan lama. Sehingga diperlukan metode yang dapat mengali lebih dalam tentang suatu permasalahan yaitu metode kualitatif dibandingkan dengan penelitian kuantitatif yang perlu menguji setiap variabel untuk menemukan model yang terbaik. (Chang & Marafa, 2013) Metode yang digunakan untuk penelitian tempat lebih banyak menggunakan kualitatif daripada kuantitatif, terlepas skala geografis tempat yang dipelajari. Pada dasarnya setiap Kota unik sehingga diperlukan pendekatan yang dapat mempelajari perilaku masyarakat atau konsumen yang dipelajari langsung dari habitnya atau lingkungan naturalnya yaitu pendekatan etnography. Tetapi pendekatan ini dikritik karena membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan studi tetapi dengan perkembangan internet telah banyak mempengaruhi perkembangan informasi, jika dulu sebelum internet berkembang seperti sekarang untuk mendapatkan informasi tentang suatu kejadian kita mesti menunggu hari berikutnya untuk mendapat informasi melalui koran sekarang kita bisa mendapat informasi real time melalui media online dengan perkembangan internet membuat orang dapat memberikan kritik atau saran melalui media online yang dapat dilihat oleh banyak orang yang akhirnya membentu sebuah pendapat atau gambaran tentang sesuatu
11 yang akhirnya yang dapat membentu citra sebuah produk atau Kota. (Jain & Winner, 2013) Dalam penelitian menemukan media berita di Amerika mempunyai hubungan positif dengan wisatawan dan investasi yang diterima. Sehingga kita dapat mencari informasi tentang citra Kota Jakarta yang sudah dibentuk melalui peran media dalam gambaran yang lebih besar, karena media informasi dapat menyebar dengan cepat dan diakses oleh banyak orang dan dengan menggunakan bantuan internet dapat mempercepat proses ethnography dengan berinteraksi dengan komunitas online yang dapat mewakili dari populasi, teknik ini lebih dikenal dengan sebutan netnography. Teknik dalam pengambilan data adalah berpartisipasi dan mengobservasi forum atau website seperti Tripadvisor, Skyscrapercity.com, dan Kaskus untuk mengetahui bagaimana moment yang berkesan untuk wisatawan asing dan menggunakan teknik photography dan videography pada Youtube dan Instagram untuk melihat bagaimana pengujung Kota Jakarta mengabadikan moment atau memberikan komentar tentang Jakarta. Dalam preliminary test macet adalah hal yang paling diingat oleh orangorang yang membuat Jakarta memiliki persepsi negatif, macet adalah pengalaman yang orang jakarta, wisatawan, dan pebisnis dapat pada saat di perjalanan menggunakan transportasi sehingga diperlukan repositioning dan rebranding untuk mengubah persepsi negatif tentang transportasi menjadi positif. Berdasarkan fakta-fakta diatas, tujuan penelitian ini akan membahas tentang “Pengembangan Image Jakarta Melalui Strategi Repositioning dan Rebranding (Studi Kasus: Transportasi)” dengan mencari strategi repositioning dan rebranding terbaik untuk meningkatkan image positif dan memperlemah image negative, yang akan membuat uniqueness dibandingkan dengan daerah tujuan lainnya. Implikasi dari penelitian ini dapat menciptakan strong brand sehingga bisa menarik investor kemudian menarik turis untuk datang yang membuat kerja sama dengan pihak asing semakin baik yang akhirnya menimbulkan COOeffect yang berakibat pada produk atau service dan meningkatkan kebanggaan dari masyarakat. (Middelton, 2011)
12
Gambar 1. 5 Keuntungan Membangun Brand yang Positif Sumber: Buku City Branding Theory and Cases
13
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka Indentifikasi masalah dapat diuraikan menjadi sebagai berikut, yaitu: 1. Bagaimana cara meningkatkan image positif Kota Jakarta melalui strategi Repositioning? 2. Bagaimana cara meningkatkan image positif Kota Jakarta melalui strategi Rebranding? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan dari hasil identifikasi masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui cara meningkatkan image positif Kota Jakarta melalui strategi Repositioning? 2. Mengetahui cara meningkatkan image positif Kota Jakarta melalui strategi Rebranding? Hasil akhir dari penelitian ini adalah sebuah rencana tindakan untuk meningkatkan image positif Kota Jakarta. Hasil ini diharapkan bermanfaat untuk penyedia informasi efektif tentang persepsi dan perilaku orang Jakarta, wisatawan, dan pebisnis terhadap persepsi Kota Jakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait di dalamnya, antara lain: 1. Manfaat bagi Dinas Pariwisata Jakarta: •
Memberikan informasi secara luas tentang image Jakarta baik positif dan negatif yang sudah terbentuk melalui online media dan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat dan mengembangkan strategi pemasaran yang lebih baik.
•
Memberikan saran untuk memperbaiki image yang negatif dengan meningkatkan image positif sehingga Kota Jakarta dapat bersaing dengan Kota-Kota lainnya terutama Kota di sekitar ASEAN.
14 •
Memberikan saran untuk membuat positioning yang baru sehingga dapat meningkatkan brand dari Kota Jakarta.
2. Manfaat bagi penulis: •
Membantu memberikan saran dari sisi pengetahuan di bidang pemasaran untuk memperbaiki brand Kota Jakarta.
•
Sebagai
pengalaman
kualitatif
dalam
menggunakan
mengaplikasikan
netnography
dalam
metode
analisis
menyelesaikan
permasalahan di bidang pemasaran. •
Membandingkan pengetahuan teori dengan kenyataan yang ada dalam praktek sehari-hari.
3. Manfaat bagi pihak lain: •
Menambah wawasan khususnya disiplin ilmu pemasaran mengenai indentitas brand, positioning, dan brand image Kota Jakarta yang dilihat dari media online.
•
Memberi masukan untuk membantu Kota Jakarta menghilangkan image negatif dan meningkatkan image positif.
•
Menambah wawasan mengenai penelitian kualitatif terutama metode netnography untuk mengali masalah lebih dalam sehingga bisa mendapat informasi secara menyeluruh.
•
Sebagai
bahan
referensi
dan
pertimbangan
untuk
penelitian
selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup menjadi pembatasan masalah yang digunakan untuk mengarahkan analisis dan pengumpulan data. Selain itu untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penafsiran judul. 1. Penelitian ini hanya akan membahas persepsi dari media online. 2. Penelitian ini hanya akan membahas tentang strategi dalam bidang pemasaran, tidak akan membahas secara dalam untuk manajemen dan organisasi, gedung, dan politik. 3. Penelitian ini akan membahas repositioning dan branding dari segi transportasi secara umum.
15 4. Penelitian ini akan membahas transportasi secara khusus Transjakarta dan pengalaman perjalanan. 5. Data yang digunakan diambil pada bulan November 2014 - Juni 2015 sehingga data baru yang keluar setelah bulan Juni 2015 tidak digunakan untuk analisis data. 1.6 State of The Art
Metode
Tabel 1. 3 State of The Art Deskripsi Jurnal Penulis
Hasil Penelitian
Penelitian
Kualitatif
International
Chengdu
positioning through
menggunakan online
online city branding:
city branding dalam
the case of chengdu
international
(2013)
Emma Bjöuner
positioning. Tantangan dan dorongan untuk
Journal of Place
melakukan branding
Management and
ke international
Development
audiences.
Tiga Faktor sukses An Exploration of
Kualitatif
yang membuat
Repositioning
repositioning berhasil:
Strategy and its
(a)reposisi psikologis,
Efficacy on Brand
(b) pembaruan merek,
Growth
Oluwayemisi Owolabi
(2013)
dan (c) reposisi bertahap. Misalignment, faktor sejarah, dan
UMI Dissertations Publishing
kesalahpahaman manusia merupakan faktor yang
16 menghambat upaya strategis yang sukses Country reputation
Ada hubungan yang
and performance:
positif antara Press
The role of public
releases dari negara,
relations and news Kuatitatif
media
(2013)
Rajul Jain Lawrence H. Winner
media coverage, reputasi, dan perdangan international dan hasil dari tourism.
Place Branding and Public Diplomacy From city branding
Faktor-faktor yang mempengaruhi
to e-brands in developing
strategy branding
countries:
Kota Qatar dan Abu
An approach to
Dhabi.
Qatar and Abu Kualitatif
Dhabi
Hanan Hazime
(2011)
African Journal of Business Management Expo 2015 bisa
Repositioning city
Kualitatif
brands and events:
Manuela De
mendefinisikan ulang
Milan
Carlo and
positioning milan dan
Francesca
meningkatkan citra
(2012)
d’Angella
internasional
Taylor and Francis.
.
Kindle Edition.
17 Rebranding dan
Effect of Rebranding and Repositioning
repositioning pada
On Brand Equity
Mobilink Pakistan,
Considering
brand loyalty tidak menjadi variable
Brand Loyalty as a Mediating Variable Kualitatif (2014)
Sundus Zahid,
moderating. Hasil
Ms. Naintara
menunjukan bahwa
Sarfaraz Raja
brand loyalty tidak berakibat pada
IOSR Journal of
rebranding dan
Business and
repositioning.
Management (IOSRJBM)