BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selain peran geopolitik, laut juga memiliki peran geoekonomi (Mulyadi, 2007). Rumput laut merupakan salah
satu
jenis
komoditas
unggulan
budi
daya
perairan dengan nilai ekonomi pasar yang kompetitif baik di pasaran dalam negeri maupun ekspor. Salah satu pemasok rumput laut kering dari Indonesia berasal dari Maluku. Pasar rumput laut kering masih memiliki peluang pasar yang terbuka luas dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan industri makanan yang mempunyai sifat pasar selalu terbuka. Beberapa negara tujuan ekspor rumput laut yang menjadi potensi pasar di luar negeri yang sangat menjanjikan antara lain: Denmark, Jepang, Cina, Filipina, Korea, Taiwan, Australia dan Amerika, yang masih membutuhkan produk rumput laut, baik olahan bahan mentah maupun dalam berbagai olahan bahan jadi. Potensi area pengembangan budi daya rumput laut di Maluku adalah sebesar 206.000 ha, dan potensi pengembangan
kawasan
budi
daya
di
Kabupaten
Seram Bagian Barat sebesar 7.690 ha, sedangkan luasan
lahan yang dimanfaatkan baru mencapai
929,90 ha (DKP Kab. SBB, 2013). Jenis-jenis rumput laut yang merupakan potensi perikanan dan kelautan provinsi Maluku terdiri dari jenis Euchemacottoni, Kappaphycus striatum, Hypnea, Gracillaria, Sargassum, 1
dan Phorpia. Saat ini jenis rumput laut yang banyak di budi daya adalah Euchemacottoni. Produksi rumput laut di Provinsi Maluku dipasarkan masih dalam bentuk Raw Material (bahan baku) dengan system pemasaran Inter Insuler (antar pulau) dengan kisaran harga Rp 6.500,00 per kg hingga Rp 7.000,00 per kg. Hasil produksi rumput laut Maluku ditujukan ke pasar ekspor namun sampai kini masih melalui rantai perdagangan panjang untuk antar pulau. Kecenderungan di kalangan masyarakat nelayan bahwa hubungan patron client yang terjadi lebih didasarkan pada asas untuk saling memberi dan menerima. Pola hubungan ini lebih disebabkan oleh pola pendapatan nelayan yang tidak pernah teratur, lebih
banyak
diliputi
dengan
ketidakpastian
(Mulyadi, 2007). Dalam suatu komunitas nelayan rumput
laut
biasanya
di
terdiri
Kabupaten dari
dua
Seram kelompok
Bagian
Barat
besar,
yaitu
kelompok produsen (para nelayan rumput laut) dan kelompok pemasaran (para pedangan yang membeli dan menjual rumput laut). Dalam hal ini kelompok pemasaran dapat dikatakan sebagai institusi yang menjembatani antara nelayan rumput laut dengan pasar.
Sementara
itu,
kelompok
produsen
dapat
dibedakan menjadi nelayan pembudi daya rumput laut serta nelayan yang bekerja sebagai buruh pembudi daya rumput laut. Kondisi kehidupan masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, mengingat padatnya aktivitas di wilayah pesisir memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung 2
terhadap kualitas lingkungan. Kondisi ini dengan sendirinya akan mempengaruhi usaha baik di bidang perikanan tangkap maupun budi daya yang pada akhirnya juga berdampak pada ekonomi masyarakat pesisir (Dahuri, 2004). Lokasi pemukiman masyarakat yang
sebagian
besar
berada
di
pesisir
dengan
pekerjaannya sebagai nelayan (perikanan tangkap) merupakan satu-satunya pekerjaan yang dilakukan dari
waktu
Pemerintah
ke
waktu.
Pusat
dan
Dengan
adanya
Pemerintah
program
Daerah
untuk
pengembangan budi daya rumput laut yang merupakan komoditi unggulan pada sektor perikanan saat ini, maka
sebagian
masyarakat
nelayan
di
Maluku
khususnya nelayan rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat melakukan budi daya rumput laut yang di dukung juga oleh areal budi daya rumput laut yang cukup potensial, sangat baik dalam pengembangan rumput laut. Namun tidak semua masyarakat nelayan memahami peluang pasar untuk pengolahan budi daya rumput laut. Jika seorang warga membudidayakan rumput laut dengan menggunakan tali nilon sepanjang 200m, maka dalam waktu 45 hari sudah bisa memanen 100 kg harga Rp
rumput jual
laut
yang
berlaku
9.500,00–10.600,00
keuntungan
kering. per
Di
Pulau
saat
ini
kg,
maka
Jawa adalah
perkiraan
sekitar Rp 1.000.000,00. Karena itu
rumput laut bisa menjadi komoditi penting di Maluku khususnya
pada
Kab.
SBB
untuk
meningkatkan
ekonomi masyarakat nelayan. Fenomena masyarakat nelayan saat ini ketika merespon peluang pasar budi daya rumput laut yang 3
cukup potensial, maka terjadi pergeseran paradigma berpikir untuk tidak hanya mengharapkan perikanan tangkap saja tetapi mereka mulai membudi dayakan rumput laut sebagai salah satu komoditi unggulan di Maluku dengan nilai jual yang cukup tinggi namun nilai produksi yang cukup murah. Akan tetapi nilai jual yang tinggi tersebut hanya dinikmati oleh eksportir rumput laut dengan harga Rp 9.500,00–Rp 10.600,00 per kg. Sedangkan harga jual dari nelayan rumput laut
kepada
pedagang
pengumpul
dan pedagang
besar berkisar Rp 6.000,00–Rp 7.000,00 per kg untuk produksi rumput laut jenis Euchemacottoni dengan sistim pemasaran antar pulau. Masalah pemasaran merupakan aspek penting bagi nelayan rumput laut, karena akses pasar sering tidak dimiliki oleh para nelayan rumput laut dikarenakan rantai pemasaran yang cukup panjang. Hal ini mengakibatkan nelayan rumput
laut
mengandalkan
pedagang
pengumpul
untuk memasarkan hasil budi daya rumput laut mereka. Upaya yang dilakukan oleh nelayan rumput laut
untuk
meningkatkan
kesejahterannnya
telah
menjebak mereka dalam ketergantungan dengan aktor pemasaran sekaligus menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Pembeli
komoditi
rumput
laut
terdiri
dari
masyarakat lokal dan pedagang rumput laut. Kekuatan pembeli adalah pelanggan yang memiliki pengaruh pada produksi rumput laut. Kondisi pasar rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah bersifat oligopsoni, yakni terdapat banyak pemasok dan sedikit pembeli. Pada kondisi pasar seperti ini, pembeli yang 4
menetapkan harga, sehingga cenderung usaha komoditi rumput laut sangat tergantung pada pembeli. Kendala bagi para nelayan rumput laut adalah pasar tersedia namun akses ke pasar masih tergantung dari pedagang pengumpul, sehingga harga jual rumput laut menjadi murah dan kadang tidak sebanding dengan nilai produksi.
Dengan
demikian
pembeli
rumput
laut
memiliki posisi yang kuat. Penentuan harga jual komoditi rumput laut oleh pembeli itu ditentukan dari sistem pemasaran Inter Insuler (antar pulau). Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti menemukan beberapa permasalahan pengembangan budi daya rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat, yakni: Pertama; rendahnya penguasaan terhadap pasar dari nelayan rumput laut yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman, strategi dan promosi pasar dari pelaku pemasaran dan distribusi rumput laut. Kedua;
distorsi
pasar
yang
menyebabkan
tidak
berjalannya mekanisme pasar dan mendongkrat ongkos produksi. Distorsi pasar juga mengakibatkan harga komoditi di bawah harga yang semestinya, margin produksi jauh lebih kecil dari margin pasar sehingga terjadi kecenderungan keinginan orang hanya berusaha di sektor perdagangan. Ketiga; kurangnya pelaku usaha yang berperan sebagai pelaku pemasaran produksi rumput laut pada tingkat lokal maupun antar pulau sehingga distribusi margin keuntungan belum adil di setiap aktor rantai nilai rumput laut. Sesuai persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat nelayan pembudidaya rumput laut maka peneliti tertarik untuk melakukan Analisis Rantai Nilai 5
Rumput Laut guna melihat peta rantai nilai, distribusi margin dan daya tawar, serta peluang upgrading komoditi rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian
tentang
komoditi rumput laut
dengan menggunakan Analisis Rantai Nilai belum banyak
dilakukan.
Beberapa
diantaranya
yaitu
(M. Krishnana dan R. Narayanakumarb, 2010) yang melakukan analisis terhadap struktur, perilaku dan kinerja dari rantai nilai dalam budi daya rumput laut di India. Dalam penelitiannya analisis rantai nilai telah secara
subtansial
berkomitmen
membuktikan
dan
sinergis,
bahwa
dimana
produksi
perusahaan
menerapkan penghematan yang cukup besar dalam biaya transaksi di setiap unit bisninya. Penelitian lain dari (Maharani Yulisti et all, 2012), adalah mengkaji kajian
awan
value
chain
eucheuma
cottonii
di
Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan sebagai lokasi program
Minapolitan
Kementrian
Kelautan
dan
Perikanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya nilai tambah, distribusi serta mengetahui pelaku usaha dan perannya di sepanjang rantai nilai Kabupaten Pangkep. Analisis rantai nilai dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui peta rantai nilai, distribusi margin pemasaran dan daya tawar di antara para aktor rantai nilai rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat,
serta
mengetahui
peluang
upgrading
pada
nelayan rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat. Selanjutnya merumuskan
dilakukan
analisis
kebijakan
intervensi
SWOT
untuk
pengembangan
rantai nilai pada setiap aktor rantai nilai rumput laut. 6
Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka dijabarkan dalam persoalan penelitian.
1.2. Persoalan Penelitian 1. Bagaimana peta rantai nilai komoditi rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat? 2. Bagaimana distribusi margin pemasaran dan daya tawar
aktor-aktor
dalam
rantai
nilai
komoditi
rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat? 3. Bagaimana peluang upgrading pada nelayan rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui peta rantai nilai komoditi rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat. 2. Mengetahui distribusi margin pemasaran dan daya tawar yang diterima oleh aktor-aktor rantai nilai komoditi rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat. 3. Mengetahui
peluang
upgrading
pada
nelayan
rumput laut di Kabupaten Seram Bagian Barat.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan
mendiskripsikan
profil
rantai
nilai
rumput laut dari Kabupaten Seram Bagian Barat, penelitian ini memberikan masukan kepada para aktor rantai nilai tentang margin keuntungan yang diterima dan daya tawar yang dimilikinya. Selain itu untuk mengetahui aktor-aktor mana yang paling lemah dalam rantai nilai rumput laut, yang dapat dilihat dari margin 7
keuntungan
yang
diterima
dibandingkan
dengan
fungsinya. Manfaat lainnya adalah untuk memberikan informasi kepada Pemerintah dan pihak-pihak yang terlibat agar
dalam
analisis
rantai
kebijakan-kebijakannya
kesejahteraan
aktor
rantai
nilai rumput
dapat nilai
laut,
meningkatkan
khususnya
aktor
nelayan rumput laut, sehingga ada keseimbangan margin keuntungan yang diterima masing-masing aktor rantai nilai komoditi rumput laut.
8