BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Ruang merupakan sumberdaya yang terbatas, sementara manusia sebagai
pengguna ruang bersifat tidak terbatas karena jumlahnya yang cenderung terus bertambah setiap waktu. Hubungan antara ruang dan manusia dapat dianalogikan seperti hubungan supply dan demand dalam ilmu ekonomi yang tidak seimbang sehingga terjadi kelangkaan ruang. Pemanfaatan ruang sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan tata ruang yang sesuai dengan pola dan struktur ruang hendaknya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Peraturan mengenai tata ruang merupakan peraturan yang dibuat untuk menjaga eksistensi ruang sesuai dengan potensinya. Pembuatan pola ruang yang dibedakan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya merupakan upaya yang dilakukan untuk menyeimbangkan ruang sebagai sebuah supply yang dimanfaatkan untuk keberlangsungan kehidupan manusia (kawasan budidaya), juga ruang sebagai sumberdaya yang terbatas yang perlu dikonservasi (kawasan lindung). Penentuan kawasan lindung merupakan prioritas dibandingkan dengan kawasan budidaya mengingat kawasan lindung memiliki peran yang fundamental dalam keberlangsungan dan eksistensi ruang itu sendiri. Wilayah perkotaan termasuk ke dalam bagian dari ruang secara umum. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang dinamis yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan wilayah perkotaan dapat dilihat baik secara fisik maupun sosial. Secara fisik, perkembangan wilayah perkotaan dapat dilihat dari ekspansi lahan terbangun di wilayah perkotaan dan perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi dari waktu ke waktu. Sedangkan perkembangan wilayah perkotaan secara sosial dapat dilihat dari pertambahan jumlah penduduk perkotaan baik
1
secara alami yang dilihat dari pertambahan angka kelahiran maupun tingkat urbanisasi yang terjadi. Perkembangan perkotaan dapat membawa dampak yang positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif dari perkembangan perkotaan adalah munculnya berbagai permasalahan baru di perkotaan, salah satunya peningkatan kebutuhan lahan di perkotaan, sebagai bagian dari ruang. Hal tersebut menjadi sebuah masalah karena penyediaan lahan di pusat kota semakin terbatas dan mahal sehingga terjadi perkembangan perkotaan yang cenderung tanpa kendali ke wilayah pinggiran kawasan perkotaan (‘sub urban’ dan ‘urban fringe area’) yang dikenal dengan sebutan ‘urban sprawl’. Proses perkembangan ini berlangsung dengan cepat dan pasti karena ruang merupakan kebutuhan dasar penyelenggaraan aktivitas manusia. Sebagai akibatnya, banyak terjadi perubahan penggunaan lahan, terutama konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun dengan berbagai fungsi seperti permukiman, industri, dan lain-lain. Selain perkembangan wilayah perkotaan ke wilayah pinggiran kota, perkembangan perkotaan juga menyebabkan terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peraturan tata ruang yang berlaku. Salah satu contoh kasus pemanfaatan ruang yang tidak sesuai pada tempatnya banyak terjadi di sempadan sungai dan sempadan sungai (Gambar 1.1) yang seharusnya berfungsi sebagai wilayah lindung.
2
Gambar 1.1
Sketsa Bantaran Sungai dan Sempadan Sungai
Sumber: DPU “Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Banjir”
Permukiman merupakan salah satu jenis pemanfaatan ruang yang lazim ditemukan pada kasus ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. Permukiman merupakan suatu kebutuhan primer bagi semua kalangan. Ketatnya persaingan hidup di wilayah perkotaan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, sehingga bagi mereka yang belum cukup modal harus menjadi kalangan yang termarjinalkan dari kehidupan perkotaan. Masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai identik dengan kelas menengah ke bawah. Penilaian tersebut didasarkan pada pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, ketrampilan yang dimiliki, dan lain-lain. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang mengalami fenomena tersebut. Salah satu landmark yang menarik di Kota Yogyakarta adalah Sungai Code. Sungai Code memiliki hulu di kaki Gunung Merapi dan merupakan terusan dari Sungai Boyong yang terletak di Kabupaten Sleman. Selain memegang fungsi alamiahnya sebagai tempat mengalirnya air, Sungai Code juga merupakan jalur lahar saat bencana erupsi Merapi terjadi. Pada saat terjadi erupsi Merapi bulan Oktober-November 2010, terjadi beberapa kali banjir lahar di Sungai Code. Banjir lahar pertama terjadi pada tanggal 29 November 2010 yang merusak lebih dari
3
300 rumah yang terletak di bantaran Sungai Code (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2010). Manusia dengan lingkungannya akan menciptakan satu hubungan interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat yang tinggal di bantaran melangsungkan kegiatannya yang pasti dipengaruhi oleh lingkungannya. Menurut Kusumayanti (2008), terdapat enam jenis pemanfaatan sungai yang dilakukan oleh masyarakat Sungai Code yaitu untuk Buang Air Besar (BAB), beternak, membuang sampah, menambang pasir, mandi dan mencari ikan. Lebih dari sekedar pemanfaatan sungai, pemanfaatan ruang yang lebih kompleks tentu akan membawa variasi yang lebih beragam lagi. Misalnya saja pada pemanfaatan permukiman dapat dibagi lagi menurut fungsi, jenis, kepadatan, dan harga jual. Begitu pula dengan jenis pemanfaatan lain seperti kegiatan komersial, fasilitas pelayanan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan lain-lain. Ketidaksesuaian
pemanfaatan
ruang
di
sempadan
Sungai
Code
diindikasikan salah satunya dengan keberadaan permukiman di wilayah tersebut. Secara kasat mata, bangunan-bangunan tersebut terletak tepat di pinggir sungai dengan kata lain berada dalam sempadan sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung. Secara normatif, bangunan-bangunan tersebut sudah melanggar peraturan yang berlaku. Menurut Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029, sempadan Sungai Code merupakan kawasan lindung dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau. Namun, dari sudut pandang yang lain, masyarakat yang tinggal di sempadan Sungai Code adalah masyarakat yang sudah menempati kawasan tersebut dalam kurun waktu yang lama dan turun temurun. Hal tersebut menyebabkan adanya rasa kepemilikan yang tinggi terhadap Sungai Code dan sempadannya. Sungai Code dan sempadannya sebagai sebuah bentanglahan fisik yang menjadi identitas geografis Kota Yogyakarta juga merupakan bentanglahan budaya yang menyimpan kompleksitas di dalamnya. Melihat lebih dekat pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code dengan berbagai variasi, kondisi dan permasalahan di dalamnya selain merupakan hal yang menarik untuk diteliti.
4
Selain itu, penelitian ini juga perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai variasi dan kondisi eksisting sempadan Sungai Code yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar penataan kawasan Sungai Code dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan tersebut. 1.2
Perumusan Masalah Ruang merupakan sumberdaya yang terbatas dengan tingkat kebutuhan
yang tidak terbatas, membuatnya menjadi sebuah sumberdaya yang langka, terutama di wilayah perkotaan. Pesatnya perkembangan wilayah perkotaan yang dapat dilihat secara fisik maupun sosial membawa dampak negatif, salah satunya adalah ketidakseuaian pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang seharusnya mampu mendukung struktur dan pola ruang yang sesuai dengan penataan ruang. Salah satu bentuk ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang terjadi adalah pemanfaatan ruang di pinggiran Sungai Code, Kota Yogyakarta. Sempadan Sungai Code yang seharusnya dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan ketentuan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kota Yogyakarta pada beberapa bagian dimanfaatkan sebagai permukiman dan berbagai jenis pemanfaatan ruang lainnya. Permasalahan menjadi lebih kompleks karena fenomena tersebut selain secara normatif melanggar ketentuan yang ada, ketidaksesuaian pemanfaatan ruang tersebut juga memiliki risiko bencana yang besar mengingat fungsi Sungai Code sebagai jalur lahar dingin saat bencana erupsi Merapi. Pemanfaatan ruang pada wilayah yang satu dengan yang lain di sempadan Sungai Code memiliki variasi dan kondisi yang berbeda-beda. Permasalahan yang ada di dalamnya juga merupakan hal yang perlu diidentifikasi untuk selanjutnya ditemukan solusi penyelesaiannya. penelitian ini juga perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai variasi dan kondisi eksisting sempadan Sungai Code yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar penataan kawasan Sungai Code dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan tersebut.
5
Dari berbagai hal yang telah diuraikan di atas, fenomena pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code dapat dikaji dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini. 1
Bagaimana variasi dan kondisi pemanfaatan ruang eksisting di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta?
2
Permasalahan apa saja yang ditemukan terkait pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan variasi dan kondisi pemanfaatan ruang eksisiting yang ada di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui permasalahan-permasalahan terkait pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai gambaran variasi
dan kondisi pemanfaatan ruang eksisting di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta.
Hal ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
evaluasi terhadap peraturan tata ruang yang ada di Kota Yogyakarta sekaligus sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan pentaan kawasan sempadan Sungai Code dan pengendalian
pemanfaatan ruang di kawasan tersebut. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat mendeskripsikan permasalahan aktual yang terjadi di sempadan Sungai Code terkait dengan pemanfaatan ruang dan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan-permasalahan yang ditemukan. 1.5
Keaslian Penelitian Penelitian ini mengacu pada berbagai jenis karya ilmiah dan dokumen
yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di sempadan sungai. Penelitian mengenai sempadan sungai merupakan penelitian yang sering dilakukan terutama di kota-kota besar yang memiliki aliran sungai sebagai salah satu identitas
6
geografis suatu wilayah. Penelitian ini secara umum merupakan deskripsi mengenai variasi pemanfaatan ruang eksisting di sempadan ruang Sungai Code beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Permukiman sebagai salah satu jenis pemanfaatan ruang yang dominan dapat dikatakan sebagai fokus dalam penelitian ini. Sebagai sebuah landmark sekaligus identitas Kota Yogyakarta, Sungai Code memiliki kompleksitas dari berbagai aspek. Hal tersebut membuka kesempatan bagi para peneliti untuk mengeksplorasi Sungai Code dengan berbagai fenomena dan keunikan yang ada di dalamnya. Berbagai judul karya ilmiah dengan beragam tema keilmuwan telah banyak dilakukan di Sungai Code. Beberapa judul penelitian yang dilakukan di Sungai Code diantaranya berkaitan dengan risiko bencana Merapi, kualitas permukiman, perilaku masyarakat, pariwisata dan lain-lain. Terdapat perbedaaan dengan penelitian sebelumnya meskipun secara umum penelitian ini juga mengangkat tema yang sama. Penelitian-penelitian sebelumnya mengambil lokasi penelitian pada salah satu sisi sempadan sungai saja, sedangkan lokasi penelitian ini mengambil wilayah sempadan Sungai Code secara keseluruhan di Kota Yogyakarta. Hasil yang diharapkan dari pemilihan lokasi tersebut akan mampu menampilkan variasi dan kondisi pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code serta keterkaitannya dengan struktur ruang dan pola ruang Kota Yogyakarta sendiri. Penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pemanfataan ruang dan sempadan sungai menjadi acuan dalam penelitian ini. Penelitianpenelitian sebelumnya yang menjadi acuan dalam penenitian ini disajikan pada Tabel1.1.
7
Tabel 1.1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya
No Nama (Tahun) 1 Aini (2005)
Judul Metode Tesis : Model Konseptual Survei : Purposive Pengembangan Lanskap sampling, kuesioner, Wisata Budaya di Kawasan wawancara Sungai Code, Kota Yogyakarta
Hasil - Kawasan Sungai Code yang mempunyai potensi wisata budaya tinggi merupakan kawasan lindung arkeologi/budaya/sejarah, kawasan penyangga alam dan budaya serta sebagai kawasan budidaya penuh sosial, ekonomi dan budaya. Kawasan ini terletak di kelurahan Cokrodiningratan, Terban, Gowongan dan Kotabaru. Pengembangan kawasan ini sebagai kawasan wisata budaya dapat dilakukan dengan melihat bahwa kebijakan pemerintah terhadap kawasan ini sebagian juga digunakan sebagai kawasan lindung arkeologi/budaya/sejarah dan kawasan penyangga alam dan budaya. Di wilayah ini, masyarakat setempat sudah mulai menyadari pentingnya keberadaan sungai dan mulai mengembangkan wisata kampung yang berorientasi kepada kehidupan masyarakat dan Sungai Code. - Masyarakat mendukung dikembangkannya pariwisata di Sungai Code. - Konsep pengembangan yang sesuai adalah wisata budaya berkelanjutan yang berorientasi kepada kehidupan masyarakat tradisional jawa pinggiran sungai.
8
Lanjutan Tabel 1.1
No Nama (Tahun) 2 Kusumayanti (2008)
Judul Metode Skripsi : Perilaku Penduduk Survei : Purposive dan yang Bermukim di Sekitar Incidental Sampling Sungai Code dalam Pemanfaatan Sungai Code Kota Yogyakarta
3
Enggar (2010)
4
Ayivor (2012)
Skripsi : Perbedaan Pemanfaatan Penggal Sungai oleh Masyarakat Sempadan Sungai Winongo (Kasus di Kecamatan Ngampilan dan Mantrijeron, Kota Yogyakarta Jurnal : Impact of Landuse on River Systems in Ghana
Survei : Purposive Sampling, Kuesioner, Indepth Interview
Interpretasi Citra LANDSAT, kuesioner.
Hasil - Penduduk memanfaatkan Sungai Code untuk 6 jenis kegiatan yaitu BAB, beternak, membuang sampah, menambang pasir, dan mandi, dan mencari ikan - Perilaku penduduk dalam memanfaatkan Sungai Code berbeda-beda berdasarkan kondisi sosial ekonomi masing-masing responden yang terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jarak rumah dari sungai, jenis pekerjaan, dan tingkat pengeluaran rumah tangga. - Penduduk Kecamatan Ngampilan memanfaatkan sungai untuk kegiatan bernilai ekonomi yaitu karamba ikan. - Penduduk Kecamatan mantrijeron memanfaatkan sungai untuk kegiatan yang bernilai ekologi yaitu mempertahankan tanaman di sepanjang Sungai Winongo untuk mencegah terjadinya bencana erosi. - Terdapat 12 jenis penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi di sempadan sungai (Okeyman Traditional Area) yaitu lahan pertanian campuran, lahan terbuka, lahan semak belukar yang belum ditanami, hutan cadangan, semak belukar dengan pohon yang menyebar <10, bekas pembakaran hutan, sub-pergola, sungai, permukiman, tambang berlian dan reservoir.
9
Lanjutan Tabel 1.1
No
Nama (Tahun)
5
Rachmawati (2014)
Judul
Metode
Analisis Pemanfaatan dan Observasi, Indepth Kebutuhan Pemanfaatan Interview, Focus Group Ruang Pasca Erupsi Merapi Discussion. di Sempadan Sungai Code, Kecamatan Danurejan
Hasil - Penyebab utama terjadi perubahan penggunaan lahan adalah tekanan antropogenik yang berimbas pada meningkatnya permintaan untuk permukiman, perubahan fungsi lahan pertanian dari tanaman kayu ke tanaman pangan, penggunaan pupuk kimia berlebih, dan intensitas penambangan berlian yang meningkat. - Pemanfaatan ruang di Sempadan Sungai Code pada kawasan terdampak sebagian besar didominasi oleh perumahan, sebagian kecil daripadanya untuk fasilitas umum seperti tempat ibadah, MCK, dan Rusunawa. Tidak banyak perubahan pemanfaatan ruang yang terjadi pasca erupsi Merapi. Perubahan yang ada meliputi pelebaran jalan dan pembangunan RTH di sekitar tanggul. - Kebutuhan pemanfaatan ruang pasca erupsi berupa penataan ruang yang tangguh dari bencana seperti pembuatan talud yang kokoh dan pintu air buka tutup untuk mengatasi banjir, peningkatan aksesibilitas(pelebaran jalan untuk evakuasi), pengembangan ekowisata, dan RTH untuk interaksi publik. Penataan ruang ke depan diperlukan Grand Design, Urban Renewal, dan publik housing secara vertikal, relokasi sebagai alternatif terakhir.
Sumber : Olah Data Penulis, 2014
10
1.6
Tinjauan Pustaka 1.6.1.
Pendekatan Dalam Ilmu Geografi
Objek kajian geografi pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu objek material berupa fenomena geosfer dan objek formal yang berkaitan dengan cara pandang tehadap suatu gejala keruangan di muka bumi. Objek formal ini juga dikenal sebagai pendekatan dalam ilmu geografi. Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat atau menangani suatu permasalahan yaitu Pendekatan Keruangan, Pendekatan Ekologi, dan Pendekatan Kompleks Wilayah. Menurut Yunus (2007), pendekatan keruangan menekankan analisisnya pada variasi distribusi dan lokasi dari gejala-gejala atau kelompok gejala-gejala di permukaan bumi. Faktor-faktor yang menyebabkan pola-pola keruangan yang ada dapat diubah sedemikian rupa sehingga distribusi pola keruangan menjadi lebih efektif. Pendekatan keruangan menyangkut pola, proses dan struktur dikaitkan dengan dimensi waktu maka analisisnya bersifat horizontal. Pendekatan ekologi menekankan pada interaksi organisme hidup dengan lingkungannya, interaksi kehidupan manusia dengan faktor fisik yang membentuk sistem keruangan dan menghubungkan suatu region dengan region lain dalam kajian geografi. Pendekatan ekologi dalam geografi adalah suatu metodologi untuk mendekati, menelaah dan menganalisa suatu gejala atau suatu masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip ekologi geografi. Dalam pendekatan ini analisis hubungan antar variabel manusia dengan variabel lingkungan lebih ditekankan sehingga dapat dikatakan bahwa analisisnya merupakan tipe analisis vertikal. Pendekatan Kompleks Wilayah menekankan pada kombinasi antara analisa keruangan dengan analisa lingkungan yang disebut dengan analisa kewilayahan atau analisa komplek wilayah. Perkembangan konsep regional dalam geografi banyak digunakan dalam menganalisa berbagai fenomena geosfer yang memiliki variasi keruangan. Variasi keruangan secara kausal berhubungan
11
langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya meliputi lingkungan biotik, abiotik maupun kultural sehingga membentuk jaringan kewilayahan. Pemanfaatan ruang yang ada di sempadan Sungai Code secara kasat mata didominasi oleh permukiman dengan berbagai kegiatan yang ada di dalamnya. Studi permukiman kota juga mengadopsi tiga macam pendekatan tersebut. Pada pendekatan keruangan ada tiga penekanan pokok yang ditekankan dalam studi permukiman yaitu mengenai pola ruang dan struktur ruang. Pola ruang dalam studi permukiman kota terkait dengan kekhasan sebaran distribusi permukiman dalam suatu wilayah, sedangkan struktur ruang terkait dengan kekhasan susunan unsur-unsur geografis sebagai pembentuk ruang. Coffey (dalam Yunus, 2007) mengemukakan bahwa struktur keruangan selalu bersifat geometris dimana halhal yang menyangkut pola, jarak, morfologi, bentuk, slope, relief lokal, distribusi dan sejenisnya menjadi dasar pengenalan struktur. Pendekatan keruangan dalam studi permukiman kota juga tidak dapat dipisahkan dari dimensi waktu. Dalam studi permukiman kota dikenal tiga pola analisis proses keruangan, yaitu; (1) time based analysis, (2) space based analysis, dan (3) time space based analysis. 1.6.2.
Teori Struktur Ruang Kota
Burgess (1925) dalam Yunus (1994) mengungkapkan Teori Konsentris yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota merupakan pusat kota yang terletak tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat dari seluruh kegiatan meliputi kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona yang memiliki tingkat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Dalam teori ini, Burgess membagi kota menjadi 6 zona yaitu: 1. Zona Pusat Daerah Kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat perniagaan, perhotelan, perbankan perkantoran dan bebrbagai aktivitas lainnya. 2. Zona Transisi, merupakan daerah kegiatan perlaihan. Penduduk zona ini tidak stabil, dilihat dari kondisi tempat tinggal dan keadaan maupun sosial ekonomi. Pada zona ini, sering ditemukan
12
permukiman kumuh yang identik dengan kemiskinan. Zona ini memegang peranan yang penting karena merupakan kawasan pengembangan industri dan penghubung antara kota inti dan daerah luar. 3. Zona Permukiman Kelas Pekerja, merupakan daerah tempat tinggal para pekerja dengan kondisi perumahan yang relatif lebih baik. Pekerja yang tinggal di zona ini memiliki penghasilan yang kecil yang merupakan buruh kelas bawah. Perumahan pada zona ini dicirikan dengan rumah-rumah berukuran kecil yang sederhana atau rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. 4. Zona Permukiman Kelas Menengah (Residential Zone), merupakan kompleks permukiman bagi para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu yang secara kualitas lebih baik dibandingkan dengan permukiman kelas pekerja. 5. Wilayah Tempat Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Tinggi. Ditandai dengan kawasan elit yang dicirikan dengan perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar, dan pejabat tinggi. 6. Zona
Penglaju (Commuters), merupakan
daerah
yang
yang
memasuki daerah belakang(hinterland) atau merupakan batas desakota. Penduduknya melakukan mobilitas spasial yang intensif karena mereka bekerja di kota tetapi bertempat tinggal di pinggiran kota. Tahun 1939, Hoyt juga mengungkapkan teori yang serupa dengan Burgess. Teori Hoyt ini dikenal dengan Teori Sektoral yang memiliki pola ruang yang berbeda dan tidak sesederhana yang diungkapkan oleh Burgess. Harris dan Ullman (1945) mengungkapkan Teori Inti Berganda yang menyatakan bahwa Central Bussiness District (CBD) merupakan pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu pusat pertumbuhan. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa
13
pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori sebelumnya, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda memiliki banyak CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar. Bergel (1955) menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan yang didirikan. CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Kemudian Babcock (1960) menyatakan bahwa transportasi berperan penting dalam struktur keruangan kota. Asumsi dari teori adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang sama serta topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya. Secara umum, sempadan Sungai Code yang ada di Kota Yogyakarta mewakili beberapa zona yang terdapat pada struktur ruang kota yang dinyatakan dalam Teori Konsentris. Kawasan sempadan Sungai Code yang berada di bagian tengah merupakan bagian dari CBD Kota Yogyakarta yang letaknya sangat dekat dengan Kawasan Malioboro. Pada kawasan tersebut terdapat permukiman yang dihuni oleh masyarakat yang sebagain bekerja di Kawasan Malioboro. Pada sisi bagian selatan, dapat ditemukan perumahan yang secara kasat mata dihuni oleh masyarakat yang berpenghasilan lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang bermukim di sekitar CBD. 1.6.3.
Kota dan Perkotaan
Definisi kota sangatlah beragam. Menurut Daldjoeni (1998) kota pada awalnya bukanlah tempat pemukiman melainkan pusat pelayanan. Sejauh mana kota menjadi pusat pelayanan tergantung pada sejauh mana pedesaan di sekitarnya memanfaatkan jasa-jasa yang ada di kota. Sjoberg dalam Daldjoeni (1998) melihat lahirnya kota lebih dari timbulnya suatu golongan spesialisasi non agraris,
14
dimana yang berpendidikan merupakan bagian penduduk yang terpenting. Wirth dalam Daldjoeni (1998) juga merumuskan bahwa kota sebagai pemukiman yang relatif besar padat dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya. Karena itu, hubungan sosial antar penghuninya serba longgar, acuh dan memiliki relasi tidak pribadi (impersonal relation). Marx dan Engels dalam Daldjoeni (1998) memandang kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan memperbanyak alat produksi untuk mempertahankan diri daripada penduduknya. Sedangkan Harris dan Ullman dalam Daldjoeni (1998) melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia. Menurut UU No 26 Tahun 2007, Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Menurut Bintarto (1983) kota adalah suatu jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis. Kota merupakan pusat kegiatan sosial, kegiatan perekonomian, pusat-pusat hunian. Secara fisik kota selalu berkembang, baik melaui perembesan wilayah perkotaan, maupun pemekaran kota. Wilayah perkotaan adalah suatu kota dengan wilayah pengaruhnya. Seperti hubungan ketergantungan antara suatu wilayah perkotaan dengan kota-kota kecil atau desa-desa dan sebaliknya. Wilayah kota adalah kota yang secara administratif berada di wilayah yang dibatasi oleh batas administratif yang berdasarkan kepada peraturam perundangan yang berlaku. Yunus (2005) menjelaskan definisi kota dalam 6 (enam) tinjauan terhadap kota. Tinjauan kota menurut Yunus (2005) yaitu : 1. Tinjauan dari Segi Yuridis Administratif Kota dalam tinjauan yuridis administratif menurut Sujarto dalam Yunus (2005) adalah suatu daerah dalam wilayah negara yang keberadaannya diatur dalam
perundang-undangan/peraturan
15
tertentu,
dibatasi
oleh
batas-batas
administrasi dan memiliki status sebagai kota (kota administratif, kota madya, kota besar) dengan pemerintah yang memiliki hak dan kewajiban mengatur wilayah tersebut. 2. Tinjauan dari Segi Fisik dan Morfologis, Kenampakan kota ditinjau dari aspek morfologis adalah suatu daerah dengan tata guna lahan non-agraris, sebagian besar ditutupi oleh bangunan (baik residensial maupun non-residensial) dimana building coverage lebih besar dari vegetation coverage, dengan jaringan jalan yang kompleks, sistem permukiman yang kompak dan jauh lebih besar dari kesatuan permukiman disekitarnya. Smailes dalam Yunus (2005) mengemukakan 3 indikator yang dapat digunakan untuk mencermati morfologi kota, yaitu (1) indikator kekhasan penggunaan lahan, (2) indikator kekhasan bangunan dan fungsinya, (3) indikator kekhasan pola sirkulasi. 3. Tinjauan dari Segi Jumlah Penduduk, Ditinjau dari jumlah penduduknya yaitu berkaitan dengan kemampuan aglomerasi jumlah penduduk untuk menumbuhkan fungsi-fungsi perkotaan dimana terdapat ukuran tertentu (threshold). 4. Tinjauan dari Segi Kepadatan Penduduk, Ditinjau dari segi kepadatan penduduknya, serupa dengan tinjauan dari segi jumlah penduduk, tinjauan dari segi ini juga terdapat threshold tertentu, dalam bentuk kepadatan 5. Tinjauan dari Fungsi dalam Suatu wilayah organik, Tinjauan ini berupa gabungan dari batasan jumlah penduduk dengan kriteria lainnya, ini muncul karena jika hanya berdasarkan jumlah penduduk belum tepat dan banyak kelemahan, contoh tinjauan ini yaitu gabungan dari jumlah penduduk dan kepadatan penduduk, atau gabungan jumlah penduduk dan struktur mata pencaharian. 6. Tinjauan dari Segi Sosial-kultural. Terakhir yaitu tinjauan dari segi fungsinya dalam suatu organic region,yaitu wilayah dengan berbagai kegiatan yang saling berhubungan
16
membentuk suatu simpul kegiatan yang terpusat pada titik tertentu, dimana sosial ekonomi sebagai penekanan utama. 1.6.4.
Permukiman
Finch (1957) menyatakan bahwa permukiman (settlement) yaitu kelompok satuan-satuan tempat tinggal atau kediaman manusia, yang mencakup berbagai fasilitasnya seperti bangunan rumah, jalur jalan, dan fasilitas lainnya yang dijadikan sebagai sarana pelayanan manusia tersebut. Batasan ini memiliki arti cukup luas yaitu bukan hanya bangunannya saja tetapi juga lingkungan sekitarnya serta penunjang kehidupan manusia tersebut. Pengertian permukiman juga diatur menurut Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yaitu bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan maupun pedesaan. Kawasan permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Menurut Koestoer (2001), permukiman di kawasan perkotaaan sering disebut dengan perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Keteraturan tersebut dapat dilihat dari bangunan permanen, berdinding tembok, dan dilengkapi penerangan listrik. 1.6.5.
Pengertian Ruang dan Pemanfaatan Ruang
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU No.26 Tahun 2007). Menurut UU No.26 tahun 2007, pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Struktur
17
ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Misalnya saja pada sistem perkotaan, dibagi menjadi 3 yaitu Pusat Kegiatan PKW (Pusat Kegiatan Wilayah), PKL (Pusat Kegiatan Lokal), dan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK). PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. PKL (Pusat Kegiatan Lokal) merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
PPK (Pusat Pelayanan Kawasan)
merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani skala antar desa. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pemanfaatan ruang dijabarkan dalam beberapa regulasi yang mengatur mengenai jenis pemanfaatan ruang, di antaranya: 1.
Pemanfaatan Ruang dalam Kawasan Rawan Banjir Menurut Departemen Pekerjaan Umum dalam Pedoman Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Kawasan Banjir, Kawasan Rawan Banjir dapat dibagi menurut beberapa jenis karakter yaitu pantai(A), dataran banjir(B), sempadan sungai(C), dan cekungan(D). Masing-masing tipologi tersebut memiliki tiga kelas risiko yang dibedakan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, rendah. Dalam penelitian ini, sempadan sungai merupakan obyek dari penelitian. Sempadan sungai dibedakan menjadi tiga tipologi yaitu sempadan sungai berisiko tinggi (C.1), sempadan sungai berisiko sedang (C.2), dan sempadan sungai berisiko rendah (C.3). Pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan tersebut dibedkan menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Untuk kawasan lindung pada sempadan sungai berisiko tinggi adalah : 1) Hutan lindung, 2) Kawasan bergambut, 3) Kawasan resapan air,
18
4) Kawasan sekitar danau/waduk/mata air, sedangkan untuk kawasan budidaya, pemanfaatan ruang yang diizinkan adalah: 1) Hutan produksi, 2) Hutan rakyat, 3) Pertanian, 4) Perikanan, 5) Perhubungan/pelabuhan. Untuk tipologi C2 atau sempadan sungai berisiko sedang, pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan lindung adalah : 1) Hutan lindung, 2) Kawasan bergambut, 3) Kawasan resapan air, 4) Sempadan sungai, 5) Kawasan sekitar mata air 6) Kawasan suaka alam 7) Taman nasional, Sedangkan untuk kawasan budidaya, pemanfaatan ruang yang diizinkan diantaranya : 1) Hutan produksi, 2) Hutan rakyat, 3) Pertanian, 4) Perikanan, 5) Perhubungan/pelabuhan. 6) Perkebunan 7) Perdagangan 8) Industri 9) Pertambangan 10) Permukiman 11) Pariwisata.
19
Untuk tipologi C.3 atau sempadan sungai dengan risiko rendah, pemanfaatan ruang yang diizinkan di kawasan lindung yaitu: 1) Kawasan resapan air, 2) Sempadan sungai, 3) Kawasan sekitar danau, 4) Kawasan suaka alam, Sedangkan untuk kawasan budidaya, pemanfaatan ruang yang diizinkan adalah: 1) Hutan produksi, 2) Hutan rakyat, 3) Pertanian, 4) Perikanan, 5) Perhubungan/pelabuhan. 6) Perkebunan 7) Perdagangan 8) Industri 9) Pertambangan 10) Permukiman 11) Pariwisata. Menurut Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Sempadan Sungai Code termasuk ke dalam Kawasan Rawan Bencana I. Kawasan Rawan Bencana (KRB) I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar/banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. 2.
Pemanfaatan Ruang menurut Lampiran PU Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR Kabupaten/Kota Dalam peraturan tersebut diajabarkan bahwa pemanfaatan ruang dapat
dibagi menjadi beberapa jenis pemanfaatan ruang yang diperinci ke dalam bentuk daftar kegiatan. Pemanfaatan ruang yang tercantum dalam Lampiran PU Nomor
20
20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota di antaranya: a) Perumahan b) Komersial c) Industri d) Pertambangan e) Fasilitas Pelayanan f)
Pemerintah dan Pertahanan Keamanan
g) Pertanian h) Transportasi i)
Hutan
j)
RTH
k) Campuran Secara rinci Pemanfaatan ruang yang tercantum dalam Lampiran PU Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota dapat dijabarkan dalam Tabel 1.2.
21
Tabel 1.2
Contoh Daftar Kegiatan (Lampiran PU Nomor 20 Tahun Kabupaten/Kota) Industri
Pertambangan
Fasilitas pelayanan
Perumahan
Komersial
Berdasarkan Jenis Bangunan: - Rumah Tinggal - Rumah Kopel - Rumah Deret - Rumah Susun Rendah (<5 lantai) - Rumah Susun Sedang (5 s.d 8 lantai) - Rumah Susun Tinggi (>8 lantai)
Perdagangan Jenis tempat - Warung - Toko - Pertokoan - Pasar tradisional - Pasar lingkungan - Penyaluran grosir - Pusat perbelanjaan - Supermarket - Mall - Plaza - Shopping center
Berdasarakan besaran modal dan atau tenaga kerja : - Industri besar - Industri sedang - Industri kecil
PP 27 tahun 1980 (Penggolongan bahan-bahan galian) - Pertambangan strategis (a) - Pertambangan vital (b) - Pertambangan lainnya (c)
Pendidikan - TK - SD/MI - SLTP/MTS - SMA/MA/SMAK - Akademi/ Perguruan tinggi
Berdasarkan Fungsi : - Asrama - Kost-Kostan - Panti Jompo - Panti Asuhan Yatim Piatu - Paviliun - Rumah Dinas
Jenis barang yang diperdagangkan - Bahan bangunan dan perkakas - Makanan dan minuman - Peralatan rumah tangga - Hewan peliharaan dan kebutuhannya - Barang kelontong dan kebutuhan sehari-hari - Alat-alat dan bahan farmasi - Pakaian dan aksesoris - Peralatan dan pasokan pertanian - Tanaman
Berdasaran dampak yang ditimbulkan : - Dengan limbah - Tanpa limbah - Mengganggu transportasi lingkungan - Tidak mengganggu transportasi lingkungan
Berdasarkan jenis bahan galian : - Minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam - Bitumen padat. Aspal - Antrasit, batubara, batubara muda - Uranium, radium, thorium,dll. - Nikel, kobalt - Timah - Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan - Bauksit, tembaga, timbal, seng, - Emas, platina,
Kesehatan Rumah sakit Tipe A Rumah Sakit Tipe B Rumah Sakit tipe C Rumah sakit tipe D Rumah sakit gawat darurat Rumah sakit bersalin Laboratorium kesehatan Puskesmas Puskesmas pembantu - Balai pengobatan - Pos kesehatan - Posyandu - Dokter umum - Dokter spesialis - Bidan
2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ
Pemerintahan dan Pertahanan Kemanan
Pertanian
Transportasi
Hutan
RTH
- Kantor pemerintah pusat/ nasional - Kantor pemerintah provinsi - Kantor pemrintah kabupaten atau kota - Kantor kecamatan - Kantor kelurahan
Pertanian - Sawah - Ladang - Kebun - Hortikulturar dan rumah kaca - Pembibitan - Pengolahan hasil pertanian - Pergudangan hasil panen - Penjualan tanaman/bunga yang dikembangbiak kan
- Terminal tipe A - Terminal tipe B - Terminal tipe C - Stasiun - Pelabuhan - Bandar udara umum - Bandar udara khusus - Lapangan parkir umum
- Hutan rakyat - Hutan produksi terbatas - Hutan produksi tetap - Hutan yang dapat dikonserva si
- Hutan kota - Jalur hijau dan pulau jalan - Taman kota - TPU - Pekaranga n - Sempadan /penyangg a
Kepolisian - Mabes Polri - Polda - Polwil - Polres/polresta - Polsek/polsekta
Perikanan - Tambak - Kolam - Pelelangan ikan
22
Campura n - rumah toko (ruko) - rumah kantor (rukan) - kondotel (kondomi nium hotel)
Lanjutan Tabel 1.2
Perumahan
Komersial
Industri
- Kendaraan bermotor dan perlengkapannya Berdasarkan Kepadatan : - Kepadatan Tinggi (>40 rumah/ha) - Kepadatan Sedang (20 s.d. 40 rumah/ha) - Kepadatan Rendah (<20 rumah/ha)
Jasa Umum - Jasa bangunan - Lembaga keuangan - Komunikasi - Pemakaman - Pusat Riset dam pengembangan IPTEK - Perawatan/Perbaika n/renovasi barang - Perbaikan kendaraan (bengkel) - SPBU - Penyediaan ruang pertemuan - Penyediaan makanan dan minuman - Travel dan pengiriman barang - Pemasaran properti - Perkantoran bisnis lainnya
ISIC - Makanan/minuman - Tekstil - Tembakau - Pakaian jadi - Pengemasan/penge pakan barang - Kayu - Kertas - Publikasi dan percetakan - Minyak, batubara, dan bahan reaktor - Bahan kimia dan produknya - Karet dan plastik - Produk mineral non logam - Produk logam dasar - Produk logam olahan - Mesin dan peralatan - Mesin perkantoran - Mesin dan perlengkapan elektronik - Perlengkapan radio, televisi, dan komunikasi lain - Perlatan medis, ketelitian (jam), dan instrumen optik - Alat-alat kendaraan bermotor - Peralatan transportasi lainnya - Furniture dan
Pertambangan
Fasilitas pelayanan
perak, air raksa, intan - Arsin, antimon, bismut
- Klinik/poliklinik - Klinik dan/atau rumah sakit hewan
Lanjutan - Yutrium, rhutenium, cerium, dll. - Berilium, korundum, zirkon, kristal, kwarsa - Kriolit, fluorpar, barit - Yodium, brom, khlor, belerang - Nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam, batu - Asbes, talk, mika, grafit, magnesit, - Yarosit, leusit, tawas, oker - Batu permata, batu setengah permata - Pasir kwarsa, kaolin, fieldspar, gips, bentonit - Batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome , tanah serap - Marmer, batu tulis - Batu kapur, dolomit, kalsit - Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat dan pasir
Olahraga dan rekreasi - Tempat bermain lingkungan - Tempat bermain lokal - Taman - Lapangan - Olahraga - Gelanggang remaja - Gedung olahraga - Museum - Stadion - Gedung olah seni - Bioskop - Teater - Kafe
Pemerintahan dan Pertahanan Kemanan
Militer - TNI AU - TNI AD - TNI AL
Pertanian
Transportasi
Hutan
RTH
Peternakan - Lapangan penggembalaa n - Pemerahan susu - Kandang hewan
23
Campura n
Lanjutan Tabel 1.2 Perumahan
Komersial
Industri
Pertambangan
Fasilitas pelayanan
Pemerintahan dan Pertahanan Kemanan
Pertanian
Transportasi
Hutan
RTH
manufakturing - Daur ulang Berdasarkan nilai/harga - Perumahan Sederhana - Perumahan Menengah - Perumahan Mewah
Hiburan/Rekreasi - Taman hiburan - Taman perkemahan - Bisnis lapangan olahraga - Studio ketrampilan - Panti pijat - Klub malam dan bar - Hiburan dewasa lain - Teater - Bioskop - Kebun binatang - Resort - Restoran Jasa khusus - Penginapan hotel - Penginapan losmen - Cottage - Salon - Laundry - Penitipan hewan - Penitipan anak
Gabungan 1 dan 2 - Industri besar dengan limbah/gangguan lingkungan - Industri besar tanpa limbah/gangguan - Industri kecil dengan limbah/gangguan lingkungan - Industri kecil tanpa limbah/gangguan lingkungan - Industri pergudangan - Industri bahari
Bina Sosial - Gedung pertemuan lingkungan - Gedung serba guna - Gedung pertemuan kota - Balai pertemuan dan pameran - Pusat informasi lingkungan - Lembaga sosial/organisasi kemasyarakatan Peribadatan - Masjid - Langgar - Gereja - Pura - Kelenteng Persampahan - TPS - TPA - Pengolahan sampah/limbah - Daur ulang - Penimbunan barang rongsokan - Pembongkaran kendaraan bermotor Komunikasi - Telepon umum - Pusat
24
Campura n
Lanjutan Tabel 1.2 Perumahan
Komersial
Industri
Pertambangan
Fasilitas pelayanan
Pemerintahan dan Pertahanan Kemanan
Pertanian
Transportasi
Hutan
RTH
transisi/pemancar jaringan telekomunikasi
Sumber : Lampiran PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota dalam Mutha’ali 2013
25
Campura n
3.
Pemanfaatan Ruang menurut Perwal Kota Yogyakarta No.25 tahun 2013 Peraturan Walikota Yogyakarta menerangkan bahwa penetapan pemanfaatan
ruang di kota Yogyakarta terdiri dari zona-zona yang tertuang dalam bentuk kodekode yang tersaji pada Tabel 1.3. Tabel 1.3
Zonasi Pemanfaatan Ruang menurut Perwal Kota Yogyakarta No.25 tahun 2013
Pemanfaatan Ruang Zona Perumahan
Zona Perdagangan dan Jasa Zona Perkantoran Zona Sarana Pelayanan Umum
Zona Industri Kecil dan Rumah Tangga Zona Pariwisata Zona Ruang Terbuka Hijau
Zona Perlindungan Setempat Zona dan Cagar Budaya
Spesifikasi PR Perumahan Kepadatan Tinggi Perumahan Kepadatan Sedang
Kode
Keterangan
R1
100-1000 rumah/ha
R2
40-100 rumah/ha
K
Sarana Pelayanan Umum Pendidikan Sarana Pelayanan Umum dan Transportasi Sarana Pelayanan Umum Kesehatan Sarana Pelayanan Umum Olahraga dan Rekreasi
KT SPU 1 SPU 2
SPU 3 SPU 4
I
Kebun Binatang Taman/Alunalun/Lapangan Olahraga Makam Zona Sempadan Sungai
PL RTH 1 RTH 2
RTH 3 PS SC
Sumber : Perwal Kota Yogyakarta No.25 tahun 2013 Peraturan Walikota Yogyakarta
26
Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara ketentuan yang satu dengan yang lain mengenai pemanfaatan ruang. Penyusunan RDTR Kabupaten/Kota sebagai dasar penentuan jenis pemanfaatan ruang dengan beberapa modifikasi. Ketentuan tersebut memuat pengaturan pemanfaatan ruang secara teknis dan menjabarkannya sampai pada tingkat kegiatan sehingga akan lebih jelas mengenai batasan pemanfaatan ruang yang ada di suatu kawasan. Pemanfaatan ruang di Sempadan Sungai Code dalam penelitian ini dibatasi menurut tingkat kerincian untuk masing-masing jenis pemanfaatan ruang yang telah disebutkan dengan beberapa modifikasi di dalamnya. Jenis-jenis pemanfaatan ruang yang ada selanjutnya dirinci menjadi jenis kegiatan yang digunakan sebagai batasan variasi pemanfaatan ruang dalam penelitian ini. Variabel pemanfaatan ruang yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 1.4. Tabel 1.4
Jenis Pemanfaatan Ruang Penelitian
Jenis Pemanfaatan Ruang Permukiman
Jasa dan Komersial
Industri Fasilitas
Pemerintahan dan Pertahanan Keamanan Transportasi Pertanian
Ruang Terbuka Hijau
Spesifikasi Pemanfaatan Ruang pada Penelitian Permukiman Perumahan Rumah Susun, Apartemen, dll Penginapan/Hotel Restaurant/Kawasan Kuliner Lain-Lain Industri Fasilitas olahraga Fasilitas kesehatan Fasilitas pendidikan Pemerintahan Keamanan Transportasi Sawah Ladang/Tegalan Lain-lain Sempadan Sungai Taman Hutan Kota Pemakaman Lahan Kosong, dll
Sumber : Olah Data Penulis, 2014
27
Terdapat beberapa jenis pemanfaatan ruang yang dibagi menjadi sub pemanfaatan ruang dalam penelitian ini yaitu permukiman, jasa dan komersial, pemerintahan dan keamanan, pertanian, dan ruang terbuka hijau. Permukiman merupakan jenis pemanfaatan ruang yang mendominasi di sempadan Sungai Code sehingga perlu dilakukan pendetailan jenis permukiman yang ada di sempadan Sungai Code tersebut. Permukiman dibagi menjadi 3 jenis spesifikasi pemanfaatan ruang, yaitu permukiman informal, perumahan, dan bangunan yang bersifat vertikal seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dll. Jasa dan komersial juga dibagi menjadi beberapa spesifikasi pemanfaatan ruang dengan pertimbangan jasa dan komersial merupakan sektor intensif yang dilakukan di kawasan perkotaan. RTH dibagi menjadi beberapa jenis kegiatan untuk melihat variasi RTH yang ada sebagai salah fungsi peruntukkan yang sebenarnya pada sempadan sungai. Jenis pemanfaatan ruang berupa fasilitas pelayanan dibagi menjadi fasilitas olahraga, fasilitas kesehatan, dan fasilitas pendidikan.
Jenis
pemanfaatan
ruang
berupa
hutan
ditiadakan
dengan
mempertimbangkan kondisi fisik wilayah kajian. 1.7
Pengertian Sungai dan Sempadan Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Menurut Christanto dalam Enggar 2006, sungai adalah air yang mengalir di permukaan bumi maupun di bawah permukaan bumi, terdiri dari air tawar, yang airnya mengalir melalui saluran alam menuju laut, danau, dan atau sungai lainnya. Sumber air sungai dapat berupa air hujan, mata air, air hasil pencairan es, atau danau. Sungai berdasarkan kuantitasnya dapat dibedakan menjadi sungai beberapa jenis, yaitu: 1. Sungai Normal (Sungai Efluent), yaitu sungai yang alirannya sepanjang tahun tidak pernah kering, karena mendapatkan tambahan air atau akuifer yang ada di sekitarnya. 2. Sungai Periodis, merupakan sungai yang volume airnya besar pada musim penghujan dan volume kecil pada musim kemarau, sehingga
28
besarnya volume air sungai periodis ditentukan oleh musim yang terjadi. 3. Sungai episodis (Sungai Influent), merupakan sungai yang mengalir pada musim penghujan saja, sedangkan pada musim kemarau airnya kering sama sekali. Hal tersebut dapat disebabkan oleh air sungai yang masuk ke dalam akuifer di sekitarnya. Sungai memiliki manfaat yang besar terhadap manusia, baik manfaat secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Oleh karena itu untuk menjaga kelestarian sungai perlu dilakukan konservasi sungai. Konservasi
sungai merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan perlindungan sungai dan pencegahan pencemaran sungai. Perlindungan yang dimaksudkan dalam kegiatan konservasi tersebut adalah perlindungan terhadap bagian-bagian sungai, termasuk sempadan sungai. Penyebutan bantaran sungai dan sempadan sungai secara umum sering digunakan sebagai dua terminology dengan arti yang yang sama, yaitu ruang di pinggiran sungai. Dalam PP No.38 tahun 2011, bantaran sungai dan sempadan sungai dibedakan menjadi dua terminologi yang berbeda. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggul sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai, sedangkan garis sempadan adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai (PP No.38 Tahun 2011). Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa secara umum, bantaran sungai berkaitan dengan morfologi sungai, sedangkan sempadan sungai berkaitan dengan ruang yang berada di pinggira sungai dengan ketentuan jarak tertentu. Penentuan sempadan sungai didasarkan pada lokasi dan tanggul sungai. Menurut PP No.38 tahun 2011 tentang sungai, garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 3 m (tiga meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam PP tersebut ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Perlidungan sempadan sungai sebagaimana yang dimaksud dilakukan melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang
29
penyangga antara ekosistem sungai dan daratan sehingga fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Pada sempadan sungai terdapat tanggul yang yang berfungsi untuk kepentingan pengendali banjir. Beberapa hal yang terkait dengan perlindungan badan tanggul yaitu dengan adanya larangan untuk: a. Menanam tanaman selain rumput, b. Mendirikan bangunan, c. Mengurangi dimensi tanggul. Pasal 9, garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a ditentukan: 1. paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter); 2. paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter); Dalam Permen Pekerjaan Umum Tahun 1993 tentang garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah sungai dan bekas sungai menyatakan bahwa ruang minimum yang dibutuhkan antara sungai dengan area terbangun adalah 15 meter. 1.8
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri PU.No 12 tahun 2009). Luas RTH kawasan perkotaan telah diatur dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota, terdiri dari 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. RTH publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat setempat. RTH publik di dalamnya meliputi taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan
30
pantai. Sedangkan RTH privat merupakan RTH institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas, seperti kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuh-tumbuhan. Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Secara sistem, RTH kota adalah bagian kota yang tidak terbangun, yang berfungsi menunjang keamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan dan pelestarian alam. Umumnya, RTH Kota terdiri dari ruang pergerakan linear atau koridor dan ruang pulau atau oasis (Spreigen, 1965 dalam Tato ). RTH Kota juga dapat dimaknai sebagai path atau jalur pergerakan dan room sebagai tempat istirahat, kegiatan atau tujuan. RTH kota dapat berbentuk buatan manusia dan alam yang terjadi akibat teknologi, seperti koridor jalan, bangunan tunggal dan majemuk, hutan kota, aliran sungai, dan daerah alamiah yang telah ada sebelumnya. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, fungsi RTH dapat dibedakan menjadi fungsi intrinsik dan fungsi ekstrinsik. Fungsi RTH tersebut yaitu : a. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis: 1) Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota); 2) Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; 3) Sebagai peneduh; 4) Produsen oksigen; 5) Penyerap air hujan; 6) Penyedia habitat satwa; 7) Penyerap polutan media udara, air, dan tanah, serta; 8) Penahan angin. b. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: 1) Fungsi sosial dan budaya;
31
2) Fungsi ekonomi; 3) Fungsi estetika. 1.9
Zonasi, Zona dan Peraturan Zonasi Zonasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk membagi suatu
kawasan menjadi beberapa bagian dengan karakteristik, fungsi dan tujuan yang akan dilakukan. Sedangkan zona dalam konteks Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah dapat didefinisikan sebagai lingkup kawasan pada wilayah perencanaan yang akan diberikan predikat fungsi tertentu (Muta’ali, 2013). Penelitian ini membagi sempadan sungai menjadi beberapa zona yang dibatasi dengan ruas jalan dan batas administratif dengan tujuan untuk mempermudah analisis pemanfaatan ruang di sempadan sungai pada masing-masing zona. Dalam penelitian ini terdapat 8 zona sempadan sungai yang dibatasi oleh batas administratif sebagai batas awal dan akhir, dan ruas jalan sebagai batas pembaginya. Menurut UU No.26 Tahun 2007 disebutkan bahwa peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Muta’ali (2013) menyatakan bahwa secara umum model peraturan zonasi yang berkembang di berbagai negara dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu Floating zoning yang diterapkan di Perancis, dan Flexible zoning dan rigid zoning yang banyak diadaptasi oleh Amerika Serikat.
32
1.10
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2, merupakan cara
pemikiran secara konseptual tentang variasi pemanfaatan ruang yang ada di Sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta beserta berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Ruang memiliki struktur ruang dan pola ruang. Semakin detail luasan kajiannya maka yang lebih ditekankan adalah pola ruang dibanding struktur ruangnya. Menurut pola ruang, sempadan sungai seharusnya dijadikan kawasan lindung, akan tetapi pada kenyataannya justru dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan manusia yang termasuk ke dalam kawasan budidaya. Secara normatif, hal tersebut tidak sesuai dan memiliki risiko baik dari segi kebencanaan maupun yuridis. Variasi pemanfaatan ruang, kondisi eksisting dan permasalahannya merupakan hal yang saling berkaitan dan menarik untuk diteliti. Variabel variasi pemanfaatan ruang yang ada dibuat menurut menurut Lampiran PU Nomor 20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/Kota yang telah disesuaikan dengan penelitian. Kondisi pemanfaatan ruang yang dimaksudkan dalam penelitian ini dilihat dari beberapa variabel yaitu Deskripsi Jenis Pemanfaatan Ruang, Jarak Terhadap Tanggul Sungai, Kondisi Jalan Inspeksi, Ketinggian terhadap Tanggul dan Arah Hadap Bangunan Terhadap Sungai. Jalan inspeksi merupakan salah satu akses jalan yang terdapat di pinggiran Sungai Code di Kota Yogyakarta sehingga hal tersebut dipertimbangkan sebagai salah satu bagian dari kondisi pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code. Arah hadap bangunan terhadap sungai menjadi salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan adanya kemungkinan untuk menata kawasan Sungai Code sebagai kawasan waterfront city di Kota Yogyakarta. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.2.
33
Perkembangan Wilayah Perkotaan
Kebutuhan Ruang Terus Bertambah
Keterbatasan Ruang
Pola Ruang
Struktur Ruang
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Sempadan Sungai Code di Kota Yogyakarta K
Jenis Pemanfaatan Ruang
Jenis Pemanfaatan Ruang dan kegiatannya: - Permukiman informal - Perumahan - Rumah Susun - Jasa dan Komersial - Industri - Pemerintahan dan Pertahanan Keamanan - Transportasi - Pertanian - Hutan - Ruang Terbuka Hijau
Kondisi Pemanfaatan Ruang
Permasalahan dalam Pemanfaatan Ruang
- Variabel Kondisi Pemanfaatan Ruang : Deskripsi Jenis Pemanfaatan Ruang Jarak Terhadap Tanggul Sungai Kondisi Jalan Inspeksi Ketinggian terhadap Tanggul Arah Hadap Bangunan Terhadap Sungai
Keterangan: menandakan
Garis
putus-putus
penyimpangan
yang
terjadi, realitas di lapangan tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
34
1.11
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitiaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah : 1) Apa saja jenis pemanfaatan ruang eksisting yang dapat ditemuka di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta? 2) Bagaimana kondisi secara umum jenis pemanfaatan ruang yang ada di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta? 3) Bagaimana ketinggian bangunan terhadap tanggul di sempadan Sungai Code? 4) Bagaimana kondisi jalan inspeksi yang berada di pinggir tanggul Sungai Code? 5) Bagaimana jarak bangunan dengan tanggul Sungai Code? 6) Bagaimana arah hadap bangunan terhadap sungai di sempadan Sungai Code?
7) Permasalahan apa saja yang ditemukan terkait pemanfaatan ruang di sempadan Sungai Code, Kota Yogyakarta?
35