BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini secara nasional ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) sebagai sumber energi utama masih cukup besar dari tahun ke tahun, sementara kondisi cadangan energi fosil cenderung semakin menipis. Disisi lain peran energi baru terbarukan (EBT) yaitu energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan dalam suplai energi nasional masih belum optimal seperti energi hidro, energi bio (biogas dan biomass), energi surya, energi angin, panas bumi, gelombang laut dsb. Pemenuhan kebutuhan akan energi (listrik maupun energi lainnya) yang semakin meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan energi secara tepat, terintegrasi, dan berkesinambungan. Hal ini nantinya diharapkan dapat memperlancar aktivitas di semua sektor pengguna energi, seperti sektor rumah tangga, pariwisata, transportasi, industri, komersial, pertanian dan perikanan dsb. Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan energi tersebut, kebijakan energi nasional diarahkan untuk mendorong EBT agar dapat lebih berperan di masa mendatang, dengan menggali potensi-potensi EBT yang cukup banyak dari lokasi setempat, sehingga daerah yang membutuhkan energi dari sumber EBT diharapkan dapat dipenuhi dan tidak mengandalkan lagi dari energi fosil. Peran EBT diharapkan akan terus meningkat secara bertahap hingga pada tahun 2020 dapat memberikan kontribusi hingga 5%. Untuk mencapai
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
hal tersebut perlu dilakukan upaya terobosan pengembangan energi alternatif secara bertahap dan sistimatis. Tugas ini menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, akademisi, swasta maupun masyarakat dan diharapkan dapat berperan secara sinergis dalam pengembangan energi alternatif tersebut. Meningkatnya akses masyarakat terhadap energi, termasuk tenaga listrik, dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) adalah salah satu sasaran pengelolaan energi nasional yang tertuang dalam dokumen Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025. Seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi dan telekomunikasi, listrik telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat terpencil dan pedesaan. Terbatasnya jaringan distribusi yang dimiliki oleh PT. PLN (Persero), menyebabkan masih banyak lapisan masyarakat Indonesia di wilayah tersebut yang belum memiliki akses terhadap energi listrik. Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik. Peran penting energi terutama energi listrik sangat dibutuhkan dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia serta merupakan pendukung keberhasilan ekonomi Nasional. Konsumsi energi final relatif tinggi dengan pertumbuhan rata-rata 7% pertahun dengan data daftar tunggu untuk menjadi pelanggan PLN sekitar 1.162.419 pelanggan dengan kebutuhan daya sekitar 2.725.705,08 kVA. Sehingga dibutuhkan akses energi yang handal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat sejalan dengan pembangunan di bidang teknologi, ekonomi, industri, informasi, dan segala aspek kehidupan lainnya. PT. PLN (Persero) menjadi lembaga pemerintah dalam penyediaan kelistrikan nasional belum mampu menyediakan energi listrik seiring pesatnya kebutuhan listrik di masyarakat. Belum lagi pembangkit listrik yang banyak digunakan di Indonesia sangat mengandalkan pemanfaatan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau minyak bumi sebagai salah satu sumber energi untuk menghasilkan listrik. Seperti ditunjukkan dalam Gambar , perkiraan rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2014 baru 82,5% yang berarti 17,5% penduduk Indonesia belum dialiri listrik. Dengan capaian tersebut, tingkat elektrifikasi Indonesia tergolong masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lain. Singapura, misalnya, rasio elektrifikasinya mencapai 100% sementara Malaysia 99,4% serta Filipina 89,7%. Indonesia bahkan kalah jauh dengan Vietnam yang rasio elektrifikasinya mencapai 97,6%.
2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 1.1. Rasio elektrifikasi nasional Indonesia Memang tidak dipungkiri bentangan geografis dan topografis Indonesia yang sangat variatif dan luas dibandingkan Negara ASEAN lainnya tersebut menambah sulitnya pemerataan energi listrik diseluruh wilayah nusantara (rendahnya elektrifikasi nasional). Pemerintah, dengan segala keterbatasan dan kelebihannya akan terus berusaha untuk menyediakan akses terhadap energi khususnya listrik bagi masyarakat yang belum memperolehnya. Sinergi dan kerjasama dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan industri tentunya diperlukan untuk mempercepat pencapaian target rasio elektrifikasi sebesar 90% pada tahun 2025 sesuai amanat Blue print Pengembangan Energi Nasional. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa mempunyai potensi sumber-sumber energi baru terbarukan yang melimpah sekitar 1,2 x 109 MW sedangkan yang termanfaatkan masih sangat kecil, sekitar 4679,37 MW atau 3,88 x 104
% dari total potensi tersebut. Sehingga dimungkinkan untuk peningkatan pemanfaatkan
sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem pembangkit yang efisien, mudah pendistribusiannya dan ramah lingkungan di masing-masing daerah di Indonesia dan menggalakkan pemanfaatan sumber energi lain selain bahan bakar minyak untuk proses pembangkitan seperti air, batubara, maupun arus laut di wilayah kepulauan. Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat baik, rata-rata 4,80 kWh/m2/hari. Seiring dengan berkembangnya teknologi konversi energi surya menjadi energi listrik serta menurunnya biaya peralatan yang diperlukan, potensi energi surya nasional menjadi hal yang layak untuk didorong pemanfaatannya di Indonesia.
3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Energi arus laut sangat berpotensi di Indonesia dengan adanya Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan [1] . Terjadinya arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur. Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Adapun nilai-nilai kecepatan arus di Arus Lintas Indonesia (Arlindo) ini adalah mempunyai nilai minimal kecepatan arus ~5 an maksimal ~24 dengan rata-rata ~15. Diperkirakan potensi 5,6 - 9 terrawatt berdasarkan hasil proyek Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Apabila dikonversikan menjadi listrik, arus laut Indonesia bisa mencapai 30.000 hingga 50.000 kali lipat dari kapasitas PLTA Jatiluhur 187 MW.
1.2
Permasalahan
-
Belum adanya sistem hibrid di desa desa terpencil di Indonesia.
-
Belum optimalnya penggunaan software HOMER untuk sistem hibrid .
1.3
Tujuan Penelitian
-
Membuat dan mengembangkan kaidah optimasi dengan menggunakan software HOMER untuk sistem hibrid.
-
1.4
Membuat permodelan sistem HIBRID lebih efisien dan sederhana.
Urgensi (Keutamaan)
-
Cadangan energi konvensioanal semakin menipis
-
Distribusi PLN belum menajangkau daerah terpencil
4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
1.5
Temuan/Inovasi yang ditargetkan
-
Kaidah baru untuk menentukan komponen sistem hibrida
-
Kaidah pemilihan teknologi sistem hibrida energi terbarukan
1.6
Penerapan
-
Studi kasus penentuan wilayah di kebumen jawa tengah ,Indonesia.
5 http://digilib.mercubuana.ac.id/