BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai bushidoyang ada di Jepang
dengan melihat bagaimana nilai ini tetap dapat eksis dalam sistem masyarakat yang ada dan diterapkan dalam lingkungan Jepang modern. Hal ini akan dilihat oleh penulis dari bagaimana masyarakat Jepang modern masih menjadikan bushido sebagai dasar cara hidup mereka dalam lingkungan masyarakat dengan menggunakan nilai-nilai dasar bushido yang sebenarnya dulumerupakan prinsip lama yang ada di Jepang. Hal ini menjadi menarik mengetahui pasca penghapusan samurai sebagai kekuatan militer Jepang pada Era Meiji, bushido yang merupakan cikal bakal pembentukan karakter seorang samurai masih bertahan meskipun tidak lagi sebagai sebuah prinsip wajib, ini dikarenakan semangat bushido yang masih ada tidak dapat dihapuskan dalam sistem masyarakat Jepang. Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa bushido atau yang bisa juga diartikan sebagai “way of the warrior" adalah sebuah kode etik perilaku yang ada di Jepang. Nilainilai yang ada dalam bushido berasal daripada kode moral seorang samurai yang menekankan kepadanilai-nilai dasar seperti kesetiaan pada satu pemimpin, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan yang menjadi hal penting bagi mereka dimana hal ini patut dipertahankan, meskipun harus mempertahankan nyawa mereka sendiri dalam perang atau ritual tertentu.1 Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba melihatbagaimana bushido hingga kinimasihdapat bertahan dengan lingkungan masyarakat Jepang era kontemporer, dengan mengambil contoh kasus bentuk manifestasi bushidodi bidang bisnis, terutama di perusahaan-perusahaan Jepang.
Roger J. Davies, The Japanese Mind: Undertanding Conteporary Japanese Culture (ed), Tuttle Publishing, Tokyo, 2002, p. 41-42 1
1
Modernisasi pada akhir abad ke-19 mendorong Jepang melakukan beberapa perubahan dalam sistem pemerintahannya. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pada era tersebut adalah penghapusan samurai yang merupakan sebuah bentuk militer tradisional utama Jepang dalam berperang. Samurai sendiri sebenarnya merupakan sebutan bagi individu atau kelompok di Jepang yang memiliki strata yang tinggi, dimana kata samurai sendiri juga dekat kepada istilah bangsawan pada masa edo. Samurai pada dasarnya merupakan kelompok aristrokat pada masa pemerintahan terdahulu. Namun berbeda dengan kelompok golongan atas pada era tersebut, samurai sendiri sebenarnya merupakan keturunan dari para aristrokat yang tidak mendapatkan warisan sehingga diturunkanlah kedudukannya sebagai pelayan atas tuannya tersebut. Ini terjadi karena pada zaman itu poligami yang dilakukan oleh kelompok kelas atas merupakan hal yang wajar ditemui.2 Samurai
yang dapat dikategorikan sebagai kelompok bangsawan atau
kasta atas dalam sistem masyarakat Jepang, pada akhirnya mengharuskan mereka menjaga tata perilaku ataupun bagaimana mereka bersikap sebagaimana seorang samurai, dan hal tesebut mereka lakukan dengan menerapkan beberapa prinsip dasar sebagai jalan hidup mereka sehari-hari, yang kita kenal sebagai bushido. “Bushi” berarti ksatria dan “Do” artinya jalan. Bushido dapat diartikan sebagai jalan kehormatan yang harus ditempuh oleh orang Jepang untuk menyempurnakan hidup. Prajurit Jepang harus memegang teguh ajaran bushido, artinya ialah menginsyafi kedudukan masing-masing dalam hidup ini, mempertinggi derajat dan kecakapan diri, melatih diri lahir maupun batin untuk menyempurnakan keahliannya dalam ketentaraan, memegang teguh disiplin, serta menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan tanah air sampai titik darah terakhir. Seperti yang telah dijelaskan pada awal latar belakang, bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam bushido berasal dari nilai moral samurai, dimana di dalamnya menekankan kepada sifat-sifat atau karakteristik tertentu seperti kesetiaan, kesederhanaan, Thomas Clearly, Code of The Samurai: a Modern Translation of The Bushido Shoshinshu of Taira Shingesuke, Tuttle Publishing, Japan, 1999, p. 1 2
2
penguasaan seni bela diri, dan kehormatan yang menjadi kebanggaan utama bagi seorang samurai. Dengan semangat bushido yang masih bertahan dalam sistem masyarakat Jepang ditambah sikap pemerintah yang juga mempertahankan nilai budaya ini, dapat dikatakan bahwa sikap yang ditunjukan pemerintah didasari adanya anggapan bahwa nilai-nilai bushidomasih relevan untuk digunakan saat itu maupun nanti.Hal semacam itu sebenarnya juga sudah terlihat bersamaan dengan modernisasi kekuatan militer Jepang yangkenyatanya masih tidak bisa lepas dari ajaran bushido yang masih digunakan sebagai dasar penanaman karakterkepada tentara-tentara mereka. Kata“meiji” sendiri sebenarnya berarti kekuasaan pencerahan, dan pemerintah waktu itu bertujuan menggabungkan kemajuan dari barat dengan nilai-nilai tradisional dari timur, sehingga apabila kita melihat kembali ke belakang bahwa alasan pemerintah membiarkan bushido tetap ada menjadi masuk akal. Kemudian kembali lagi dengan menghilangnya sistem samurai di pemerintahan Jepang, dengan seiring perkembangan zamanjelas terjadi perubahan lain dalam penerapan prinsip bushido sendiri. Terjadi perubahan dari segi penerapan bushido dimana ketika sebelum restorasi, bushido masih merupakan sebuah prinsip yang diterapkan oleh kalangan samurai saja, lalu bagaimana ketika bushido sendiri memasuki era modern sekarang seperti sekarang? Dengan muncul pertanyaan seperti itu, penulis berasumsi selain bushido yang nyatanya dalam kasus ini telah berubah bentuk dari sebuah prinip yang kaku menjadi sebuah spirit atau semangat bagi warga Jepang, akhirnya juga menjadikan bushido sebagai sebuah behavior atau perilaku kebiasaan. Bila melihat kepada contoh Toyota dalam penulisan akhir ini, penulis akan menjelaskan mengenai bagaimana bentuk manifestasi bushido dalam lingkungan bisnis, sebagai contoh bagaimana bushido mempengaruhi pembentukan standarisasi perusahaan yang meliputi kinerja para pekerjanya, salah satunya seperti Toyota way yang merupakan standar kerja perusahaan Toyota yang berlaku kepada seluruh pegawainya. Selain itu, bagaimana cara Akio Toyoda
3
selaku presiden direktur Toyotadalam memimpin perusahaannya dan bagaimana ia bersikap dalam hubungan kerjasamanya dengan mitra-mitranyajuga akan dijelaskan
sebagai
salah
satu
bentuk
manifestasi
lain
yang
mana
menunjukanbahwa bushido tidak hanya mempengaruhi karakteristik masyarakat Jepang dalam ruang lingkup kalangan pekerja saja namun sikap kepemimpinan seorang pemimpin perusahaan sekalipun juga akan dijelaskan dalam penelitian akhir ini. 1.2
Rumusan Masalah “Bagaimanamanifestasi semangat bushido di era Jepang modern,
khususnya di kalangan bisnis? dengan melihat Toyota dalam penanganan kasus kecelakaan transportasi di AS tahun 2010” 1.3
Kerangka Berpikir Untuk menganalisis serta menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi
dan faktor apa yang akhirnya mempengaruhi prinsip bushido hingga akhirnya tidak hilang sertamasih bisa diterapkan dalam aktivitas masyarakat Jepang modern,dalam penelitian kali ini penulis akan menggunakan prinsip budaya dari Roger M. Keesing dan definisi mengenai corporate culturedari Stephen P. Robbins untuk melihat proses yang terjadi terkait dengan perkembangan prinsip bushidodan bagaimana nilai-nilai bushido diterapkan dan mempengaruhi kinerja dalam sebuah perusahaan, disertainilai-nilai bushido itu sendiri guna melihat apakahdalam aktivitasmasyarakat Jepang kontemporer nilai-nilai bushido memang masih cocok dan terlihat dalam kehidupan bermasyarakat. 1.3.1 -
Bushido Definisi Konseptual
Bushido atau “way of the warrior” adalah prinsip dan jalan hidup yang harus dipegang teguh oleh para samurai pada jaman feodal Jepang. Bushido juga
4
dipengaruhi oleh nilai zen dari ajaran Budha. Ada 7 nilai inti yang dipegang dalam bushido, yaitu:3
義—Gi—JusticeatauKebenaran 勇—Yū—Courageatau Keberanian 仁—Jin—Benevolenceatau Kemurahan Hati 礼—Rei—Politeness or Respectatau Saling Menghormati 誠—Makoto or 信—Shin—Honestyatau Kejujuran 名誉—Meiyo—Honor, Gloryatau Kehormatan 忠義—Chū—Loyaltyatau Loyalitas Ketujuh nilai ini dipegang teguh bagi warga negara Jepang yang menjunjung nilai bushido. Jika pada zaman samurai dulu, sikap bushido ditunjukan dengan cara mempertahankan martabat Jepang dan melindunginya dari penjajah. Samurai akan loyal dan hormat untuk melindungi dengan seluruh jiwa raga negara Jepang. Jika prinsip dan terjadi kegagalan, para samurai akan malu kepada dirinya sendiri. Sehingga untuk menebus kesalahannya, tidak jarang para samurai lebih memilih untuk bunuh diri atau seppuku. Cara tersebut dipercaya sebagai pengorbanan yang terhormat bagi samurai. Banyak samurai atau pejuang yang mati saat usai perang dunia kedua melalui harakiri. Nilai bushido hingga era modern ini masih nampak pada budaya Jepang, dan nilai bushido inilah yang membuat masyarakat Jepang bangkit kembali dan maju. Dengan kerja keras dan penanaman nilai bushido, Jepang gigih untuk maju dan berkembang pesat. Pada masa modern saat ini, nilai bushido masih terlihat kuat di tengah masyarakat Jepang. Sikap yang tekun, telaten, dan pekerja keras untuk menuju Jepang yang lebih baik masih dipegang oleh masyarakat Jepang. -
Definisi Operasional
Busby Berkeley, Bushido (online), http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Bushido, diakses 11 Februari 2014 3
5
Dengan melihat fenomena yang ada, dapat kita lihat bahwa eksistensi bushido dapat dikatakan masih cukup kuat dikalangan masyarakat Jepang dari bagaimana nilai-nilai bushido nyatanya masih diterapkan dalam aktivitas yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk Jepang. Dengan kondisi tersebut juga menunjukan bahwa pada kenyataannya nilai-nilai kehidupan yang diajarkan atau dalam kasus ini yaitu semangat yang terkandung dalam bushido, secara tidak langsung masih mempengaruhi masyarakat Jepang. Bila kita lihat pada fokus dalam penelitian kali ini yaitu bidang bisnis, dapat diambil juga beberapa nilai bushido yang ada dalam menganalisis bagaimana bushido sendiri ternyata berpengaruh besar pada kinerja atau interaksi aktor aktor dalam lingkungan perusahan-perusahaan di Jepang, dalam lingkup domestik maupun dengan mitra luar negerinya, seperticontohnya bagaimana nilai seperti saling menghormati yang terlihat pada interaksi antar aktor serta produsen dan konsumen, kehormatanyang menyangkut kualitas produk perusahaan masing-masing di mata konsumen atau mitra kerjasamanya, dan loyalitas yang menyangkut hubungan antar karyawan dengan pemimpinnya.selain itu, akan dilihat juga apakah beberapa nilai bushido yang dianggap cocok dan digunakan di lingkungan peusahaan Jepang secara tidak langsung efektif sebagai sebuah dasar pembentukan standar perusahaan yang terkait. 1.3.2 -
Teori Budaya Roger M. Keesing Definisi Konseptual
Keesing berpendapat bahwa budaya merupakan sistem yang dapat berganti dan beradaptasi sebagai sebuah bagian dari seleksi alam. Budaya juga merupakan sebuah sistem yang dinamis, sehingga perubahan variabel dapat berdampak pada pola interaksi manusia. Selain itu, budaya dari suatu masyarakat memiliki pola khas tersendiri. Dengan menggunakan teori budaya dari Roger M. Keesing, penulis akan menjelaskan bahwa terjadi peleburan makna dimana bushido yang awalnya kaku sebagai sebuah prinsip atau kode etik yang mutlak, pada akhirnya berubah menjadi suatu hal yang lebih mudah masuk ke segala lapisan masyarakat sebagai sebuah kebiasaan sehingga mudah diterapkan hingga akhirnya bushido
6
sendiri dapat bertahan hingga sekarang dan dimanifestasikan dalam sebuah bentuk barusesuai dengan kondisi perkembangan yang ada, termasuk dalam lingkungan bisnis contohnya pada kasus Toyota. Budaya dianggap sebagai sebuah sistem yang memiliki fungsi sebagai penghubung antara interaksi satu individu dan individu lainnya atau cara hidup dalam sebuah komunitas tertentu. Dengan adanya kondisi tersebut, akhirnya budaya sendiri akhirnya berubah menjadi sebuah pola hidup dan dipandang lebih luas sebagai sebuah pola pembentuk karakteristik.4 Selain itu, perubahan budaya dianggap sebagai sebuah proses adaptasi untuk bertahan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Dalam penjelasannya, Keesing berpendapat dalam proses adaptasi, perubahan yang terjadi tidak hanya dilihat dari segi budaya itu sendiri, melainkan aktor atau dalam kasus ini manusia. Namun, ketika menjelaskan bahwa budaya merupakan sistem yang dapat beradaptasi, terdapat beberapa konsep atau ide dasar dalam menjelaskan sebenarnya perubahan apa saja yang terjadi dalam proses adaptasinya, yaitu bagaimana budaya dilihat sebagai sebuah sistem kognitif, kemudian bagaimana budaya dilihat sebagai sebuah sistem struktural, dan yang terakhir bagaimana budaya dilihat sebagai sebuah sistem simbolik. Bila dilihat dari segi kognitif, secara umum budaya masih erat kaitannya sebagai suatu hal yang mendasar yang dipercayai oleh masyarakat sebagai sebuah satu hal yang mutlak karena di satu sisi budaya dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan yang juga dapat memberikan pengetahuan kepada tiap individu. Selain itu budaya sendiri dianggap sebagai suatu sistem yang dapat memberikan. Dalam kasus ini bushido sebelumnya dianggap sebagai sebuah prinsip wajib atau nilai-nilai dasar yang harus dan hanya diterapkan oleh kalangan samurai dalam menjalani tugas maupun kehidupannya di tengah masyarakat, bagaimana mereka bersikap kepada kaisar atau tuannya, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat, dan dengan menerapkan bushido seorang samurai akan menjadi lebih bertanggung jawab dalam tugasnya serta hidupnya. Roger M. Keesing, Theories of Culture, Institute of Advanced Studies, Australian National University Canberra A.C.T., Australia, 1974, p. 75
4
7
Selanjutnya maksud dari sebuah budaya dilihat sebagai sebuah sistem simbolik adalah dimana masyarakat menjadikan budaya yang ada sebagai sebuah norma dasar bagi mereka untuk menggambarkan sesuatu atau bagaimana mereka menginterpretasikan sesuatu yang mereka percayai. Kemudian poin ketiga dimana budaya dilihat sebagai sebuah sistem struktural adalah budaya dilihat sebagai suatu sistem pola pikir yang mempengaruhi susunan atau tatanan yang telah ada dalam sebuah sitem kultur. Struktur pemikiran-pemikiran yang meliputi seperti bahasa, adat istiadat yang berbeda antara masyarakat itu dipandang sebagai budaya itu sendiri, karena pola pikir yang ada tersebut akhirnya menciptakan sebuah struktur budaya yang hanya berlaku di wilayah tertentu yang menggambarkan kondisi budaya di wilayah tersebut. -
Definisi Operasional
Dengan menggunakan teori budaya ini, akan dilihat bagaimana bushido pada akhirnya mengalami perubahan dari segi-segi tertentu seperti pada penjelasan sebelumnya. Dimulai dari segi kognitif dimana awalnya bushido erat kaitannya dengan sebuah prinsip samurai yang mengajarkan nilai-nilai moral untuk kalangannya saja, namun sekarang terjadi perubahan dimana nilai-nilai bushido tidak lagi dilihat sebagai sebuah prinsip melainkan sebuahspiritatau semangat sehingga nilai-nilai yang ada dapatdipelajari dan diterapkan di seluruh lapisan masyarakat. Kemudian dari segi simbolik, terlihat ketika bushido masih erat kaitannya dengan seorang samurai sebagai sebuah prinsip identitas khusus bagi kelompoknya, namun dengan adanya proses adaptasi, bushido tidak lagi hanya menggambarkan seorang samurai melainkan masyarakat Jepang sendiri secara umum. Kemudian yang terakhir yaitu dari segi struktural. Bushido yang hanya diterapkan oleh kalangan atas (samurai) akhirnya memberikan pola pikir bagi masyaraktnya pada masa itu, dimana penerapan bushido selama bertahuntahun akhirnya menimbulkan pola pikir bahwa terdapat tingkatan-tingkatan yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang. Hal itu berbeda dengan kondisi sekarang dimana dalam bidang bisnis contohnya, yang juga memilikitingkatan
8
jabatan, semangat bushido tidak lagi berfungsi bila dilihat darisegi struktural. Hal itu dikarenakan seluruh tingkatan harus menerapkan dan bertanggung jawab dengan nilai yang berlaku di perusahaannya. Berikut merupakan bagan singkat mengenai bagaimana perubahan yang terjadi dalam bushido itu sendiri yang nantinya akan dijelaskan lebih menggunakan teori budaya dari Robert M. Keesing:
•Bushido bersifat kaku dan Bushido sebagai Prinsip ketujuh nilai di dalamnya wajib Wajib Samurai diterapkan seorang samurai. Bushido sebagai spirit/semangat
•Bushido tidak lagi kaku, melainkan semua lapisan masyarakat bisa menerapkannya, terutama kalangan perusahaan Jepang.
Bushido sebagai Kode Etik sebuah Perusahaan
1.3.3 -
•Bushido berubah bentuk menjadi sebuah standar etika baru dalam bentuk sebuah kode etik perusahaan yang mudah diterapkan dalam pembentukan karakteristik perusahaan Jepang.
Corporate Culture Definisi Konseptual
Mengacu pada pernyataan dari Stephen P. Robbins mengenai corporate culture, beliau mendefinisikan hal ini sebagai sebuah sistem bersama yang dianut oleh seluruh anggota dalam sebuah organisasi yang membedakan organisasinya dari organisasi-organisasi lain. Selain itu, Robbins juga berpendapat bahwa terdapat beberapa fungsi dari corporate culture atau budaya organisasi dalam sebuah lingkungan perusahaan, seperti:5 1. Menjadi pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lain; 2. Menghasilkan identitas diri bagi anggota organisasi; 3. Memfasilitasi komitmen yang terus-menerus dari anggotanya;
Stephen P. Robbins, Essentials of Organizational Behavior, 8th ed. Prentice Hall, New Jersey, 2004, ch.14 5
9
4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial dan memberikan standar norma/aturan; 5. Sebagai mekanisme kontrol yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku anggota. Selain itu, Robbins juga megklasifikasikan karakteristik sebuah corporate culture ke beberapa poin penting, yaitu:6 1. Inovation and risk taking(Inovasi dan keberanian mengambil risiko),yaitu organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan. 2. Attention
to
detail
(Perhatian
terhadap
detil),adalah
organisasi
mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. 3. Outcome Orientation (berorientasi kepada hasil),yaitu manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian padateknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. 4. People orientation (Berorientasi kepada manusia),yaitu keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi. 5. Team orientation (Berorientasi tim), yaitu kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individuuntuk mendukung kerjasama. 6. Aggressiveness (Agresifitas),yaitu orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankanbudaya organisasi sebaik-baiknya. 7. Stability (Stabilitas),yaitu kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras daripertumbuhan.
-
Definisi Operasional
Anggia Sari L., “ Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Bank Indonesia Medan”, usu.ac.id (online), 2011, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23012/3/Chapter%20II.pdf, diakses 22 April 2015 6
10
Terlihat bahwa karakteristik corporate culture menurut Robbins tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai moral yang diajarkan di dalam bushido, sehingga rasanya cocok apabila teorinya ini digunakan untuk melihat bentuk manifestasi bushido yang ada di bidang bisnis Jepang.Menurut Robbins, nilai-nilai atau isi dari suatu budaya tertentu yang diterapkan dalam sebuah organisasi tertentu juga akan mempengaruhi perilaku dari anggota-anggotanya dari seluruh lapisan. Organisasi yang memiliki dan membentuk standar etik yang tinggi biasanya juga akan memiliki karakteristik seperti toleransi tinggi terhadap resiko, agresifitas yang rendah, dan berorientasi pada hasil. Merujuk pada kasus kali ini, dengan menerapkan konsep corporate culture, akan dilihat bagaimana sebuah organisasi mencoba untuk menerapkan nilai-nilai budaya yang ada sebagai dasar pembentukan aturan-aturan di perusahaannya, dimana hal ini memiliki tujuan sebagai pengatur sikap dan perilaku para pekerjanya atau pemimpinnya sehingga standar yang diinginkan perusahaan tersebut dapat terpenuhi. Guna menjelaskan hal tersebut, akan diambil contoh mengenai bagaimana akhirnya Toyota membentuk prinsip-prinsip perusahaan yang tidak lepas dari pengaruh budaya yang ada di Jepang, yaitu bushido, sebagai standar kinerja di perusahaannya.Dimana hal inijuga akan mempengaruhi kinerja para pegawainya termasuk pemimpin perusahaannya sekalipun.Selain itu, sebelumnya akan dijelaskan juga mengenai bagaimana budaya yang ada di masyarakat dengan kulur perusahaan saling berhubungan dalam membentuk sebuah identitas baru bagi sebuah organisasi sebagai perwujudan dari konsep corporate culture.Kemudian dengan mengacu pada karakteristik konsep corporate culture sendiri akan dilihat apakah standar perusahaan yang terbentuk akan dapat dikatakan sebagai sebuah budaya korporat dengan melihat nilai-nilai yang ada dalam standar perusahaan yang terkait. 1.4
Argumen Utama Terjadi proses adaptasi pada bushido yang awalnya kaku hingga akhirnya
bisa diterapkan diseluruh lapisan masyarakat Jepang, termasuk bidang bisnis.
11
Fleksibilitas nilai-nilai bushido itu pun akhirnya berpengaruh terhadap bentuk manifestasi yang ada di lingkungan perusahaan-perusahaan Jepang, contohnya dengan mengambil lingkunganperusahaan Jepang, salah satunya Toyota. Bushido akhirnya mempengaruhi pembentukan prinsip-prinsip dasar perusahaan hingga akhirnya
mempengaruhi
karakteristik
dan
kinerja
para
pekerja
dalam
perusahaannya, termasuk ketika Toyota, terutama Akio Toyoda selaku presiden direktur Toyota dalam mengambil sikap saat menangani kasus perusahaannya dengan AS yang mengajukan komplain atas tingkat kecelakaan yang terjadi di negaranya dikarenakan produk Toyota yang dianggap “cacat”. 1.5
Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk menggunkan metode
penelitian kualitatif. Pembahasan yang akan dijelaskan dalam penelitian akhir ini dibangun melalui data-data sekunder, yaitu dengan pemakaian studi literatur yang mengutamakan data tertulis dalam bentuk cetak seperti buku, jurnal, majalah, koran, dan diktat kuliah. Selain itu, penulis juga berusaha melengkapinya dengan data tertulis bentuk elektronik seperti e-book dan sumber-sumber lain dari website tertentu. 1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian akhir berjudul “Manifestasi Semangat
Bushido dalam Pembentukan Karakter Samurai Modern di Bidang Bisnis, Studi Kasus: Toyota dalam Kasus Penanganan Kecelakaan Transportasi di AS” akan dibagi ke dalam 4 bagian utama, yaitu : Bab I: Bab ini akan berisikan pendahuluan mengenai latar belakang, rumusan masalah, kerangkaberpikir, asumsi dasar, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II:Bab ini akan menjelaskan sekilas mengenai sejarahbushido di Jepang yang pada awalnya merupakan sebuah prinsip dasar yang dulu diterapkan oleh para
12
samurai ketika masih menjadi kekuatan militer tradisional Jepang. Selain itu, bab ini akan menjelaskan juga mengenai bagaimana perkembangan penerapan prinsip bushido yang ada di Jepang atau manifestasispirit of bushido itu sendiri, terutama dalam lingkungan perusahaan Jepang di era kontemporer, sebagai contoh Toyota& Honda. Bab III: Bab ini akan menjawab pertanyaan penulis disertai analisa mengenai proses adaptasi hingga bentuk manifestasi bushido yang awalnya merupakan sebuah prinsip kakukemudian berubah menjadi sebuah spirit yang masih relevan digunakan di Jepang kontemporer. Bab IV:Bab ini akan berisikan studi kasus yang diambil dalam penulisan akhir mengenai komplain yang dilontarkan AS terhadap produk dari Toyota di Jepang terkait tingkat kecelakaan yang terjadi. Bab
V:Bab
ini
merupakan
penutup
yang
berisi
kesimpulan
seluruhpembahasan yang telah dipaparkan dalam penelitian akhir ini.
13
atas