BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Transportasi merupakan unsur penting untuk kegiatan manusia seiring dengan mobilitas manusia yang semakin tinggi. Untuk memperlancar seluruh kegiatan manusia dibutuhkan moda transportasi yang memadai, selain mengutamakan aspek kecepatan juga mempertimbangkan aspek kenyamanan dan keselamatan. Kereta api merupakan salah satu moda transportasi yang mempunyai tiga aspek sebagaimana disebutkan di atas. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Kereta api memiliki jalur tersendiri, yaitu jalan rel, yang memungkinkan kecepatan dan waktu tempuhnya dapat diatur sesuai kebutuhan. Tingkat kecepatannya relatif lebih tinggi dan stabil karena dengan jalur khususnya ini meminimalkan hambatan perjalanan. Dengan begitu tingkat keselamatan perjalanan kereta api juga lebih tinggi daripada moda transportasi darat lainnya. Selain itu kereta api dapat mengangkut penumpang ataupun barang dalam jumlah besar dengan konsumsi bahan bakar yang relatif rendah sehingga kereta api merupakan angkutan masal yang efektif. Dengan berbagai keunggulan tersebut, kereta api banyak dipilih masyarakat sebagai moda transportasi utama, baik untuk perjalanan dekat, sedang, maupun jauh. Kereta api dikelompokkan sebagai transportasi darat sehingga jalurnya dapat berpotongan dengan moda transportasi darat lainnya, yaitu jalan. Apabila perpotongan tersebut terdapat pada satu bidang yang sama dinamakan perlintasan sebidang. Daerah perlintasan sebidang merupakan titik bertemunya dua moda transportasi darat yang masing-masing mempunyai sistem, sarana, prasarana, 1
2
operator, dan pengelola yang berbeda sehingga pada daerah tersebut memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Oleh karena itu perlintasan sebidang juga diatur dalam undang-undang perkeretaapian. Menurut Pasal 91 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, disebutkan bahwa perpotongan antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang. Pengecualian terhadap ketentuan hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan. Perlintasan sebidang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. yang menjelaskan bahwa perlintasan sebidang harus dibuat menjadi tidak sebidang apabila frekuensi dan kecepatan kereta api tinggi, dan/atau frekuensi dan kecepatan lalu lintas jalan tinggi. Jika frekuensi dan kecepatan kereta api dan/atau lalu lintas jalan tinggi, kecelakaan pada perlintasan sulit terhindarkan. Hal ini akan membahayakan perjalanan kereta api dan juga lalu lintas jalan. Dalam Buku Informasi Perkeretaapian 2014 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, angka kecelakan pada perlintasan kereta api tergolong tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Data kecelakaan tahun 2010 - 2014 No.
Jenis Kecelakaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tabrakan KA-KA Tabrakan KA-Kendaraan Anjoglan Terguling Banjir / Longsor Lain-lain Perlintasan Sebidang TOTAL
2010 3 26 25 4 6 4 78 146
Banyak Kejadian 2011 2012 2013 1 2 0 22 23 21 25 2 2 1 1 4 7 6 2 6 61 45 108 116 76 147
2014 1 33 0 2 3 66 105
(Sumber: Ditjen Perkeretaapian, 2014)
Melihat banyaknya kasus kecelakaan pada perlintasan kereta api, pemerintah bersama dengan PT. KAI perlu melakukan koordinasi lanjut sebagai solusi untuk mengurangi angka kecelakaan sekaligus meningkatkan keselamatan perjalanan
3
kereta api. Salah satu solusinya dengan menilik aspek keselamatan pada UndangUndang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Jika keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan tidak terjamin, dalam hal ini banyak terjadi kecelakaan, maka perlu dibuat perlintasan/ perpotongan tidak sebidang. Perlintasan tidak sebidang adalah posisi perpotongan jalur kereta api dengan jalan yang dapat berada di atas atau di bawah jalur kereta api. Posisi ini memungkinkan kedua moda transportasi berjalan tanpa saling menghambat. Perlintasan tidak sebidang dibuat sedemikian rupa sehingga mampu melayani frekuensi dan kecepatan lalu lintas jalan yang ada tanpa mengganggu perjalanan kereta api. Dengan demikian tingkat keselamatan perjalanan kereta api dapat meningkat dan angka kecelakaan pada perlintasan dapat menurun. Kota Surakarta merupakan kota budaya dan pariwisata. Posisinya yang dikelilingi oleh kawasan pendukung, menambah tingkat keramaian kota tersebut. Hal ini berdampak pada kepadatan lalu lintas di jalan-jalan utama kota. Kepadatan sangat terasa tidak hanya pada ruas jalan dan persimpangan jalan, namun juga pada perlintasan kereta, terutama saat kereta api melintas dan terjadi antrian kendaraan yang panjang. Kejadian ini dikhawatirkan akan menghambat berjalannya kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pariwisata Kota Surakarta apabila tidak segera ditindaklanjuti. Terdapat beberapa perlintasan sebidang kereta api di Kota Surakarta yang perlu ditangani. Perlintasan Purwosari merupakan salah satu perlintasan sebidang yang paling kritis kondisinya. Letaknya yang berdekatan dengan Stasiun Purwosari, pusat perbelanjaan, hotel, dan kawasan sekolahan, memotong jalan protokol Kota Surakarta, dan merupakan jalur bus antar kota menyebabkan panjang antrian kendaraan semakin panjang setiap kali ada kereta api melintas. Jalur kereta api yang melintas di perlintasan ini merupakan jalur ganda dengan frekuensi kereta api yang melintas tinggi. Dengan kondisi seperti ini sudah selayaknya perlintasan
4
Purwosari dijadikan prioritas pertama penangan perlintasan sebidang sehingga lalu lintas jalan dapat kembali lancar tanpa menggangu perjalanan kereta api. Penelitian ini berupaya untuk melakukan penilaian kondisi eksisting perlintasan, baik dari sisi jalur kereta api maupun dari lalu lintas jalan, analisis permasalahan, dan analisis dampak antrian akibat penutupan pintu perlintasan kereta api untuk mengetahui urgensi pembangunan perlintasan tidak sebidang. Selanjutnya dilakukan analisis multikriteria untuk menentukan tipe perlintasan tidak sebidang berdasarkan dengan hasil survei lalu lintas, kondisi geometrik perlintasan, dan grafik perjalanan kereta api yang ada.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang kondisi di atas, permasalahan yang dibahas pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa saja permasalahan lalu lintas dan dampak yang terjadi akibat penutupan pintu perlintasan saat kereta api melintas? 2. Bagaimanakah tingkat urgensi perlintasan sebidang Purwosari untuk ditingkatkan menjadi perlintasan tidak sebidang? 3. Bagaimanakah alternatif penyelesaian masalah yang ada pada perlintasan sebidang Purwosari?
1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dijabarkan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis permasalahan dan dampak yang terjadi akibat penutupan palang perlintasan saat kereta api melintas. 2. Mengevaluasi kelayakan perlintasan sebidang Purwosari terhadap peraturan yang berlaku. 3. Mengusulkan alternatif pernyelesaian untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada perlintasan sebidang Purwosari.
5
1.4 Batasan Masalah Mempertimbangkan banyaknya aspek yang perlu ditinjau untuk perencanaan perlintasan tidak sebidang, maka dilakukan pembatasan bahasan sebagai berikut. 1. Perencanaan
hanya
mempertimbangkan
aspek
transportasi,
tidak
memperhitungkan struktur, perkerasan jalan, kekuatan tanah, profil tanah, drainase, dan aspek biaya. 2. Jumlah dan frekuensi perjalanan kereta api berdasarkan pada jadwal kereta api melintas yang ada pada pos penjaga perlintasan Purwosari yang bersumber pada Gapeka 2015. 3. Survei dilakukan pada jam puncak di hari kerja dan hari libur. 4. Dimensi struktur perlintasan merupakan ukuran standar tanpa perhitungan detail.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memperdalam pengetahuan mengenai perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api sehingga dapat memberikan konstribusi dalam perencanaan penanganan perlintasan sebidang Purwosari. 2. Hasil perencanaan dapat digunakan sebagai referensi Pemerintah Daerah dan Ditjen Perkeretaapian dalam perencanaan penanganan perlintasan sebidang Purwosari sehingga dapat meningkatkan kelancaran lalu lintas dan meningkatkan keselamatan.
1.6 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang membahas moda transportasi kereta api cukup banyak telah dilakukan, baik fokus pada ulasan terkait sarana perkeretaapian maupun aspek-aspek terkait lainnya.
6
1. Setianto (2009) melakukan penelitian untuk mengevaluasi kelayakan teknis perlintasan sebidang Sentolo, Kulon Progo, dengan meninjau aspek keselamatan yang mempertimbangkan keterlibatan petugas penjaga pintu perlintasan. Perlintasan ini merupakan perpotongan jalan dengan jalur kereta api yang masih masuk dalam emplasemen Stasiun Sentolo. 2. Purnomo (2009) melakukan penelitian untuk mengevaluasi kelayakan perlintasan sebidang Sedayu, D.I.Y., dengan meninjau aspek keselamatan yang mempertimbangkan keterlibatan petugas penjaga pintu perlintasan. Jalur kereta api pada perlintasan sebidang ini merupakan jalur ganda. 3. Permana (2009) melakukan penelitian tentang hubungan sistem persinyalan, pengoperasian pintu perlintasan, dan frekuensi kendaraan dengan tingkat keselamatan perlintasan berpalang. Penelitian ini meninjau berbagai kondisi lalu lintas, jenis pintu perlintasan, kondisi geometrik dan fisik perlintasan, terhadap keamanan dan keselamatan perlintasan sebidang. 4. Suryoatmojo (2010) meneliti panjang antrian dan perubahan kecepatan akibat adanya pintu perlintasan. Untuk mengetahui panjang antrian digunakan metode gelombang kejut (Shock Wave) dan metode antrian. Hasil dari penelitian ini adalah perhitungan dengan metode gelombang kejut lebih sesuai dengan kondisi di lapangan. 5. Capistrano (2012) meneliti perilaku pelanggaran dan panjang antrian untuk setiap periode penutupan palang kereta api dan mencari model yang sesuai untuk
menggambarkan
keterkaitan
tiap
variabel
pembentuknya
menggunakan program SPSS. Sejauh pengamatan sampai dengan saat ini, Tugas Akhir mengenai analisis penanganan perlintasan sebidang ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan Tugas Akhir ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian yang berada di Perlintasan Purwosari, Surakarta dan dilakukan perencanaan penanganan perlintasan sebidang sampai dengan tahap pra-desain.