BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan cadangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi, dan bahan makanan. Selain itu masih banyak bahan-bahan mineral lain yang terdapat dalam cairan air laut. Daerah laut yang produktif adalah daerah yang dalamnya maksimal 200 meter dari permukaan laut. Disini endapan mineral oleh gerakan air laut dapat naik lagi ke permukaan laut dan yang kemudian digunakan oleh fitoplankton untuk membentuk jaringan hidup (Thohir, 1991, hlm: 155).
Dalam ekosistem perairan (tawar, pesisir dan lautan) berbagai jasad hidup (biotik) dan lingkungan fisik (abiotik) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Dua komponen ini saling berinteraksi antara satu dengan lainnya, sehingga terjadi pertukaran zat (energi) diantara keduanya. Komponen abiotik merupakan faktor pendukung bagi kelangsungan hidup organisme. Dalam ekosistem pesisir, komponen abiotik tersebut terdiri dari unsur dan senyawa anorganik, senyawa organik dan iklim. Unsur dan senyawa anorganik adalah C, N. CO2 dan H2O. Sedangkan senyawa anorganik terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Faktor iklim yang memegang peranan penting dalam perairan adalah suhu. Ekosistem pesisir memiliki struktur yang khas, hal ini disebabkan ekosistem tersebut merupakan daerah peralihan antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan (Dahuri et al., 2006, hlm: 64).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), dasar lautan dapat di bedakan menjadi tiga daerah atau zona yaitu : a. Zona litoral yaitu daerah yang masih dapat ditembus oleh cahaya sampai dasar perairan 0-200 meter. b. Zona neritik yaitu daerah perairan yang masih ada cahaya, tetapi remang- remang mencapai kedalaman 200-2000 m. c. Zona abisal yaitu daerah perairan yang tidak lagi dapat ditembus oleh cahaya, daerah ini mencapai kedalaman lebih dari 2000 meter.
Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan, terutama terhadap makrozoobenthos, yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jadi, jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi populasi yang sedikit tetapi populasinya tinggi. Oleh karena itu, penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 1991, hlm: 84).
Menurut Wardhana (2004, hlm: 74) indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: a. Adanya perubahan suhu air b. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen c. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air d. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut e. Adanya mikroorganisme f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
Menurut Sastrawijaya (1991, hlm: 127) klasifikasi derajat pencemaran air berdasarkan indeks diversitas komunitas hewan benthos yaitu: a. Tidak tercemar : jika indeks diversitas komunitas benthos > 2,0 b. Tercemar ringan : jika indeks diversitas komunitas benthos 1,6-2,0 c. Tercemar sedang : jika indeks diversitas komunitas benthos 1,0-2,0 d. Tercemar berat : jika indeks diversitas komunitas benthos < 1,0.
Universitas Sumatera Utara
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau pada sedimen dasar perairan. Berdasarkan sifat hidupnya, benthos dibedakan antara fitobenthos yaitu benthos yang bersifat tumbuhan dan zoobenthos yaitu organisme benthos yang bersifat hewan. Berdasarkan cara hidupnya benthos dibedakan atas dua kelompok, yaitu infauna (benthos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan) dan epifauna (benthos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan) (Barus, 2005, hlm: 33).
Benthos mencakup biota menempel, merayap, dan meliang di dasar laut. Kelompok biota ini hidup di dasar perairan mulai dari garis pasang surut sampai abisal (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 51-52). Barus (2004, hlm: 33) menjelaskan bahwa semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar perairan baik yang sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori benthos.
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan, seperti benthos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1984, hlm: 140). Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobentos (Hynes, 1976, hlm: 8).
Barus (2004, hlm: 34) menjelaskan bahwa berdasarkan ukuran tubuhnya, benthos dapat dibagi menjadi: a. Makrobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran >2 mm. b. Meiobenthos yaitu kelompok benyhos yang berukuran 0,2-2 mm. c. Mikrobenthos yaitu kelompok benthos yang berukuran < 0,2 mm.
Menurut letaknya, makrozoobenthos dapat dikelompokkan menjadi epifauna dan infauna. Epifauna adalah organisme bentik yang hidup pada atau dalam keadaan yang berasosiasi dengan permukaan. Sedangkan infauna adalah organisme yang hidup di substrat dasar perairan. Organisme infauna digolongkan menurut ukurannya yaitu makrofauna adalah organisme yang berukuran lebih besar dari 1 mm. Meiofauna adalah organisme yang berukuran 1 sampai 0,1 mm, dan mikrofauna yaitu organisme yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm (Nybakken, 1988, hlm: 168).
Universitas Sumatera Utara
Di daerah tertentu, beberapa subkomunitas bentik yang
ditemukan untuk
saling menggantikan dari pantai sampai ke ujung laut sangat tergantung dari jenis dasar laut, apakah berupa pasir, batuan ataupun berlumpur. Binatang-binatang infauna sering kali memberikan reaksi yang mencolok terhadap ukuran butiran atau tekstur dasar laut. Dengan menetapkan rasio antara pasir-lumpur sudah dapat dipastikan jenisjenis organisme yang ditemukan. Cara makan benthos menimbulkan perubahan yang menarik sepanjang lereng pasir-lumpur yaitu dengan cara menyaring menonjol di dalam dan diatas dasar berpasir, sedangkan yang makan dari endapan lebih umum di dasar lumpur (Odum, 1994, hlm: 416-417).
Benthos juga merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis ikan dan menempati urutan kedua dan ketiga dalam rantai makanan di suatu komunitas perairan. Benthos dapat dijumpai pada berbagai tipe perairan seperti sungai, kolam, danau, estuaria, dan laut. Umumnya benthos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah taksa Crustaceae, Molusca, Insekta dan sebagainya. Benthos tidak saja berperan sebagai penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004, hlm: 34).
Dalam penilaian kualitas perairan, pengukuran keanekaragaman jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Makrozoobenthos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi
kelangsungan
hidup
organisme
makrozoobenthos
karena
makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemaran kimia maupun fisik (Odum, 1994, hlm: 385). Hal ini disebabkan karena makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di dasar yang umumnya adalah tempat bahan tercemar. Menurut Wilhm (1975) dalam Marsaulina (1994, hlm: 9) perubahan sifat substrat dan penambahan
pencemaran
akan
berpengaruh
terhadap
kelimpahan
dan
keanekaragamannya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa alasan dalam pemilihan benthos sebagai bioindikator kualitas di suatu ekosistem air yaitu: a. Pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkannya dalam pengambilan sampel. b. Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah di identifikasi. c. Hidup di dasar perairan serta relatif diam, sehingga secara terus menerus terdedah oleh kondisi air di sekitarnya. d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut. e. Perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas benthos (Barus, 2004, hlm: 34-35).
Pulau Sembilan merupakan suatu desa yang berada di gugusan pulau-pulau Kabupaten Langkat. Desa Pulau Sembilan berdekatan dengan Selat Malaka dan merupakan salah satu tujuan wisata utama Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan secara administrasi terletak di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Jarak Pulau Sembilan dengan ibu kota Kecamatan Pangkalan Susu sejauh 6 km. Luas Pulau Sembilan 24,00 km2 atau 8.84% dari total luas Kecamatan Pangkalan Susu (http://ptigah.wordpress.com).
Di perairan Pulau Sembilan terdapat berbagai aktivitas manusia yang berlangsung di sekitar Perairan Pulau Sembilan Langkat antara lain : kegiatan domestik, pertambakan ikan, kerang mutiara, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi keberadaan benthos di dalam ekosistem perairan yang selanjutnya juga akan mempengaruhi faktor fisik kimia dan biota air lainnya. Berkaitan
dengan
keadaan
tersebut
maka
dilakukan
”Keanekaragaman Makrozoobenthos di Perairan
penelitian
tentang
Pulau Sembilan Kecamatan
Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan
Pulau Sembilan secara administratif terletak di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat banyak digunakan masyarakat yang berada di daerah tersebut untuk berbagai kegiatan, seperti aktivitas masyarakat seperti mandi, cuci, kakus (MCK), pengembangan budidaya ikan kerambah dan mutiara serta pengolahan kulit kerang. Beragamnya aktivitas manusia ini akan mempengaruhi faktor fisik-kimia perairan, sehingga secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap keanekaragaman makrozoobenthos pada ekosistem perairan yang mengelilingi Pulau Sembilan. Sejauh ini belum diketahui bagaimana keanekaragaman makrozoobenthos di Perairan Pulau Sembilan Langkat dan hubungan keanekaragaman dengan faktor fisik kimia perairan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui keanekaragaman makrozoobenthos pada masing-masing stasiun penelitian di Perairan Pulau Sembilan. b. Mengetahui hubungan antara faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman makrozoobenthos di Perairan Pulau Sembilan.
1.4 Hipotesis
a. Terdapat
perbedaan keanekaragaman
makrozoobenthos pada tiga
lokasi
pengamatan di Perairan Pulau Sembilan. b. Terdapat hubungan antara faktor fisik kimia air dengan keanekaragaman makrozoobenthos di Perairan Pulau Sembilan.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman makrozoobenthos di Perairan Pulau Sembilan. b. Memberikan informasi yang berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkan data mengenai kondisi lingkungan di Perairan Pulau Sembilan.
Universitas Sumatera Utara