BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya yaitu 4.816.253 hektar terdapat di Pulau Sumatera. Luas lahan tersebut tersebar dibeberapa Propinsi antara lain : Propinsi
Luas (ha)
1. Nanggro Aceh Darussalam
311.837
2. Sumatera Utara
970.716
3. Sumatera barat
316.560
4. Riau
1.548.972
5. Kepulauan Riau
6.933
6. Jambi
574.614
7. Bangka Belitung
133.286
8. Bengkulu
165.276
9. Lampung
157.765
10. Sumatera Selatan
630.294 Total
4.816.253
Dengan areal budidaya kelapa sawit yang sedemikian luas, kebun kelapa sawit beserta pabrik pengolahannya mempunyai potensi selain menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) juga menghasilkan limbah organik yang sangat besar jumlahnya dibandingkan limbah tanaman perkebunan lainnya. Limbah yang dihasilkan di lahan perkebunan sawit antara lain: pelepah daun yang harus dipangkas setiap kali dilakukan panen, tandan bunga jantan dan batang-batang tua tak produktif yang siap untuk diremajakan.
Universitas Sumatera Utara
Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) disamping menghasilkan minyak dihasilkan juga limbah organik. Dari setiap ton TBS yang diolah dihasilkan limbah organik sebagai berikut: 1. CPO
: 200 Kg
2. Tandan Kosong
: 270 Kg (189 kg air, 81 kg berat kering)
3. Cangkang
: 160 Kg
4. Kernel
: 40 Kg
5. Ampas
: 130 Kg (berat kering)
6. Lain-lain
: 300 Kg (Direktorat Jendral Perkebunan, 2008)
Dari berbagai bahan yang dikategorikan sebagai limbah, maka tandan kosong, cangkang, dan ampas jumlahnya paling banyak. Diperkirakan 20 – 35% dari TBS terdiri dari tandan kosong. (Gumbira, 1996)
Umumnya lahan kebun sawit ditanami dengan ± 135 pohon per hektar. Jika tiap hektar tanaman dewasa ( > 8 tahun ) menghasilkan sekitar rata-rata 25 ton TBS setiap tahun yang keseluruhannya diolah untuk memperoleh CPO dengan persentase buah pertandan 61,3% - 62,1 % maka rata-rata limbah tandan kosong yang dihasilkan setiap tahunnya adalah 6,75 ton/ha/thn. Berdasarkan luas areal perkebunan dan besarnya limbah yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahannya menjadikannya sebagai penghasil limbah organik terbesar dibanding dengan budidaya dan pengolahan tanaman perkebunan yang lain. Karena itu harus diupayakan cara untuk mengolah dan memanfatkan limbah yang dihasilkan tersebut. (Satyawibawa, 1992)
Pemanfaatan limbah padat PKS dan limbah perkebunan saat ini masih belum optimal dilakukan. Sebagian besar limbah padat PKS dan limbah perkebunan hanya digunakan sebagai bahan bakar. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk memanfaatkan limbah-limbah ini seperti dijadikan kompos, dijadikan serabut, bahan bakar, arang dan lain-lain Di perkebunan yang memiliki PKS sendiri, tandan kosong disebarkan ke kebun dan dibiarkan terurai untuk menjadi kompos yang dapat dimanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
tanaman. Proses pembusukan/degradasi janjang yang disebar tersebut berlangsung lambat akan membuat kondisi kebun jadi tidak nyaman baik karena bau yang tidak sedap atau serangga yang timbul. Cara pemanfaatan ini menjadi sangat terbatas sehingga masih banyak yang tidak termanfaatkan.
Beberapa waktu yang lalu janjang kosong boleh dibakar disetiap PKS dan abunya digunakan sebagai pupuk. Setelah keluarnya peraturan yang melarang PKS membakar janjang kosong diareal kebun karena alasan pencemaran timbul kesulitan lain dalam pemanfaatan limbah tersebut. Di tambah lagi saat ini banyak PKS yang mengolah buah yang berasal dari kebun milik masyarakat atau kebunkebun swasta kecil karena luas lahan perkebunan miliknya sendiri produksinya lebih kecil dari kapasitas pengolahan PKS yang dimilikinya. Dalam keadaan demikian baik dengan cara menebar dilahan sendiri, dijadikan kompos atau dijadikan serabut masih menyisakan tandan kosong dalam jumlah sangat banyak yang perlu dipikirkan cara pemanfaatannya. Sedangkan pemanfaatannya sebagai penimbunan tanah (mulsa) kurang ekonomis karena transportasi yang sulit dan biaya yang cukup besar. Sehingga dapat dibayangkan apabila tidak dikelola secara baik lama-kelamaan akan menjadi masalah besar yakni menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. (Yusuf, 2004)
Guna mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh limbah padat di PKS maka perlu dicari alternatif lain untuk pemanfaatan limbah padat sehingga mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Cara yang paling efisien dan cepat pemanfaatannya adalah dengan membakar dan menggunakan abunya sebagai pupuk. Penelitian terdahulu juga ada yang menganalisa tandan kosong dengan cara destruksi basah menggunakan asam dimana kandungan K yang dihasilkan adalah 1,31 % dan juga menggunakan basa dimana kandungan K yang dihasilkan adalah 0,76 % begitu kecil dibandingkan dengan cara destruksi kering dan juga ada yang membuat tandan kosong menjadi kompos dimana kandungan K yang dihasilkan 2,08 % dan kandungan P yang dihasilkan 0,35 % juga kurang efisien dibandingkan dengan cara pengabuan. (Anita, T, 2005; Sofian, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti kandungan unsur K, P, Cu dan Mn dalam abu limbah padat dari pengolahan kelapa sawit (tandan kosong, serabut buah dan cangkang) untuk dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan pupuk kimia yang biasa digunakan. . 1.2 Permasalahan
Apakah abu limbah padat perkebunan kelapa sawit (PKS) tersebut mengandung unsur-unsur hara dalam jumlah dan jenis yang menguntungkan untuk digunakan sebagai pupuk
1.3 Pembatasan masalah
1.
Kandungan unsur hara yang akan dianalisa hanyalah K, P, Cu dan Mn karena K dan P dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, sedangkan Cu dan Mn dalam jumlah renik (trace).
2.
Limbah yang akan dianalisa hanyalah tandan kosong, serabut buah dan cangkang karena jumlah yang dihasilkan paling banyak oleh karena itu besar potensinya untuk diolah menjadi pupuk.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan kandungan unsur hara (K, P, Cu dan Mn ) dari abu limbah padat kelapa sawit
yang terdiri atas tandan kosong, serabut buah dan
cangkang.
1.5 Manfaat Penelitian
Biaya pemupukan adalah komponen terbesar (± 50%) dari semua biaya budidaya kelapa sawit. Biaya tersebut akan dapat dikurangi jika sekiranya abu hasil
Universitas Sumatera Utara
pembakaran limbah tersebut mengandung unsur-unsur hara yang cukup berarti secara ekonomi
1.6 Metodologi Penelitian
Tandan kosong, cangkang dan serabut buah yang diperoleh dari PKS, masingmasing sampel ditentukan persentase berat keringnya setelah dikeringkan pada 100 – 1050C. Sampel kering diabukan sesempurna mungkin untuk mengetahui kandungan K, P, Cu dan Mn sebagai persentase berat abu dan persentase berat sampel kering. Sampel kering dibakar dalam sebuah drum, kemudian diabukan kembali pada 500 - 6000C , abu inipun dilarutkan dalam asam kemudian ditambahkan air sampai volume tertentu. Larutan ini digunakan untuk analisa kandungan K, P, Cu dan Mn. Kandungan K, Cu dan Mn dianalisa dengan cara AAS. P secara spektrofotometer dengan pereaksi ammonium molibdat. Kandungan masing-masing unsur akan dihitung berdasarkan berat sampel basah, sampel kering dan berat abu.
1.7 Lokasi Penelitian
Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Medan dan analisa dilakukan di Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera Utara serta Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Departemen Pertanian, Medan.
Universitas Sumatera Utara