Bab 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain
dalam menjalin sebuah kehidupan. Salah satu dasar dalam bersosialisasi adalah cinta. Cinta adalah sikap, suatu oritentasi karakter yang menentukan jalinan seorang pribadi dengan dunia secara keseluruhan (Fromm, 2006). Sternberg (1987) juga menambahkan bahwa cinta adalah ekspresi emosi manusia yang paling hebat dan dan diinginkan semua orang. Jika cinta adalah sikap atau ekspresi, maka bisa dengan jelas terlihat melalui perilaku yang tampak dalam suatu fenomena setiap tahunnya pada tanggal 14 Februari atau yang dikenal sebagai hari kasih sayang atau sering disebut sebagai Valentine. Hari kasih sayang atau yang dikenal sebagai hari Valentine identik dengan coklat, bunga, makan di restoran, pembelian emas dan permata untuk diberikan kepada seseorang yang dikasihi. Pemberian ini bermaksud untuk mengekspresikan tidakan atau rasa sayang terhadap pasangannya. Coklat dan bunga menjadi pilihan utama karena terjangkau oleh sebab itu terjadilah peningkatan permintaan akan coklat dan bunga selama hari kasih sayang atau Valentine berlangsung (Virdhani, 2011). Menurut Kertiyasa (2014) pada tahun 2014 terjadi peningkatan pada pembelian emas dan pemesanan restoran namun terjadi penurunan pada pemesanan coklat dan bunga. Coklat dan bunga tidak lagi menjadi pilihan disaat hari kasih sayang. Memberikan hadiah pada saat hari Valentine merupakan wujud dari ekspresi cinta seseorang kepada pasangannya terwujud dalam bentuk barang seperti emas, coklat, makan di restoran, dan bunga. Bentuk –bentuk dari perilaku tersebut adalah tindakan romantis yang biasa dilakukan oleh individu yang sedang berpacaran terhadap pasangannya. Aktivitas berpacaran tiap pasangan berbeda-beda maka tindakan atau perilaku romantis pasangan pun tentu berbeda satu sama lain. Adapun hasil yang didapat melalui wawancara yang bertujuan mendapatkan gaya berpacaran dewasa muda awal. Dalam wawancara terdapat 15 dari 21 pasang mengaku gaya berpacaran yang menjadi umum dilakukan adalah berpegangan tangan, merangkul, berciuman, pergi nonton bioskop, 1
pergi makan dan mengantar jemput. Menurut 15 pasang yang melakukan hal tersebut ini merupakan tanda atau bentuk cinta mereka pada pasang yang membuat pasangan merasa senang atau dicintai. Sedangkan 6 pasang sisanya kehadiran pasangan lebih penting dari pada melakukan hal-hal yang sudah disebutkan. 15 pasangan menyebutkan usia pacaran mereka kisaran 1-3 tahun sedangkan 6 pasangan lainnya menyebutkan mereka usia pacaran mereka lebih dari 5 tahun – 9 tahun. Dengan usia responden ratarata 20-25 tahun. Menurut M (22 tahun) dan A (24 tahun) yang telah berpacaran 2 tahun mengaku bahwa aktivitas bersama pasangan sangat penting dalam membangun sebuah hubungan. M menuturkan bahwa “ga perlu hal besar untuk menunjukkan cinta kepada pasangan cukup hal-hal kecil sudah berarti buat saya, contohnya seperti makan berdua, ngobrol, dicium dikening, memuji saya, dan dirangkul”. Diakui oleh A bahwa sering melakukan tindakan tersebut karena menurut A tindakkan tersebut merupakan manifestasi perasaan cinta terhadap pasangan. Menurut Elhasani (2013), ekspresi individu-individu yang sedang berpacaran jaman sekarang berkembang jauh karena adanya teknologi yang mendukung ekspresi tersebut, sebut saja teknologi itu adalah handphone atau telepon genggam yang sudah dilengkapi dengan fitur-fitur yang menarik mulai dari video-call sampai melakukan pesan singkat melalui aplikasi-aplikasi yang mudah ditemui dalam perangkat telepon genggam. Dalam mengekspresikan perasaan cinta tersebut beraneka ragam mulai dari kirim foto atau melakukan video-call untuk melepas kangen. Elhasani (2013) juga menambahkan bahwa hal tersebut yang dilakukan biasa hanya sekedara komunikasi atau melakukan rayuan-rayuan gombal dan membuka peluang melakukan phonesex. Ekpsresi cinta sekarang lebih bebas dan beragam sebagai contoh adalah ekspresi yang ditampilkan bukan lagi ekspresi budaya ketimuran yang dahulu begitu kental. Pergeseran tidak hanya pada ekspresi tetapi juga pada pemahaman tentang berpacaran itu sendiri, jaman sekarang pergerseran itu seperti tidak punya pacar berarti tidak laku, belum dinamakan pacaran kalau belum pernah berciuman “mesra” dan seorang wanita tidak benar-benar cinta kalau tidak mau diajak berhubungan badan (Elhasani, 2013). Akibat dari hal tersebut maka timbul permasalahan-permasalahan dalam berpacaran salah satunya adalah seks diluar nikah yang menyebabkan kehamilan.
Menurut WHO (World Health Organization) yang diambil dari (Infodatin, 2015) individu yang melakukan hubungan seks luar nikah berdasarkan survei adalah 67,9% yang melakukan dengan rentang usia 15-19 tahun, di mana pembagiannya adalah 33,3% untuk remaja perempuan dan 34,5% untuk remaja lelaki. Hal ini dipertegas oleh BKKBN (dalam Munir, 2010), bahwa memang terjadi peningkatan seks remaja pranikah, dari survei yang dilakukan didapat hasil 89% responden tidak setuju dengan adanya seks pra nikah namun hasil yang didapat di lapangan berbeda yaitu 82% remaja punya teman unuk melakukan seks pra nikah. Hal ini menunjukan bahwa kurangnya pemahaman dewasa muda awal tentang romantisme dalam berpacaran sehingga hal tersebut sering terjadi.Sternberg (1987) juga menyatakan bahwa cinta bukan sekedar passion yang menekankan pada seks semata dalam berhubungan tetapi dibutuhkan intimacy dan commitment dalam menjalani sebuah hubungan berpacaran. Dalam menyikapi permasalahan dalam berpacaran, Sternberg (1987) menjelaskan bahwa dalam berpacaran ada tiga komponen utama yaitu intimacy, passion, dan commitment, ketiga komponen ini saling berhubungan dan melengkapi satu dengan yang lain. Intimacy berkenaan dengan perasaan dekat dan terikat terhadap pasangan; passion adalah dorongan percintaan, ketertarikan secara fisik, dan seksual; dan commitment adalah sebuah keputusan ketika individu memutuskan untuk mempertahankan cinta yang dimiliki. Kadar cinta tiap orang berbeda-beda tergantung pada proporsi dari ketiga komponen itu (Sternberg, 1988). Perbedaan tersebut terlihat dari kombinasi ketiga komponen tersebut, misal cinta yang romantis maka akan mengandung banyak komponen intimacy dan passion dari pada komponen commitment. Sternberg (1988) menambahkan bahwa hubungan yang hanya memiliki satu komponen saja sulit dipertahankan daripada yang memiliki dua komponen atau ketiganya sekaligus. Sternberg (1986) menegaskan bahwa romantic love itu sendiri terdiri dari intimacy dan commitment dalam hal ini individu tertarik secara fisik dan terikat secara emosi. Tindakan yang muncul karena persilangan ini menurut Sternberg (1986) adalah tindakan-tindakan romantis. Menurut Chapman (1992) tindakan romantis yang dilakukan oleh individu yang berpacaran dikelompokkan menjadi lima dimensi yang dikenal dengan bahasa cinta. Bahasa cinta adalah komunikasi verbal dan non-verbal antar individu yang meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik dari kedua individu
3
(Chapman, 1992), ditambahkan pula oleh Chapman (1992) tindakan dan ekspresi ini dapat membantu membangun dan memelihara suasana hubungan yang dapat meningkatkan tingkat keintiman emosional dan keintiman fisik. Menurut Gary Chapman (1992) bahasa cinta terdiri dari 5 macam yaitu kata-kata peneguhan, tindakan pelayanan, menerima hadiah, sentuhan fisik, dan waktu yang berkualitas adalah merupakan tindakan ekspresi dari bahasa cinta. Chapman (1992) juga menambahkan bahwa setiap individu memiliki Love Tank yang bisa terisi melalui tindakan-tindakan eskpresif dari bahasa cinta yang dimiliki oleh individu terhadap pasangannya. Love Tank menurut Chapman (1992) adalah suatu wadah emosi yang akan terisi jika ekspresi dari bahasa cinta pasangan diberikan tepat sesuai dengan bahasa cinta yang dimiliki oleh pasangannya dan berkurang apabila terabaikan oleh masingmasing pasangan. Dampak yang bisa terjadi ketika merasa terabaikan adalah salah satunya hilangnya rasa kepercayaan terhadap pacar sehingga menyebabkan jalur komunikasi tidak sehat, yang berujung dengan saling marah, luapan emosi yang meledak-ledak dan pada akhirnya menyebabkan kehilangan minat baik terhadap pacar dan hubungan yang dijalani (Frizona, 2016). Maka dari itu setiap individu perlu ditunjukan bahwa mereka dikasih (Floyd, 2006). Egbert dan Polk (2006) berusaha untuk memvalidasi bahasa cinta yang dipopulerkan oleh Chapman. Hasil yang didapat dalam penelitian Egbert dan Polk (2006) tentang bahasa cinta Chapman adalah mereka fokus pada frekuensi perilaku tertentu yang didemonstrasikan oleh hubungan romantis pasangan, di mana dinilai melalui preferensi dari perilaku tersebut dibandingkan dengan frekuensi yang pasangan akan tunjukan melalui kesetiaan. Mereka beragumen bahwa setiap orang memiliki bahasa cinta yang paling menonjol sebagai panduan dari perilaku romantis seseorang terhadap orang yang dicintai dan mereka merasa paling dicintai. Penelitian ini akan ditujukan kepada individu yang sedang berpacaran yang berada dalam tahapan perkembangan dewasa muda awal usia 18-25 tahun. Tahapan perkembangan ini dipilih karena pada tahapan ini dewasa muda berada pada tahap yang tidak stabil, dimana mereka harus memilih antara cinta, pekerjaan, dan pindah dari satu tempat ketempat lain (Arnett, 2004). Arnett (2004) juga menambahkan pada tahap ini adalah masa-masa mereka mencari pasangan hidup mereka, banyak aktivitas-aktivitas
romantic love yang bisa terlihat jelas dan aktivitas-aktivitas itu tergambarkan melalui bahasa cinta yang ditampilkan oleh pasangan. Alasan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran bahasa cinta pada individu dewasa muda di Jakarta Barat agar supaya individu-individu yang sedang berpacaran paham akan bahasa cinta dan romantisme berpacaran dengan tujuan untuk membangun hubungan yang sehat dalam berpacaran. Subyek penelitian akan dilakukan di Jakarta Barat dengan teknik snowball sampling dengan mengambil tempat pada kampus-kampus yang ada di Jakarta Barat. Usia dewasa muda awal 18-25 tahun banyak terdapat di kampus-kampus Jakarta Barat berdasarkan data dari www.daftar – universitas.com Peneliti mengharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan informasi pentingnya mengetahui bahasa cinta pasangan untuk membangun hubungan yang sehat antar pasangan dan juga memahami bahasa cinta pasangan yang merupakan kunci sukses dalam berhubungan dengan pasangan, menjadi cikal bakal penelitian lanjutan mengenai topik ini dan menjadikan sebuah gambaran awal bahasa cinta pada pasangan dewasa muda di Jakarta Barat.
1.2
Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, didapat rumusan
permasalahan adalah bagaimana gambaran bahasa cinta pada individu dewasa muda awal yang sedang berpacaran di Jakarta Barat?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran bahasa cinta pada individu
dewasa muda awal yang sedang berpacaran di Jakarta Barat.
5