BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Produksi kertas saat ini masih bergantung pada ketersediaan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kertas. Bahkan, sekarang sekitar 95% sumber kertas dunia berasal dari kayu (Belayachi dan Delmas, 2010). Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, konsumsi kertas di Indonesia saat ini sekitar 32,6 kg per kapita. Saat ini, kebutuhan kertas dunia sekitar 394 juta ton. Pertumbuhan kebutuhan kertas dunia diperkirakan tumbuh rata-rata 2,1 persen per tahun sehingga kebutuhan kertas dunia pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 490 juta ton. Diperlukan reboisasi hutan yang memerlukan jangka waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kayu kembali sedangkan kebutuhan kertas meningkat setiap tahunnya. Penelitian serat non kayu yang digunakan sebagai alternative pengganti kayu pada pembuatan kertas kini gencar dilakukan di seluruh dunia (Ververis et al. 2004). Salah satu solusi bahan pengganti kertas yang terbarukan adalah selulosa bakteri yang merupakan serat non kayu.
Tidak seperti selulosa dari tanaman, selulosa bakteri secara kimiawi murni dan bebas dari lignin dan hemi-selulosa. Hal ini merupakan keunggulan selulosa bakteri karena penghilangan lignin dan hemiselulosa pada proses pembuatan pulp membutuhkan bahan-bahan kimia yang tidak ramah lingkungan (Bielecki et al. 2004). Selulosa bakteri memiliki kristalinitas tinggi dan derajat polimerisasi yang tinggi. Struktur jaringan selulosa terdiri dari nanofibrils selulosa dengan ukuran diameter 3-8 nm. Sifat tertentu seperti struktur nanometer, sifat fisik dan mekanik yang unik bersama-sama dengan kemurnian yang lebih tinggi telah menghasilkan sejumlah besar produk komersial seperti kertas, tekstil, industri makanan kosmetik dan obat-obatan sebagai biomaterial (Klemm et al. 2001). Oleh karena serat selulosa
Universitas Sumatera Utara
bakteri memiliki diameter berukuran nanometer, maka kertas yang dihasilkan oleh paduan selulosa bakteri disebut dengan nanokertas.
Banyak strain bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi selulosa pada permukaan media antara lain yaitu Sarcina, Agrobacterium, Rhizobium, dan Acetobacter (Deinema dan Zevenhuizen, 1971). Namun, Acetobacter xylinum gramnegatif adalah satu spesies yang diketahui mampu menghasilkan selulosa dalam jumlah komersial (Yamanaka et al. 2000). Acetobacter xylinum mampu mensintesis nanofibril selulosa bakteri melalui polimerisasi molekul glukosa yang dikonversi menjadi 1,4 glucan (Iguichi et al. 2000). Bakteri ini menghasilkan gel tebal atau pelikel yang memiliki sifat unik seperti kemurnian tinggi, kristalinitas tinggi, sifat mekanik yang tinggi dan kemampuan untuk membentuk lembaran membran yang homogen (Gea, 2007).
Air kelapa kaya akan nutrisi seperti gula, protein, dan lemak yang relatif lengkap sehingga dapat dijadikan sebagai media tumbuh pada pembuatan selulosa bakteri. Pemanfaatan air kelapa ini dapat mengurangi dampak negatif dari limbah air kelapa yang dihasilkan (Pambayun, 2002).
Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil jeruk keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) terbesar yaitu sejumlah 856.019 ton pada tahun 2010. Akibat konsumsi jeruk yang banyak, maka akan timbul limbah kulit jeruk yang banyak pula yang belum dimanfaatkan dan masih dibuang begitu saja. Salah satu kandungan kulit jeruk adalah selulosa. Selulosa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi poripori serat selulosa bakteri sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik dari kertas yang dihasilkan (Ichwani,2013).
Gea et al. (2013) telah melakukan penelitian tentang sifat mekanis dan termal bionanokomposit dari serat selulosa bakteri yang diperkuat dengan Mater-Bi® .Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi Mater-Bi berubah dengan penambahan serat selulosa bakteri sebagai bahan penguat. Mater-Bi mudah dimasukkan ke dalam
Universitas Sumatera Utara
serat selulosa bakteri dan tersebar secara merata yang ditunjukkan pada gambar SEM. Kekuatan komposit meningkat signifikan dengan bertambah besarnya volume serat selulosa bakteri. DSC termogram menunjukkan bahwa kristalinitas komposit dari Mater-Bi/Serat selulosa bakteri mengalami penurunan sehubungan dengan peningkatan volume serat selulosa bakteri
Ichwani (2013) melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah kulit jeruk keprok (Citrus reticulate blanco syn) sebagai bahan penguat nanokertas selulosa bakteri dari air kelapa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanokertas dari pencampuran selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk dengan hasil terbaik memiliki kekuatan tarik sebesar 1,4 GPa dengan kadar air 7,412%, dan massa residu pada nanokertas sebesar 3,05 mg.
Gea et al. (2010) melakukan penelitian mengenai pembuatan komposit dari poly vinyl alcohol (PVA)/selulosa bakteri secara in-situ. Proses in-situ menghasilkan komposit dengan sifat mekanik dan optik yang lebih baik karena pencampuran komponen yang lebih efektif dan homogen.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Limbah Kulit Jeruk Keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) sebagai Bahan Penguat Nanokertas Berbasis Selulosa Bakteri dan dikarakterisasi dengan uji morfologi SEM, uji ketahanan termal TGA, dan uji derajat kristalinitas dan titik lebur DSC.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan
1.
Apakah limbah kulit jeruk dapat dimanfaatkan sebagai bahan penguat pada pembuatan nanokertas berbasis selulosa bakteri secara in-situ?
2.
Bagaimanakah kondisi optimum untuk menghasilkan nanokertas dari selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk dengan kualitas terbaik?
3.
Bagaimanakah hasil karakterisasi dari nanokertas yang dihasilkan?
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi sebagai berikut : 1. Kulit jeruk yang digunakan adalah kulit jeruk jenis keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) yang diperoleh dari Desa Siberteng, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo 2. Air kelapa tua dan muda yang digunakan adalah air kelapa dari Pasar Tradisional Yuka Martubung, Jl. Rawe 7 Medan 3. Stater bakteri Acetobacter xylinum diperoleh dari hasil pengembangan industry rumah tangga Nata de coco di Tembung 4. Waktu fermentasi gel nanokertas dilakukan selama 14 hari 5. Pencetakan nanokertas menggunakan alat hotpress pada suhu 115 C selama 7,5 menit
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk memanfaatkan limbah kulit jeruk sebagai bahan penguat nanokertas berbasis selulosa bakteri secara in-situ 2. Untuk mengetahui kondisi optimal dalam menghasilkan nanokertas dari selulosa bakteri dan selulosa kulit jeruk dengan kualitas terbaik 3. Untuk mengetahui hasil karakterisasi dari nanokertas yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, menjadi inisiator untuk perkembangan nanoteknologi dan informasi penelitian lebih lanjut ,khususnya di Sumatera Utara Medan. 2. Bagi pemerintah dan masyarakat, penelitian ini dapat mengurangi limbah kulit jeruk dan air kelapa tua yang terdapat di sekitar wilayah tempat tinggal. 3. Bagi pengusaha, sebagai referensi bahan alternatif untuk memproduksi material dengan harga murah dan lebih ramah lingkungan.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU, Laboratorium Biokimia/ Kimia Bahan Makanan FMIPA USU, Laboratorium Kimia Polimer USU , Laboratorium Terpadu USU, Laboratorium penelitia FT USU.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan penelitian yang dilakukan dalam pembuatan nanokertas. Adapun langkah – langkah analisinya adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan stater selulosa bakteri 2. Preparasi kulit jeruk 3. Isolasi selulosa dari kulit jeruk 4. Pembuatan nanokertas secara in-situ 5. Purifikasi nanokertas 6. Pencetakan nanokertas 7. Analisa fisik dan termal dari nanokertas yang dihasilkan dilakukan dengan uji morfologi, uji ketahanan termal, dan uji transisi termal.
Universitas Sumatera Utara
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Variabel bebas yaitu massa selulosa kulit jeruk pada medium bakteri dengan variasi massa sebanyak 2 gram, 2,5 gram, dan 3 gram Variabel tetap yaitu volume stater bakteri Acetobacter xylinum yang ditambahkan yaitu sebanyak 20 ml, Suhu ( C ), Waktu (hari), pH. Variabel terikat yaitu karakterisasi yang dilakukan meliputi uji morfologi dengan SEM, uji ketahanan termal dengan TGA, dan uji transisi termal dengan DSC.
Universitas Sumatera Utara